Anda di halaman 1dari 51

1.

Keseimbangan cairan dan elektrolit

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh
membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan fisiologis
dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah essensial bagi kesehatan. Dengan
kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan tubuh
untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan homeostasis.

A. Komposisi Cairan Tubuh

Cairan tubuh terdiri dari air (pelarut) dan substansi terlarut (zat terlarut)

a. Air

Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Jumlah air sekitar 73% dari bagian tubuh
seseorang tanpa jaringan lemak (lean body mass).

b. Solut (substansi terlarut)

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) yaitu berupa
elektrolit dan non-elektrolit.

Elektrolit : Substansi yang berdisosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan


menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan
diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain (mEq/L) atau
dengan berat molekul dalam garam (mmol/L). Jumlah kation dan anion, yang diukur
dalam miliekuivalen, dalam larutan selalu sama. Bila garam larut dalam air, misalnya
garam Nacl, akan terjadi disosiasi sehingga terbentuk ion-ion bermuatan positif dan
negatif. Ion positif dinamakan kation, sedangkan ion negatif dinamakan anion. Ion
mengandung muatan listrik dinamakan elektrolit. Cairan tubuh yang mengandung air
dan garam dalam keadaan disosiasi dinamakan larutan elektrolit. Dalam semua
larutan elektrolit, ada keseimbangan antara konsentrasi anion dan kation.
o Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation
ekstraselular utama adalah natrium (Na+), sedangkan kation intraselular utama
adalah kalium (K+). Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompa natrium ke luar dan kalium ke dalam.
o Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion
ekstraselular utama adalah klorida (Cl), sedangkan anion intraselular utama
adalah ion fosfat (PO43-).

Tubuh menggunakan elektrolit untuk mengatur keseimbangan cairan tubuh. Sel-sel tubuh
memilih elektrolit untuk ditempatkan diluar (terutama natrium dan klorida) dan didalam sel
(terutama kalium, magnesium, fosfat, dan sulfat). Molekul air, karena bersifat polar, menarik
elektrolit. Walaupun molekul air bermuatan nol, sisi oksigennya sedikit bermuatan negatif,
sedangkan hidrogennya sedikit bermuatan positif. Oleh sebab itu, dalam suatu larutan
elektrolit, baik ion positif maupun ion negatif menarik molekul air disekitarnya.
Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam
larutan dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit
lainnya yang secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.

B. Kompartemen Cairan

Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu : cairan
intraselular (CIS) dan cairan ekstra selular (CES). Pada orang normal dengan berat 70 kg,
Total cairan tubuh (TBF) rata-ratanya sekitar 60% berat badan atau sekitar 42 L. persentase
ini dapat berubah, bergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas.

Cairan Intraselular (CIS) = 40% dari BB total

Adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira 2/3 dari cairan
tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria dewasa (70 kg). Sebaliknya,
hanya dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.

Cairan Ekstraselular (CES) = 20% dari BB total

Adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari (CES)menurun dengan peningkatan usia. Pada
bayi baru lahir, kira-kira cairan tubuh terkandung didalam CES. Setelah 1 tahun, volume
relatif dari CES menurun sampai kira-kira 1/3 dari volume total. Ini hampir sebanding dengan
15 L dalam rata-rata pria dewasa (70 kg).

Cairan Ekstraseluler terdiri dari :

Cairan interstisial (CIT) : Cairan disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang
dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap ukuran
tubuh, volume CIT kira-kira sebesar 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding
orang dewasa.
Cairan intravaskular (CIV) : Cairan yang terkandung di dalam pembuluh darah.
Volume relatif dari CIV sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume
darah orang dewasa kira-kira 5-6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah tersebut
adalah PLASMA. Sisanya 2-3 L (40%) terdiri dari sel darah merah (SDM, atau
eritrosit) yang mentransfor oksigen dan bekerja sebagai bufer tubuh yang penting; sel
darah putih (leukosit); dan trombosit. Tapi nilai tersebut diatas dapat bervariasi pada
orang yang berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin, berat badan dan faktor-
faktor lain. Adapun fungsi dari darah adalah mencakup :

Pengiriman nutrien (misal ; glokusa dan oksigen) ke jaringan

Transpor produk sisa ke ginjal dan paru-paru

Pengiriman antibodi dan SDP ke tempat infeksi

Transpor hormon ke tempat aksinya

Sirkulasi panas tubuh


Cairan Transelular (CTS)

Adalah cairan yang terkandung di dalam rongga khusus dari tubuh. Contoh CTS meliputi
cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan intraokular serta sekresi
lambung. Pada waktu tertentu CTS mendekati jumlah 1 L. Namun, sejumlah besar cairan
dapat saja bergerak kedalam dan keluar ruang transelular setiap harinya. Sebagai contoh,
saluran gastro-intestinal (GI) secara normal mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6-8 L per-
hari.

Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :

C. Fungsi dan Kebutuhan Cairan Tubuh

Air merupakan sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia. Jumlah air sekitar 73% dari
bagian tubuh seseorang tanpa jaringan lemak (lean body mass). Tergantung jumlah lemak
yang terdapat dalam tubuh, proporsi air ini berbeda antar orang.

Presentase Total Cairan Tubuh Dibandingkan Berat Badan


Distribusi Cairan Tubuh

Nilai Rata-Rata Cairan Ekstraseluler (Ces) Dan Cairan Intraseluler (Cis) Pada Dewasa
Normal Terhadap Berat Badan

Bagi manusia, air berfungsi sebagai bahan pembangunan disetiap sel tubuh. Cairan manusia
memiliki fungsi yang sangat vital, yaitu untuk mengontrol suhu tubuh dan menyediakan
lingkungan yang baik bagi metabolisme. Cairan tubuh bersifat elektrolit (mengandung atom
bermuatan listrik) dan alkalin (basa). Dengan demikian air digunakan dalam tubuh sebagai
pelarut, bagian dari pelumas, pereaksi kimia, mengatur suhu tubuh, sebagai sumber mineral,
serta membantu memelihara bentuk dan susunan tubuh. Air yang dibutuhkan manusia berasal
dari makanan dan minuman serta pertukaran zat dalam tubuh.

Air mempunyai berbagai fungsi dalam proses vital tubuh, yaitu :

Pelarut dan alat angkut. Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut zat-zat gizi berupa
monosakarida, asam amino, lemak, vitamin dan mineral serta bahan-bahan lain yang
diperlukan tubuh seperti oksigen, dan hormon-hormon.
Katalisator. Air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biologik dalam sel,
termasuk didalam saluran cerna. Air diperlukan pula untuk memecah atau
menghidrolisis zat gizi kompleks menjadi bentuk-bentuk lebih sederhana.
Pelumas. Air berperan sebagai pelumas dalam cairan sendi-sendi tubuh.
Fasilitator pertumbuhan. Air sebagai bagian jaringan tubuh diperlukan untuk
pertumbuhan. Dalam hal ini air berperan sebagai zat pembangun.
Pengatur suhu. Karena kemampuan air untuk menyalurkan panas, air memegang
peranan dalam mendistribusikan panas didalam tubuh.
Peredam benturan. Air dalam mata, jaringan syaraf tulang belakang, dan dalam
kantung ketuban melindungi organ-organ tubuh dari benturan-benturan.

Kebutuhan air sehari dikatakan sebagai proporsi terhadap jumlah energi yang dikeluarkan
tubuh dalam keadaan lingkungan rata-rata. Untuk orang dewasa dibutuhkan sebanyak 1.0-1.5
ml/kkal, sedangkan untuk bayi 1.5 ml/kkal.
D. Distribusi dan Keseimbangan Cairan Tubuh

Cairan tubuh merupakan media semua reaksi kimia di dalam sel. Tiap sel mengandung cairan
intraseluler (cairan di dalam sel) yang komposisinya paling cocok untuk sel tersebut dan
berada di dalam cairan ekstraseluler (cairan di luar sel) yang cocok pula. Cairan ekstraseluler
terdiri atas cairan interstisial atau intraseluler (sebagian besar) yang terdapat disel-sel dan
cairan intravaskular berupa plasma darah. Semua cairan tubuh setiap waktu kehilangan dan
mengalami penggantian bagian-bagiannya, namun komposisi cairan dalam tiap kompartemen
dipertahankan agar selalu berada dalam keadaan homeostatik / tetap. Keseimbangan cairan di
tiap komportemen menentukan volume dan tekanan darah.

Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai didalam cairan
tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengaturan ini penting bagi
kehidupan sel, karena sel harus secara terus menerus berada didalam cairan dengan
komposisi yang benar, baik cairan didalam maupun diluar sel. Mineral makro terdapat dalam
bentuk ikatan garam yang larut dalam cairan tubuh. Sel-sel tubuh mengatur kemana garam
harus bergerak dengan demikian menetapkan kemana cairan tubuh harus mengalir, karena
cairan mengikuti garam. Kecenderungan air mengikuti garam dinamakan osmosis.

Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan
keluar. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan didalam tubuh setiap
waktu berada dalam jumlah yang tetap/konstan. Ketidakseimbangan terjadi pada dehidrasi
(kehilangan air secara berlebihan) dan intoksikasi air (kelebihan air). Konsumsi air terdiri
atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh sebagai
hasil metabolisme. Air yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai urin, air
didalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru. Keseimbangan air rata-
rata berupa masukan dan ekskresi dapat dilihat pada tabel berikut :

Masukan Air Jumlah (ml) Ekskresi /Keluaran Jumlah (ml)


Air
Cairan 550-1500 Ginjal 500-1400
Makanan 700-1000 Kulit 450-900
Air metabolik 200-300 Paru-paru 350
Feses 150
Jumlah 1450-2800 1450-2800

Air dibuang dari tubuh melalui air seni, keringat, dan penguapan air melalui alat pernapasan
yaitu sebagai sarana transportasi zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh. Aktivitas tubuh akan
selalu mengeluarkan cairan dalam bentuk keringat, urin, feses dan nafas. Tubuh akan
kehilangan cairan sekitar 2.5 liter setiap hari. Untuk menjaga agar kondisi dan fungsi cairan
tubuh tidak terganggu, kehilangan tersebut harus diganti. Jika tubuh tidak cukup
mendapatkan air atau kehilangan air maka akan menimbulkan dehidrasi.

Dehidrasi adalah suatu keadaan kehilangan cairan sehingga mengganggu fungsi normal
organ-organ tubuh. Tubuh kita dapat mengalami dehidrasi disebabkan oleh masukan air
kurang atau keluaran air berlebihan. Dehidrasi karena keluaran air berlebihan disebabkan
oleh diare atau peningkatan aktivitas fisik.
Pada aktivitas fisik biasa, tubuh kehilangan air sebanyak 2,5 liter per hari, sebagian besar
(60%) dikeluarkan melalui air seni. Pada peningkatan aktivitas fisik, misalnya berolahraga,
kehilangan air mencapai 1-2 liter per jam, sebagian besar (95%) dikeluarkan melalui keringat.
Banyaknya air yang hilang tergantung pada intensitas aktivitas fisik, dan suhu dan
kelembaban. Makin besar intensitas latihan, suhu dan kelembaban, akan semakin besar
kehilangan air.

Rasa haus merupakan gejala awal terjadinya dehidrasi. Kehilangan air sebanyak 2% dari
berat badan dapat menyebabkan peningkatan laju jatung dan suhu tubuh. Kematian dapat
terjadi bila kehilangan air mencapai 9-12% berat badan. Pada dehidrasi, tubuh tidak hanya
kehilangan air tetapi juga kehilangan elektrolit dan glukosa. Disamping air, dehidrasi
menyebabkan kehilangan elektrolit. Kehilangan natrium dan klorida dapat mencapai 40-60
mEq/liter, sedangkan kalium dan magnesium 1,5-6 mEq/liter. Kehilangan elektrolit akan
mempercepat timbulnya gejala dan gangguan fungsi organ-organ.

Dehidrasi akan mengakibatkan menurunnya volume plasma sehingga menimbulkan


gangguan termoregulasi dan kerja jantung. Selanjutnya akan mempengaruhi kinerja tubuh
secara keseluruhan. Dehidrasi juga menurunkan kemampuan sistem kardiovaskuler dan
pengaturan suhu tubuh. Dehidrasi berat menyebabkan kerja otak terganggu sehingga
cenderung mengalami halusinasi.

Rehidrasi dengan memberikan air minum biasa justru akan sangat berbahaya pada kehilangan
elektrolit. Air minum biasa menyebabkan CES menjadi hipoosmolar sehingga air masuk ke
CIS. Minum air biasa terus menerus semakin meningkatkan hipoosmolaritas CES dan
menambah volume air yang masuk ke CIS sehingga mengakibatkan pembengkakan sel yang
dapat mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu komposisi cairan rehidrasi harus mengandung
elektrolit dan glukosa dalam jumlah yang cukup untuk mengganti yang hilang.

E. Pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit

Jumlah berbagi jenis garam di dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan konstan. Bila
terjadi kehilangan garam dari tubuh, maka harus diganti dari sumber diluar tubuh, yaitu dari
makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanisme yang mengatur agar konsentrasi
semua mineral berada dalam batas-batas normal.

Pengaturan air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengatur konsentrasi
garam di dalam darah, merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan hormon antidiuretika
(ADH), Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air
dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari
air dan garam tersebut.
Pengaturan keseimbangan air oleh ginjal dan otak disajikan pada diagram berikut :

ADH dikeluarkan bilamana konsentrasi garam tubuh terlalu tinggi, atau bila volume darah
atau tekanan darah terlalu rendah. ADH merangsang ginjal untuk menahan atau menyerap air
kembali dan mengedarkannya kembali kedalam tubuh. Jadi, semakin banyak air dibutuhkan
tubuh, semakin sedikit yang dikeluarkan. Bila terlalu banyak air keluar dari tubuh, volume
darah dan tekanan darah akan turun. Sel-sel ginjal akan mengeluarkan enzim renin. Renin
mengaktifkan protein di dalam darah yang dinamakan angiotensin kedalam bentuk aktifnya
angiotensin. Angiotensin akan mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga tekanan darah
akan naik. Disamping itu angiotensin mengatur pengeluaran hormon aldosteron dari kelenjar
adrenalin. Aldosteron akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air. Akibatnya
bila dibutuhkan lebih banyak air, akan lebih sedikit air dikeluarkan tubuh.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit diantaranya
adalah :
1. Usia

Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat
badan. selain itu sesuai aturan, air tubuh menurun dengan peningkatan usia. Berikut akan
disajikan dalam tabel perubahan pada air tubuh total sesuai usia.

2. Jenis kelamin

Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih banyak
mengandung lemak tubuh

3. Sel-sel lemak

Mengandung sedikit air, sehingga air tubuh menurun dengan peningkatan lemak tubuh

4. Stres

Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot,
mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan
produksi ADH dan menurunkan produksi urine

5. Sakit

Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan
mengganggu keseimbangan cairan

6. Temperatur lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui
keringat sebanyak 15-30 g/hari

7. Diet

Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini akan
menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraselular.
2. KESEIMBANGAN ASAM BASA TUBUH

Keseimbangan asam basa adalah homeostasis dari kadar ion hidrogen dalam tubuh
Kadar normal ion hidrogen (H) arteri adalah: 4x10-8 atau pH = 7,4 (7,35 7,45)
Asidosis = asidemia kadar pH darah <7,35 Alkalemia = alkalosis kadar pH
darah >7,45
Kadar pH darah <6,8 atau >7,8 tidak dapat diatasi oleh tubuh

Sistem Buffer Tubuh

Sistem buffer ECF asam karbonat-bikarbonat (NaHCO3 dan H2CO3)


Sistem buffer ICF fosfat monosodium-disodium (Na2HPO4 dan NaH2PO4)
Sistem buffer ICF eritrosit oksihemoglobin-hemoglobin (HbO2- dan HHb)
Sistem buffer ICF dan ECF protein (Pr- dan HPr)

Pertahanan pH darah normal tercapai melalui kerja gabungan dari buffer darah, paru
dan ginjal
Persamaan Handerson Hasselbach:

20 [HCO3-]
pH = 6,1 + log ---------------------
1PaCO2

[HCO3-] faktor metabolik, dikendalikan ginjal


PaCO2 faktor respiratorik, dikendalikan paru
pH 6,1 efek buffer dari asam karbonat-bikarbonat
Selama perbandingan [HCO3-] : PaCO2 = 20 : 1 pH darah selalu = 6,1 + 1,3 = 7,4

Gangguan Asam Basa darah

Asidosis metabolik [HCO3-] dikompensasi dengan PaCO2


Alkalosis metabolik [HCO3-] dikompensasi dengan PaCO2
Asidosis respiratorik PaCO2 dikompensasi dengan [HCO3-]
Alkalosis respiratorik PaCO2 dikompensasi dengan [HCO3-]

Asidosis Metabolik

Ciri: [HCO3-] <22mEq/L dan pH <7,35 kompensasi dengan hiperventilasi


PaCO2, kompensasi akhir ginjal ekskresi H+, sebagai NH4+ atau H3PO4
Penyebab: Penambahan asam terfiksasi: ketoasidosis diabetik, asidosis laktat (henti
jantung atau syok), overdosis aspirin Gagal ginjal mengekskresi beban asam
Hilangnya HCO3- basa diare
Gejala Asidosis Metabolik Tidak jelas dan asimptomatis Kardiovaskuler: disritmia,
penurunan kontraksi jantung, vasodilatasi perifer dan serebral Neurologis: letargi,
stupor, koma Pernafasan: hiperventilasi (Kussmal) Perubahan fungsi tulang:
osteodistrofi ginjal (dewasa) dan retardasi pada anak
Penatalaksanaan Asidosis Metabolik Tujuan: meningkatkan pH darah hingga ke kadar
aman (7,20 hingga 7,25) dan mengobati penyakit dasar NaHCO3 dapat digunakan
bila pH <7,2 atau [HCO3-] <15mEq/L
Risiko NaHCO3 yang berlebihan: penekanan pusat nafas, alkalosis respiratorik,
hipoksia jaringan, alkalosis metabolik, hipokalsemia, kejang, tetani Alkalosis
Metabolik Ciri: [HCO3-] >26mEq/L dan pH >;7,45 kompensasi dengan
hipoventilasi PaCO2, kompensasi akhir oleh ginjal ekskresi [HCO3-] yang
berlebihan

Penyebab:

Hilangnya H+ (muntah, diuretik, perpindahan H+dari ECF ke ICF pada hipokalemia)


Retensi [HCO3-] (asidosis metabolik pasca hiperkapnia)

Gejala Alkalosis Metabolik

Gejala dan tanda tidak spesifik


Kejang dan kelemahan otot akibat hipokalemia dan dehidrasi
Disritmia jantung, kelainan EKG hipokalemi
Parestesia, kejang otot hipokalsemia

Penatalaksanaan Alkalosis Metabolik

Tujuan: menghilangkan penyakit dasar


Pemberian KCl secara IV dalam salin 0,9% (diberikan jika Cl- urine <10mEq/L)
menghilangkan rangsangan aldosteron ekskresi NaHCO3 Jika Cl- urine >20mEq/L
disebabkan aldosteron yang berlebihan tidak dapat diobati dengan salin IV, tapi
dengan diuretik

Asidosis Respiratorik

Ciri: PaCO2 >45mmHg dan pH <7,35 kompensasi ginjal retensi dan peningkatan
[HCO3-]
Penyebab: hipoventilasi (retensi CO2), inhibisi pusat nafas (overdosis sedatif, henti
jantung), penyakit dinding dada dan otot nafas (fraktur costae, miastemia gravis),
gangguan pertukaran gas (COPD), obstruksi jalan nafas atas
Gejala Asidosis Respiratorik Tidak spesifik Hipoksemia (dominan) asidosis
respiratorik akut akibat obstruksi nafas Somnolen progresif, koma asidosis
respiratorik kronis Vasodilatasi serebral meningkatkan ICV papiledema dan
pusing
Penatalaksanaan Asidosis Respiratorik Pemulihan ventilasi yang efektif sesegera
mungkin pemberian O2 dan mengobati penyebab penyakit dasar PaO2 harus
ditingkatkan >60mmHg dan pH >7,2

Alkalosis Respiratorik

Ciri: penurunan PaCO2 <35mmHg dan peningkatan pH serum >7,45 kompensasi


ginjal meningkatkan ekskresi HCO3-
Penyebab: hiperventilasi (tersering psikogenik karena stress dan kecemasan),
hipoksemia (pneumonia, gagal jantung kongestif, hipermetabolik (demam), stroke,
stadium dini keracunan aspirin, septikemia
Gejala Alkalosis Respiratorik

Hiperventilasi (kadar gas, frekuensi nafas)


Menguap, mendesak, merasa sulit bernafas
Kecemasan: mulut kering, palpitasi, keletihan, telapak tangan dan kaki dingin dan
berkeringat
Parastesia, otot berkedut, tetani
Vasokontriksi serebal hipoksia cerebral kepala dingin dan sulit konsentrasi

Penatalaksanaan Alkalosis Respiratorik

Menghilangkan penyebab dasar


Kecemasan dapat dihilangkan dengan pernafasan kantong kertas yang dipegang erat
disekitar hidung dan mulut dapat memulihkan serangan akut
Hiperventilasi mekanik diatasi dengan menurangi ventilasi dalam satu menit,
menambah ruang hampa udara atau menghirup 3% CO2 dalam waktu singkat

3. Definisi Syok

Syok adalah suatu keadaan yang gawat, dimana sistem peredaran darah (sirkulasi) gagal
menyalurkan darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke organ vital (otak, jantung dan
paru-paru).
Klasifikasi Syok
Berdasarkan etiologinya, syok dibagi menjadi :

- Syok hipovolemik
Syok hipovolemik adalah syok yang diakibatkan oleh kehilangan volume intravaskuler
secara akut dan massif. Hal ini bisa diakibatkan oleh kehilangan darah, plasma, cairan
tubuh ataupun elektrolit. Keadaan ini biasa terjadi pada luka bakar, perdarahan dalam
ataupun luar, diare berat dan lain-lain.
- Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah syok yang diakibatkan oleh kelainan pada jantung, misalnya
pada aritmia, infark miokardium, kelainan katup ataupun akibat obat-obat myocardial
depressant.
- Syok Obstruktif
Syok obstruktif adalah syok yang diakibatkan oleh gangguan pengisian pada ventrikel
kanan maupun kiri yang dalam keadaan berat bisa menyebabkan penurunan Cardiaac
Output. Hal ini biasa terjadi pada obstruksi vena cava, emboli pulmonal, pneumotoraks,
gangguan pada pericardium (misalnya : tamponade jantung) ataupun berupa atrial
myxoma.
- Syok Distributif
Syok distributive adalah syok yang diakibatkan oleh adanya gangguan pada distribusi
volume sirkulasi, baik karena perubahan resistensi pembuluh darah ataupun akibat
perubahan permeabilitasnya. Hal ini biasa terjadi pada keadaan sepsis, anafilaktik ataupun
neurogenik.
DIAGNOSIS SYOK

Berikut ini ada empat tanda syok yang paling penting :

- Hipotensi terjadi akibat dari berkurangnnya curah jantung. Dikatakan hipotensi jika
tekanan darah systole dibawah 80 mmHg atau tekanan nadi dibawah 20 mmHg.
- Takikardi terjadi akibat dari refleks simpatis terhadap keadaan hipotensi. Pada orang
dewasa frekuensi nadi 60-100 kali/menit, jadi dikatakan takikardi jika frekuensi nadi
diatas 100 kali/menit. Pada anak-anak dikatakan takikardi jika di atas 120 kali/menit.
- Takipneu terjadi akibat usaha tubuh untuk mengkompensasi hipoksia pada keadaan syok.
Pernapasan di katakan tacipneu, jika frekuensinya di atas 24 kali/menit.
- Penurunan kesadaran terjadi akibat aliran darah ke saraf pusat tidak memadai. Penurunan
kesadaran ini bisa berupa kebingungan, letargia, agitasi dan koma.

Berikut ini beberapa gejala-gejala syok, baik yang bersifat subyektif ataupun objektif :

Gejala Obyektif
- Pernapasan cepat & dangkal
- Nadi capat dan lemah
- Akral pucat, dingin & lembab
- Sianosis : bibir, kuku, lidah & cuping hidung
- Pandangan hampa & pupil melebar

Gejala Subyektif
- Mual dan mungkin muntah
- Rasa haus
- Badan lemah
- Kepala terasa pusing

Gejala khusus syok sesuai penyebabnya, antara lain :


- Syok Hipovolemik : pasien menunjukkan tanda-tanda dehidrasi, tanda dan gejala
perdarahan internal ataupun eksternal.
- Syok Kardiogenik : biasanya ada keluhan nyeri dada, tanda-tanda edema paru ataupun
kematian mendadak.
- Syok Obstruktif : gejalanya sulit dibedakan dengan syok kardiogenik, namun dari riwayat
penyakit pasien, syok ini bisa didiagnosa.
- Syok distributif : pada awalnya pasien ada demam, riwayat penyakit infeksi sebelumnya,
riwayat alergi makanan, obat-obatan, dll. Bisa juga didapatkan urtikaria dan angioedema
serta bronkospasme (terutama pada syok anafilaktik).

PENANGANAN

Penanganan Awal :
- Segera bawa penderita ketempat teduh dan aman
- Tenangkan dan yakinkan penderita bahwa dia akan ditangani dengan baik
- Tidurkan penderita, dengan posisi terlentang, tungkai ditinggikan 20-30 cm( 30).
- Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan minuman.
- Kontrol ABC
- Segera rujuk ke fasilitas kesehatan.

Penanganan lanjut :

1. Syok Hipovolemik :
- Pulihkan status volume
- Koreksi gangguan elektrolit
- Tangani penyebab

2. Syok kardiogenik
- Perbaiki fungsi jantung (Dopamin)

3. Syok Obstruktif
- Lakukan penanganan syok secara umum.
- Penanganan sesuai dengan penyebab :
- Tamponade dilakukan Pericardiosentesis
- Emboli paru diberikan Trombokinase
- Atrial Myxoma, Pneumotoraks dilakukan Operasi

4. Syok Distributif
- Dopamin, epinefrin, Antibiotik(sesuai penyebab), Kortikosteroid.

4. Jenis pendarahan dan derajat pendarahan


Perdarahan adalah penyebab syok yang paling sering terjadi pada penderita trauma. Respon
penderita trauma terhadap kehilangan darah menjadi lebih rumit karena pergeseran cairan di
antara kompartemen cairan di dalam tubuh (khususnya di dalam kompartemen cairan
ekstraseluler). Definisi dari perdarahan adalah kehilangan akut volume peredaran darah,
hebatnya kehilangan darah dapat ditentukan pada evaluasi awal dengan menilai pulsasi,
tekanan darah, dan pengisian kembali kapiler.
Berdasarkan persentase kehilangan volume darah yang akut di bedakan dalam beberapa
kelas, yaitu.
a. Pendarahan kelas I : dimana terjadi kehilangan volume darah hingga 15% dan terjadi
gejala minimal. Tidak di dapati perubahan berarti dari tanda tanda vital . dalam keadaan
sehat jumlah kehilangan darah tidak perlu di koreksi di karenakan pengisian trans kapiler
dan mekanisme kompenasasi akan memulihkan volume darah dalam 24 jam.
b. Pendarahan kelas II : dimana terjadi kehilangan volume darah hingga 15-30%. Gejala
yang di timbulkan dapat berupa takikardi (>100 x /menit), takipneu, namun produksi urin
masih dalam batas normal.
c. Pendarahan III : dimana terjadi kehilangan volume darah sebesar 30%-40%. Kehilangan
darah bisa mencaapai 2000 ml. Gejala yang di timbulkan seperti takikardi dan takipneu
yang jelas dan juga penurunan tekanan darah sistolik. Di perlukan nya transfusi darah
untuk melingkupi resusitasi cairan dan perfusi dan oksigenasi organ yang adekuat.
d. Pendarahan kelas IV : dimana terjadi kehilangan cvolume darah lebih dari 40% . pada
tahap ini di perlukan transfusi darah secara adekuat di karenakan untuk resusitasi yang
tercukupi. Gejala yang di timbulkan takikardi, penurunan tanda tanda vital, produksi urin
yang sangat menurun dan kulit menjadi dingin serta pucat.
Prinsip pengelolaan syok perdarahan ialah menghentikan sumber perdarahan dan resusitasi
cairan (darah) yang hilang. Terdapat kontroversi antara resusitasi segera secara agresif atau
secara perlahan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resusitasi secara perlahan tidak
banyak menimbulkan penyulit. Terdapat beberapa kasus perdarahan yang bisa berhenti
spontan, sehingga ada yang menganjurkan agar resusitasi dengan cepat dikerjakan bila tidak
ada tanda perdarahan akan berhenti.

5. INDIKASI DAN JENIS TRANSFUSI DARAH

1. Transfusi darah lengkap (Whole Blood)

Banyaknya volume darah yang diberikan sesuai dengan banyaknya darah yang hilang.
Diberikan apabila terjadi kehilangan darah 15 20% TBV (Ex : Syok Hipovolemik) pada
anak besar dan orang dewasa. Pada bayi transfusi harus sudah diberikan bila kehilangan 10%
TBV. Darah lengkap diberikan untuk memperbaiki kemampuan transportasi zat asam oleh
eritrosit (seperti anemia) dan memperbaiki jumlah darah yang beredar seperti perdarahan
hebat.

Darah lengkap ada 3 macam, yaitu :

Darah Segar

Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan. Keuntungan
Pemakaian darah segar yaitu faktor pembekuannya lengkap termasuk faktor labil (V, VIII)
dan fungsi eritrosit relaitif masih baik. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu tepat dan
penularan penyakit relatif banyak.

Darah Baru

Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor. Faktor
pembekuan disini sudah hampir habis dan juga dapat meningkat kadar kalium, amonia, asam
laktat.
Darah Simpan

Darah yang disimpan lebih 6 hari. Keuntungan penggunaannya mudah (setiap saat tersedia),
bahaya penularan lues cytomegalovirus hilang, sedangkan kerugiannya yaitu faktor
pembekuan terutama faktor V dan VIII sudah hampir habis. Kemampuan transportasi O2
oleh eritrosit berubah (afinitas Hb terhadap O2 tinggi), sedangkan O2 sukar dilepas di
jaringan karena penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, asam laktat tinggi.

2. Packed Red Cells (Sel Darah Merah)

Didapat dari darah lengkap yang diambil/dipisahkan sebagian plasmanya melalui metode
pemutaran atau sedimentasi/pengendapan. Dengan Packed Red Cell ini, kita mendapatkan :
Hematokrit 70 80%, volume plasma 15 25 ml, volume antikoagulan 10 15 ml.

Secara umum pemakaian SDM ini yaitu pada keadaan anemia hemolitik, anemia hipoplastik
kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, anemia akibat
defisiensi vitamin B12 dan Fe.

Keuntungan pemakaian Packed Red Cells :

- Kemungkinan overload circulation menjadi minimal


- Reaksi transfusi akibat plasma komponen menjadi minimal
- Reaksi transfusi akibat plasma komponen menjadi minimal Akibat samping karena
volume antikoagulan yang berlebihan menjadi minimal
- Meningkatnya daya guna dari pemakaian darah karena sisa plasma dapat dibuat
komponen-komponen yang lain.

3. Platelet Concentrated (Suspensi Trombosit)

Komponen ini didapat dari darah segar dengan metode pemutaran dengan waktu tertentu,
sehingga akhirnya didapat Platelet Concentration yang volumenya 25 40 ml/unit yang berisi
minimal 5,5 x 1010 platelet dan beberapa sel darah merah tercampur di dalamnya bersama
plasma untuk mempertahankan pH di atas 6 selama waktu penyimpanan.

Dengan 1 unit Platelet Concentration biasanya akan menaikkan jumlah platelet sebesar 9.000
11.000 ml/M2 luas badan ( 7.000 / ml pada orang dewasa dengan berat badan 70 kg)
sehingga untuk keadaan trombositopenia yang berat dibutuhkan sampai 8 10 unit.

Indikasi :

- Penderita dengan perdarahan karena trombositopenia


- Sebagai profilaksis pada penderita leukemia atau neoplasma yang mendapat kemoterapi
sehingga jumlah trombositnya menurun
- Sebagai profilaksis pada penderita yang akan dioperasi, tapi jumlah trombositnya kurang
(resiko perdarahan yang besar).

REKOMENDASI ASA :
- Profilaksis trombosit tdk efektif & jarang diidentifikasikan jika trombositopenia
disebabkan oleh destruksi trombosit (mis ITP)
- Pasien bedah & obstetrik dgn perdarahan mikrovaskuler jika trombosit < 50.000/mm3
perlu transfusi trombosit
- Persalinan pervaginam dan operasi yang ringan dgn trombosit < 50.000/mm3 tdk perlu
transfusi

4. Cryprecipitate = AHF Concentrate

Komponen ini didapat dari pemisahan plasma segar atau fresh frozen plasma yang dicairkan
pada temperatur 4C melalui metode pemutaran yang tertentu sehingga akhirnya didapat
supernatannya yang volumenya hanya 30 40 ml. Setiap unit Cryrecipitate mengandung :
Faktor VIII kira-kira 100 150 UI, fibrinogen 80 mg, plasma protein dan Faktor XIII.

Indikasi :

- Hemophilia A (defisiensi faktor VIII)


- Von Willebrands disease
- Hypofibrinogenemia
- Acquired Defisiensi faktor VIII (DIC dan dilution in massive transfusion),
- Defisiensi faktor XIII

5. Fresh Frozen Plasma

Didapat dari pemisahan darah segar (darah donor kurang dari 6 jam) dengan metode
pemutaran, kemudian dibekukan dan disimpan pada temperatur -30C. Karena dibuat dari
darah segar maka hampir semua faktor-faktor pembekuan (labil faktor) masih utuh, selama
penyimpanan pada temperatur -30C. Tapi bila disimpan pada temperatur 4C maka semua
faktor pembekuan yang labil itu akan rusak menjadi plasma biasa.

Indikasi :

- Penderita yang mengalami perdarahan dengan defisiensi faktor-faktor pembekuan


misalnya penyakit hati dengan hematemesis dan melena
- Hemofilia
- Defisiensi prothrombin kompleks
- Defisiensi faktor V

6. Transfusi Plasma

Komponen ini dibuat dari pemisahan Packed Red Cells dari darah lengkap melalui metode
pemutaran atau sedimentasi. Berdasarkan umur dari darah lengkap yang dipisahkan untuk
pembuatan plasma dan isi plasma maka komponen plasma dibedakan :

1) Plasma Biasa

Didapat dari darah lengkap yang telah mengalami penyimpanan, mengandung faktor-faktor
pem-bekuan labil, tapi masih mengandung faktor stabil fibrinogen, albumin dan globulin
2) Plasma Segar

Didapat dari darah lengkap yang kurang dari 6 jam dalam penyimpanan, faktor pembekuan
masih utuh dan belum rusak serta stabil faktor masih lengkap.

Indikasi :

- Untuk mengatasi keadaan shock (sebelum darah datang)


- Memperbaiki volume sirkulasi darah
- Mengganti protein plasma yang hilang pada luka bakar yang luas
- Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu yang hilang misalnya fibrinogen
albumin dan globulin

Dosis pemberian tergantung keadaan klinik umumnya diberikan 10 15 ml/kg BB/hari. Hati-
hati pada orang tua, karena kemungkinan terjadinya payah jantung atau overload circulation.

Kerugian :

- Resiko hepatitis Post Transfusi besar


- Reaksi transfusi seperti urtikaria, menggigil dan febris

Keuntungan :

Tersedia dengan cepat dan dapat diberikan tanpa dilakukan compabilitas test.

7. Leucocyte Concentrate = Granulocyte Concentrate

Komponen ini dibuat dari seorang donor dengan metode pemutaran melalui Hemonetic-30.
Dengan alat ini darah dari donor dilakukan pemutaran terus-menerus dan putus , memisahkan
dan mengumpulkan Buffy Coat yang banyak mengandung granulosit limfosit, dan platelet
kemudian dicampur dengan larutan sitras sebagai antikoagulan yang akhirnya dilarutkan
dalam plasma. Jumlah granulosit yang dihasilkan adalah 0,9 0,3 x 1010 dalam 400 ml
plasma dengan beberapa sel darah merah, limfosit dan platelet yang tercampur di dalamnya.

Indikasi transfusi konsentrat leukosit/granulosit :

- Penderita neutropenia dengan febris tinggi yang gagal dengan antibiotik


- Aplastik anemia dengan leukosit kurang dari 2000 / ml
- Penyakit-penyakit keganasan lainnya

Kapan saat yang tepat untuk pemberian transfusi granulosit masih belum pasti. Umumnya
pada klinis menganjurkan pemberian transfusi granulosit pada penderita neutropenia dengan
panas yang tinggi dan gagal diobati dengan antibiotik yang adekuat lebih dari 48 jam. Efek
pemberian transfusi granulosit tampak dari penurunan suhu badan penderita dan bukan dari
hitung leukosit penderita, penurunan suhu badan penderita terjadi pada 1 2 jam setelah
transfusi.
6. Asepsik dan Antiseptik

Aseptik berarti bebas dari infeksi. Aseptik adalah keadaan bebas dari mikroorganisme
penyebab penyakit. Teknik aseptik/asepsis adalah segala upaya yang dilakukan untuk
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tindakan asepsis ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan mikroorganisme yang terdapat pada permukaan benda hidup atau benda mati.
Tindakan ini meliputi antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi. Untuk itu, diperlukan perlakuan
khusus pada alat dan bahan operasi, lapangan operasi, operator, dan asisten sebagai
pelaksana. Teknik aseptik digunakan untuk mengurangi risiko infeksi pasca-prosedur dan
untuk meminimalkan paparan dari penyedia layanan kesehatan untuk mikroorganisme yang
berpotensi menular. Antisepsis adalah upaya pencegahan infeksi dengan membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Bahan
yang digunakan disebut antiseptik. Antiseptik adalah bahan yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan kuman, ada yang bersifat sporosidal (membunuh spora) dan non
sporosidal, digunakan pada jaringan hidup khusus,yaitu kulit dan selaput lendir. Antiseptik
harus dibedakan dengan obat seperti antibiotik yang dapat membunuh mikroorganisme di
dalam tubuh atau dengan desinfektan yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme
yang terdapat pada benda mati. Perlu diperhatikan adanya reaksi atau riwayat alergi terhadap
iodium. Jenis antiseptik yang sering digunakan adalah alkohol 70 %, povidon iodin,
chlorhexidine gluconate dan triklosan.

7. Jenis jenis luka

a. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)


Jenis luka ini disebabkan oleh karena benturan dengan benda tumpul, dengan ciri luka tepi
luka tidak rata dan perdarahan sedikit luka dan meningkatkan resiko infeksi.

b. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)


Penyebab luka karena kecelakaan atau jatuh yang menyebabkan lecet pada permukaan kulit
merupakan luka terbuka tetapi yang terkena hanya daerah kulit.
c. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Penyebab adalah benda runcing tajam atau sesuatu yang masuk ke dalam kulit, merupakan
luka terbuka dari luar tampak kecil tapi didalam mungkin rusak berat, jika yang mengenai
abdomen/thorax disebut vulnus penetrosum(luka tembus).
d. Vulnus Contussum (Luka Kontusio)
Penyebab: benturan benda yang keras. Luka ini merupakan luka tertutup, akibat dari
kerusakan pada soft tissue dan ruptur pada pembuluh darah menyebabkan nyeri dan berdarah
(hematoma) bila kecil maka akan diserap oleh jaringan di sekitarya jika organ dalam
terbentur dapat menyebabkan akibat yang serius.

e. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)


Penyebab dari luka jenis ini adalah sayatan benda tajam atau jarum merupakan luka terbuka
akibat dari terapi untuk dilakukan tindakan invasif, tepi luka tajam dan licin.

e. Vulnus Schlopetorum (Lika Tembak)


Penyebabnya adalah tembakan, granat. Pada pinggiran luka tampak kehitam-
hitaman, bisa tidak teratur kadang ditemukan corpus alienum.

f.
g. Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
Penyebab adalah gigitan binatang atau manusia, kemungkinan infeksi besar
bentuk luka tergantung dari bentuk gigi.

h. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)


Luka jenis ini merupakan luka tembus atau luka jebol. Penyebab oleh karena
panah, tombak atau proses infeksi yang meluas hingga melewati selaput
serosa/epithel organ jaringan.

i. Vulnus Amputatum (Luka Terpotong)


Luka potong, pancung dengan penyebab benda tajam ukuran besar/berat, gergaji.
Luka membentuk lingkaran sesuai dengan organ yang dipotong. Perdarahan hebat,
resiko infeksi tinggi, terdapat gejala pathom limb.
j. Vulnus Combustion (Luka Bakar)
Penyebab oleh karena thermis, radiasi, elektrik ataupun kimia Jaringan kulit rusak
dengan berbagai derajat mulai dari lepuh (bula carbonisasi/hangus). Sensasi
nyeri dan atau anesthesia.

8. Proses Penyembuhan Luka

Fase penyembuhan luka dalam sebuah proses luka adalah melalui 3 fase atau 3 tahap
penyembuhan luka yaitu :

A. Fase Inflamasi
Fase inflamasi ini akan berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira kira hari kelima.
Pembuluh darah yang terputus pada luka yang diderita tersebut akan menyebabkan
perdarahan dan tubuh dalam hal ini akan berusaha menghentikannya dengan cara
vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis.
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan
bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh
darah. Sementara itu terjadi reaksi inflamasi. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan
serotonin dan histamine yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi
cairan, penyebukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan
pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna kemerahan
karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor). Aktifitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit mengeluarkan
enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka. Limfosit dan monosit
yang kemudian muncul ikut menghancurkan dan memakan kotoran luka dan bakteri
(fagositosis). Fase ini disebut juga fase lamban karena reaksi pembentukan kolagen baru
sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh fibrin yang amat lemah.
B. Fase Proliferasi.
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi
fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira kira akhir minggu
ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat
yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali
untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini,
bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada
akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam
proses penyudahan kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan antar
molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang
disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya
dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah
atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru
berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan
tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga
akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan.

C. Fase Penyudahan (Remodelling).


Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan
yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan bulan dan dinyatakan berkahir
kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang
menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Odema dan sel radang diserap, sel muda
menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap
dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan
jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat
pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan
regangan kira kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira kira 3-6 bulan
setelah penyembuhan.

9. Macam-macam Jahitan Luka

A. Jahitan Simpul Tunggal


Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Inerrupted Suture

Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi.

Teknik : Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm ditepi luka
dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara
tegak lurus pada atau searah garis luka.

Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak antara 1cm.

Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan


Benang dipotong kurang lebih 1 cm.

B. Jahitan matras Horizontal

Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress

Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan
penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.

Memberikan hasil jahitan yang kuat.

C. Jahitan Matras Vertikal

Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far

Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan
menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di
dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.

D. Jahitan Matras Modifikasi

Sinonim : Half Burried Mattress Suture

Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah
subkutannya.

E. Jahitan Jelujur sederhana

Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over

Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan
hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.

F. Jahitan Jelujur Feston

Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture

Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai
pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

G. Jahitan Jelujur horizontal

Sinonim : Running Horizontal suture

Jahitan kontinyu yang diselingi dengan jahitan arah horizontal.

H. Jahitan Simpul Intrakutan

Sinonim : Subcutaneus Interupted suture, Intradermal burried suture, Interrupted dermal


stitch.
Jahitan simpul pada daerah intrakutan, biasanya dipakai untuk menjahit area yang dalam
kemudian pada bagian luarnya dijahit pula dengan simpul sederhana.

I. Jahitan Jelujur Intrakutan

Sinonim : Running subcuticular suture, Jahitan jelujur subkutikular

Jahitan jelujur yang dilakukan dibawah kulit, jahitan ini terkenal menghasilkan kosmetik
yang baik

Keterangan gambar. A. Jahitan simpul tunggal, B, Matras vertikal, C. Matras horizontal, D.


Subkutikuler kontinyu, E. Matras horizontal half burried, F. Continous over and over

10. Jenis jenis Benang Jahit

A. PLAIN CATGUT

Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari

Warna : putih dan kekuningan

Ukuran : 5,0-3

Kegunaan : Untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit subkutis dan untuk
menjahit kulit terutama daerah longgar (perut, wajah) yang tak banyak bergerak dan
luas lukanya kecil
B. KROMIK CATGUT

Berbeda dengan plain catgut, ditambahkan asam kromat, sehingga menjadi lebih keras
dan diserap lebih lama 20-40 hari

Warna : coklat dan kebiruan

Ukuran : 3,0 -3

Kegunaan: penjahitan luka yang dianggap belum merapat dalam waktu 10 hari, untuk
menjahit tendo pada penderita yang tidak kooperatif bila mobilisasi harus segera
dilakukan

C. Vicryl

Benang sintetis kemasan atraumatik

Diserap tubuh, tidak menimbulkan reaksi jaringan. Dalam subkutis bertahan 3


minggu, dalam otot bertahan 3 bulan

Ukuran : 10, 0-1

Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastik

D. Seide (Silk/sutera)

Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi dengan perekat,
tidak diserap tubuh.

Pada penggunaan disebelah luar maka benang harus dibuka kembali

Warna : hitam dan putih

Ukuran : 5,0-3

Kegunaan : menjahit luka, mengikat pembuluh arteri (arteri besar), dan sebagai teugel
(kendali)

E. Ethilon

Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung bersatu dengan jarum
jahit) dan terbuat dari nilon lebih kuat dari seide atau catgut. Tidak diserap tubuh dan
tidak menimbulkan pada kulit dan jaringan tubuh lain.

Warna : biru dan hitam

Ukuran : 10,0 1,0

Penggunaan : bedah plastik, ukuran yang lebih besar sering digunakan pada kulit,
nomor yang kecil digunakan pada bedah mata.
F. Ethibond

Benang sintetis (polytetra methyene adipate). Kemasan atraumatis. Bersifat lembut,


kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak diserap.

Warna : hijau dan putih

Ukuran : 7,0-2

Penggunaan : kardiovaskuler dan urologi

G. Vitalene

Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat, lembut, tidak diserap. Kemasan
traumatis

Warna : biru

Ukuran 10,0-1

Kegunaan: bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan jantung, bedah mata,
plastik, menjahit kulit

H. Linen

Dari serat kapas alam,cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap, reaksi tubuh
minimum

Warna : putih

Ukuran 4,0-0

Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit,terutama kulit wajah

I. Steel wire

Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat, sangat kuat tidak
korosif, dan reaksi terhadap tubuh minimum, mudah disimpul

Warna : putih metalik

Kemasan atraumatik

Ukuran : 6-0,2

Kegunaan : menjahit tendo


11. Jarum Jahit Bedah

1. Traumatik: berlubang sebagai tempat memasukkan benang jahit, akan menghasilkan


lubang tusukan yang lebih besar, jarum dapat digunakan berulang kali

2. Atraumatik: langsung menyambung dengan benang jahit, menghasilkan lubang yang


lebih halus, jarum sekali pakai

12. Indikasi pemberian imunisasi tetanus

Imunisasi Luka Bersih Luka Kotor


Sebelumnya Toksoid ATS Toksoid ATS
Tidak ada / tidak Ya* Tidak Ya* Ya
pasti
1 x DT atau Ya* Tidak Ya* Ya
DTP
2 x DT atau Ya* Tidak Ya* Ya
DTP
3 x DT/DTP Tidak+ Tidak Tidak++ Tidak
atau lebih
* = seri imunisasinya harus dilengkapi

+ = kecuali booster terakhir sudah 10 tahun yang lalu atau lebih

++ = kecuali booster terakhir sudah 5 tahun yang lalu atau lebih

Cara pemberian melalui intramuskular (ATS 1500 U/imunoglobulin 250 U)

DT = vaksinasi difteri tetanus

DTP = vaksinasi difteri tetanus pertusis

13. Jelaskan mengenai HIV

Definisi : Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau


penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh
Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan
tahap akhir dari infeksi HIV.

Patofisiologi : Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi
kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif. Namun
beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara in vitro dan invivo adalah
megakariosit, epidermal langerhans, peripheral dendritik, folikular dendritik, mukosa rectal,
mukosa saluran cerna, sel serviks, mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit CD8, sel retina
dan epitel ginjal. Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama
HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks
molekul adhesi pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell
specific intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini
diketahui bahwa selain molekul CD4 dan ko-reseptor kemokin, terdapat integrin 4 7
sebagai reseptor penting lainnya untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan
HIV akan berikatan dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan
mediasi antigen gp41 virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4,
sampul HIV akan terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan
bantuan enzim transkriptase reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan berintegrasi dengan
DNA pejamu dengan bantuan enzim integrase. DNA virus yang terintegrasi ini disebut
sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi, provirus ini akan melakukan transkripsi dengan
bantuan enzim polimerasi sel host menjadi mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi
dengan protein-protein struktur sampai terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua
protein virus. Genomik RNA dan protein virus ini akan membentuk partikel virus yang
nantinya akan menempel pada bagian luar sel. Melalui proses budding pada permukaan
membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan matang. Sebagian besar
replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi.

Gejala Klinis primer :

Kelompok Gejala Kekerapan (%)


Umum Demam 90
Nyeri otot 54
Nyeri sendi -
Rasa lemah -
Mukokutan Ruam kulit 70
Ulkus di mulut 12
Limfadenopati 74
Neurologi Nyeri kepala 32
Nyeri belakang mata -
Fotofobia -
Depresi -
Meningitis 12
Saluran cerna Anoreksia -
Nausea -
Diare 32
Jamur di mulut 12
Penatalaksanaan :

a) Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV).
b) Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai
infeksi HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepatitis, toksoplasmosis, sarkoma
kaposi, limfoma, kanker serviks.
c) Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik
dan pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan
agama serta juga tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan
pengobatan yang lengkap tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup
lebih baik dan kejadian infeksi oportunistik amat berkurang.
Orthopaedi :

1. Jelaskan regio pada tubuh !

Regio tubuh
2. Jelaskan garis yang memotong sumbu tubuh !
3. Gambarkan dermatom pada tubuh!

4. Jelaskan reflek fisiologi dan refleks patologis !


a. Refleks biseps : dimana fleksikan lengan bawa pasien di sendi siku, dan letakkan
ibu jari pemeriksa pada tendo biseps klien dan ketuk menggunakan palu.
b. Refleks triseps : fleksikan lengan bawah pasien di sendi siku dan tangan sedikit di
pronasikan dan ketuklah tendon otot triseps pada fossa olekrani
c. Refleks brakhioradialis : posisikan lengan bawah pasien dalam keadaan setengah
fleksi dan tangan sedikit pronasi dan ketuk prosessus styloideus
d. Refleks patella : letakkan tangan pemeriksa di belakang lutut, fleksikan tungkai
klien pada sendi lutut dan ketut pada tendon muskulus kuadriseps femoris di
bawah patella
e. Refleks achilles : fleksikan tungkai bawah sedikit dan kemudian pegang kaki pada
ujungnya untuk memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki, ketuk pada tendo
achilles.
f. Refleks abdominalis : posisikan klien terbaring, dan kedua lengan di samping
badan. Goreslkan pada dinding perut dengan beda yang agak runcing.
Penggoresan di lakukan dari samping menuju garis tengah perut pada setiap
segmen. Segemen epigastrium, segmen umbilikus, infraumbilikus. Hasil (+) bila
terdapat kontraksi otot di mana pusar bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
Dan biasa negatif (-) bisa pada wanita normal yang memiliki masa gestasi yang
banyak, pada orang gemuk dan usia lanjut serta anak baru lahir sampai usia 1
tahun.

REFLEKS PATOLOGIS

a. Refleks hoffman : tangan pasien di pegang oleh tangan pemeriksa dan jari pasien
di fleksikan. Jari tengah pasien di jepit oleh jari pemeriksa di antara telunjuk dan
jari tengah pemeriksa dan dengan ibu jari pemeriksa di lakukan penekanan kuat
pada ujung jari tengah pasien. Refleks positif (+) bila fleksi jari telunjuk pasien
serta fleksi dan adduksi ibu jari.
b. Refleks tromner : tangan pasien di pegang oleh tangan pemeriksa pada
pergelangan dan jar jari dalam posisi fleksi. Jari tengah pasien di jepit di antara
telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Dengan jari tengah mencolek ujung jari
pemeriksa. Refleks positif (+) bila terdapat fleksi jari telunjuk serta adduksi ibu
jari dan terkadang di sertai fleksi jari lainnya.
c. Refleks babinski : telapak kaki pasien di gore dengan menggunakan gagang palu
refleks secara perlahan dari telapak kaki bagian lateral mulai dari tumit menuju
pangkal ibu jari. Hasil menunjukkan positif (=) jika di dapatkan gerakan dorso
fleksi ibu jari yang di sertai dengan mekarnya jari jari lainnya.
5. Sebutkan nama tulang-tulang yang ada di tubuh!
6. Jelaskan mengenai dislokasi, fraktur dan subpulsasi!
Definisi : Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial
Tipe fraktur :
a. Fraktur komplit : Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur
pada rontgen dapat membantu memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur
transversal patahan biasanya akan tetap pada tempatnya setelah reduksi; jika
fraktur oblique atau spiral, tulang cenderung memendek dan kembali berubah
posisi walaupun tulang dibidai. Jia terjadi fraktur impaksi, fragmen terhimpit
bersama dan garis fraktur tidak jelas. Fraktur kominutif dimana terdapat lebih dari
2 fragmen tulang; karena jeleknya hubungan antara permukaan tulang, cenderung
tidak stabil.
b. Faktur inkomplit : Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap
intak. Pada fraktur greenstick tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak
yang tulangnya lebih lentur dibandingkan dewasa. Anak-anak juga dapat bertahan
terhadap cedera dimana tulang berubah bentuk tanpa terlihat retakan jelas pada
foto rontgen
Penanganan pada fraktur :

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip


pengobatan ada empat (4R), yaitu :

a. Recognition: diagnosis dan penilaian fraktur


Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
b. Reduction : reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi <5 pada tulang panjang anggota gerak bawah
dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5
inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun
lokalisasi fraktur.
c. Retention: imobilisasi fraktur
d. Rehabilitation: mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status
neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah
reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan
definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF.
Definisi : Dislokasi adalah perpindahan suatu bagian. Dislokasi sendi pula adalah
tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya.
Dislokasi dapat berupa lepas komplet atau parsial , atau subluksasio. Di pengaruhi oleh :
a. Stabilitas Sendi
Stabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga faktor utama: (a) bentuk, ukuran, dan
susunan facies articularis; (b) ligamentum; (c) tonus otot di sekitar sendi
b. Permukaan Sendi
Struktur ball-and-socket articulatio coxae dan mortise pada articulatio talocruralis
merupakan contoh yang baik bagaimana bentuk tulang berperan penting pada
stabilitas sendi. Akan tetapi terdapat pula sendi yang bentuk sendinya kurang atau
tidak berperan dalam stabilitas sendi seperti articulatio acromioclavicularis, articulatio
calcaneocuboidea, dan articulatio genus.
c. Ligamentum
Ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi yang berlebihan, tetapi apabila
regangan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ligamentum fibrosa akan
teregang. Contohnya ialah ligamentum pada sendi-sendi yang membentuk lengkung
kaki tidak dengan sendirinya menyokong beban berat badan. Apabila tonus otot yang
biasanya menyokong lengkung kaki terganggu akibat kelelahan, ligamentum akan
meregang dan lengkung kaki akan turun sehingga terjadi kaki datar.Sebaliknya,
ligamentum elastika akan kembali ke panjang semula sesudah meregang. Ligamentum
elastika tulang-tulang pendengaran memegang peranan aktif dalam menyokong sendi
dan membantu mengembalikan tulang-tulang pada posisi semula setelah melakukan
pergerakan.
d. Tonus Otot
Pada kebanyakan sendi, tonus otot merupakan faktor utama yang mengatur stabilitas
sendi, misalnya tonus otot-otot pendek di sekitar articulation humeri
mempertahankan caput humeri yang berbentuk setengah bulat pada cavitas
glenoidalis scapulae. Tanpa kerja otot-otot ini, hanya dibutuhkan sedikit tenaga untuk
menyebabkan terjadinya dislokasio sendi. Articulatio genus merupakan sendi yang
sangat tidak stabil tanpa aktivitas tonus musculus quadriceps femoris. Sendi antara
tulang-tulang kecil yang membentuk lengkung kaki sebagian besar disokong oleh
tonus otot-otot tungkai bawah, yang tendonya berinsersio pada tulang-tulang kaki.
Klasifikasi Dislokasi

Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:


1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan seseorang, paling
sering terlihat pada daerah panggul (hip).
2. Dislokasi spontan atau patologik
Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang memerlukan
pertolongan segera. Hal ini membuat sistem vaskularisasi terganggu, susunan
saraf rusak dan serta kematian dari jaringan. Trauma yang kuat membuat
tulang keluar dari posisi anatomisnya dan mengganggu jaringan lain seperti
merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Seringkali terjadi
pada orang dewasa. Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi nekrosis
avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah) dan
paralisis saraf.
Penatalaksanaan

1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah


melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan
pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan di tempat
kejadian tanpa anastesi. Namun tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan
reduksi ringan, maka diperlukan reposisi dengan anastesi lokal dan obat obat
penahan rasa sakit. Reposisi tidak dapat dilakukan jika penderita mengalami
rasa nyeri yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap
penderita bahkan dapat menyebabkan syok neurogenik, ataupun menimbulkan
fraktur. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan
anestesi umum terlebih dahulu sebelum direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah
reduksi gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat
mengembalikan kisaran sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen bahkan fraktur
pada tulang yang dapat semakin memperparah hal tersebut, maka untuk
mencegah hal tersebut setelah dilakukan pemeriksaan dan penanangan awal
maka perlu dilakukan rujukan segera kepada spesialis ortopedi sehingga dapat
diperiksa dan ditangani lebih lanjut (dapat dilakukannya operasi atau tindakan
pembedahan).
Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :
a. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah sekitar
persendian
b. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup
c. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi berulang,
osteonekrosis, serta arthritis pasca trauma

7. Jelaskan mengenai fraktur dan penanganannya.


Definisi: pemecahan atau kerusakan ataupun diskontinuitas suatu bagian terutama
tulang ataupun tulang rawan yang umunya disebabkan oleh trauma.
Jenis fraktur yang mengenai ada tidaknya hubungana antara patahan tulang dengan
dunia luar di bagi menjadi 2:
a. Fraktur tertutup : bila tidak terdapat hubungan antarea fragmen tulang dengan
dunia luar di sebut dengan fraktur bersih (di karenakan kulit masih dalam keadaan
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
o Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
o Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan
o Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan
o Tingkat 3 : cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindrom kompartemen.
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah :

1. Terapi non farmakologi yang terdiri dari :


a. Proteksi, untuk fraktur dengan kedudukan baik. Mobilisasi saja tanpa
reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplet dan fraktur
tanpa kedudukan baik.
b. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Reposisi dapat dalam anestesi
umum atau lokal.
c. Traksi
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
a. Reposisi terbuka, fiksasi eksternal.
b. Reposisi tertutup kontrol radiologi diikuti interial. Terapi ini dengan
reposisi anatomi diikuti dengan fiksasi internal. Tindakan pada fraktur
terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum
6-7 jam berikan toksoid, anti tetanus serum (ATS) / tetanus hama globidin.
Berikan antibiotik untuk kuman gram positif dan negatif dengan dosis
tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka
fraktur terbuka.
b. Fraktur terbuka : bila tulang yang patah menembus otot dan kulit dan
memungkinkan untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke
dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka :
o Derajat 1 : laserasi <2 cm, fraktur sederhana dan dislokasi fungsi minimal
o Derajat 2 : laserasi >2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas
o Derajat 3 : luka lebar, rusak hebat dan hilang nya jaringan sekitar

Fraktur ini terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, Ada dua faktor yang
mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu :

1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah
dan kekuatan trauma.
2. Instrisik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,
kekuatan dan densitas tulang.
Setelah fraktur lengkap, fragmen-fragmen biasanya bergeser. Sebagian oleh gaya
berat dan sebagian oleh tarikan otot yang melekat padanya. Pergeseran biasanya
disebut dengan aposisi, penjajaran (alignment), rotasi dan berubahnya
panjang.Semua fraktur terbuka harus dianggap terkontaminasi, sehingga
mempunyai potensi untuk terjadi infeksi. Pada fraktur tulang dapat terjadi
pergeseran fragmen-fragmen tulang. Pergeseran fragmen bisa diakibatkan adanya
keparahan cedera yang terjadi, gaya berat, maupun tarikan otot yang melekat
padanya. Pergeseran fragmen fraktur akibat suatu trauma dapat berupa :
a. Aposisi (pergeseran ke samping/ sideways, tumpang tindih dan berhimpitan/
overlapping, bertrubukan sehingga saling tancap/ impacted) : fragmen dapat
bergeser ke samping, ke belakang atau ke depan dalam hubungannya dengan satu
sama lain, sehingga permukaan fraktur kehilangan kontak. Fraktur biasanya akan
menyatu sekalipun aposisi tidak sempurna, atau sekalipun ujung-ujung tulang
terletak tidak berkontak sama sekali.
b. Angulasi (kemiringan/ penyilangan antara kedua aksis fragmen fraktur) :
fragmen dapat miring atau menyudut dalam hubungannya satu sama lain.
c. Rotasi (pemuntiran fragmen fraktur terhadap sumbu panjang) : salah satu
fragmen dapat berotasi pada poros longitudinal, tulang itu tampak lurus tetapi
tungkai akhirnya mengalami deformitas rotasional.
d. Panjang (pemanjangan atau pemendekan akibat distraction atau overlapping
antara fragmen fraktur) : fragmen dapat tertarik dan terpisah atau dapat tumpang
tindih, akibat spasme otot, menyebabkan pemendekan tulang.
Hubungan garis fraktur dengan energi trauma :
GARIS FRAKTUR MEKANISME TRAUMA ENERGI

Transversal, oblik, spiral Angulasi/ memutar Ringan


(sedikit bergeser/ masih
ada kontak)

Butterfly, transversal Kombinasi Sedang


(bergeser), sedikit
kominutif

Segmental kominutif Variasi Berat


(sangat bergeser)

Diagnosis fraktur dengan tanda-tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun
pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk konfirmasi untuk melengkapi deskripsi
fraktur, kritik medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Sedangkan
untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala kalsik dalam menentukan diagnosa harus
dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold standart.

Penanganan fraktur terbuka

Diperlukan ketepatan dan kecepatan diagnosis pada penanganan agar komplikasi


terhindar dari kematian atau kecacatan. Penatalaksanaan fraktur terbuka derajat III meliputi
tindakan life saving dan life limb dengan resusitasi sesuai dengan indikasi, pembersihan luka
dengan irigasi, eksisi jaringan mati dan debridement, pemberian antibiotik (sebelum, selama,
dan sesudah operasi), pemberian anti tetanus, penutupan luka, stabilisasi fraktur dan
fisioterapi. Tindakan definitif dihindari pada hari ketiga atau keempat karena jaringan masih
inflamasi/ infeksi dan sebaiknya ditunda sampai 7-10 hari, kecuali dapat dikerjakan sebelum
6-8 jam pasca trauma.

Prinsip penanganan fraktur terbuka derajat III secara umum adalah sebagai berikut :

- Pertolongan pertama
Untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri dan mencegah gerakan-gerakan
fragmen yang dapat merusak jaringan sekitarnya. Stabilisasi fraktur bisa
menggunakan splint atau bandage yang mudah dikerjakan dan efektif. Luka ditutup
dengan material yang bersih dan steril.

- Resusitasi
Penatalaksanaan sesuai dengan ATLS (Advance Trauma Life Support) dengan
memberikan penanganan sesuai prioritas (resusitasi), bersamaan itu pula dikerjakan
penanganan fraktur terbuka agar terhindar dari komplikasi. Kehilangn banyak darah
pada frkatur terbuka derajat III dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan dapat
diperberat oleh rasa nyeri yang dapat menyebabkan syok neurogenik. Tindakan
resusitasi dilakukan dilakukan bila ditemukan tanda syok hipovolemik, gangguan
nafas atau denyut jantung karena fraktur terbukaseringkali bersamaan dengan cedera
organ lain. Penderita diberikan resusitasi cairan Ringer Laktat atau transfusi darah dan
pemberian analgetik selama tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan radiologis
dilakukan setelah pasien stabil.

- Penilaian awal
Pemeriksaan yang teliti dan hati-hati merupakan dasar dalam observasi dan
penanganan awal yang memadai. Fakta-fakta pada pemeriksaan harus direkam dengan
baik termasuk trauma pada daerah atau organ lain dan komplikasi akibat fraktur itu
sendiri.

- Terapi antibiotik dan anti tetanus serum (ATS)


Pemberian antibiotik sebaiknya diberikan segera mungkin setelah terjadinya trauma.
Antibiotik adalah yang berspektrum luas, yaitu sefalosporin generasi I (cefazolin 1-2
gram) dan dikombinasikan dengan aminoglikosid (gentamisin 1-2 mg/kgBB tiap 8
jam) selama 5 hari. Selanjutnya perawatan luka dilakukan setiap hari dengan
memperhatikan sterilitas, dan pemberian antibiotik disesuaikan dengan hasil kultur
dan sensitifitas terbaru. Bila dalamperawatan ditemukan gejala dan tanda infeksi,
maka dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas ulang untuk penyesuaian ualng
pemberian antibiotik yang digunakan. Pemberian anti tetanus diindikasikan pada
fraktur kruris terbuka derajat III berhubungan dengan kondisi luka yang dalam, luka
yang terkontaminasi, luka dengan kerusakan jaringan yang luas serta luka dengan
kecurigaan sepsis. Pada penderita yang belum pernah mendapat imunisasi anti tetanus
dapat diberikan gemaglobulin anti tetanus manusia dengan dosis 250 unit pada
penderita diatas usia 10 tahun dan dewasa, 125 unit pada usia 5-10 tahun dan 75 unit
pada anak dibawah 5 tahun. Dapat pula diberikan serum anti tetanus dari binatang
dengan dosis 1500 unit dengan tes subkutan0,1 selama 30 menit. Jika telah mendapat
imunisasi toksoid tetanus (TT) maka hanya diberikan 1 dosis boster 0,5 ml secara
intramuskular.

- Debridement
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati,
memberikan persediaan darah yang baik di seluruh bagian itu. Dalam anestesi umum,
pakaian pasien dilepas, sementara itu asisten mempertahankan traksi pada tungkai
yang mengalami cedera dan menahannya agar tetap ditempat. Pembalut yang
sebelumnya digunakan pada luka diganti dengan bantalan yang steril dan kulit di
sekelilingnya dibersihkan dan dicukur. Kemudian bantalan tersebut diangkat dan luka
diirigasi seluruhnya dengan sejumlah besar garam fisiologis. Irigasi akhir dapat
disertai obat antibiotika, misalnya basitrasin. Turniket tidak digunakan karena akan
lebih jauh membahayakan sirkulasi dan menyulitkan pengenalan struktur yang mati.
8. Definisi multiple injury!
Cedera berat yang meliputi adanya 2 cdera atau lebih pada satu area tubuh. Cedera
yang terjadi dapat mengakibatkan adanya syok traumatic dan juga hipotensi akibat
hemoragik dan memperburuk tanda tanda vital pada tubuh.

Anda mungkin juga menyukai