Anda di halaman 1dari 60

PRESENTASI KASUS

Anemia Hemolitik Dengan ISK


Asimptomatik, ITP Kronik Dan Gizi
Lebih

Oleh :

Nafia Turarieza

122.022.1151

Tutor : dr. Erita Ilyas, Sp.A

Moderator : dr. Anies N., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT

GATOT SOEBROTO

JAKARTA
PERIODE 11 AGUSTUS 18 OKTOBER 2014

1|
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
ANEMIA HEMOLITIK DENGAN ISK ASIMPTOMATIK, ITP
KRONIK
DAN GIZI LEBIH

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT
PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

JAKARTA

Disusun oleh :
NAFIA TURARIEZA 1220221151

Telah dipresentasikan pada tanggal 18 September 2014

Moderator Tutor

dr. Anies N, Sp.A dr. Erita Ilyas , Sp.A

2|
BAB I
STATUS PASIEN

I.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. RP
Tanggal lahir : 29 Desember 2000
Usia : 13 tahun 4 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Sekjen Kemhan, Cipete Utara, Jakarta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Tanggal masuk RS : 19 Agustus 2014
No rekam Medik : 428546
Tanggal keluar RS : 26 Agustus 2014

I.2 IDENTITAS ORANG TUA PASIEN


Ayah Ibu
Nama Tn. R Ny. S
Umur 51 thn 34 thn
Pekerjaan PNS Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir SMA SMP
Agama Islam Islam
Hubungan Ayah Kandung Ibu Kandung
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Alamat Rumah : Perum Sekjen Kemhan, Cipete Utara,
Jakarta
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia

3|
I.3 ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa dengan
orang tua anak pada tanggal 21 Agustus 2014 (H-3 perawatan)
Keluhan Utama
Kuning pada mata, telapak kanan dan kaki
Keluhan Tambahan
Mual, muntah, sakit kepala, nyeri ulu hati, mimisan
Riwayat Penyakit Sekarang
8 bulan SMRS pasien pernah mengalami keluhan serupa dan disertai
demam tinggi. Keluhan demam, kuning pada mata dan terdapat mual muntah.
Pasien dirawat di RSPAD GS selama 3 minggu, dan pasien didiagnosa anemia
hemolitik imun. Lalu pasien rawat jalan sampai dengan bulan februari 2014,
pasien meminum obat rutin yaitu metilprednisolon namun lupa dosisnya.
2 hari SMRS pasien mengeluh mata terlihat kuning, mual dan muntah.
Muntah sebanyak 10 kali per hari, muntah berisi sisa makanan dan air, muntah
tidak terdapat darah, tiap kali muntah kurang lebih gelas air mineral. Keluhan
dirasa tiba-tiba, tidak memakan makanan tertentu (makan sembarangan). Terdapat
keluhan sakit kepala, sakit kepala terasa seperti berputar, sakit kepala muncul
terutama saat pasien bangun dari posisi tidur. Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu
hati yang terasa seperti diplintir, sakit dirasa tepat di ulu hati dan tidak menyebar
ke daerah lain, pasien merasa membaik jika dalam posisi setengah duduk. Selain
itu pasien merasa lemas, letih, lesu sehingga tidak dapat beraktivitas seperti biasa.
Lemas, letih, lesu sering muncul semenjak dirawat 8 bulan yang lalu. Pasien tidak
ada perdarahan (muntah darah, BAB darah atau BAB hitam, gusi berdarah, tidak
sedang haid haid terakhir 2 minggu yang lalu (tiap haid kurang lebih 5 hari setiap
hari ganti pembalut 3x), pasien tidak mau makan sayur, suka makan daging dan
ikan dan makanan laut, suka makan buah-buahan, tidak ada penurunan BB. BAB
warna normal (kuning kecokelatan) BAB terakhir 3 hari SMRS, BAK berwarna
seperti teh, jumlah dikatakan seperti biasa, 3-5 kali sehari. Keluhan diobati dengan
obat maag warung namun keluhan menetap. Pasien menyangkal riwayat transfusi
darah sebelumnya.

4|
1 hari SMRS, karena keluhan tidak kunjung hilang pasien dibawa ke RS
dr. Suyoto yang lebih dekat dari rumahnya, di UGD RS dr. Suyoto pasien sempat
mimisan 1 kali, darah yang keluar berwarna merah segar kurang lebih
menghabiskan 2 lembar tissue. Tidak ada bintik-bintik merah, tidak ada lebam.
Di RS. Dr. Suyoto pasien diberi infus dan obat suntik lalu pasien di rujuk atas
permintaan sendiri ke RSPAD GS dengan diagnosa suspek hepatitis.
SMRS keluhan mual sudah berkurang dan keluhan muntah, mimisan, sakit
kepala sudah tidak ada. Pasien masih mengeluhkan kuning, lemas, letih, lesu.

8 bulan SMRS 2 hari SMRS 1 hari SMRS SMRS


Pasien mengalami Pasien mengalami Keluhan menetap, Pasien dirujuk
keluhan demam keluhan seperti 8 di bawa ke RS dr. oleh RS dr.
tinggi, mata bulan yang lalu, Suyoto. Saat di Rs Suyoto ke RSPAD
kuning, mual dan mual muntah, dr. Suyoto pasien dengan diagnosis
muntah, sakit mata, telapak mimisan 1x suspek hepatitis
kepala tangan dan kaki kurang lebih 2
kuning, sakit lembar tissue. Keluhan mual
kepala, namun berkurang, kuning
tidak disertai masih menetap,
demam masih lemas, letih,
lesu
Keluhan diobati
obat maag
warung namun
tidak ada
perbaikan

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, dan di diagnosa
anemia hemolitik imun. Dirawat selama 3 minggu dan diteruskan berobat rawat
jalan sampai dengan bulan Februari 2014. Riwayat menderita penyakit jantung,
penyakit paru, penyakit hati, penyakit ginjal disangkal.

5|
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama : disangkal
Asma : disangkal
TB paru : disangkal
Hipertensi : disangkal
Penyakit jantung : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Penyakit ginjal : disangkal
Kejang : disangkal
Penyakit hati : disangkal
Kanker : disangkal
Stroke : disangkal
Penyakit Infeksi lain : disangkal

Riwayat Pengobatan
Pengobatan dengan obat maag warung, di RS dr. Suyoto diberi infus dan
obat suntik, pasien dan keluarga pasien tidak mengetahui jenis obat dan dosisnya.
Riwayat Kehamilan
Morbiditas kehamilan : Tidak ada
Perawatan antenatal :1 kali/bulan rutin setiap bulan

Riwayat kelahiran
Tempat lahir : Rumah sakit
Penolong : Dokter
Cara persalinan : Spontan
Berat badan lahir : 3400 gram
Panjang badan lahir : 53 cm
Masa gestasi : Cukup bulan
Keadaan bayi setelah lahir : Langsung menangis
Kelainan bawaan : Tidak ada
Anak ke : 1 dari 4 bersaudara

6|
Riwayat perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan
Psikomotor: Umur
Tengkurap 4 bulan
Duduk 6 bulan
Berdiri 9 bulan
Berjalan 12 bulan
Bicara 12 bulan
Membaca dan menulis 4 tahun
Kesan : perkembangan anak baik

Perkembangan Pubertas
Rambut Pubis : sudah tumbuh
Mammae : payudara dan puting susu dalam pertumbuhan
Menarche : umur 12 tahun

Gangguan perkembangan mental/emosi : tidak ada

Riwayat makanan
UMUR ASI / PASI Buah / Biskuit Bubur susu Nasi Tim
0 2 bln ASI - - -
2 4 bln ASI - - -
4 6 bln ASI Biskuit halus Bubur susu -
6 8 bln ASI Biskuit halus Bubur susu -
8 10 bln ASI Buah Biskuit Bubur susu 2 kali sehari
10 12
ASI Buah Biskuit Bubur susu 3 kali sehari
bln
Kesan : Pemberian makanan sampai usia 1 tahun baik

7|
Batas 1 tahun
Makanan biasa frekuensi
- Nasi. 3x/ hari
- Sayur idak mau makan sayur
- Daging 3x/hari (bergantian)
- Telur 3x/hari (bergantian)
- Ikan 3x/hari (bergantian)
- Tahu 3x/hari (bergantian)
- Tempe 3x/hari (bergantian)
- Susu tidak rutin
Kesan : kualitas dan kuantitas pemberian makanan baik nafsu makan
pasien baik
Riwayat imunisasi
BCG Usia 1
bulan
DPT Usia 2 Usia 4 Usia 6
bulan bulan bulan
Polio Usia 1 Usia 2 Usia 4
minggu bulan bulan
Hepatitis B Saat lahir Usia 1 Usia 6
bulan bulan
Campak Usia 9 Usia 3 Usia 6
bulan tahun tahun
Lain lain Ibu pasien mengaku tidak pernah lagi imunisasi selain
imunisasi di atas, imunisasi di sekolah dasar tidak dilakukan
Kesan imunisasi dasar : Imunisasi dasar lengkap
Kesan imunisasi ulangan : Imunisasi ulangan tidak dilakukan

Riwayat keluarga
Corak Reproduksi Ibu : status obstetri P4A0
Keadaan Anak

8|
NO Usia Jenis Hidup Lahir Abortus/mati keterangan
Kelamin mati sebab
1. 13 tahun 8 Perempuan Ya - - Pasien
bulan
2. 11 tahun 3 Laki - laki Ya - - Sehat
bulan
3. 7 tahun 5 Laki-laki Ya - - Sehat
bulan
4. 4 tahun Laki-laki ya - - Sehat

Anggota keluarga lain yang serumah : tidak ada


Masalah dalam keluarga : Tidak ada
Perumahan milik : sendiri
Keadaan rumah : berada didaerah
perkampungan yang padat penduduk, rumah nyaman, ventilasi
baik, udara lingkungan dingin dan lembab, lingkungan sekitar
rumah bersih

Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita


Alergi (-) Difteri (-)
Penyakitjantung (-) Asma (-)
Penyakit kuning (+) Pertusis (-)
Batuk berulang (-) Kejang (-)
Radang paru (-) Tuberkulosis (-)
Cacingan (-) Parotis (-)
Varisela (-) Demam berdarah (-)
Operasi / kecelakaan (-) Demam tifoid (-)
Morbili (-)

I.4 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2014

9|
Data Antopometri
Berat badan saat ini : 57 kg
Berat badan ideal menurut usia : 51 kg (berdasarkan kurva NCHS)
Tinggi badan saat ini : 155 cm
Tinggi badan ideal menurut usia : 162 cm (berdasarkan kurva NCHS)
Berat badan ideal menurut tinggi badan : 46 kg (berdasarkan kurva NCHS)

Status Gizi :
Berdasarkan CDC-NCHS growth chart anak usia 2-20 tahun menurut gender
perempuan
- Berdasarkan BB/U = BB sekarang
x 100%
BB ideal menurut usia
= 57
x 100%
51
= 111.7 % (Overweight 110-120%)
- Berdasarkan TB/U = TB sekarang
x 100%
TB ideal menurut usia
= 155
x 100%
162
= 95.7 % (Normal 90-110 %)
- Berdasarkan BB/TB = BB sekarang
x 100%
BB ideal menurut TB
= 57
x 100%
46
= 123.9% (0besitas 120 %)
- BMI : 23.7
Kurva BMI : (95-90) (overweight)
Kesan : status gizi lebih

Tanda Vital :
KU / Kesadaran : tampak sakit sedang / compos mentis
Status Mental : tenang

10 |
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86 x/menit, reguler, isi cukup, teraba kuat
Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler
Suhu tubuh axilla : 36,5C

Kelenjar Getah Bening :


Tidak teraba adanya pembesaran baik pada kelenjar getah bening leher,
submandibula, supraklavikula, axilla, dan inguinal

Kepala :
Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah
dicabut, serta ubun ubun besar yang sudah menutup

Wajah :
Bentuksimetris, nyeri tekan sinus tidak ada

Mata :
Kelopak mata simetris, konjungtiva pucat +/+, tidak terdapat konjungtiva
fliktenularis, terdapat sklera ikterik +/+, kornea jernih, lensa jernih, pupil
isokor, penglihatan normal.

Telinga :
Daun telinga normotia, lubang telingalapang, sekret -/-, gendang teling intak,
Perdarahan tidak ada perdarahan

Hidung :
Bentuknormal, kulitnormal, septum di tengah, tidak ada deviasi, konkatidak
hiperemis, nafas cuping hidung tidak ada.

Mulut :

11 |
Bibirmukosa kering , sianosis (-), lidah dan celah mulut normal, selaput
lendiragak kering, gigilengkap, carries gigi tidak ada, gusi dan langit langit
normal, tonsilT1-T1 tenang, faring tidak hiperemis

Leher :
Bentuk dan kulit leher normal, pergerakanbebas ke segala arah, kelenjar
gondoknormal, trakeadi tengah. JVP 5+2 cmH2O

Thorak :
Normochest , bentuk simetris saat statis dan dinamis.

Paru :
- Inspeksi : dinding dada kanan dan kiri asimetris dalam keadaan
statis maupun dinamis
- Palpasi : taktil fremitus dan vokal fremitus kiri sama dengan
kanan. Nyeri tekan (-/-)
- Perkusi : lebih redup pada hemithorax sinistra
- Auskultasi : suara napas vesikuler (-/-), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung :
- Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung kanan ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri ICS IV linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung ICS III Linea parasternalis
sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung I-IItidak terdengar , mur mur maupun
gallop tidak terdengar.

Abdomen :
- Inspeksi : datar, tidak ada sikatrik
- Auskultasi : bising usus (+), 4-6 kali/menit.

12 |
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen
- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+)
Hepar : tidak teraba pembesaran hepar
Lien : tidak teraba pembesaran lien
Ren : tidak teraba pembesaran
- Undulasi test : (-)

Alat kelamin :
Uretra tidak ada kelainan, klitoris, labia mayor, labia minor, vulva
berkembang menuju ke bentuk dewasa. Rambut pubis hitam, tebal dan
keriting

Perkembangan pubertas: P3

Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas :
- Bentuk : simetris
- Posisi : normal
- Panjang :normal
- Kulit : normal
- Gerakan :normal
- Paresis / paralysis : tidak ada
- Edema : di ke dua tungkai bawah , pitting non edem
- Otot : eutrofi
- Suhu akral : hangat
- Sianosis : tidak ada
- Jari tubuh : tidak ada kelainan,kuku sendok (-) capilary refill <
3 detik

Refleks :
Refleks Fisiologis :

13 |
- Refleks biceps : ++/++
- Refleks triceps : ++/++
- Refleks patella : ++/++
- Refleks achilles : ++/++
Kesan : normorefleks
Refleks Patologis : (-)
Rangsang Meningeal : (-)

I.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG SELAMA PERAWATAN


Jenis Pemeriksaan 19/08 20/08 21/08 25/8 Nilai Rujukan

Hematologi Rutin
Hemoglobin 10.3* 9.3* 10.2* 10,2* 13 18g/dL
Hematokrit 29* 27* 27* 26* 40 52 %
Eritrosit 3.13* 2.8* 2.5* 25* 4.3 6.0juta/uL
Leukosit 6.300 5500 5600 5460 4.800 10.800/uL
Hitung jenis
Basofil 0 0 0 0-1%
Eosinofil 2 7* 7* 1-3%
Batang 3 5 3 2-6%

Segmen 47 41* 43* 50 70%

Limfosit 40 44* 41* 20 40%

Monosit 8 3 6 2 8%

Trombosit 90.000* 89.000* 98.000* 127.000* 150.000


400.000/uL
MCV 93 95 106* 109* 80 96 fL
MCH 33 33 41* 41* 27 32 pg
MCHC 35 35 38* 39* 32 36 g/dL
RDW 21.20* 20-70* 11.5 14.5%
Retikulosit - - - 11.8* 0,5-1,5%
Kimia Klinik

14 |
20/08 21/08/2014 25/08/2014 Nilai Rujukan

Protein total - 6.8 - 6 8.5 gr/dl


Albumin - 4.0 - 3.5 5.0 gr/dl
Globulin - 2.8 - 2.5 3.5 gr/dl
Kolesterol total - - - <200 mg/dl
Trigliserida - - <160 mg/dl
SGOT 331* - 38* <35 U/L
SGPT 323* - 59* < 40 U/L
Ureum 52* 17* - 20 50 mg/dL
Kreatinin 1.1 0.5 - 0.5 1.5 mg/dL
Asam urat - 10.4* 4.7 3.5 7.4 mg/dl
Bilirubin total 5.28* 2.42* 2.26* <1.5mg/dl
Bilirubin indirek 1.54* 1.73* <1.1mg/dl
Bilirubin direk 0.88* 0.53* <0.3mg/dl
Natrium (Na) 142 - - 135 147 mmol/L
Kalium (K) 3.2 - - 3.5 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 109 - - 95 105 mmol/L
Imunoserologi
HbsAg (20/08) Non reaktif Non reaktif
Anti HCV(20/08) Non reaktif Non reaktif
Anti HAV(21/08) Non reaktif Non reaktif
IgG & IgM anti Negatif Negatif
dengue(23/08)

Urinalisis 20/08 Nilai Rujukan

Ph 7.0 4.6 8.0


Berat jenis 1.015 1.010 8.0
Protein +/positif 1* Negatif
Glukosa -/negatif Negatif

15 |
Bilirubin -/negatif Negatif
Nitrit +/positif* Negatif
Keton -/negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif positif 1
Eritrosit 121 <2 / LPB
Leukosit 444 < 5 /LPB
Silinder -/negatif Negatif / LPK
Kristal -/negatif Negatif
Epitel +/positif 1 Positif
Lain lain Bakteri +* Negatif

I.7 DIAGNOSA BANDING


Observasi ikterik
-Pra Hepatik
Anemia hemolitik
-Hepatik
Hepatitis virus
-Post Hepatik
Batu duktus koledokus
ISK
ITP
-Kronik
-Akut
Status gizi
-Gizi lebih
-Gizi baik
-Gizi kurang

16 |
I.8 DIAGNOSA KERJA
Anemia hemolitik + ISK asimptomatik + ITP kronik +Gizi lebih

I.9 PEMERIKSAAN ANJURAN


HbSAg, Anti HCV, Anti HAV
Gambaran darah tepi
Coombs Test
Kultur urin

I.10 PENATALAKSANAAN
- Diet makanan rendah lemak 1800 kalori
- Inj. Cefotaxime 2x1gr IV
- Inj. Omeprazole 3x20mg IV
- Inj. Ondansentron 3x4mg IV
- Curcuma 3x1 tab P.O
- Urdafalk 3x1 tab P.O

I.11 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

I.12 FOLLOW UP
Tanggal 20-21Agustus 2014 Tanggal 22 Agustus 2014

S Anak mengatakan keluhan mual sudah Pasien mengatakan tidak ada keluhan selain
berkurang,pasien sudah tidak muntah, batuk. Nafsu makan sudah baik, mual sudah
pasien sudah mau makan. pasien tidak ada tidak ada.
keluhan berkemih, nyeri saat berkemih (-), Laboratorium :
BAK berdarah (-), BAK mengedan( -) Anti HAV non reaktif
Laboratorium :
Darah : HbSag : non reaktif

17 |
Anti HCV non reaktif

O Keadaan umum/Kesadaran : Tampak sakit Keadaan umum/Kesadaran : Tampak sakit


sedang/Composmentis sedang/Composmentis
Status mental : tenang Status mental : tenang
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
HR: 92 x/menit HR: 88 x/menit
Suhu : 36,50C Suhu : 36,60C
RR : 24 x/menit RR : 24 x/menit
TD : 120/80 mmHg TD : 110/70 mmHg
Kepala : normocephal, rambut warna Kepala : normocephal, rambut warna hitam,
hitam, terdistribusi merata, tidak mudah terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
dicabut Mata :tidak ada edema palpebra,
Mata :tidak ada edema palpebra, konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+,
konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+, pupil bulat, isokor
pupil bulat, isokor Telinga : sekret -/-
Telinga : sekret -/- Hidung : nafas cuping hidung (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-) Mulut: mukosa bibir lembab
Mulut: mukosa bibir lembab Leher : KGB tidak teraba
Leher : KGB tidak teraba Thorax :
Thorax : Pergerakan dada simetris saat statis dan
Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, purpura (-)Fokal vremitus dan
dinamis,purpura (-) Fokal vremitus dan vremitus taktil kanan sama dengan kiri,
vremitus taktil kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada seluruh lapang paru ,SN
perkusi sonor pada seluruh lapang paru, Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-).
SN Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-) Abdomen : supel, nyeri tekan (-) BU (+)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-) BU (+) normal purpura (-)
purpura (-) Ekstremitas : akral hangat,tidak ada
Ekstremitas : akral hangat,tidak ada sianosis, tidak ada edema, tidak ada clubbing
sianosis, tidak ada edema, tidak ada finger. Purpura (-)
clubbing, finger purpura (-)
A Suspek hepatitis viral akut Suspek hepatitis viral akut tidak terbukti

18 |
Anemia Anemia makrositik
ITP akut ISK
ISK ITP akut
P - Diet makanan rendah lemak - Diet makanan rendah lemak 1800 kalori
1800 kalori - Inj. Cefotaxime 2x1gr IV
- Inj. Cefotaxime 2x1gr IV - Inj. Omeprazole 3x20mg IV
- Inj. Omeprazole 3x20mg IV - Curcuma 3x1 tab P.O
- Inj. Ondansentron 3x4mg IV - Urdafalk 3x1 tab P.O
- Curcuma 3x1 tab P.O - Neurobion 1x1 tab P.O
- Urdafalk 3x1 tab P.O - Asam folat 2x5mg P.O
- CekDPL,diffcount, - Cek IgG dan IgM anti dengue??
ureum/creatinin,gambaran
darah tepi,kultur urin,

Tanggal 23-24Agustus 2014 Tanggal 25-26 Agustus 2014

S Sudah tidak ada keluhan, batuk, mual, Pasien mengatakan tidak ada keluhan.
muntah sudah tidak ada. Keluhan mual muntah sudah tidak ada.
O Keadaan umum/Kesadaran : Tampak sakit Keadaan umum/Kesadaran : Tampak sakit
sedang/Composmentis sedang/Composmentis
Status mental : tenang Status mental : tenang
Tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital :
HR: 82 x/menit HR: 80 x/menit
Suhu : 36,60C Suhu : 36,80C
RR : 20 x/menit RR : 24 x/menit
TD : 90/70 mmHg TD : 110/70 mmHg
Kepala : normocephal, rambut warna Kepala : normocephal, rambut warna hitam,
hitam, terdistribusi merata, tidak mudah terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
dicabut Mata :tidak ada edema palpebra,
Mata :tidak ada edema palpebra, konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+,
konjungtiva anemis +/+, sclera ikterik +/+, pupil bulat, isokor
pupil bulat, isokor Telinga : sekret -/-

19 |
Telinga : sekret -/- Hidung : nafas cuping hidung (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-) Mulut: mukosa bibir lembab
Mulut: mukosa bibir lembab Leher : KGB tidak teraba
Leher : KGB tidak teraba Thorax :
Thorax : Pergerakan dada simetris saat statis dan
Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, Fokal vremitus dan vremitus taktil
dinamis, Fokal vremitus dan vremitus kanan sama dengan kiri, perkusi sonor pada
taktil kanan sama dengan kiri, perkusi seluruh lapang paru ,SN Vesikuler, Rhonki (-
sonor pada seluruh lapang paru, SN /-), Wheezing(-/-).
Vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-) Abdomen : supel, nyeri tekan (-) BU (+)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-) BU (+) normal
Ekstremitas : akral hangat,tidak ada Ekstremitas : akral hangat,tidak ada
sianosis, tidak ada edema, tidak ada sianosis, tidak ada edema, tidak ada clubbing
clubbing finger finger

A Suspek hepatitis viral akut ISK


Anemia makrositik Anemia makrositik
ITP akut ITP akut
ISK
P - Diet makanan rendah lemak - Diet makanan rendah lemak 1800 kalori
1800 kalori - Inj. Cefotaxime 2x1gr IV
- Inj. Cefotaxime 2x1gr IV - Inj. Omeprazole 3x20mg IV
- Inj. Ondansentron 3x4mg IV - Curcuma 3x1 tab P.O
- Curcuma 3x1 tab P.O - Urdafalk 3x1 tab P.O
- Urdafalk 3x1 tab P.O - Neurobion 1x1 tab P.O
- Asam folat2x5mg P.O - Asam folat 2x 5 mg P.O
- Lafidril DMP syrup3x1 cth P.O - Lafidril DMP syrup 3x1 cth P.O
- Acc rawat jalan

20 |
I.12 RESUME
Pasien anak usia 13 tahun 4 bulan rujukan dari RS dr. Suyoto, datang
dengan keluhan mual dan muntah serta terdapat kuning pada mata, telapak tangan
dan telapak kaki. Keluhan dirasa sejak 2 hari SMRS dan hanya diobati dengan
obat maag beli di warung dan keluhan tidak hilang sehingga dibawa ke RS. Dr.
Suyoto. pasien juga mimisan 1x. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 8
bulan SMRS.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status gizi pasein menurut CDC-NCHS
dengan kesan gizi lebih, Keadaan Umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 100/80 mmHg, nadi 86 x/menit, reguler, isi kurang, teraba
lemah, pernafasan 20 x/menit, reguler, suhu tubuh 36,3C. Ditemukan konjuntiva
anemis dan sklera ikterik, pemeriksaan generalis lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit dan eritrosit, MCV, MCH, MCHC normal, penurunan
trombosit, terdapat peningkatan kadar SGOT, SGPT, bilirubin total, bilirubin
indirek, direk. HbSag, anti HAV non reaktif, dari urinalisa ditemukan bakteri (+),
protein (+), nitrit(+).

21 |
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Ikterus1,3,6
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh peningkatan
bilirubin dalam darah. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sklera, kulit, atau
urine yang menjadi gelap apabila bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl (n: 0,3-1
mg/dl). Jaringan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan lidah, biasanya
menjadi kuning pertama kali.

II.1.2. Anatomi Hati dan Kandung Empedu4,5,6


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata 1500 gr atau 2%
berat badan orang dewasa normal. Setiap lobus hati terdiri atas lobulus yang
merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Di sekeliling lobulus, terdapat
cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta, serta saluran empedu. Saluran
empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil disebut
sebagai kanalikuli. Hepatosit menghasilkan asam empedu, yang terdiri dari garam
empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin dalam cairan encer alkalis. Empedu
disekresikan ke dalam kanalikuli, disimpan dan dipekatkan di dalam vesica
biliaris dikeluarkan ke dalam duodenum melalui duktus koledokus.

Dikutip dari Moore L Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: EGC.

22 |
Saluran empedu
1. Ductus hepaticus: ductus hepaticus dextra dan sinistra keluar dari
lobus hepatis, keduanya bersatu membentuk ductus hepaticus
communis ( 4 cm).
2. Ductus cysticus: panjangnya 3,8 cm dan menghubungkan collum
vesicae biliaris dengan ductus hepaticus communis menuju ductus
choledochus. Ductus ini mempunyai valvula spiralis (penonjolan pada
tunika mukosa) yang berfungsi mempertahankan lumen terbuka secara
konstan.
3. Ductus choledochus: panjangnya 8 cm, terbagi menjadi 3 bagian.
Bagian ketiga ductus tersebut terletak di dalam sulcus pada facies
posterior caput pancreatic, disini ductus choledochus bersatu dengan
ductus pancreaticus bermuara ke dalam ampulla kecil dinding
duodenum (ampulla hepatopancreatica/ampulla vater) bermuara ke
dalam lumen duodenum melalui sebuah papilla kecil (papilla duodeni
major). Otot di bagian ujung distal ductus choledochus menebal
membentuk musculus sphincter ductus choledochi, apabila mengerut,
empedu tidak dapat memasuki ampulla hepatopancreatica dan/
duodenum sehingga empedu terbendung dan memasuki ductus
cysticus ke dalam vesica fellea untuk dipekatkan dan disimpan.

23 |
Dikutip dari Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bagian terminal kedua ductus dikelilingi oleh serabut otot sirkular
(musculus sphincter ampullae/sphincter Oddi).

Kandung empedu (Vesica biliaris)


Sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak di permukaan bawah
(facies visceralis) hepar, mempunyai kemampuan menampung empedu
sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu dengan
cara mengabsorpsi air.

Dikutip dari Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran
Edisi 6. Jakarta: EGC.

Vesica biliaris dibagi menjadi 3 bagian, yaitu fundus, corpus dan


collum. Masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum tunica
mukosa duodenum pengeluaran hormon kolesistokinin darah
menimbulkan kontraksi vesica biliaris ampula vater dan sphincter Oddi
relaksasi empedu masuk ke duodenum.

24 |
II.1.3. Fisiologi Metabolisme Bilirubin1,6

http://classconnection.s3.amazonaws.com/591/flashcards/887591/jpg/heme132296670
9022.jpg

Berikut adalah fase metabolisme bilirubin yang terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
Fase Prahepatik
1. Pembentukan bilirubin: 250-350 mg atau 4 mg/kgBB bilirubin
terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah
merah matang. Sedangkan sisanya (early labelled bilirubin) berasal dari
protein hem lainnya yang terutama berada di dalam sumsum tulang
(hematopoiesis tak efektif) dan hati (hemoprotein lain). Pada
katabolisme hemoglobin (terutama dalam limpa), globin dipisahkan dari
heme heme diubah menjadi biliverdin (pigmen kehijauan yang

25 |
dibentuk melalui oksidasi bilirubin) dibentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang larut dalam lemak dan tidak larut dalam air sehingga
tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine.
2. Transpor plasma: bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air,
sehingga transportnya dalam plasma terikat dengan albumin kemudian
diangkut darah ke sel-sel hati.

Fase Intrahepatik
Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah yaitu
ambilan, konjugasi, dan ekskresi.
3. Liver uptake: ambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh sel hati
memerlukan dua protein pengikat, yaitu protein Y dan Z. Pengambilan
bilirubin melalui transpor aktif dan cepat.
4. Konjugasi: konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh
enzim glukuronil transferase dalam retikulum endoplasma membentuk
bilirubin diglukuronida/bilirubin konjugasi/direk. Bilirubin terkonjugasi
larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah
terakhir adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke
dalam empedu melalui proses aktif.

Fase Pascahepatik
5. Ekskresi bilirubin : bilirubin konjugasi/diglukuronida dikeluarkan ke
dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri
men-dekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen serta
mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja sehingga memberi
warna coklat. Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami siklus
enterohepatik (diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu).
Sisanya, diekskresi dalam urin dalam bentuk urobilinogen.

26 |
II.1.4. Gangguan Metabolisme Bilirubin1,6
Empat mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus
yaitu, pembentukan bilirubin yang berlebihan, gangguan pengambilan bilirubin
tak terkonjugasi oleh hati, gangguan konjugasi bilirubin atau penurunan ekskresi
bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan ekstrahepatik.
1. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
a. Hemolisis
Penyebab ikterus hemolitik antara lain hemoglobin abnormal
(hemoglobin S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis
herediter), antibodi dalam serum (inkompatibilitas Rh, transfusi,
penyakit autoimun), pemberian beberapa obat, dan peningkatan
hemolisis. Peningkatan laju destruksi eritrosit (hemolisis) merupakan
penyebab tersering menyebabkan ikterus hemolitik. Dalam keadaan ini,
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati yang
mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam
darah. Pada keadaan hemolisis berat, konsentrasi bilirubin jarang lebih
dari 3-5 mg/dL dan ikterus bersifat ringan serta berwarna kuning pucat,
kecuali terdapat kerusakan hati. Sebagian kasus dapat disebabkan
eritropoiesis yang tidak efektif, proses ini meningkatkan destruksi
eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia
pernisiosa, dan porfiria).
b. Sindrom Gilbert
Penyakit ini menetap, sepanjang hidup dan mengenai 3-5% penduduk
pada kelompok dewasa muda, jenis kelamin pria, dengan keluhan tidak
spesifik. Patogenesisnya belum diketahui dengan pasti. Adanya
gangguan kompleks dalam proses pengambilan bilirubin dari plasma
yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dL (ikterus dan hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi ringan). Terdapat defisiensi parsial glukuronil transferase.
Keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital, yang merangsang
aktivitas enzim glukuronil transferase. Perbedaannya dengan hepatitis
adalah tes faal hati normal, tidak terdapatnya urobilinogen dalam urin,

27 |
dan fraksi bilirubin indirek yang dominan. Perbedaannya dengan
hemolisis adalah tidak ada anemia atau retikulositosis.

c. Sindrom Crigler-Najjar
Gangguan herediter yang jarang terjadi, disebabkan adanya kekurangan
glukuronil-transferase. Terdapat dalam 2 bentuk, yaitu autosom resesif
tipe I (lengkap/komplit) tidak adanya glukuronil transferase sama sekali
sejak lahir, oleh karena itu tidak terjadi konjugasi bilirubin sehingga
empedu tidak berwarna dan kadar bilirubin tak terkonjugasi melampaui
20 mg/100ml (hiperbilirubinemia berat) hal ini menyebabkan terjadinya
kern ikterus dan biasanya meninggal pada usia 1 tahun, sedangkan
autosom resesif tipe II (sebagian/parsial) defisiensi sebagian glukuronil
transferase, dengan hiperbilirubinemia ringan (6 - 20 mg/dL) dan
biasanya bisa hidup sampai dewasa tanpa kerusakan neurologik.
d. Hiperbilirubinemia shunt primer
Jarang, bersifat jinak dan familial, produksi early labelled bilirubin yang
berlebihan.

2. Hiperbilirubinemia konjugasi
Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan faktor fungsional
maupun obstruktif, terutama menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat diekskresi dalam urine
dan menimbulkan bilirubinuria serta urine yang gelap. Urobilinogen feses
sering menurun, sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti
peningkatan kadar fosfatase alkali, AST, kolesterol dan garam empedu
dalam serum. Kadar garam empedu dalam darah yang meningkat
menyebabkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat hiperbilirubinemia
terkonjugasi biasanya lebih kuning. Perubahan warna berkisar antara
oranye-kuning muda atau tua sampai kuning-hijau muda atau tua bila terjadi
obstruksi total aliran empedu.

28 |
a. Non-kolestasis
Sindrom Dubin-Johnson
Penyakit autosom resesif yang ditandai ikterus ringan dan tanpa
keluhan. Kerusakan berbagai anion organik seperti bilirubin, namun
ekskresi garam empedu tidak terganggu. Hati mengandung pigmen
seperti melanin, penyebab deposisi pigmen belum diketahui. Nilai
aminotransferase dan fosfatase alkali normal.
Sindrom Rotor
Jarang, hati tidak mengalami pigmentasi dan perbedaan metabolik lain
yang nyata ditemukan.

b. Kolestasis
Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli,
atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di luar hati).
Intrahepatik
1. Hepatitis
Peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin konjugasi
dan menyebabkan ikterus. Penyakit hepatoselular dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau sirosis.
Pembengkakan atau disorganisasi sel hati dapat menekan dan
menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoselular
biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin, tetapi
ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling menonjol
adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi.

2. Keracunan obat
Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui
membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin
dalam sel. Obat yang sering mencetuskan gangguan ini antara lain
halotan, asetaminofen, penisilin, kontrasepsi oral, isoniazid,
klorpromazin dan steroid estrogenik atau anabolik.

29 |
3. Penyakit hati alkoholik
Alkohol dapat mempengaruhi sekresi dan pengambilan empedu
dan menyebabkan kolestasis. Konsumsi alkohol terus menerus
dapat menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis
dengan berbagai tingkat ikterus.

4. Hepatitis autoimun
Sering menyerang kelompok perempuan muda. Sirosis bilier
primer merupakan penyakit hati progresif dengan gejala utama
adalah rasa lelah dan gatal disertai kuning yang timbul kemudian.
Primary Sclerosing Cholangitis lebih sering dijumpai pada laki-
laki dan sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus.

Ekstrahepatik
Penyebab kolestasis ekstrahepatik antara lain batu duktus koledokus,
karsinoma kaput pankreas, karsinoma duktus koledokus, karsinoma
ampula vateri, pankreatitis, kolangitis sklerosing, dsb. Penyebab yang
lebih jarang adalah striktur pasca peradangan atau setelah operasi, dan
pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti
hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan
atau kiri. Patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu
(bilirubin, garam empedu, lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalan masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan
bilirubin konjugasi masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat
karena sedikit yang bisa mencapai usus halus. Peningkatan garam
empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan
pruritus, walaupun patogenesis gatal masih belum diketahui dengan
pasti. Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan
vitamin K, sehingga gangguan ekskresi garam empedu mengakibatkan
steatorhhea dan hipoprotombinemia. Pada kolestasis yang
berlangsung lama (Primary biliary chirrhosis), dapat terjadi gangguan

30 |
penyerapan Ca dan vitamin D sehingga menyebabkan osteoporosis
atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan
hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan esterifikasi
yang berkurang dalam darah turut berperan; konsentrasi trigliserida
tidak terpengaruh.

II.1.5. Diagnosis1,3,6
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting. Kolestasis ekstrahepatik
dapat diduga dengan adanya sakit bilier. Kadang-kadang bila bilirubin mencapai
konsentrasi yang lebih tinggi sering menyebabkan warna sklera mata memberi
kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan
(yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.

Dikutip dari Peterson M, C D Briggs. 2007. Investigation and Management of


Obstructive Jaundice. Hal 1-7.
Terdapat peningkatan bilirubin serum, biasanya 40 mol/L ketika
terdeteksi secara klinis. Ikterus obstruktif diketahui dengan pemeriksaan fungsi
hati lainnya, yaitu peningkatan alkali fosfatase dan peningkatan ringan konsentrasi
transaminase. Setelah diketahui adanya kolestasis, kemudian tentukan apakah ada

31 |
pelebaran bilier, yang membedakan kolestatik ekstrahepatik dari intrahepatik. Hal
ini paling mudah dinilai dengan USG.

Dikutip dari Constantin Tirziu. Current Health Sciences Journal: Jaundice Obstructive
Syndrome. University of Medicine and Pharmacy of Craiova. Vol. 37, No. 2, 2011.

a. Tes laboratorium
Uji Fungsi Hati, Empedu, dan Pankreas
Uji Nilai normal Makna klinis
Mengukur kemampuan hati untuk
Ekskresi empedu mengonjugasi dan mengeskresi
pigmen empedu
Bilirubin serum direk Meningkat: gangguan ekskresi
0,1-0,3 mg/dL
(terkonjugasi) bilirubin terkonjugasi
Bilirubin serum
Meningkat: keadaan hemolitik
indirek (tak 0,2-0,7 mg/dL
dan sindrom Gilbert
terkonjugasi)
Bilirubin serum direk dan total
Bilirubin serum total 0,3-1 mg/dL meningkat pada penyakit
hepatoselular
Bilirubin urin 0 Bilirubin terkonjugasi diekskresi

32 |
dalam urine bila kadarnya
meningkat dalam serum,
mengesankan adanya obstruksi
pada sel hati atau saluran empedu.
Urine berwarna coklat, bila
dikocok timbul busa berwarna
kuning.
Berkurang pada gangguan
ekskresi empedu, gangguan hati,
obstruksi empedu, atau
peradangan.
1-3,5 mg/24
Urobilinogen urine Meningkat: bila jumlah yang
jam
dihasilkan melampaui
kemampuan hati untuk
mengekskresi kembali, seperti
pada ikterus hemolitik.
Metabolisme protein
Protein serum total 6-8 g/dL Sebagian besar protein serum dan
Albumin serum 3,2-5,5 g/dL protein pembekuan di sintesis
oleh hati, sehingga kadarnya
Globulin serum 2-3,5 g/dL menurun pada berbagai gangguan
hati.
Meningkat pada penurunan
sintesis protrombin akibat
kerusakan sel hati atau
Masa protrombin 11-15 detik berkurangnya absorpsi vitamin K
pada obstruksi empedu. Vitamin
K penting untuk sintesis
protrombin.
Enzim serum
5-35 U/ml Aspartate aminotransferase
AST (SGOT)
(frankel) (AST)/serum glutamic

33 |
oxsaloasetic transaminase
(SGOT), alanine
aminotransferase (ALT)/serum
glutamic pyruvic transaminase
(SGPT) adalah enzim intrasel
5-35 U/ml yang terutama berada di jantung,
ALT (SGPT)
(frankel) hati, dan jaringan skelet; yang
dilepaskan dari jaringan yang
rusak (nekrosis/perubahan
permeabilitas sel); meningkat
pada kerusakan hati dan keadaan
lain (terutama infark miokardium)
Dibentuk dalam tulang, hati,
ginjal, usus halus, dan
30-120 IU/L
diekskresikan ke dalam empedu.
Fosfatase alkali atau 2-4 U/dL
Meningkat: pada obstruksi
(Bodansky)
biliaris, penyakit tulang dan
metastasis hati.
Dikutip dari Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Jilid I Edisi 6.
Jakarta: EGC.

- Kelainan yang khas adalah peningkatan nilai fosfatase alkali, terutama


diakibatkan peningkatan sintesis daripada gangguan ekskresi. Nilai
bilirubin juga mencerminkan beratnya, tetapi bukan penyebab
kolestasisnya.
- Nilai aminotransferase bergantung terutama pada penyakit dasarnya. Jika
peningkatan sangat tinggi mungkin disebabkan proses hepatoselular,
kadang-kadang pada kolestasis ekstrahepatik, terutama sumbatan akut
karena batu duktus koledokus.
- Peningkatan amilase serum menunjukkan sumbatan ekstrahepatik.

34 |
- Perbaikan waktu protrombin setelah pemberian vitamin K mengarah pada
adanya bendungan ekstrahepatik, namun hepatoselular juga dapat
berespons.

b. Pencitraan
Metode radiologis untuk menegakkan diagnosis penyakit hati, saluran
empedu, dan pankreas
Uji Keterangan
Densitas kalsifikasi pada kandung empedu, cabang-
Foto polos abdomen cabang saluran empedu (batu empedu), pankreas
dan hati
Disukai untuk mendeteksi batu empedu, dilatasi
Ultrasonografi saluran empedu dan massa padat/kistik dalam hati
atau pankreas
Pencitraan dengan resolusi tinggi pada hati,
kandung empedu, pankreas dan limpa;
CT-scan menunjukkan adanya batu, massa padat, kista,
abses, dan kelainan struktur; sering dipakai bahan
kontras
Memiliki kepekaan lebih tinggi dibandingkan CT-
MRI scan; juga dapat mendeteksi aliran darah dan
sumbatan pembuluh darah
Proses konjugasi dan ekskresi zat warna oleh hati
memungkinkan terlihatnya kandung dan saluran
empedu, sehingga terlihat adanya batu empedu;
bahan kontras yang sukar/tidak terlihat dapat
Kolesistografi oral
disebabkan oleh penyakit sel hati atau obstruksi
empedu; sering digunakan dengan gelombang syok
ekstrakorporeal dan terapi disolusi untuk
pengobatan kolelitiasis.
Kolangiogram Zat warna diberikan melalui suntikan perkutan dan

35 |
transhepatika secara-buta dimasukkan ke dalam saluran empedu;
perkutan membantu membedakan duktus intrahepatik dan
(THC/Transhepatic menyebabkan obstruksi biliaris atau kolestasis;
cholangigram) bahaya berupa kebocoran, perdarahan, dan sepsis.
Kolangiopankreatog Kateter endoskopik dimasukkan ke dalam papila
rafi retrograd duodeni-suntikkan media kontras melalui kateter
endoskopik tersebut ke pankreas atau duktus biliaris sehingga
(ERCP/Endoscopic strukturnya dapat terlihat.
retrograde
cholangiopancreatogr
aphy)
Dsb
Dikutip dari Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Jilid I Edisi 6.
Jakarta: EGC.

- Pemeriksaan sonografi, CT, dan MRI memperlihatkan adanya pelebaran


saluran bilier, yang menunjukkan adanya sumbatan mekanik.
- Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography (ERCP), Percutaneus
Transhepatic Cholangiography (PTC) memungkinkan untuk melihat
langsung saluran bilier dan bermanfaat mengetahui penyebab sumbatan
ekstrahepatik. Kedua cara tersebut juga mempunyai potensi terapeutik.
MRCP dapat digunakan sebagai pemeriksaan non-invasif alternatif terhadap
ERCP.

c. Biopsi hati
Biopsi hati dapat membantu diagnosis kolestasis intrahepatik.
Umumnya, biopsi aman pada kasus kolestasis, namun berbahaya pada
keadaan obstruksi ekstrahepatik berkepanjangan, karenanya harus
disingkirkan dahulu dengan pemeriksaan pencitraan sebelum biopsi.

36 |
II.1.6. Pendekatan Klinis1
Warna kekuningan pada kulit atau telapak tangan (pseudoikterus) dapat
disebabkan konsumsi terlalu banyak makanan yang mengandung beta-carotin
(seperti squash, melon, pepaya, dan wortel), tetapi tidak menimbulkan warna
kuning di sklera atau peningkatan bilirubin.
Ikterus disebabkan gangguan salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin.
Tahap awal penilaian adalah menetapkan hiperbilirubinemia bersifat tak
terkonjugasi atau terkonjugasi.
Tes paling sederhana adalah melihat apakah terdapat bilirubin dalam urin
atau tidak, dan kemudian dipastikan pemeriksaan bilirubin dalam darah. Keadaan
ikterus yang lebih berat disertai warna urin yang gelap, jelas menandakan
penyakit hati atau bilier.
Penyebab ikterus prehepatik termasuk hemolisis dan penyerapan hematom,
akan menyebabkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi (indirek). Kelainan
intrahepatik dapat menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi maupun
konjugasi. Peningkatan bilirubin konjugasi (direk) dapat disebabkan hepatitis
infeksiosa, alkohol, reaksi obat, dan kelainan autoimun. Kelainan posthepatik
dapat menyebabkan peningkatan bilirubin konjugasi. Penyebab tersering kelainan
posthepatik adalah pembentukan batu.
Diagnosis banding antara lain infeksi saluran empedu, pankreatitis, dan
keganasan. Jika mengarah ke kolestasis, apakah intra atau ekstrahepatik dan
apakah dibutuhkan tindakan operasi. Jika terdapat keluhan mual dan muntah yang
mendahului kuning pada kulit, lebih menandakan ke arah hepatitis akut atau
sumbatan duktus koledokus karena batu (biasanya disertai nyeri perut atau
menggigil). Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu dipikirkan segera bahwa
kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau
keganasan kaput pankreas). Status gizi kurang menjurus ke keadaan kakeksia
dengan hati yang membesar dan keras serta irregular sering disebabkan
keganasan.
Penemuan laboratorium
- Hemolisis, sindrom Gilbert: hiperbilirubinemia dengan nilai
aminotransferase dan fosfatase alkali normal

37 |
- Hepatitis: peningkatan aminotransferase >500 U
- Kolestasis, kelainan infiltratif: peningkatan fosfatase alkali yang tidak
proporsional
- Bilirubin diatas 25-30 mg/dL seringkali disebabkan hemolisis atau
disfungsi ginjal pada penyakit hepatobilier berat
- Konsentrasi albumin rendah dan globulin tinggi menunjukkan adanya
penyakit kronis
- Peningkatan waktu protrombin yang membaik setelah pemberian
vitamin K (5-10 mg IM, selama 2-3 hari) mengarah pada keadaan
kolestatik
Pemeriksaan pencitraan
Sangat berguna dalam mendiagnosis penyakit infiltratif dan kolestatik.

II.1.7. Penatalaksanaan1,6
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyebab penyakit dasarnya.
Pruritus: gatal-gatal merupakan gejala yang cukup mengganggu pada
keadaan kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah
mencukupi. Pruritus pada keadaan irreversible (seperti sirosis bilier primer)
biasanya responsif terhadap kolestiramin 4-16 g/hari (PO) dalam dosis
terbagi dua yang akan mengikat garam empedu di usus.
Hipoprotrombinemia: biasanya membaik setelah pemberian fitonadion
(vitamin K) 5-10 mg/hari (SK) selama 2-3 hari, kecuali terdapat kerusakan
hati yang berat.
Suplemen Ca dan vitamin D sebagai pencegahan penyakit tulang metabolik.
Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak
ini dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian
lemak dalam diet dengan medium chain trigliceride.
Sumbatan bilier ekstrahepatik biasanya membutuhkan tindakan
pembedahan, ekstraksi batu empedu di duktus, atau insersi stent, dan
drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan). Papilotomi
endoskopik dengan pengeluaran batu telah menggantikan laparotomi pada
pasien dengan batu di duktus koledokus.

38 |
II.2. Anemia
II.2.1. Pendahuluan
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit
atau konsentrasi hemoglobin.7 Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan
dapat disebabkan oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia
ringan hingga sedang mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat
berlanjut ke keadaan anemia berat dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas
pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung, dan gagal jantung.8,9

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia;


diperkirakan terdapat pada 43% anak-anak usia kurang dari 4 tahun.10 Survei
Nasional di Indonesia (1992) mendapatkan bahwa 56% anak di bawah umur 5
tahun menderita anemia, pada survei tahun 1995 ditemukan 41% anak di bawah 5
tahun dan 24-35% dari anak sekolah menderita anemia.11 Gejala yang samar pada
anemia ringan hingga sedang menyulitkan deteksi sehingga sering terlambat
ditanggulangi. Keadaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya risiko kematian
pada anak.9

Tabel 1 batasan anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin8

39 |
II.2.2. Klasifikasi Dan Etiologi
Anemia dapat diklasifi kasikan berdasarkan umur dan jenis kelamin
dengan melihat jumlah hemoglobin, hematokrit, dan ukuran eritrosit (Tabel 1).
Selain itu dengan dasar ukuran eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan
kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi eritrositnya. Pada klasifikasi
jenis ini, anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan makrositik
(Tabel 2). Klasifikasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan patologis.
Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu
gangguan produksi eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau
terjadi gangguan maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yanglebih cepat.8 Kedua
kategori tersebut tidak berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi.

Tabel 2 Anemia berdasarkan ukuran eritrosit 8

II.2.3. Pendekatan Diagnosis


Anak anemia berkaitan dengan gangguan psikomotor, kognitif, prestasi
sekolah buruk, dan dapat terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Anak
usia kurang dari 12 bulan dengan anemia terutama Defisiensi besi kadar
hemoglobinnya bisa normal, dengan nilai prediktif positif 10-40%.12 Oleh karena
itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti untuk mendeteksi dan
menentukan penyebabnya sehingga pemeriksaan laboratorium dapat seminimal
mungkin.12 Tubuh bayi baru lahir mengambil dan menyimpan kembali besi
menyebabkan hematokrit menurun selama beberapa bulan pertama kehidupan.
Oleh karena itu, pada bayi cukup bulan kekurangan zat besi dari asupan gizi

40 |
jarang menyebabkan anemia sampai setelah enam bulan. Pada bayi prematur,
kekurangan zat besi dapat terjadi setelah berat dua kali lipat berat lahir. Penyakit
terkait kromosom X seperti defi siensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD),
harus dipertimbangkan pada anak laki-laki. Defisiensi piruvat kinase bersifat
autosomal resesif dan berhubungan dengan anemia hemolitik kronis.13-16

Pemeriksaan fisik penting dilakukan (Tabel3), temuan yang menunjukan


anemia kronis termasuk pucat (biasanya tidak terlihat sampai tingkat hemoglobin
kurang dari 7 g/dL), glositis, hepatosplenomegali, murmur, dan gagal jantung
kongestif. Pada anemia akut dapat ditemukan jaundice, takipnea, takikardi, dan
hematuria.8,9,13,14,16
Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin dan
massa eritrosit, MCV menjadi salah satu standar klasifikasi anemia menjadi
mikrositik, normositik, dan makrositik (Gambar 1).8,15,16 Pemeriksaan darah
perifer adalah prosedur tunggal paling berguna sebagai evaluasi awal. Pertama-
tama harus diperiksa distribusi dan pewarnaan sel. Tanda sediaan yang tidak baik
adalah hilangnya warna pucat di tengah eritrosit, bentuk poligonal, dan sferosit
artefak. Sferosit artefak, berlawanan dengan artefak asli, tidak menampakkan
variasi kepucatan di tengah sel dan lebih besar dari eritrosit yang normal. Sediaan
yang tidak baik tidak boleh diinterpretasikan.8 Setelah sediaan telah dipastikan
kelayakannya, diperiksa pada pembesaran 50x dan kemudian dengan 1000x. Sel
sel digradasikan berdasarkan ukuran, intensitas pewarnaan, variasi warna, dan
abnormalitas bentuk. Gangguan hemolisis eritrosit dapat diklasifi kasikan menurut
morfologi predominannya. Terdapatnya stippling basofi lik dan sel inklusi juga
perlu diperhatikan.8
Langkah berikut adalah pengukuran jumlah retikulosit, bilirubin, tes
Coombs, jumlah leukosit, dan trombosit (Gambar 3). Morfologi eritrosit pada
apusan darah tepi dapat menunjukkan etiologi anemia.15 Pengambilan dan analisis
sumsum tulang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan sumsum
tulang yang berkaitan dengan penyebab anemia (Gambar 2)15; pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan terakhir seandainya penyebab anemia masih belum
diketahui.

41 |
Tabel 3 Pemeriksaan fisik pada pasien anemia8

Gambar 1 Pendekatan diagnosis berdasarkan apusan darah tepi8

42 |
Gambar 2 Penyebab gangguan morfologi sumsum tulang8

43 |
Gambar 3 Pendekatan diagnosis berdasarkan MCV dan jumlah retikulosit8

44 |
II.3. ISK (Infeksi Saluran Kemih)17

II.3.1. Definisi 17
Infeksi saluran kemih (urinary tract infection=UTI) adalah bertumbuh dan
berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah
bermakna.

II.3.2. Epidemiologi17
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin.
Prevalensi ISK pada neonatus berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan
meningkat menjadi 14% pada neonatus dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada
bayi asimtomatik, bakteriuria didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%.13 Risiko ISK
pada anak sebelum pubertas 3-5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki.
Pada anak dengan demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%.

II.3.3. Diagnosis 17
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin.
ISK serangan pertama umumnya menunjukkan gejala klinik yang lebih
jelas dibandingkan dengan infeksi berikutnya. Gangguan kemampuan mengontrol
kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat sebagai petunjuk untuk
menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan tanda klinik yang sering
dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala ISK pada anak.
Pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara uretra,
pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk melihat ada
tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Genitalia eksterna
diperiksa untuk melihat kelainan fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau
sinekie vagina pada perempuan. Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah
prosedur yang terpenting. Oleh sebab itu kualitas pemeriksaan urin memegang
peran utama untuk menegakkan diagnosis.

45 |
American Academy of Pediatrics (AAP) membuat rekomendasi bahwa
pada bayi umur di bawah 2 bulan, setiap demam harus dipikirkan kemungkinan
ISK dan perlu dilakukan biakan urin. Pada anak umur 2 bulan sampai 2 tahun
dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan ISK harus
dipikirkan dan perlu dilakukan biakan urin, dan anak ditata laksana sebagai
pielonefritis. Untuk anak perempuan umur 2 bulan sampai 2 tahun, AAP membuat
patokan sederhana berdasarkan 5 gejala klinik yaitu:1. suhu tubuh 390C atau
lebih, 2. demam berlangsung dua hari atau lebih, 3. ras kulit putih, 4. umur di
bawah satu tahun, 5. tidak ditemukan kemungkinan penyebab demam lainnya.
Bila ditemukan 2 atau lebih faktor risiko tersebut maka sensitivitas untuk
kemungkinan ISK mencapai 95% dengan spesifisitas 31%

II.3.4. Manifestasi klinis 17


Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan pada
anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan pada uji
tapis (screening programs). ISK asimtomatik umumnya tidak berlanjut menjadi
pielonefritis dan prognosis jangka panjang baik.
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak mau
minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak begitu
tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya berupa apati
dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).
Pada bayi sampai satu tahun, gejala klinik dapat berupa demam,
penurunan berat badan, gagal tumbuh, nafsu makan berkurang, cengeng, kolik,
muntah, diare, ikterus, dan distensi abdomen. Pada palpasi ginjal anak merasa
kesakitan. Demam yang tinggi dapat disertai kejang.
Pada umur lebih tinggi yaitu sampai 4 tahun, dapat terjadi demam yang
tinggi hingga menyebabkan kejang, muntah dan diare bahkan dapat timbul
dehidrasi. Pada anak besar gejala klinik umum biasanya berkurang dan lebih
ringan, mulai tampak gejala klinik lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria,

46 |
urgency, frequency, ngompol, sedangkan keluhan sakit perut, sakit pinggang, atau
pireksia lebih jarang ditemukan.
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya masih
normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat berupa iritabel
dan kejang. Nefritis bakterial fokal akut adalah salah satu bentuk pielonefritis,
yang merupakan nefritis bakterial interstitial yang dulu dikenal sebagai nefropenia
lobar.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu
berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih, retensio urin,
dan enuresis.

II.3.5. Pemeriksaan Laboratorium 17


II.3.5.1.Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, tetapi tidak dipakai sebagai patokan ada tidaknya ISK. Leukosituria
biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%) pada setiap episode ISK
simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak menyingkirkan ISK. Bakteriuria
dapat juga terjadi tanpa leukosituria. Leukosituria dengan biakan urin steril perlu
dipertimbangkan pada infeksi oleh kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan
Ureaplasma urealitikum
Pemeriksaan dengan stik urin dapat mendeteksi adanya leukosit esterase,
enzim yang terdapat di dalam lekosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya
leukosit dalam urin.
Uji nitrit merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam
urin. Dalam keadaan normal, nitrit tidak terdapat dalam urin, tetapi dapat
ditemukan jika nitrat diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman
Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi
nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat kuman dalam urin.Urin
dengan berat jenis yang tinggi menurunkan sensitivitas uji nitrit.

47 |
Hematuria kadang-kadang dapat menyertai infeksi saluran kemih, tetapi
tidak dipakai sebagai indikator diagnostik. Protein dan darah mempunyai
sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam diagnosis ISK.
Bakteri sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, tetapi dapat dilihat dengan
mikrokop fase kontras.6 Pada urin segar tanpa dipusing (uncentrifuged urine),
terdapatnya kuman pada setiap lapangan pandangan besar (LPB) kira-kira setara
dengan hasil biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing,
terdapatnya kuman pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan
jumlah kuman lebih dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop fase kontras
tidak terlihat kuman, umumnya urin steril.
Anti coated bacteri (ACB) dalam urin yang diperiksa dengan
menggunakan
fluorescein-labeled anti-immunoglobulin merupakan tanda pielonefritis pada
remaja dan dewasa muda, namun tidak mampu laksana pada anak.

II.3.5.2. Pemeriksaan Darah


Berbagai pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan membedakan ISK atas dan bawah, namun sebagian
besar pemeriksaan tersebut tidak spesifik. Leukositosis, peningkatan nilai absolut
neutrofil, peningkatan laju endap darah (LED), C-reactive protein (CRP) yang
positif, merupakan indikator non-spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang
tinggi dapat digunakan sebagai prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada
anak dengan ISK febris (febrile urinary tract infection) dan skar ginjal. Sitokin
merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi. Prokalsitonin, dan
sitokin proinflamatori (TNF-; IL-6; IL-1) meningkat pada fase akut infeksi,
termasuk pada pielonefritis akut.

II.3.5.3. Biakan Urin

48 |
II.3.6. Tatalaksana 17

Tabel Pilihan antimikroba oral pada infeksi saluran kemih 17

Tabel Pilihan antimikroba parenteral pada infeksi saluran kemih17

49 |
II.4. Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP) 18
II.4.1. Definisi
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga autoimmune
thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof, atau purpura hemorrhagica,
merupakan kelainan perdarahan (bleeding disorder), akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden 4-8 kasus per 100.000
anak per tahun. ITP terjadi akut dan biasanya sembuh sendiri dalam 6 bulan, bila
dalam waktu 6 bulan tidak sembuh maka diagnosis menjadi ITP Kronis.
II.4.2. Diagnosis
II.4.2.1.Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah infeksi virus, atau
bakteri(infeksi saluran napas atas, saluran cerna), bisa juga terjadi setelah
vaksinasi rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus
hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit didalam darah.
Diawali dengan perdarahan kulit berupa petekie hingga lebam. Perdarahan
ini biasanya dilaporkan terjadi mendadak.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid, kuinidin/kuinin, aspirin dapat
memicu terjadinya kekambuhan. Obat yang mengandung salisilat dapat
meningkatkan risiko timbulnya perdarahan.

II.4.2.2.Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit dan
mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.

II.4.2.3.Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.
Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal. Anemia bisa
terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia.Umumnya ukuran trombosit normal, bisa juga ditemukan
giant cell.
2. Masa perdarahan memanjang
3. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: Tidak perlu bila gambaran klinis dan
laboratoris klasik. Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila
gagal terapi selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan

50 |
adanya pembesaran hepar/lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.

II.4.3 Tatalaksana
1. Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan rawat inap bila:
Jumlah hitung trombosit <20.000/L
Perdarahan berat
Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial
Umur <3 tahun
Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk tidak/menghindari obat anti
agregasi (seperti salisilat dan lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis
(kepala).
ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10% menjadi kronis karena
itu keputusan apakah perlu diberi pengobatan masih diperdebatkan.

2. Medikamentosa
a. Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi --setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis
diturunkan pelahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau
dipertahankan sekitar 30.000 - 50.000/L. Prednison dapat juga
diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari selama 4 hari. Bila
tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam
waktu 2-4 --minggu dan paling lama 6 bulan. Pada ITP dengan kadar
trombosit >30.000/L dan tidak memiliki keluhan umumnya tidak
akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
b. Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan mukosa berulang
(epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan tampon, hematuria,
perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul**
Kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit <150.000/ L.
** Bila trombosit > 50.000/ul disamping pemberian trombosit pikirkan
penyebab lain (koagulasi).

51 |
Tabel Intervensi penanganan ITP berdasarkan jumlah trombosit dan manifestasi klinis18

Tabel Beberapa kemungkinan pengobatan ITP pada anak18

II.4.4 Prognosa
Jika ITP terjadi pada usia <1tahun atau >10 tahun, kelainan ini cenderung
menjadi kronik dan dihubungkan dengan kelainan imun yang umum.

II.5. Gizi Lebih


II.5.1.Definisi

Peningkatan berat badan yang disebabkan oleh peningkatan lemak tubuh


secara berlebihan. Gizi lebih pada anak merupakan suatu penyakit yang mudah
didiagnosis tetapi sulit untuk ditangani. Pengukuran antropometri seperti berat
badan, tinggi badan, IMT, pengukuran tebal lipatan kulit pada bagian tubuh
tertentu dapat menentukan status kegemukan seorang anak.

52 |
II.5.2. Etiologi
Meskipun masalah genetik dan hormonal juga dapat menjadi penyebab
terjadinya obesitas pada anak, kebanyakan kasus kelebihan berat badan
disebabkan karena adanya ketidak seimbangan antara asupan makanan yang
berlebihan sedangkan aktivitas fisik kurang.

II.5.3. Diagnosis
Berdasarkan antropometri, obesitas pada anak ditentukan berdasarkan tiga metode
pengukuran sebagai berikut:
1. Mengukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal
sesuai tinggi badan (BB/TB). Overweight didefinisikan sebagai berat badan
menurut tinggi badan 100% ,Obesitas didefinisikan sebagai berat badan
menurut tinggi badan 120%.
2. The World Health Organization (WHO) telah merekomendasikan IMT
sebagai dasar pengukuran obesitas pada anak dan remaja di atas 2 tahun. Ini
merupakan cara termudah untuk memperkirakan obesitas serta berkorelasi
tinggi dengan massa lemak tubuh, selain itu juga penting untuk
mengidentifikasi pasien obes yang mempunyai risiko mendapat komplikasi
medis. Konsensus terbaru mengatakan bahwa IMT lebih dari atau sama
dengan persentil ke-95 merupakan nilai patokan obesitas pada anak dan
remaja, lebih dari 85 adalah overweight.
3. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit
(TLK). Terdapat empat macam cara pengukuran TLK yang ideal yaitu TLK
biseps, triseps, subskapular, dan suprailiaka. Bila TLK di atas persentil ke 85
merupakan indikator adanya obesitas

II.5.4. Tatalaksana

1. Edukasi orangtua
2. Diet makanan dengan benar
3. Olahraga

53 |
BAB III
ANALISA KASUS

sklera

kulit
Ikterik
Bilirubin serum >2-3g/dl Urin gelap

Prahepatik Hepatik Posthepatik


-hemolisis Disertianemia+ retikulositosis -hepatitis - batu duktus koledokus
-keracunan obat -karsinoma kaput pankreas
Tidakdisertai anemia+retikulositosis -karsinoma duktus koledokus
-S.Gilbert -penyakit hati alkoholik
- pankreatitis,
-S.Crigler Najjar
Bilirubin tak
terkonjugasi 6-20mg/dl

54 |
Anemia

Hb Wanita usia 12-14


Mean :14g/dl
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan fisik : Batas bawah 12,5g/dl
1. Rata-rata hb pasien 10g/dl
Ukuran eritrosit (apusan darah tepi)

Anemia kronik Anemia akut

-Pucat (<7gr/dl) -konjungtiva pucat Normositik Mikrositik

-glositis -jaundice -kehilangan darah akut -Defisiensi besi

-hepatosplenomegali -takipnea -anemia hemolisis -talasemia

-murmur -takikardia -infeksi akut -Keracunan timbal

-gagal jantung -hematuria -defek enzim eritrosit kronis


-Gangguan membran -inflamasi kronis
eritrosit -anemia sideroblastik
-gangguan hati -ggn hati

MCV

Makrositik
-def vit B12
Rendah Normal Tinggi
-def as. Folat
-def besi -def as folat
-anemia aplastik
-talasemia -def vit B12
-peny hati
Peny kronik -anemia hemolitik autoimun
-hipotiroid
-peny hati

Retikulosit -anemia aplastik

Tinggi Rendah

Bilirubin Meningkat
Leukosit & trombosit
-anemia
Rendah
hemolitik
Normal -depresi Meningkat
-perdarahan sumsumtulang Normal
Infeksi
-keganasan TEC
55 |
-anemia aplastik
ISK

Asimptomatik
Simptomatik
-Sebagian ISK pada anak = ISK
Usia anak besar
asimtomatik
-gejala klini lebih Ringan
- polakisuria, -umumnya anak umur sekolah
-disuria -terutama anak perempuan
-urgency
- frequency,
-ngompol
-sakit perut, pinggang, pireksia jarang

Bakteriuria bermakna
- kriteria Kass (kateter urin dan
Pemeriksaan laboratorium
urin pancar tengah)jumlah kuman
Urinalisis biakan 10 5 cfu per mL urin
-bakteri +/ LPB setara dengan 107
-leukosituria (uncentrifuged urine), >105
-nitrit (entrifuged urine)

-leukosit esterase
-protein
-darah
-Anti coated bacteri (ACB)
Pemeriksaan darah
-leukositosis
-Peningkatan LED
- CRP
Biakan urin

56 |
ITP

AKUT KRONIK

<6 bulan >6 bulan

DIAGNOSIS

Anamnesa Gejala klinik/PF Penunjang


-riwayat infeksi virus/bakteri 1-3mg sblm -ptekie -trombositopenia

-riwayat baru vaksinasi -purpura -masa perdarahan memanjang

-penggunaan obat-obatan tertentu -hematoma


-riwayat perdarahan sebelumnya -epitaksis
-perdarahan lain
-pembearan limpa

57 |
Gizi Lebih

< 5th WHO


Penentuan Kelebihan BB
dengan antropometri >5th NCHS/CDC

Indeks BB/U Indeks BB/TB

-Z-score > +2 SD -Z-score > +2 SD


-NCHS >100% -NCHS 110%-120% -> overweight
-NCHS 120% -> obesitas

Konfirmasi kurva BMI


-overweight-> presentil 85-97
-obesitas -> presentil > 97

58 |
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Ndraha Suzanna. 2013. Jurnal: Kolestasis Intrahepatik. IDI. Hal 1-5.
3. Peterson M, C D Briggs. 2007. Investigation and Management of Obstructive
Jaundice. Hal 1-7.
4. L Moore, Keith. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: EGC.
5. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi
6. Jakarta: EGC.
6. Price Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Jilid I Edisi 6.
Jakarta: EGC.
7. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007. Dikutip dalam Irawan
Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40
no.6;2013.
8. Nathan DG, Orkin SH, Oski FA, Ginsburg D. Nathan and Oskis Hematology
of Infancy and Childhood. 7th ed. Philadelphia: Saunders; 2008. Dikutip
dalam Irawan Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-
205/vol40 no.6;2013.
9. Khusun H, Yip R, Schultink W, Dillon DHS. World Health Organization
Hemoglobin Cut-Off Points for the Detection of Anemia Are Valid for An
Indonesian Population. J Nutr. 1999;129:1669-74. Dikutip dalam Irawan
Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40
no.6;2013.
10. Ezzati M, Lopez AD, Rodgers A, Vander Hoorn S, Murray CJ, the
Comparative Risk Assessment Collaborating Group. Selected major risk
factors and global and regional burden of disease. Lancet. 2002;360:1347-
60. Dikutip dalam Irawan Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak.
CDK-205/vol40 no.6;2013.

59 |
11. Sari M, de Pee S, Martini E, Herman S, Sugiatmi, Bloem MW, et al.
Estimating the prevalence of anaemia: a comparison of three methods. Bulletin
of the World Health Organization. 2001;79:506-11. Dikutip dalam Irawan
Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40
no.6;2013.
12. U.S. Preventive Services Task Force (USPSTF). Screening for iron defi
ciency anemia - including iron supplementation for children and pregnant
women. Rockville (MD): Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ); 2006.
13. Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolphs
Pediatrics. 21st ed. USA: McGraw-Hill; 2003. Dikutip dalam Irawan
Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40
no.6;2013.
14. Bessman JD, Gilmer PR, Gardner FH. Improved classifi cation of anemias by
MCV and RDW. Am J Clin Pathol. 1983;80:322-6. Dikutip dalam Irawan
Hendry. Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40
no.6;2013.
15. Lanzkowsky P. Manual of Pediatric Hematology and Oncology. 4th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2005. Dikutip dalam Irawan Hendry. Pendekatan
Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40 no.6;2013.
16. Kohli-Kumar M. Screening for anemia in children: AAP recommendations - a
critique. Pediatrics. 2001;108:e56-7. Dikutip dalam Irawan Hendry.
Pendekatan Diagnosis Anemia Pada Anak. CDK-205/vol40 no.6;2013.
17.Paradede. Sudung et al, Konsensus Infeksi Saluran kemih. IDAI.2011.

60 |

Anda mungkin juga menyukai