Refka Sira
Refka Sira
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. URETERORENOSKOPI
2
Gambar. Ureterorenoscopy set
A. Indikasi URS :
1. Diagnosa
3
3. Indikasi tindakan dilakukan URS pada batu saluran kemih bila :
- Ukuran batu 7 mm. Ukuran ini tidak mutlak karena batu yang kecil
kadang-kadang tidak bisa keluar spontan.
- Kolik terus-terusan yang tidak ada respon terhadap obat-obatan
(intractable pain)
- Derajat sumbatan terhadap ginjal (hidronefrosis).
- Adanya infeksi.
- Bila secara konservatif 1 bulan tidak berhasil.
4
A. Persiapan Pra Anastesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan
pembedahan baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk
keberhasilan tindakan tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah:
1. Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
2. Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai
dengan fisik dan kehendak pasien.
3. Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society
Anesthesiology)(Muhardi, 1989):
a. ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa
kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
b. ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan
sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis.
Angka mortalitas 16%.
c. ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas
harian terbatas. Angka mortalitas 38%.
d. ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi
organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.
e. ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan
operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam
tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat
(Muhardi, 1989).
B. Premedikasi Anastesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun
tujuan dari premedikasi antara lain:
5
3. Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
4. Memberikan analgesia, misal pethidin
5. Mencegah muntah, misal : ondancentron, droperidol, metoklopropamid
6. Memperlancar induksi, misal : pethidin
7. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
8. Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
9. Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
C. Anestesi Spinal
Analgesi spinal (anestesi lumbal, blok subarachnoid) dihasilkan bila kita
menyuntikkan obat analgetik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara
vertebra L2-L3, L3-L4 atau L4-L5.
Anestetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade
saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan
transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf
secara spontan dan lengkap tanpa diikuti kerusakan struktur saraf. Obat-obat
anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat
yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak
neurotoksik, dan pemulihan blokade motorik yang cepat pascaoperasi sehingga
mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan risiko toksisitas sistemik yang rendah.
6
- Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi
dengan anestesi umum ringan.
Obat anestesi lokal yang digunakan dibagi dalam dua macam, yakni
golongan ester seperti kokain, benzokain, prokain, kloroprokain, ametokain,
tetrakain dan golongan amida seperti lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain,
etidokain, dibukain, ropivakain, levobupivakain. Perbedaannya terletak pada
kestabilan struktur kimia. Golongan ester mudah dihidrolisis dan tidak stabil
dalam cairan, sedangkan golongan amida lebih stabil. Golongan ester dihidrolisa
dalam plasma oleh enzim pseudo-kolinesterase dan golongan amida
dimetabolisme di hati. Di Indonesia golongan ester yang paling banyak digunakan
ialah prokain, sedangkan golongan amida tersering ialah lidokain dan bupivakain.
7
Tabel perbandingan golongan ester dan golongan amida
Ester
Amida
Bupivacaine
8
akan berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan
berada di tingkat yang sama di tempat penyuntikan.
d. Komplikasi tindakan
o Hipotensi berat akibat blok simpatik terjadi dilatasi vena dan
dapat menurunkan curah balik ke jantung sehingga
menyebabka penurunan curah jantung dan tekanan darah.
o Bradikardi
o Hipoventilasi
o Trauma pembuluh darah
o Trauma saraf
o Mual dan muntah
o Blok spinal tinggi, atau spinal total
9
o Nyeri punggung
o Nyeri kepala karena kebocoran likuor
o Retensio urin
o Meningitis
D. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan
anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room
yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi. Ruang pulih
sadar menjadi batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau
masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian pasien pasca
operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.
Kriteria Skor
10
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat : Jl. Dayo Dara
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri saat buang air kecil
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri saat buang air kecil yang dirasakan
sejak beberapa hari yang lalu, warna urin kekuningan, darah (-). Keluhan juga
disertai dengan nyeri perut kiri bawah yang dirasakan hilang timbul. Demam (-),
sakit kepala (-), batuk (-). BAB biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu : riwayat HT (-), riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada riwayat penyakit sistemik pada keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Composmentis
BB : 60 Kg
Tinggi badan : 165 cm
- Primary survey
Airway : Tidak ada obstruksi.
Breathing : Respirasi 20 kali/menit.
Circulation : Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 82 kali/menit, reguler, kuat angkat.
11
- Secondary survey
Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : lurus, warna hitam distribusi padat.
Wajah : Deformitas (-), jejas (-)
Kulit : Sianosis (-), massa (-), turgor <2 detik.
Mata
Pupil : Bentuk isokor, bulat, diameter 2 mm/2 mm, refleks
cahaya langsung +/+.
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik (-)
Telinga
Serumen minimal, membrana timpani normal.
Hidung & sinus
Rhinorrhea (-), epistaksis (-), nyeri tekan pada sinus (-)
Mulut & faring
Bibir : sianosis (-), pucat (-)
Gusi : gingivitis (-)
Gigi : karies dentis (+)
Lidah : deviasi lidah (-), lidah kotor (-), tremor (-)
Tonsil : T1/T1 hiperemis (-)
Mallampathy : kelas 1
Leher
Inspeksi : Jaringan parut (-), massa (-)
Palpasi : Pembengkakan kelenjar limfe (-), pembesaran pada
kelenjar tiroid (-), nyeri tekan (-)
Trakhea : Deviasi trakhea (-)
Paru
Inspeksi : Normochest, retraksi (-), massa (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), ekspansi paru simetris kiri dan kanan,
vocal fremitus kesan normal.
12
Perkusi : sonor (+) di seluruh lapang paru, batas paru hepar SIC VI
dextra.
Auskultasi : vesicular +/+, bunyi tambahan (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V linea axillaris anterior
sinistra.
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : SIC V linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
Inspeksi : Kesan datar
Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani (+), ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di kuadran kiri bawah
Genitalia: tidak tampak kelainan.
Ekstremitas
Atas :
- Dextra: edema (-),akral dingin (-/-), ROM normal.
- Sinistra: edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal
Bawah :
Dextra : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal.
Sinistra : edema (-), akral dingin (-/-), ROM normal
13
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG:
Kesan:
- Moderate hidronephrosis sinistra ec susp batu ureter
- Nephrolithiasis sinistra
Pemeriksaan Ct-scan:
Kesan: Nephrolithiasis kiri pada pool bawah ginjal kiri dengan hydronephrosis
sedang berat-hydroureter dan batu ureter distal setinggi corpus vertebra S2-3 kiri.
RESUME
Pasien Laki-laki usia 26 masuk RS dengan keluhan nyeri saat buang air kecil
yang dirasakan sejak beberapa hari yang lalu, warna urin kekuningan, darah (-).
Keluhan juga disertai dengan nyeri perut kiri bawah yang dirasakan hilang
timbul.
14
Pemeriksaan fisik
Abdomen
Palpasi : Hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (+) di kuadran kiri
bawah
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Hasil Nilai Normal
Creatinin 1.48 mg/dl 0.70 1.30
Pemeriksaan USG :
Kesan:
- Moderate hidronephrosis sinistra ec susp batu ureter
- Nephrolithiasis sinistra
Pemeriksaan Ct-scan:
Kesan:
- Nephrolithiasis kiri pada pool bawah ginjal kiri dengan hydronephrosis
sedang berat
- Hydroureter dan batu ureter distal setinggi corpus vertebra S2-3 kiri
DIAGNOSIS BEDAH
Hidronephrosis sinistra ec ureterolithiasis
STATUS FISIK
Status fisik : ASA II
Mallampati :I
PENATALAKSANAAN
Ureterorenoskopi (URS)
15
DATA ANESTESI
Jenis anestesi : Regional anastesi
Teknik anestesi : Sub Arachnoid Block
Obat Anestesi : Bupivacain 5mg
Mulai Anestesi : 10.05 WITA
Mulai Operasi : 10.35 WITA
Lama operasi : 10.35-12.00
Anesthesiologist : dr. Sofyan Bulango, Sp. An
Operator : dr. Wayan, Sp.U
Premedikasi : Ondancentron 4mg
Medikasi : Ceftriaxone 1gr
Petidin 20mg
Furosemid 20mg
Ketorolac 30mg
a. Pre-operatif
- Pasien puasa 8 jam pre-operatif
- Infus RL 500 ml
- Keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal
16
b. Intra-operatif
160
140
120
100
Sistol
range
80 Diastol
Nadi
60
40
20
0
10.0510.15 10.30 10.45 11.00 11.15 11.30 11. 45 12. 05
c. Post-operatif
Pasien dipindahkan ke Recovery Room ke Ruangan bangsal dalam
keadaan sadar baik.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
17
BAB IV
PEMBAHASAN
18
aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar dan observasi dan perawatan
post operatif lebih ringan.
Untuk premedikasi pada pasien ini diberikan ondancentron 4mg yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya mual dan muntah. Ondansentron bekerja
sebagai antagonis selektif dan bersifat kompetitif pada reseptor 5HT3, dengan
cara menghambat aktivasi aferen-aferen vagal sehingga menekan terjadinya
refleks muntah.
Obat anastesi yang diberikan pada pasien ini adalah bupivacain, dipilih
karena durasi kerja yang lama dan berpotensi kuat. Bupivacaine bekerja dengan
cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan memblok masuknya natrium
kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi. Dikarenakan serabut
saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis dan
tidak memiliki selubung mielin, maka bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat
ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa
proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih
tebal.
Pemberian furosemid pada kasus ini sebagai diuretik kuat yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya overload cairan akibat penggunaan cairan irigasi.
19
Sebagai analgetik digunakan Ketorolac (berisi 30 mg/ml ketorolac
tromethamine) sebanyak 1 ampul (1 ml) disuntikan iv. Ketorolac merupakan
nonsteroid anti inflamasi (AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin
sehingga dapat menghilangkan rasa nyeri/analgetik efek. Ketorolac 30 mg
mempunyai efek analgetik yang setara dengan 50 mg pethidin atau 12 mg
morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta lebih aman daripada
analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi nafas.
Akan tetapi pada kasus ini tidak terjadi hambatan yang berarti baik dari segi
anestesi maupun dari tindakan operasinya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ansell J.S., Gee W.F. 1990. Disease of the Kidney and Ureter. In Bonica J.J. (ed).
The Management of Pain. Philadelphia: Lea & Febiger. p: 1233.
Monk, Terri G. and Craig Weldon. 2001. The Renal System and Anesthesia for
Urologic Surgery Edition 4. Lippincoat Williams & Wilkin Publishers. p:
42.
Muhardi, M., et al. 1989. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif FKUI.
Samsuhidrajat R., De JongW. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.
p: 756-764.
21