Anda di halaman 1dari 23

TUGAS

ANALISA KASUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu


Mata Kuliah Hukum Perlindungan Hak anak dan Hak Reproduksi Wanita

Dosen Pengampu :
Hj. Irma Rahmawati, S.H., M.H., P.hD

Oleh :
Rafa Zhafirah Amaani
NPM : 178040014

Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Kesehatan


Pasca Sarjana Univesitas Pasundan
Bandung
2017
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................... 2

Daftar isi ..... 3

Bab 1 Kasus. 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka........................... 6

Bab 3 Kesimpulan. 22

Daftar Pustaka... 23

2
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan Studi Kasus HAk Perlindungan Anak. Laporan ini disusun untuk

memenuhi salah satu tugas Hukum Perlindungan Hak Anak dan Hak Reproduksi Wantia.

Keberhasilan dalam penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,

pengarahan baik moral maupun material yang tidak ternilai besarnya dari berbagai pihak. Oleh

karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Hj.

Irma Rahmawati, S.H., M.H., P.hD selaku dosen mata kuliah yang telah memaprakan materi dan

memberikan ilmu kepada penulis.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan sehingga

penulis mengharapkan masukan dan saran dalam perbaikan laporan ini. Akhir kata, semoga

laporan ini dapat diterima dan dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu hukum khususnya dan

pembaca umumnya.

3
BAB I

KASUS

1.1. Kasus 1

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersedia menampung sementara anak

Ayu Azhari, Axel, Sean dan Atiq. Meski saat ini ketiga anak Ayu berada di tangan yang

aman, namun sebagai pemilik hak asuh anak, pihak KPAI tetap menunggu kedatangan Ayu

untuk menjemput ketiga buah hatinya.

Ya, kan pengacaranya sudah diberitahu Ayu. Karena kemudian belum dijemput, makanya

ada disini. Kalau Bu Ayu jemput, ya berarti sudah selesai.papar sekretaris KPAI, M. Ihsa.,

saat kepada wartawan, Jumat (14/01).

Anak-anak Ayu enggan pulang ke rumah lantaran hingga kini Ayu masih belum

mengizinkan Axel, Sean, dan Atiq ke Finlandia untuk tinggal bersama mantan suami Ayu,

Teemu Yusuf Ibrahim. KPAI berusaha mencari tempat tinggal sementara hingga Ayu

menjemput ketiga anaknya untuk pulang.

Iya, pastinya dibawah lindungan KPAI. Kita merujuk tempat tinggalnya, sampai nanti ada

kejelasan.ucap M. Ihsan. Konflik antara Ayu dan ketiga anaknya ini seharusnya bisa

diselesaikan dengan baik.

1.2. Kasus 2

4
Korban dugaan kasus malpraktik sunat/khitan pada anak yang terjadi di Banyuwangi, Jawa

Tengah mendatangi Komnas Perlindungan Anak untuk mengadukan dan meminta kepada

pelaku agar bertanggung jawab baik secara hukum maupun kerugian lainnya.

Korban yang bernama FM (15 tahun) duantar oleh ibu kandunganya Khodijah, KH Jumail

Ali dan Joko melaporkan insiden yang terjadi 4 tahun lalu yang hingga saat ini tidak dilaporkan

ke pihak berwajib lantarran tersandera oleh surat pernyataan yang dibuat sepihak oleh pelaku.

Padahal korban mengalami, cacar permanen yang yang tidak bisa disembuhkan, karena

kepala penisnya hilang lantaran diduga malpraktik yang dilakukan oleh seorang

mantri/perawat yang sehari-hari bekerja di RSUD Banyumas yakni Moch Syamsul Arifin.

Kata Sekjen Komnas Anak Samsul Ridwan.

Atas laporan tersebut, Komnas Anak menilai telah terjadi kekerasana fisik dan psikis yang

akan berdampak jangka panjang bagi anak. Di samping itu pelau diduga telah melakukan

penyanderaan hak hukum bagi korban melalui surat pernyaaan yang dbuat secara sepihak,

lantaran korban dan keluarga korban adalah miskin.

Janji yang pernah diucapkan oleh pelaku untuk memberi santunan kepada korban juga

tidak pernah diwujudkan.katanya.

Oleh karenanya kata Samsul, Komnas Anak akan mengawal kasus ini sampai ke daerah

dan membuat surat kepada Bupati Banyumas agar membuat angkah kongkrit, serta meminta

pihak korban untuk segera melaporkan ke pihak kepolisian setempat.

Undang-Undang Perlindungan Anak no 23/2002 pasal 85 (2) memberikan jaminan

perlindungan pada anak bagi siapa saja yang melakukan tindakan melawan hukum dengan

mengambil organ tubuh/jaringan tubuh anak dikenai pidana penjara paling lama 10 tahun dan/

atau denan paling banyak Rp. 200 juta.jelas Samsul.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Hukum Hak Anak dalam Pengasuhan Orang Tua

Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan

hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.1

Hak Anak di atur oleh Konvensi Hak Anak PBB dan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Hak anak dengan Orang Tua dijelaskan pada pasal-pasal menurut Konvensi Hak Anak dan

Undnag-undang perlindungan Anak.

2.1.1. Konvensi Anak PBB

Konvensi hak anak yang berhubungan dengan kasus 1 adalah Pasal 9 ayat 1, 3, dan 4, Pasal

10 ayat 1 dan 2, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 ayat 2, dan pasal 18 ayat 1.2

a. Pasal 9

1
Undang-undang Perlindungan Anak no. 23 tahun 2002. Pasal 1 ayat 2. Hlm 2
2
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tentang Hak-Hak Anak. (1989) hlm. 2-6

6
1. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa seorang anak tidak dapat dipisahkan dari

orang tuanya, secara bertentangan dengan kemauan mereka, kecuali ketika penguasa

yang berwenang dengan tunduk pada yudicial review menetapkan sesuai dengan

prosedur dan hukum yang berlaku bahwa pemisahan tersebut diperlukan demi

kepentingan-kepentingan terbaik anak. Penetapan tersebut mungkin diperlukan dalam

suatu kasus khusus, seperti kasus yang melibatkan penyalahgunaan atau penelantaran

anak oleh orang tua, atau kasus apabila orang tua sedang bertempat tinggal secara

terpisah dan suatu keputusan harus dibuat mengenai tempat kediaman anak.

3. Negara-negara Pihak harus menghormati hak anak yang dipisahkan dari salah satu atau

kedua orang tuanya untuk tetap mengadakan hubungan pribadi dan hubungan langsung

dengan orang tua atas dasar yang tetap, kecuali bertentangan dengan kepentingan terbaik

anak.

4. Apabila pemisahan tersebut diakibatkan tindakan apapun yang diprakarsai suatu Negara

Pihak seperti penahanan, pemenjaraan, pengasingan, deportasi atau kematian (termasuk

kematian akibat sebab apapun selama orang itu ada dalam tahanan negara) salah satu atau

kedua orang tua si anak, maka Negara Pihak yang bersangkutan atas permintaan harus

memberikan kepada orang anak atau kalau cocok anggota keluarga yang lain dengan

informasi pokok mengenai tempat berada anggota atau paran anggota keluarga yang

tidak ada kecuali pemberian informasi itu akan merusak kesejahteraan anak itu. Negara-

negara Pihak harus lebih jauh menjamin bahwa penyampaian permintaan tersebut dengan

sendirinya harus tidak membawa konsekuensi yang merugikan bagi orang (atau orang-

orang) yang bersangkutan.

7
b. Pasal 10

1. Sesuai dengan kewajiban Negara-negara Pihak menurut pasal 9 ayat 1, pengajuan

permohonan oleh seorang anak atau orang tuanya, untuk memasuki atau meninggalkan

suatu Negara Pihak untuk tujuan penyatuan kembali keluarga akan ditangani oleh

Negara-negara Pihak dalam suatu cara yang positif, manusiawi dan lancar. Negara-

negara Pihak harus lebih jauh menjamin bahwa penyampaian permintaan tersebut harus

tidak membawa konsekuensi yang merugikan para pengaju permohonan dan anggota

keluarga mereka.

2. Seorang anak dimana orang tuanya berdiam di Negara lain berhak mengadakan, atas

dasar yang tetap kecuali dalam keadaan-keadaan yang luar biasa, hubungan pribadi dan

hubungan langsung dengan kedua orang tuanya. Ke arah tujuan tersebut dan sesuai

dengan kewajiban Negara-negara Pihak menurut ketentuan pasal 9 ayat 2 maka

Negara-negara Pihak harus menghormati hak anak dan orang tuanya untuk

meninggalkan negara manapun, termasuk negara mereka sendiri, dan untuk memasuki

negara mereka sendiri. Hak untuk meninggalkan negara manapun harus tunduk hanya

pada pembatasan-pembatasan seperti yang ditentukan oleh undang-undang dan yang

perlu untuk melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan, atau

kesusilaan umum atau hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan sesuai dengan

hak-hak lainnya yang diakui dalam Konvensi ini.

c. Pasal 13

8
1. Anak harus memilikihak atas kebebasan mengeluarkan pendapat, hak ini mencakup

kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan semua macam

pemikiran, tanpa memperhatikan perbatasan, baik secara lisan, dalam bentuk tertulis

ataupun cetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain apa pun pilihan anak.

2. Pelaksanaan hak ini dapat tunduk pada pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi hanya

akan seperti yang ditentukan oleh undang-undang dan diperlukan: (a) Untuk

menghormati hak-hak atau nama baik orang-orang lain; atau (b) Untuk perlindungan

keamanan nasional atau ketertiban umum, atau kesehatan, atau kesusilaan umum.

c. Pasal 14

1. Negara-negara Pihak harus menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang

tua, dan apabila berlaku, wali hukum, untuk memberikan pengarahan pada anak

dalam melaksanakan haknya dengan cara yang sesuai dengan kemampuan anak yang

sedang berkembang.

d. Pasal 18

1. Negara-negara Pihak harus menggunakan usaha-usaha terbaiknya untuk menjamin

pengakuan prinsip bahwa kedua orang tua mempunyai tanggung jawwab bersama untuk

mendewasakan dan perkembangan anak. Orang tua atau, bagaimanapun nanti, wali

hukum, mempunyai tanggung jawab utama untuk pendewasaan dan perkembangan

anak. Kepentingan-kepentingan terbaik si anak akan menjadi perhatian dasar mereka.

9
2. Untuk tujuan menjamin dan meningkatkan hak-hak yang dinyatakan dalam Konvensi

ini, maka Negara-negara Pihak harus memberikan bantuan yang tepat kepada orang tua

dan wali hukum, dalam melaksanakan tanggung jawab membesarkan anak mereka, dan

harus menjamin perkembangan berbagai lembaga, fasilitas dan pelayanan bagi

pengasuhan anak-anak.

3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin

bahwa anak-anak dari orang tua yang bekerja berhak atas keuntungan dari pelayanan-

pelayanan dan fasilitas-fasilitas pengasuhan anak, yang untuknya mereka memenuhi

syarat.

2.1.2. Undang-Undang Perlindungan Anak

Undang-undang perlindungan anak no 35 tahun 2014 yang berhubungan dengan kasus 1

adalah Pasal 1 ayat 1,2,4,12, Pasal 14 ayat 1 dan 2, pasal 26 ayat 1 dan 2, pasal 76B, pasal

76G.3

a. Pasal 1

1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan.

2. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untukmenjamin dan melindungi Anak dan

hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

3
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 23
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Hlm 2-
32.

10
sesuai dengan harkat dan martabat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

4. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah

dan/atau ibu angkat.

12. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan

dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah

daerah.

b. Pasal 14

1. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan

dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi

kepentingan terbaik bagi Anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

2. Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak tetap berhak:

a. bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya;

b. mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses

tumbuh kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan

minatnya;

c. memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya; dan

d. memperoleh Hak Anak lainnya.

c. Pasal 26

1. Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;

11
b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;

c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan

d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak.

2. Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu

sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan

tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga,

yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

d. Pasal 76B

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan

Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.

e.. Pasal 77B

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2.1.3. Undang-undang Perkawinan

Undang-undang perkawinan no 1 Tahun 1974 yang berhubungan dengan kasus 1

adalah pasal 45 ayat 1 dan 2, pasal 47 ayat 1 dan 2, pasal 48, pasal 49 ayat 1, pasal 59

ayat 1, pasal 62.4

4
Undang- Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Hlm 10-14

12
a. Pasal 45

1. Kedua orang tua wajib memelihara dan menddidik anak-anak mereka sebaik-baiknya

2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak

itukawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan

antara kedua orang tua putus.

b. Pasal 47

1. Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak

dicabut dari kekuasaannya.

2. Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di

luar Pengadilan.

c. Pasal 48

Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggandakan barang-barang tetap

yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.

d. Pasal 49

1. Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak

atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak

13
dalam garis lurus ke atas dan saidara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang

berwenang dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal :

a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;

b. Ia berkelakuan buruk sekali.

2. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk

memberi pemeliharaan kepada anak tersebut.

e. Pasal 59

1. Kewarganegaraan yang diperoleh sebagai akibat perkawinan atau putusnya

perkawinan menentukan hukum yang berlaku, baik mengenai hukum publik

maupun hukum perdata.

f. Pasal 62

Dalam perkawinan campuran kedudukan anak diatur sesuai dengan Pasal 59 ayat (1)

Undang-undang ini.

2.1.4. Analisis Kasus Hak Anak dalam Pengasuhan Orang Tua

Berdasarkan hasil pemaparan dasar hukum hak anak dalam pengasuhan orang tua,

terdapat pelanggaran hak anak dalam kasus tersebut. Konsesus hak anak menjelaskan bahwa

anak mempunyai hak untuk bersama orang tuanya dan negara bertanggung jawab untuk

melindungi hak anak tersebut. Anak tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya dalam keadaan

anak ingin bersama orang tuanya. Anak mempunyai hak untuk menjalin hubungan dengan

orang tuanya baik secara pribadi maupun secara langsung. Orang tua mempunyai kewajiban

dan bertanggungjawab bersama dalam membesarkan dan mendewasakan anak.

14
Dalam undang-undang perlindungan anak juga dijelaskan bahwa anak adalah sesorang

yang berusia dibawah 18 tahun. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib

dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara,

pemerintah, dan pemerintah daerah. Anak berhak diasuh oleh orang tuanya sendiri dan

berhak bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua Orang Tuanya,

mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan dan perlindungan untuk proses tumbuh

kembang dari kedua Orang Tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya,

memperoleh pembiayaan hidup dari kedua Orang Tuanya, sesuai dengan pasal 14 UU No.

23/2002. Kewajiban orang tua terhadap anak juga diatur dalam pasal 26 dimana hal ini telah

menjadi masalah dalam kasus 1. Jika terdapat penelantaran terhadap anak dan haknya dapat

dekenai sanksi berupa denda dan hukuman penjara.

Perkawinan yang dijalanin oleh Ayu adalah perkawinan campuran dimana telah

diaturdalam pasa 62 UU no 1/1974. Hak asuh anak dapat jatuh kepada salah satu orang tua

apabila bercerai, namun kedua orang tua tetap berkewajiban memberi pemeliharaan pada

anak tersebut.

2.2. Dasar Hukum Hak Anak pada Malpraktik medis.

2.2.1. Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002

Undang-undang perlindungan anak no 23 tahun 2002 yang berhubungan dengan kasus 2

adalah Pasal 8 dan 12.5

a. Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan

5
Undang-undang Perlindungan Anak no. 23 tahun 2002. Hlm 16

15
kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

b. Pasal 12

Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan

pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

2.2.2. Undang-undang Perlindungan Anak Nomor 35 tahun 2014

Undang-undang perlindungan anak Nomor 35 tahun 2014 yang berhubungan dengan

kasus 2 adalah Pasal 76 A dan 77.6

a. Pasal 76A

Setiap orang dilarang:

a. memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami

kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau

b. memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.

b. Pasal 77

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2.2.3. Undang-Undang Kesehatan no. 36 Tahun 2009

6
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 23
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Hlm 28-
30

16
Undang-undang Kesehatan no. 36 Tahun 2009 yang berhubungan dengan kasus 2

adalah Pasal 5 ayat 1,2,3, dan Pasal 58 ayat 1,2,3. 7

a. Pasal 5

1. Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di

bidang kesehatan.

2. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu, dan terjangkau.

3. Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri

pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.

b. Pasal 58

1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,

dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan

atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga

kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan

kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.2.4. Konvensi Hak Anak PBB

Konvensi hak anak yang berhubungan dengan kasus 2 adalah pasal 23 dan 24. 8

7
Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009. Hlm. 4 dan 15.
8
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tentang Hak-Hak Anak. (1989) hlm. 13-14

17
a. Pasal 23

1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa seorang anak yang cacat mental atau cacat

fisik harus menikmati kehidupan yang utuh dan layak, dalam keadaan-keadaan yang

menjamin martabat, meningkatkan percaya diri dan memberikan fasilitas partisipasi

aktif si anak dalam masyarakat.

2. Negara-negara Pihak mengakui hak anak cacat atas perawatan khusus dan harus

mendorong dan menjamin, dengan tunduk pada sumber-sumber yang tersedia,

pemberian kepada anak yang memenuhi syarat dan mereka yang bertanggung jawab

atas perawatannya, bantuan yang untuknya permintaan diajukan dan yang sesuai

dengan keadaan si anak dan keadaan-keadaan orang tua atau orang-orang lain yang

merawat anak itu.

3. Dengan mengakui kebutuhan-kebutuhan khusus seorang anak cacat, maka bantuan

yang diberikan, sesuai dengan ketentuan ayat 2 pasal yang sekarang ini, harus diadakan

dengan cuma-cuma, setiap waktu mungkin, dengan memperhatikan sumber-sumber

keuangan orang tua atau orang lain yang merawat si anak, dan harus dirancang untuk

menjamin bahwa anak cacat tersebut mempunyai akses yang efektif ke dan menerima

pendidikan, pelatihan, pelayanan perawatan kesehatan, pelayanan rehabilitasi,

persiapan bekerja dan kesempatan rekreasi dalam suatu cara yang menghasilkan

pencapaian integrasi sosial yang paling sepenuh mungkin, dan pengembangan

perseorangan si anak termasuk pengembangan budaya dan jiwanya.

4. Negara-negara Pihak harus meningkatkan, dalam semangat kerja sama internasional,

pertukaran informasi yang tepat, di bidang perawatan kesehatan yang preventif dan

perlakuan medis, psikologis dan fungsional dari anak cacat, termasuk penyebarluasan

18
dan akses ke informasi mengenai metode-metode rehabilitasi, pendidikan dan

pelayanan kejuruan, dengan tujuan memungkinkan Negara Pihak untuk memperbaiki

kemampuan dan keahlian mereka dan untuk memperluas pengalaman mereka di

bidang-bidang ini. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan mengenai

kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang.

b. Pasal 24

1. Negara-negara Pihak mengakui hak anak atas penikmatan standar kesehatan yang paling

tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai fasilitas untuk pengobatan penyakit dan

rehabilitasi kesehatan. Negara-negara Pihak harus berusaha menjamin bahwa tidak seorang

anak pun dapat dirampas haknya atas aksers ke pelayanan perawatan kesehatan tersebut.

2. Negara-negara Pihak harus mengejar pelaksanaan hak ini sepenuhnya dan terutama,

harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:

(a) Mengurangi kematian bayi dan anak;

(b) Menjamin penyediaan bantuan kesehatan yang diperlukan dan perawatan kesehatan

untuk semua anak dengan penekanan pada perawatan kesehatan primer;

(c) Memerangi penyakit dan kekurangan gizi yang termasuk dalam kerangka kerja

perawatan kesehatan primer melalui, antara lain, penerapan teknologi yang dengan mudah

tersedia dan melalui penyediaan pangan bergizi yang memadai dan air minum bersih,

dengan mempertimbangkan bahaya-bahaya dan resiko-resiko pencemaran lingkungan;

(d) Menjamin perawatan kesehatan sebelum dan sesudah kelahiran yang tepat untuk para

ibu;

(e) Menjamin bahwa semua bagian masyarakat, terutama orang tua dan anak,

diinformasikan, mempunyai akses ke pendidikan dan ditunjang dalam penggunaan

19
pengetahuan dasar mengenai kesehatan dan gizi anak, manfaat-manfaat ASI, kesehatan dan

sanitasi lingkungan dan pencegahan kecelakaan;

(f) Mengembangkan perawatan kesehatan yang preventif, bimbingan bagi orang tua dan

pendidikan dan pelayanan keluarga berencana.

3. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang efektif dan tepat dengan

tujuan menghilangkan praktek-praktek tradisional yang merusak kesehatan anak.

2.3. Analisis Kasus

Kasus malpraktik medis yang dialami anak MF terjadi pelanggaran hak

anak untuk meperolah hak kesehatan. Pelayanan kesehatan dan jaminan

sosial yang didapatkan oleh anak sudah bertentangan dengan haknya. Anak

seharusnay mendapatkan haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan

sebaik mungkin. Dalam kasus ini khitan yang dilakukan oleh mantri khitan,

yang bukan merupakan professional dalam tindakan medis, sehingga adanya

kasus malpraktik tidak semata-mata kesalahan mantra namun juga

pelanggaran hak anak oleh orang tua. Orang tua tidak memberikan hak

kesehatan untuk mengakses pelayanan kesehatan bagi anak.

Kasus MF terjadi akibat pelanggaran undang-undang kesehatan No

36/2009 pada pasal 5 Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan

kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Keluarga MF dapat mengajukan tuntutan

20
hukum dan ganti rugi sesuai dengan pasal 58 ayat 1 Setiap orang berhak menuntut ganti

rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang

menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang

diterimanya.

Konvensi hak anak PBB menyebutkan bahwa negara harusnya

menjamin hak anak untuk mendapat perawatan kesehatan yang aman den

menghilangkan prkatik-praktik tradisional yang merusak kesehatan anak.

Praktik khitan yang dilakukan oleh mantra yang bukan professional dapat

merusak kesehatan anak dan melanggar hak anak untuk dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal.

21
BAB III

KESIMPULAN

Anak adalah seorang manusia yang tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai

berumur 18 tahun termasuk didalamnya anak dalam kandungan. Anak merupakan potensi negara

dan prioritas dalam pembangun. Anak bmempunyai hak untuk tumbuh, berkembang, mendapat

kasih saying , bermain, dan mendapatkan akses keshatan dengan optimal.

Perlindungan terhadap hak anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi juga

tanggung jawab negara sebagaimana telah diungkapkan dalam konvensi hak anak PBB. Anak

seharusnya terhindar dari rasa takut dan rasa tidak aman akan terancam hak-haknya. Setiap unsur

dari negara berkawjiban untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak anak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tentang Hak-Hak Anak. (1989)

Undang- Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-undang Rebublik Indonesia No 22 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

undang nomor 23 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak

Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

23

Anda mungkin juga menyukai