Anda di halaman 1dari 6

Proses penelanan, serta faring dan esofagus, tempat lewat makanan sebelum

memasuki lambung

Makanan yang telah tercairkan dengan adanya saliva dari rongga mulut dan
berbentuk seperti bola disebut dengan nama bolus. Bolus akan meninggalkan
rongga mulut menuju saluran cerna berikutnya (faring) melalui suatu proses yang
dinamakan menelan (deglutisi) (Guyton dan Hall, 2009).

Proses menelan terbagi menjadi tiga tahap, yakni fase volunter, fase
faringeal, dan fase esofageal. Fase volunter ditandai dengan proses mengangkat
lidah ke atas untuk kemudian mendorong bolus ke arah belakang. Fase ini
merupakan fase yang dapat dikendalikan. Setelah bolus melewati fase volunter,
bolus akan mengikuti fase involunter. Fase faringeal merupakan suatu refleks yang
terpicu akibat bolus menyentuh area reseptor di bukaan faring. Fase ini dimulai
dengan penutupan trakea (melalui penutupan glottis, yakni bagian superior dari
laring), pembukaan esofagus, serta gelombang peristaltik cepat yang timbul di
faring untuk menekan bolus ke esofagus atas. Pusat pengendali dari proses
penelanan merupakan pusat penelanan yang terletak di daerah medulla dan pons
bagian bawah yang berjalan melalui n.vagus (Guyton dan Hall, 2009). Saat menelan
kerja sistem respirasi terhambat akibat pusat menelan menghambat pusat respirasi
di sekitarnya, namun hambatan ini tidak terlihat efeknya. Fase terakhir adalah fase
esofageal yang membawa bolus dari esofageal atas ke esofageal bawah, sebelum
memasuki gaster. Gerakan mendorong esofagus ini dilakukan oleh gerak peristaltik
primer (yang merupakan kontinuasi dari peristaltik faring) dan gerak peristaltik
sekunder (yang muncul apabila bolus yang menyangkut di esofagus meregang
esofagus dan menimbulkan refleks ini) (Guyton dan Hall, 2009).
Sebelum memasuki gaster ditemukan lagi struktur sfingter
gastroesofageal yang berperan untuk mencegah terjadinya refluks isi asam
lambung naik ke atas melalui esofagus. Gerak peristaltik yang muncul dari esofagus
turun ke bawah dan menimbulkan relaksasi reseptif yang terjadi di sfingter ini.
Tonus sfinger ini berkurang, relaks, dan memperbolehkan bolus untuk masuk ke
gaster penelanan. Bagian esofagus yang dekat dengan gaster memiliki kelenjar
mukus yang khusus untuk melindungi mukosa dari proses perusakan jika sampai
terjadi refluks sekret asam dari gaster yang dapat saja mengiritasi mukosa esofagus
apabila berhasil melewati mekanisme proteksi sfingter gastroesofageal (Guyton dan
Hall, 2009).

Gaster

Gaster merupakan organ yang berperan dalam penyimpanan makanan


sementara (sebelum dialirkan ke duodenum), tempat mencerna bolus melalui
sekret yang dihasilkan olehnya (pencernaan karbohidrat berlangsung,
pencernaan protein pertama kali), mencampurkannya melalui gerakan yang
terkoordinir, serta berperan dalam penyerapan beberapa zat larut lemak seperti
alkohol dan aspirin (Guyton dan Hall, 2009).

Sesaat setelah bolus tiba di bagian atas gaster (kardia), gaster mengirimkan
refleks (refleks vagovagal) untuk menghambat tonus otot lambung sehingga
lambung dapat menampung makanan. Mekanisme ini juag merupakan suatu
relaksasi reseptif. Selanjutnya muncul gerakan-gerakan peristaltik lemah yang
dimulai dari bagian atas lambung dan bergerak ke arah lambung. Sel-sel interstisial
Cajal dapat ditemukan di bagian fundus atas gaster yang menghasilkan potensial
gelombang lambat (lihat bagian faal otot polos). Gelombang ini bergerak dan
semakin kuat di bagian akhir lambung mengakibatkan timbulnya potensial aksi
berupa gerakan peristaltik yang lebih kuat (bagian antrum memiliki otot yang lebih
tebal dibandingkan bagian korpus dan fundus). Sfingter pilori yang masih tertutup
menyebabkan gerakan bolus dengan sekret lambung tidak dapat melewati rongga
yang sangat kecil ini. Dengan demikian, gerakan peristaltik lambung ini juga dapat
bermanfaat sebagai suatu gerakan mengaduk dan mencampur, yang sering disebut
dengan gerakan retropulsi, serta lebih dominan terjadi di bagian antrum gaster.
Hasil dari pencampuran bolus dengan sekret gaster ini menghasilkan suatu kim
(chyme) (Guyton dan Hall, 2009).

Sfinger pilori merupakan struktur yang terletak di ujung distal gaster,


sebelum terdapat bukaan menuju duodenum. Sfingter pilori beserta dengan bagian
akhir gaster dapat disebut dengan istilah pompa pilori yang berperan dalam regulasi
pengosongan gaster. Banyaknya kim yang terdapat di gaster akan membuat gaster
teregang dan pada akhirnya merangsang gaster untuk meningkatkan motilitas dan
pengosongan gaster. Gastrin juga meningkatkan kerja pompa pilori (Guyton dan
Hall, 2009).

Meskipun demikian, faktor yang lebih penting justru datang bukan dari
gaster, melainkan dari duodenum. Apabila kim yang terdapat di duodenum banyak
mengandung lemak, bersifat asam, hipertonik (atau hipotonik), serta mukosa
duodenal teriritasi, terjadi respons refleks enterogastrik yang membuat sfingter
pilori meningkatkan tonusnya. Selain melalui persarafan, enterogastron, suatu
hormon yang salah satunya memiliki efek ke gaster akan menghambat kontraksi
antrum dan meningkatkan tonus sfingter pilori. Contoh dari enterogastron adalah
GIP (gastric inhibitory peptide), sekretin, kolesistokinin (CCK). CCK dihasilkan
oleh mukosa jejenum akibat deteksi terhadap lemak (dan sedikit akibat asam amino)
yang memiliki fungsi lain untuk merangsang kantung empedu mengeluarkan isinya
(Guyton dan Hall, 2009).

Di sepanjang dinding mukosa gaster terdapat sel-sel pensekresi mukus yang


bermanfaat untuk melindungi gaster dari suasana asam gaster. Sekret ini agaknya
bersifat agak basa dan melapisi gaster cukup tebal (sekitar 1 mm). Sifat basa ini
menjelaskan bahwa sifat asam cairan lambung tidak secara langsung mengiritasi
mukosa lambung karena terlindungi oleh sekret mukus ini. Selain itu dapat
ditemukan pula kelenjar oksintik (disebut pula kelenjar gastrik) dan kelenjar pilorik
(PGA, pyloric gland area) (Guyton dan Hall, 2009). Jumlah sekret dari keselurhan
kelenjar di gaster mencapai 2 liter setiap harinya. Sekret yang dihasilkan oleh
kelenjar oksintik adalah:

1. Mukus oleh mucous neck cells;


2. Pepsinogen oleh chief cells (peptic cells) - pepsinogen berperan dalam
pencernaan protein setelah diaktifkan oleh asam klorida menjadi pepsin;
dan Asam klorida serta faktor intrinsik oleh sel parietal (atau sel
oksintik). Faktor intrinsik berperan dalam penyerapan vitamin B12 yang
bermanfaat untuk proses pematangan sel darah merah.

a. Pembentukan HCL

Ion klorida ditranspor dari sitoplasma sel parietal ke kanalikulus (juga


bagian dari sel parietal, namun mempunyai bukaan ke lumen gaster). Adanya
transpor ini mengakibatkan kanalikulus bermuatan negatif dan menginisasi
difusi pasif ion kalium dan natrium keluar ke kanalikulus. Di dalam
sitoplasma sel ini terdapat disosiasi molekul air menjadi ion hidrogen
(H+), yang kemudian dikeluarkan ke kanalikulus untuk menggantikan K+
yang masuk ke sitoplasma melalui pompa ion aktif, serta ion hidroksil (OH-).
yang akan bertemu dengan CO2 sitoplasma sehingga membentuk ion
bikarbonat (HCO3-) dan kembali ion H+). Ion bikarbonat kemudian keluar
ke cairanekstraseluler untuk digantikan dengan ion klorida yang masuk ke
dalam sitoplasma dari cairan ekstraselular. Melimpahnya ion H+ dan Cl- di
kanalikuli membentuk banyak molekul asam klorida yang dikeluarkan ke lumen
gaster. pH sekresi asam melalui mekanisme ini dapat mencapai 0,8. (Lauralee,
2010).

Sementara itu sekresi oleh kelenjar pilorik terdiri atas sel-sel mukus
yang hampir identik dengan hasil sekret mucous neck cells dari kelenjar
oksintik. Hormon penting yang disekresi oleh kelenjar ini adalah gastrin yang
akan mengatur sel parietal kelenjar oksintik dalam menghasilkan asam klorida.1
Gastrin dihasilkan oleh sel G (suatu sel endokrin, bukan eksokrin) di kelenjar
pilorik bagian antrum akibat menerima makanan yang kaya akan protein atau
dirangsang oleh parasimpatis (asetilkolin). Gastrin kemudian merangsang sel
ECL (enterochromafin-like cells) yang kemudian menghasilkan histamin.
Histamin selanjutnya merangsang sel parietal untuk menserkesikan asam
klorida melalui mekanisme yang telah dijelaskan di atas (Guyton dan Hall,
2009).

Hepar dan Empedu

Hepar terlibat dalam proses pencernaan melalui mekanisme penghasil


empedu yang membantu mencerna dan mengabsorpsi zat lemak. Hepatosit (sel hati)
menghasillkan empedu dan dialirkan ke kanalikuli biliaris. Beberapa kanalikulus
biliaris akan berkumpul ke ductus hepaticus, sebelum bergabung dengan ductus
cysticus (yang dimiliki oleh kantung empedu) membentuk ductus biliaris
communis. Saluran empedu yang menuju duodenum dikawal oleh otot sfingter
lain, yakni sfingter Oddi. Apabila sfingter Oddi tertutup, empedu yang dihasilkan
akan dialirkan ke vesica biliaris (fellea) atau kantung empedu yang berada dekat
dengan hepar. Oleh karena itu dikatakan bahwa empedu tidak secara langsung
dialirkan ke kantung empedu. Kolesistokinin menyebabkan sfinter Oddi terbuka
dan mengalirkan isi empedu ke duodenum. Empedu tersusun atas garam empedu,
kolesterol, lesitin, bilirubin, dan cairan basa (yang serupa dengan natrium
bikarbonat yang disekresi oleh pankreas). Garam empedu merupakan struktur
turunan kolesterol yang kemduain direarsoprsi di ileum terminal). Garam empedu
dikembalikan ke sistem porta hepatis dan siap digunakan kembali untuk
sekresi empedu berikutnya. Garam empedu membantu proses pencernaan lemak
melalui sifatnya yang mengemulsi lemak. Jika tidak demikian, enzim lipase hanya
dapat mencerna trigliserida di permuksaan saja, padahal molekul trigliserida ini
akan membentuk gumpalan yang sangat besar akibat ketidaklarutannya dalam air.
Garam empedu membantu penyerapan melalui pembentukan misel. Bersama
dengan lesitin, garam empedu membentuk struktur hidrofobik di bagian dalam
sementara struktur hidrofilik tampai di bagian luarnya. Oleh karena itu, misel
merupakan struktur larut air yang dapat menyelubungi emulsi lemak yang tidak
larut air dan vitamin larut lemak.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders.

Sherwood L. 2010. Human physiology: From cells to system. 7th edition.


Toronto: Brooks/Cole Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai