Epidemiologi
Trauma uretra merupakan jenis trauma yang cukup jarang terjadi. Prevalensi trauma
tumpul yang menyebabkan trauma uretra sebesar 60%, sisanya (40%) terjadi akibat iatrogenik
atau trauma tajam. Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki laki dibandingkan perempuan
terutama ruptur uretra posterior. Ruptur uretra posterior sebagian besar merupakan ruptur
komplit (73%) dan sisanya (27%) merupakan ruptur parsial.
Etiologi
Pada laki laki trauma uretra terbagi atas trauma uretra anterior dan posterior. Trauma
uretra posterior biasanya disebabkan fraktur pelvis yang menyebabkan robeknya ligamentum
sehingga membuat uretra tertarik ke belakang serta membuat prostat lepas dari kedudukannya
(floating prostate). Ruptur uretra anterior terjadi akibat trauma langsung pada penis
atau
uretra.
Diagnosis
Ruptur Uretra Anterior
Ruptur uretra anterior memiliki beberapa gejala seperti keluarnya darah dari meatus uretra
eksternus, bengkak/tenderness pada perineum/skrotum, hematom penis, dan ketindakmampuan
untuk miksi.Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya butterfly hematoma yaitu ekstravasasi
darah pada perineum akibat rupturnya fascia Bucks. Pemeriksaan pasti untuk menentukan
lokasi ruptur uretra dapat dilakukan dengan cara uretrografi.
Ruptur Uretra Posterior
Ruptur uretra posterior memiliki trias dalam tanda tandanya, yaitu :
hematoma penis/skrotum. Pemeriksaan pasti untuk menentukan lokasi ruptur uretra dapat
dilakukan dengan cara uretrografi.
Klasifikasi
Trauma uretra diklasifikasikan menjadi lima derajat :
Derajat I
: Peregangan uretra, pada derajat ini tidak tampak ekstravasasi pada uretrografi.
Derajat II
: Kontusio, pada derajat ini terdapat darah pada meatus uretra, namun tidak
tampak ekstravasasi pada uretrografi.
Derjat III
Derajat IV
: Complete Disruption. Pada derajat ini tampak ekstravasasi kontras pada lokasi
luka tanpa visualisasi kontras pada uretra proksimal atau kandung kemih.
Derajat V
Tatalaksana Awal
Tatalaksana Awal untuk kasus trauma uretra dibagi berdasarkan derajatnya :
Derajat I
Derajat II & III
Derajat IV
Derajat V
Derajat II
Derjat III
Derajat IV
Derajat V
Tatalaksana
Pada ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal dapat dilakukan kateterisasi dengan tetap
melihat adanya kemungkinan kontraindikasi kateter/ tidak. Pemasangan kateterisasi mempunyai
hasil yang cukup baik pada 100% pasien sembuh dalam tiga minggu. Pembedahan untuk
debridement, repair juga perlu dilakukan pada ruptur vesika urinaria ekstraperitoneal dengan
indikasi ruptur leher kandung kemih dan adanya fragmen tulang pada vesika urinaria.
Pada ruptur vesika urinaria intraperitoneal di tatalaksana dengan melakukan
pembedahan untuk memperbaiki kerusakan vesika urinaria. Pada trauma tajam vesika urinaria
dapat dilakukan ekplorasi emergensi.
TRAUMA URETER
Epidemiologi
Ruptur ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan. Hal
ini disebabkan pendarahan yang terjadi cukup banyak dan komplikasi peritonitis yang
meningkatkan morbiditas. Trauma seringkali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada
pasien dengan multipel trauma.
Etiologi
Trauma ureter biasanya disebabkan oleh trauma tajam dari luar maupun iatrogenik
(pasca bedah/endoskopi). Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan
tiba tiba dari deselerasi/akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung
pada Lumbal 2 -3, gerakan tiba tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada
ureter yang kemudian menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction.
Diagnosis
Pasien dengan trauma ureter kerapkali sulit untuk di diagnosa sehingga diagnosanya
sering terlambat. Trauma ureter dapat menyebabkan hematuria, ekstravasasi urin sehingga
timbul urinom pada pinggang atau abdomen, nyeri yang sangat hebat disertai multipel trauma,
syok pada pasien dengan kehilangan darah sebanyak lebih dari 2000 cc.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan penurunan kesadaran akibat syok, nyeri saat
palpasi, dan defans muskular akibat pendarahan intraperitoneal. Pemeriksaan kuldosentesis
dapat dilakukan untuk mencari adanya darah, cairan, atau udara dalam rongga perut.
Pemeriksaan Hb dan hematokrit juga perlu dilakukan untuk mengukur status anemis pasien.
Klasifikasi
Klasifikasi trauma ureter didasarkan pada lima derajat berbeda, yaitu :
Derajat I
: Hanya hematoma
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
Tatalaksana
Ureter yang ruptur dapat diperbaiki melalui cara pembedahan menggunakan beberapa teknik :
1. Saling menghubungkan ureter (anastomosis end to end)
2. Implantasi ureter ke vesica urinaria (neo-implantasi ureter pada vesica urinaria, flap
boari, atau psoas hitch)
3. Uretero-cutaneostomi
4. Transuretero-ureterotomi (menyambungkan ureter dengan ureter pada sisi yang lain)
5. Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi
Dapus :
1. EAU
Guidelines
on
Urethral
Trauma.
2011.
http://uroweb.org/wp-
2005.
http://www.researchgate.net/profile/Markus_Hohenfellner/publication/8146146_EAU_g
uidelines_on_urological_trauma/links/0912f50d040cd5d460000000.pdf diakses 2 Mei
2015
4. Guidelines on Urological Trauma http://uroweb.org/wp-content/uploads/24Urological-Trauma_LR.pdf diakses 2 Maret 2015 <-- IKI SING PALING
KOMPLIT