PENDAHULUAN
Sindroma nyeri kandung kemih atau sistitis interstisial (BPS/IC) adalah suatu keadaan
yang didiagnosa berdasarkan keadaan klinis dan membutuhkan kecurigaan yang tinggi pada
pihak kedokteran. Karena ini merupakan sebuah gangguan yang harus dipertimbangkan pada
diagnosa banding dari pasien dengan nyeri panggul kronik, tekanan atau seringnya rasa tidak
nyaman saat kandung kemih penuh, dan berhubungan dengan setidaknya satu gejala berkemih
lainnya, paling sering ialah frekuensi berkemih.1
Orang bisa berpendapat bahwa itu adalah gejala yang kompleks karena memiliki
diagnosis banding yang harus dilihat sebelum atau pada saat dimulainya terapi empiris.
Diagnosa ini dikecualikan pada pasien dengan gejala minimal 6 minggu.. Penyebab sistitis
intertisial kemungkinan besar multifactorial termasuk faktor genetik, perubahan patofisiologi
dalam kandung kemih, pelvis, dan sistem saraf perifer dan sentral. Sistitis intertisisial
didiagnosis karena banyaknya kejadian; Namun, kriteria diagnostik saat ini tidak seragam, dan
tumpang tindih antara nyeri kronik pada panggul baik pria dan wanita, interstisial sistitis, atau
sistitis berulang dan hipersensivitas kandung kemih, oleh sebab itu etiologi pada sistitis
interstisial sulit untuk diketahui. 1
Gejalanya bervariasi dari satu kasus ke kasus lainnya, orang-orang mungkin
mengalami ketidak nyamanan ringan, nyeri tekan, atau nyeri hebat di kandung kemih dan
daerah pelvis. Gejala bisa termasuk Kebutuhan mendesak untuk buang air kecil, sering buang
air kecil, atau kombinasi gejala tersebut. Intensitas nyeri tergantung pada kandung kemih,
kandung kemih yang terisi atau yang kosong. kandung kemih yang normal seharusnya tidak
menimbulkan rasa sakit atau hipersensitivitas. Nyeri, iritasi, ketidaknyamanan atau perasaan
tekanan di dalam dan sekitar kandung kemih. Diagnosis sistitis interstisial dapat ditegakan
secara klinis dan dengan cystoscopy dan hydrodistension.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sistitis interstisial atau dikenal dengan bladder pain syndrome (BPS), adalah sindroma
nyeri pada kandung kemih. BPS / IC adalah diagnosis klinis yang didasarkan terutama pada
gejala nyeri kronis yang dirasakan oleh pasien yang berasal dari kandung kemih dan / atau
panggul yang terkait dengan urgensi atau frekuensi kencing dengan tidak adanya penyebab lain
yang diketahui untuk gejala tersebut. 1
International Continence Society (ICS) lebih memilih sindroma nyeri pada kandung
kemih yang didefinisikan sebagai "keluhan nyeri suprapubik yang berkaitan dengan pengisian
kandung kemih, disertai gejala lain seperti meningkatnya frekuensi siang dan malam hari, tanpa
adanya infeksi saluran kemih. Pada sistitis interstisial ada dua jenis yang dapat dibedakan: jenis
inflamasi klasik dengan Hunner lesi (sebelumnya dikenal sebagai ulkus Hunner atau ulserative
IC, atau disebut juga sebagai Classic IC, atau Hunner IC) dan yang kedua adalah jenis non-
lesi. gejala mungkin sama, namun temuan cystoscopic berbeda pada keduanya dalam
pendekatan dan terapi juga berbeda.1,2
Etiologi
Etilogi pada intertisial sistitis sampai sejauh ini belum diketahui. kemungkinan BPS /
IC memiliki sebab multifaktor yang dapat bertindak dominan melalui satu atau lebih jalur,
menghasilkan kompleks gejala yang khas. Ada banyak teori mengenai patogenesisnya, namun
bukti konfirmasi yang diperoleh dari praktik klinis telah terbukti jarang. Di antara banyak
penelitian yang dieksplorasi lebih lanjut yang paling memungkinkan adalah "epitel bocor,"
aktivasi sel mast, dan peradangan neurogenik, atau kombinasi dari faktor ini dan faktor-faktor
lain yang mengakibatkan sakit kandung kemih kronis dan disfungsi berkemih.1
Sindroma irritable bowel, fibromyalgia, dan berbagai gangguan nyeri kronis lainnya
dapat terjadi sebelum atau mengikuti perkembangan BPS / IC pada beberapa pasien, namun
perkembangan sindrom yang terkait tidak dapat dihindari dengan cara apapun, dan
hubungannya dengan penyebabnya saat ini. tidak diketahui Telah dipastikan bahwa cross-talk
saraf di akar dorsal ganglia, di sumsum tulang belakang, dan pada otak mungkin berperan
dalam pengembangan gangguan rasa sakit kronis dan asosiasi klinis mereka melalui sensitisasi
sentral.
Pada tikus, injeksi asam klorida ke gluteus dapat menyebabkan hipersensitivitas plantar dan
frekuensi kencing hingga 2 minggu setelah injeksi.1
Epiedemiologi
IC / BPS terutama ditemukan di wanita, hanya sekitar 10-20% didapatkan pasien laki-
laki yang mungkin dulu didiagnosis dengan prostatitis non-bakteri (radang kelenjar prostat)
atau prostatodynia (nyeri pada kelenjar prostat). Berdasarkan penelitian dan diperoleh melalui
berbagai survei, studi klinis, kuesioner yang dilaporkan kejadian IC/BPS diperkirakan 45 :
100.000 pada wanita dan pada pria 8: 100.000. Faktor yang menyulitkan adalah bahwa
prostatitis kronis / sindrom nyeri panggul kronis (CP / PSKK), juga dikenal sebagai sindrom
nyeri prostat, secara klinis sangat mirip dengan IC / BPS dan dua kondisi memiliki banyak
gejala yang tumpang tindih. Diagnosis IC / BPS harus dipertimbangkan pada pria yang
memiliki rasa sakit yang berhubungan dengan kandung kemih. Namun, kedua CP / PSKK dan
IC / BPS dapat terjadi bersama-sama1,2
Studi populasi lainnya di Amerika Serikat, pertama-tama menunjukkan tingkat
potensial dari apa yang telah dianggap sebagai penyakit yang sangat langka. Kelompok
populasi berikut disurvei: (1) 127 ahli urologi yang menyelesaikan survei acak; (2) 64 pasien
IC yang dipilih oleh ahli urologi yang disurvei dan dibagi antara pasien terakhir dengan IC
yang terlihat dan pasien terakhir dengan IC didiagnosis; (3) 904 pasien wanita yang termasuk
dalam Asosiasi Sistitis Interstisial; dan (4) 119 orang dari populasi A.S.1
Patogenesis
A. sel mast :
Pada intertisial sistitis jumlah sel mast meningkat di kandung kemih, Sel mast memainkan
peranan utama pada proses inflamasi, sel mast melepaskan mediator infalamtory seperti
histamin, leukotrin, dan serotonin, dan juga berinteraksi dengan antibody IgE, dan sel
inflamory lainnya. Meskipun sel mast dianggap terutama dalam konteks gangguan alergi dan
respons inflamasi akut tertentu, sel-sel ini juga terlibat dalam respons biologis yang beragam
seperti angiogenesis dan penyembuhan luka, remodeling tulang, penyakit ulkus peptik,
aterosklerosis, dan reaksi terhadap neoplasma.Sel mast tetap menjadi salah satu sel yang paling
misterius dalam tubuh. Mereka mengeluarkan sejumlah besar mediator proinflamasi yang
berkontribusi pada sejumlah kondisi peradangan kronis, termasuk ulserasi usus akibat stres,
rheumatoid arthritis, skleroderma, dan penyakit Crohn. Mereka terlibat dalam berbagai
penyakit peradangan saraf, terutama yang diperparah oleh stres. Ini termasuk multiple
sclerosis, migrain, arthritis inflamasi, dermatitis atopik, radang koroner, sindrom iritasi usus
besar, dan BPS / IC. Mereka dapat diaktifkan melalui reseptor Fc dengan imunoglobulin selain
IgE, dan juga oleh anafilatoksin, neuropeptida, dan sitokin, untuk mensekresikan mediator
secara selektif tanpa degranulasi terbuka.1,2
Sel mast sering dilaporkan terkait dengan IC, keduanya sebagai mekanisme patogenetik
dan sebagai penanda patognomonik. Bukti pentingnya mereka meningkat, menunjukkan
bahwa mereka dapat berfungsi sebagai jalur umum terakhir yang melaluinya kondisi
simtomatik diungkapkan. Sel mast menghasilkan histamin. Pelepasan histamin pada jaringan
menyebabkan nyeri, hiperemia, dan fibrosis, semua fitur penting dari IC. Kontribusi sel mast
ke infiltrate seluler di IC telah terbukti bervariasi dari sekitar 20% pada pasien IC non-ulkus
sampai 65% pada pasien dengan ulserasi. Sel mast berpartisipasi dalam reaksi alergi
(hipersensitifitas tipe I) dimana antibodi IgE disintesis sebagai respons terhadap antigen
spesifik. IgE berikatan dengan reseptor sel mast, dan antigen berikatan dengan IgE, yang
menyebabkan degranulasi. Pemicu sekresi sel mast lainnya meliputi asetilkolin, anafilatoksin,
peptida kationi, substansi P, sitokin, opioid, antihistamin, hormon, virus, dan toksin bakteri.
Sel mast mempromosikan infiltrasi neutrofil, limfosit T dan B, monosit, dan eosinofil. Limfosit
T mensekresikan zat yang mampu mengaktifkan sel mast, sehingga membuat siklus dari
peradangan.1,2
Diagnosis banding
A. Sistitis
Cystitis adalah inflamasi yang terjadi pada vesika urinaria. Cystitis bisa disebabkan oleh infeksi
bakteri dan juga oleh faktor non infeksi seperti obat-obatan, iritan, atau radiologi.5
1. Sign & Symptom6
a. Symptom
Disuria
Sering kencing (polakisuria)
Urgensi
Nyeri suprapubik
Mual muntah
Demam
Nyeri costovertebral
Stranguria (kencing pelan dan nyeri yang disebabkan karena spasme otot
dari urethra dan vesika urinaria)
b. Sign
Urine berkabut dan berbau busuk
Urine berdarah (pada hemorrhagic cystitis)
Nyeri tekan suprapubik
Flank pain
2. Pemeriksaan Penunjang6
a. Urinalisis
Low grade proteinuria
Tes Dipstick
Pemeriksaan mirkoskopis : Pyuria
Tes nitrate (untuk mendeteksi produk dari nitrate reduktase, suatu enzim
yang dihasilkan oleh banyak spesies bakteri). Sensivitas 22% dan spesifitas
94%-100%
b. Kultur Urine
Berdasarkan Infectious Disease Society of America (IDSA) tahun 2010,
dikatakan cystitis bila didapatkan >1000 CFU/ml urine midstream
Ditemukan uropathogen pada aspirasi suprapubic
c. CBC
Leukositosis
d. Renal Imaging Procedure
USG
Radiografi
Foto polos perut
Pielografi IV
Micturating cystogram
Isotop Scanning
Indikasi:
ISK kambuh (relapsing infection)
Pasien laki-laki
Gejala urologic : kolik ginjal, piuria, hematuria
Hematuria persisten
Mikroorganisme jarang : Pseudomonas spp dan Proteus spp
ISK berulang dengan interval 6 minggu
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH (Benign Prostat Hyperplasia)
sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-
sel epitel kelenjar prostat. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak
disebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior mengalami pembesaran, organ
ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari
buli-buli.7
Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan
pemeriksaan tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap
dokter yang menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat
penunjang dikerjakan jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5th
International Consultation on BPH (IC-BPH) membagi kategori pemeriksaan untuk
mendiagnosis BPH menjadi: pemeriksaan awal (recommended) dan pemeriksaan spesialistik
urologi (optional).7
Pemeriksaan Fisik
Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang
penting pada pasien BPH, disamping pemerik-saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari
kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan
adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu
tanda dari keganasan prostat.8
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi kenyal seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak dapatkan nodul, sedangkan pada
karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat
tidak simetris.7
Pemeriksaan Penunjang
Laboraturium
A. Pengobatan konservatif
Nilai rekomendasi: B atau C, Tingkat bukti untuk kemanjuran: E
Behavior therapy
Terapi perilaku termasuk waktu berkemih, asupan cairan terkontrol, Latihan otot dasar
panggul dan latihan berkemih, memperbaiki gejala lebih dari separuh pasien. Terapi fisik
seperti memijat jaringan lunak mengurangi frekuensi berkemih, nyeri berkemih atau nyeri
coital mungkin melalui relaksasi dasar otot panggul. Untuk memaksimalkan efikasi,
bagaimanapun, pengawasan oleh spesialis mungkin diperlukan. Gejala, pengurangan stres
seperti olahraga, mandi, pemendekan jam kerja.9
Diet
Banyak pasien akan segera menemukan dari pengalaman mereka sendiri bahwa makanan
dan minuman tertentu tampaknya memperburuk gejala kandung kemih mereka. Setiap pasien
berbeda dan tidak semua pasien IC / BPS tampak terpengaruh oleh diet, namun dengan
menghilangkan barang yang diketahui menyebabkan iritasi berdasarkan pengalaman mereka
sendiri, pasien setidaknya dapat menghindari eksaserbasi gejala kandung kemih yang tidak
perlu. Pasien dengan IC / BPS yang lebih ringan bahkan mungkin mendapati bahwa modifikasi
diet adalah satu-satunya pengobatan yang mereka butuhkan. Mereka bisa mencoba diet
eliminasi, dimulai dengan diet yang sangat hambar dan secara bertahap menambahkan
makanan pada satu makanan
waktu.1,4
Tabel 1: MODIFIKASI DIET - Efek makanan pada kandung kemih sangat individual namun
makanan yang sebaiknya dihindari oleh pasien IC / BPS meliputi:
Kafein, the
Buah (alpukat, pisang, citrus, cranberry, anggur, madu, peach, nanas)
Makanan asam (tomat, cuka, dll)
Pemanis buatan
Beralkohol
Minuman berkarbonasi / soda
Makanan sangat berbumbu terutama mengandung cabai
B. Hydrodistension 1,9
Nilai rekomendasi: B, Tingkat bukti kemanjuran: E
Hydrodistension telah menjadi pengobatan yang paling umum untuk IC sejak laporan
pertama pada tahun 1930, walaupun belum ada studi komparatif secara acak. Sebagian besar
laporan secara konsisten menunjukkan tingkat kemanjuran 50%, namun efeknya sering
bertahan hanya sekitar 6 bulan. Mekanisme yang diperkirakan adalah iskemia dan asidosis
metabolik yang disebabkan oleh hidropresida merosotkan saraf aferen, yang menyebabkan
nyeri kandung kemih berkurang dan peningkatan kapasitas kandung kemih. Pelepasan Faktor
pertumbuhan dari interstitium mungkin juga terlibat. Tidak ada metode standar untuk
hidrodistension atau tidak ada perbedaan signifikan dalam khasiat antar metode yang diketahui.
rupturnya kandung kemih dapat terjadi sebagai morbiditas selama hidrodistension. Prosedur
yang disarankan adalah sebagai berikut:
1. anestesi lumbar pada tingkat T6, sebaiknya sampai tingkat T4.
2. Kocok kandung kemih dengan larutan garam fisiologis sebesar 80 cmH2O dengan
pengamatan endoskopik terus menerus untuk kemungkinan kemacetan kandung kemih.
Jika volume infus mencapai 800 mL sampai 1000 mL sebelum tekanan intravesical
mencapai 80 cmH2O, infus harus dihentikan
3. Setelah inflasi kandung kemih, pertahankan tekanan selama beberapa menit, tiriskan
air, dan amati mukosa kandung kemih untuk pendarahan saat pengeringan.
4. Prosedur dapat diulang, meskipun signifikansi terapeutik dari pengulangan tidak
diketahui.
5. Kateter uretra harus ditempatkan di kandung kemih dalam semalam
Gambar 9. Sitoskopi dengan hidrodistensi
C. Terapi oral9
Antihistamin (Hydroxyzine)
Nilai rekomendasi: C, Tingkat bukti kemanjuran: E
Percobaan dan beberapa penelitian Telah menyarankan khasiat pada sekitar setengah
pasien dengan kantuk ringan sampai sedang sebagai efek samping. Dalam studi komparatif
secara acak, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara hydroxyzine dan plasebo,
walaupun kecenderungan terhadap efek hidroksizine yang menguntungkan dicatat.
Antidepresan trisiklik (Amitriptyline)
Nilai rekomendasi: B, Tingkat bukti kemanjuran: C.
Amitriptyline diharapkan dapat menghambat aktivitas sel mast dengan menghalangi
reseptor histamin H1 dan untuk mengubah transmisi nyeri pada sistem saraf pusat dengan
menghambat serotonin dan reuptake noradrenalin. Terdapat peningkatan frekuensi dan nyeri
kandung kemih pada 26% sampai 73% pasien. Gejala Skor berkurang lebih dari 30% pada 42%
pasien dalam kelompok amitriptyline sementara hanya 13% pada kelompok plasebo. Efek
samping ringan ringan sampai sedang mulut kering dan kantuk.
Pentosan polisulfat (PPS)
Nilai rekomendasi: B, Tingkat bukti kemanjuran: C
Lapisan glikosaminoglikan (GAG) adalah mekanisme pelindung non-spesifik dari
mukosa kandung kemih, dan defisiensinya terkait dengan patogenesis IC. Pentosan polysulfate
(PPS) diyakini memperbaiki lapisan GAG yang rusak, namun hanya 3% sampai 6% PPS oral
yang diekskresikan dalam perbaikan gejala urin. PPS berkhasiat, tapi dibutuhkan 3-6 bulan
sampai efeknya terlihat. Efek sampingnya jarang terjadi seperti rambut rontok, diare, mual dan
sakit kepala dalam waktu jangka panjang.
Agen antibiotik dan antibakteri
Nilai rekomendasi: D, Tingkat bukti ketidakmanjuran: C
Dalam penelitian acak plasebo, antibiotik termasuk rifampisin, doksisiklin, eritromisin,
metronidazol, klindamisin, amoksisilin dan siprofloksasin terbukti tidak memiliki efek
terapeutik yang signifikan terhadap plasebo.
Steroid
Nilai Rekomendasi: C, Tingkat bukti kemanjuran: E
Khasiat predonisolone untuk gejala IC disarankan dalam penelitian, namun hidrodistrat
dilakukan bersamaan dengan predonisolone. Kejadian buruk yang terkait karna penggunaan
jangka Panjang yang menjadi perhatian utama.
Komplikasi
Interstitial cystitis dapat menimbulkan komplikasi seperti: