Anda di halaman 1dari 19

1.

Definisi Diare
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia
(bahasa yunani) yang berarti mengalir terus ( to flow through ),
merupakan keadaan abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering.
Hal ini disebabkan adanya perubahan perubahan dalam transport air
dan elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan keadaan dengan
gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorbsi dan sekresi. UKK
Gastro Hepatologi IDAI ( 2009 ) mendefinisikan diare sebagai
peningkatan frekuensi buang air besar dan berubahnya konsistensi
menjadi lebih lunak atau bahkan cair.
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari
tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi
cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam
sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu
penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih
dalam sehari .
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa
darah dan lendir dalam tinja. Diare dikatakan sebagai keluarnya tinja
berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua puluh jam
pertama, dengan temperatur rectal di atas 38C, kolik, dan muntah-
muntah.

2. Klasifikasi Diare
Klasifikasi diare, berdasarkan Depkes RI 2008:
A. Menurut derajat dehidrasi:
a) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah
ini atau lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat

b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang


Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat

c) Diare dehidrasi berat


Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:

Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar


Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)

B. Jika diare 14 hari atau lebih:


I. Diare persisten berat : ada dehidrasi
II. Diare persisten : tanpa dehidrasi
C. Jika ada darah dalam tinja
I. Disentri: ada darah dalam tinja
3. Etiologi Diare
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi
parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-
sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di lapangan ataupun
secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan
(Depkes RI, 2011).
a. Infeksi
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya
mikroorganisme atau toksin melalui mulut. Kuman tersebut
dapat melalui air, makanan atau minuman yang terkontaminasi
kotoran manusia atau hewan, kontaminasi tersebut dapat
melalui jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi
(Suzanna, 1993).
Tabel kuman penyebab diare akut
Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya
beberapa hari (3- 4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (selft
limiting disease). Penderita akan sembuh kembali setelah
enetrosit usus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru dan
normal serta sudah matang, sehingga dapat menyerap dan
mencerna cairan serta makanan dengan baik (Mansons, 1996).

Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar,


ialah bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam
golongan bakteri noninfasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli,
sedangkan golongan bakteri invasif adalah Salmonella sp (Vila
J et al., 2000). Diare karena bakteri invasif dan noninvasif terjadi
melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut ini: cAMP
(cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin
Monophosphate), Ca-dependet dan pengaturan ulang
sitoskeleton (Mandal et al., 2004).

b. Imunodefisiensi

Dinding usus mempunyai mekanisme pertahanan yang baik.


Bila terjadi difisiensi Ig A dapat terjadi bakteri tumbuh lama.
Demikian pula defisiensi CMI cell mediated immunity dapat
menyebabkan tubuh tidak mampu infeksi dan invasi parasit
dalam usus. Hal ini mengakibatkan bakteri, virus, parasit, dan
jamur yang masuk dalam usus akan berkembang dengan baik
sehingga bakteri tumbuh dan akibat lebih lanjut diare kronik dan
malabsorsi makanan (Suharyono, 2008).

c. Malabsorpsi
makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus berlebihan sehingga timbul diare (Suharyono, 2008).
d. Alergi
Aktivasi media-media infamator dapat merusak mukosa pada
intestinal sehingga mengganggu absorbsi nutrisi.
e. Keracunan
f. Sebab-sebab lain
Penyebab lainnya seperti faktor psikologis bisa terjadi karena
Stress, cemas, ketakutan dan gugup (Suharyono, 2008).

4. Factor Resiko Diare


Faktor risiko terjadinya diare menurut Kemenkes RI, 2011 adalah:

1. Faktor perilaku

2. Faktor lingkungan

Faktor perilaku antara lain:


a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif),
memberikan Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan
mempercepat bayi kontak terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena


penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol
susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun


sebelum memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB),
dan setelah membersihkan BAB anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

Faktor lingkungan antara lain:


a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya
ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari


penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara
lain: kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak.

5. Epidemiologi Diare

Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di


Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk
semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk
golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare
pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini
ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang
tercemar. Di negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi
dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang
tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya
daya tahan tubuh (Suharyono, 2003).

Prevalensi diare pada tahun 1997 adalah lebih rendah bila


dibandingkan dengan hasil survey pada tahun 1991 sebesar 11 % dan
tahun 1994 sebesar 12%.. Pada tahun 1997 prevalensi diare lebih
tinggi di daerah pedesaan daripada di perkotaan, tetapi
membandingkan wilayah Jawa-Bali dengan luar Jawa-Bali tidak
tampak perbedaan yang berarti (Julianto Pradono dan L. Ratna
Budiarso, 1999).
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masa1ah kesehatan
rnasyarakat di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat pada pencatatan
dan pelaporan Puskesmas dan Rumah Sakit di Sulawesi Selatan pada
tahun 1999 dimana penyakit diare menempati urutan keempat dari 10
besar penyakit rawat jalan dengan angka kesakitan 3,34 per 1000
penduduk.
Penyakit diare di Propinsi Sulawesi Selatan masih termasuk dalam 10
penyakit terbesar bahkan menduduki urutan pertama dengan angka
kesakitan sebesar 58,2% tahun 2000 dan pada tahun yang sama
jumlah penderita dan kematian akibat penyakit diare di Propinsi
Sulawesi Selatan yaitu : umur < 1 tahun sebanyak 37.937 penderita
dan yang mati 20 orang, umur 1-4 tahun sebanyak 53.282 orang
penderita dan yang mati 13 orang, umur 5 tahun ke atas tercatat
125.407 orang penderita dan yang mati sebanyak 47 orang dengan
CFR 0,02 % dan IR 26,58 %.
Penyakit diare di puskesmas Kaimana Kabupaten Kaimana Propinsi
Irian Jaya Barat masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
setiap tahunnya. Pada tahun 2000 tercatat penyakit diare menempati
urutan ke dua berdasarkan pola kesakitan 10 besar penyakit rawat
jalan di Puskesmas, setelah penyakit infeksi akut lain pada saluran
pernapasan bagian atas, dengan angka kesakitan 20,25 per 1000
penduduk.
Kematian bayi di Indonesia sangat tinggi. Bahkan di seluruh dunia,
Indonesia menduduki rangking keenam dengan angka kejadian sekitar
6 juta bayi yang mati pertahunnya. Kasus kematian bayi di Indonesia
ini, menurut Dr. Soedjatmiko (2008), kematian bayi di Indonesia
disebabkan oleh penyakit diare. Untuk mendiagnosis diare, maka
pemeriksaan antigen secara langsung dari tinja mempunyai nilai
sensitifitas cukup tinggi (70-90%), tetapi biaya pemeriksaan cukup
mahal (Kompas.com 2008).
Proporsi diare akut rotavirus selama 1 tahun penelitian di Indonesia
adalah 56,5 % dengan 95 % CI 51,3 - 61, 6%. Hasil ini sama dengan
penelitian-penelitian di luar negeri sebelumnya, antara lain Rodriquez
(1974-1975) dan Pickering. (1978-1979) mendapatkan angka kejadian
47% dan 59%, sedangkan di Indonesia penelitian Yorva (tahun 1998)
mendapatkan angka 50% hampir sama dengan penelitian ini dan
sama dengan negara maju. Hasil ini memprediksi adanya perbaikan
hygiene dan sanitasi kita. Kasus diare rotavirus merata sepanjang
tahun, sedangkan kasus diare non rotavirus dan diare keseluruhan
meningkat pada musim kemarau, tetapi tidak ada trend menurut
musim. Keadaan ini berkaitan dengan cara penularan diare non
rotavirus yang water borne dan melalui tangan mulut, sedangkan diare
rotavirus selain ditularkan secara fekal oral, diduga ditularkan juga
melalui droplet saluran napas.
Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare
sepanjang tahun 2005 lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat drastis
dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya,
yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159 orang
di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare. Melihat
data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang
tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare
merupakan isu prioritas kesehatan di tingkat lokal dan nasional karena
punya dampak besar pada kesehatan mayarakat (Depkes RI 2008).
6. Prevalensi diare berdasarkan umur menurut data dari hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) tahun 2007, diare tersebar
di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada
balita (16,7%). Prevalensi diare 13% lebih banyak di perdesaan
dibandingkan perkotaan,cenderung lebih tinggi pada kelompok
pendidikan rendah dan tingkat pengeluaran RT per kapita rendah.
Prevalensi diare yang tinggi pada bayi dan anak balita tidak selalu
diberi oralit, proporsi yang mendapat oralit pada ke dua kelompok
umur tersebut berturut-turut 52,8% dan 55,5%.

7. Patofisiologi Diare
(TERLAMPIR)

8. Manifestasi Klinis Diare


Manifestasi Klinis menurut diare inflamasi dan diare non inflamasi
(Mandal et al.,2004 )

Manifestasi klinis Diare Inflamasi Diare noninflamasi

Karakter tinja Volume sedikit, Volume banyak, cair, tanpa


mengandung darah dan pus , darah, lendir. Tidak
pus, lendir. Sel leukosit ditemukan leukosit
polimorfonuklear

Patologi Inflamasi mukosa colon Usus halus proksimal


dan ileum distal

Mekanisme diare Inflamasi mukosa Diare sekretorik/osmotik


mengganggu absorbsi yang diinduksi oleh
cairan yang kemungkinan enterotoksin atau
efek sekretorik dari mekanisme lainnya. Tidak
inflamasi ada inflamasi mukosa

Kemungkinan patogen Shigella, Salmonella, Kolera, ETEC, EPEC,


Clampylobacter, E. Colli, keracunan makanan tipe
EIEC, Clostridium dificcile, toksin, rotavirus,
Yersinina enterocolitica. Adenovirus, NLV,
cryptosporidia, Giardia
lamblia

Penyebab Invasi bakteri dan enterotoksin


sitotoksin

gejala abdomen seperti mulas Keluhan abdomen


sampai nyeri seperti kolik, biasanya minimal atau
mual, muntah, demam, tidak ada sama sekali,
tenesmus, serta gejala dan namun gejala dan tanda
tanda dehidrasi. dehidrasi cepat timbul.

9. Pemeriksaan Diagnostik Diare


A. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik
tergantung penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya
berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus
biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan
malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena kelainan
kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi
sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien
dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas, yaitu mual,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, malabsorptif,
atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara
umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin
yang dihasilkan (Simadibrata, 2006).
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya:
ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah (Juffrie, 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelumdan
selama diare. Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor
Maurice King, dan lain-lain (Juffrie, 2010).
C. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan,
misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab
lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat
(Juffrie, 2010).
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat
dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara
makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya
darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit,
eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi,
2002)

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik


adalah sebagai berikut :
Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan
awal terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan
adanya inflamasi intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan
parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi. Jika
pasien dalam keadaan immunocompromisedd, penting sekali
kultur organisme yang tidak biasa seperti Kriptokokus,Isospora
dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien yang sudah mendapat
antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau
eritrosit, infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya
sebagai penyebab diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan
untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat (>250
ml/day), kemudian perlu juga ditentukan apakah terjadi steatore
atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam :
Jika berat feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare.
Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika
fecal fat lebih dari 10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk
menetapkan suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat
menolong yaitu >100 bercak merak orange per lapang
pandang dari sample noda sudan adalah positif. False negatif
dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test standard untuk
mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan pada
tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi
pancreas.
Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk
menentukan diare osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses
Na,K dan Osmolalitas harus diperiksa. Osmolalitas feses
normal adalah 290 mosm. Osmotic gap feses adalah 290
mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces (Na&K)
dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak
dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan
butirat) yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi
bakteri terhadap karbohidrat di kolon kedalam asam lemak
rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang
terkumpul dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa
jam sebelum osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi.
Diare dengan normal atau osmotic gap yang rendah biasanya
menunjukkan diare sekretori. Sebalinya osmotic gap tinggi
menunjukkan suatu diare osmotic.
Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan
adanya Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin.
Cristosporidium dan cyclospora yang dideteksi dengan
modifikasi noda asam.
Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan
lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin
dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing
enteropathy akibat inflamasi intestinal. Skrining awal
CBC,protrombin time, kalsium dan karotin akan menunjukkan
abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin yang
larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi
penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah
pada mukosa, atau hasil dari obstruksi limfatik postmukosa.
Protombin time,karotin dan kolesterol mungkin turun tetapi
Fe,folat dan albumin mengkin sekali rendaah jika penyakit
adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi akibat
penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.
Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori
maka dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin
(Zollinger-Ellison Syndrome), calcitonin (medullary thyroid
carcinoma), cortisol (Addisons disease), anda urinary 5-HIAA
(carcinoid syndrome).
Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan
alkalinisasi feses dengan NaOH yang kan berubah warna
menjadi merah. Skrining laksatif feses terhadap penyebab lain
dapat dilakukan pemeriksaan analisa feses lainnya.
Diantaranya Mg,SO4 dan PO4dapat mendeteksi katartik
osmotic seperti MgSO4, mgcitrat Na2SO4 dan Na2PO4
Biopsi Usus Halus diindikasikan pada
o pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan atau
steatore,
o anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang
mungkin menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada
celiac spure dan
o Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi
terisolasi terhadap absorbsi kalsium
Enteroskopi Usus Halus Memerlukan keterampilan khusus yang
dapat membantu menidentifikasi lesi pada usus halus.
Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa : Pemeriksaan ini
dapat membantu dalam mendeteksi IBD termasuk colitus
mikroskopik,melanosis coli dan indikasi penggunaan kronis
anthraguinone laksatif.
Rangkaian Pemeriksaan Usus Halus Pemeriksaan yang optimal
diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu ayng
terjadi di abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi
dalam memeriksa keseluruhan bagian usus halus atau
enteroclysis yang dapat menjelaskan dalam 6 jam pemeriksaan
dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke usus halus
melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi
barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil
selulosa diinjeksikan.
Imaging Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui
pemeriksaan imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada
radiografi plain abdominal dapat mengkonfirmasi pankreatitis
kronis. Studi Seri Gastrointestinal aatas atau enterokolosis
dapat membantu dalam mengevaluasi Chrons disease,
Limfoma atau sindroma carcinoid. Kolososkopi dapat membantu
mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan biopsy usus halus
berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi akibat
penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum
dan biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS,
Cryptosporidium, Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler.
CT Abdominal dapat menolong dalam mendeteksi pankreatitis
kronis atau endokrin pancreas. (Kearney David et al.1996)

10. Penatalaksanaan Diare


Penatalaksanaan diare secara umum dapat dilakukan pada institusi
kesehatan seperti Rumah sakit dan puskesmas, maupun diluar
institusi kesehatan yaitu di rumah. Prinsip penatalaksanaan diare
adalah sebgai berikut;
Mencegah terjadinya dehidrasi
Mengobati dehidrasi
Member makanan
Mengobati masalah penyakit lain.

Ada pula penatalaksanaan pada MTBS (TERLAMPIR)


11. Pencegahan Diare
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,
penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang
baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan
khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga
dari kotoran manusia. Karena makanan dan air merupakan penularan
yang utama, ini harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang
di gunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang digunakan
untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri keamanan air
atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus
direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang
di danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air
yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.
Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan
sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan
makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi.
Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang
tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh
dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini,
vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin
kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan
untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya
70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral
terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan
memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah
tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan
memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

12. Komplikasi Diare


Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat
mengakibatkan berbagai macam komplikasi, yaitu:

Dehidrasi : ringan, sedang, dan berat.

Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah


berkurang.

Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan


gejala meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas
secara berlebihan dalam lambung dan usus), hipotonik otot,
lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.

Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.

Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim


laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.

Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah,


penderita juga mengalami kelaparan (masukan makanan
berkurang, pengeluaran bertambah).

Hiponatremi

Syok hipovolemik

Asidosis ( Ngastiyah 2005)


Daftar Pustaka
Depkes RI. 2008. Buku bagan Manajemen terpadu balita sakit (MTBS).
Jakarta
Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP
Fr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta.

Mandal B.k, EGL Wilkins, EM Dunbar. Dan R.T Mayon-White. 2004. Lecture
notes penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.

Suharyono. 2008. Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta.

Suzanna, Park and Ralph A. Giannela. 1993. Approach to the adult patient
with acute diarrhoea In: Gastroenerology Clinics of North America. XXII (3).
Philadelphia: WB Saunders.

Vila J, Vargas M, Ruiz J, Corachan M, De Anta MTJ, Gascon J: Quinolon.


2000. Resisten in Enterotoxigenic E.colli causing Diarrhea in Travelers to
India in Comparison with other Geographycal Areas. Antimicrobial Agents
and Chemotherapy.

Sardjana. Hoirun Nisa. 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: UIN


Press

Kearney David et al. Chronic Diarrhea. Current Diagnosis & Treatment in


Gastroenterology, Prentice-Hall International,Inc,1996:14-17.

McQuaid Kenneth. Chronic Diarrhea. In Lawrence M (Eds). Current Medical


Diagnosis & Treatment 37thEd. Prentice Hall International Inc, 1998 : 544

Hadi,S.,2002.Gastroenterologi.Bandung: Penerbit Alumni.


Simadibrata,M.,Daldiyono.2006.Diare Akut.In: Sudoyo, Aru W,et al, ed.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi VI.Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,408-413.

Juffrie,M.,et al,2010.Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi jilid 1. Jakarta :


Balai Penerbit IDAI.

Mandal B.k, EGL Wilkins, EM Dunbar. Dan R.T Mayon-White. Lecture notes
penyakit Infeksi. Erlangga. 208

Zein,Umar.2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri.

Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC

Depkes RI, 2008, Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit ( M T B S ).


Jakarta.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3371/1/penydalam-umar5.pdf

Anda mungkin juga menyukai