PENDAHULUAN
Ruptur urethra merupakan komplikasi umum dari trauma panggul dan juga
merupakan kegawatdaruratan bedah. Ruptur urethra yang diakibatkan dari trauma
kandung kemih jarang mengancam jiwa pada fase akut. Ruptur urethra dari kasus
fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas sekitar 70%, 25% kasus akibat jatuh dari
ketinggian, dan 90% kasus akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan pada fraktur
pelvis akan terjadi pula ruptur urethra posterior (3,5%-19%) pada lai-laki, dan (0%6%) pada perempuan. Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur
uretra posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama
terjadinya fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%), diikuti oleh cedera
pejalan kaki (13,8%), jatuh dari ketinggian lebih dari 15 kaki (13%), kecelakaan pada
penumpang mobil (10,2%) dan kecelakaan kerja (6%). Fraktur pelvis merupakan
salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera
urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada
fraktur pelvis adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati
(6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%). Trauma uretra lebih sering terjadi pada
laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek,
lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku (Schreiteret al,
2006).
Ruptur urethra merupakan kegawatdaruratan yang dapat memunculkan
masalah inkontinensia dan impotensi. Keparahan ruptur urethra dapat dikurangi
dengan diagnosis dan pengobatan dengan tepat, dan bidang radiologi memiliki
peranan penting dalam hal tersebut (Ingram et al. 2008).
BAB II
ANATOMI URETHRA
A. Urethra Laki-laki
Urethra laki-laki merupakan saluran muskular dan jaringan elastis yang
memanjang dari pangkal kandung kemih yaitu ostium urethra internum hingga ke
ostium urethra externum yang terletak pada ujung glans penis laki-laki (panjang 18-22
cm). Urethra laki-laki terbagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Pars intramuralis/ pars prostaticus (Panjang
: 0,5-1,5 cm)
Lokasi
: memanjang hampir secara vertikal melalui vesicae urinaria
Gambaran : dikelilingi oleh m.sphincter urethrae internum, diameter dan panajang
bervariasi, bergantung pada apakah vesica terisi atau kosong.
2. Pars prostatica urethra (Panjang : 3-4 cm)
Lokasi
: turun melalui prostat anterior yang membentuk kurva cekung ke
anterior, dibatasi anterior oleh m.sphincter urethrae externum
Gambaran : bagian paling lebar dan bagian yang paling dapat melebar, gambaran
crista urethralis dengan colliculus seminalis, diapit oleh sinus
prostaticus ke dalam muara ductus prostaticus, ductus ejaculatorius
bermuara ke dalam colliculus, sehingga saluran kemih dan reproduksi
menyatu pada bagian tersebut.
3. Pars intermedia/ pars membranosa (Panjang
: 1,0-1,5 cm)
Lokasi
: berjalan melalui sacus profundus perinei, dikelilingi oleh serat
sirkular m.sphincter urethrae externum, menembus membran perinei
Gambaran : bagian paling sempit dan kurang dapat melebar kecuali untuk ostium
urethrae externum.
4. Pars spongiosa urethra (Panjang : ~15 cm)
Lokasi
: berjalan melalui corpus spongiosum, pelebaran awal terjadi pada
bulbus penis, melebar lagi di distal sebagai fossa navicularis pada
glans penis
(Moore, Keith L,
2013).
BAB III
RUPTUR URETRA
4
A. Definisi
Ruptur uretra adalah trauma uretra yang terjadi karena jejas yang
mengakibatkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial
ataupun total (Sjamjuhidajat, 2011).
B. Epidemiologi
Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior
dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi dan penyebab utama terjadinya
fraktur pelvis adalah kecelakaan bermotor (15,5%). Fraktur pelvis merupakan salah
satu tanda bahwa telah terjadi cedera intraabdominal ataupun cedera urogenitalia yang
kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis
adalah pada uretra posterior (5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan
cedera limpa (5,2%-5,8%)(Schreiteret al, 2006).
C. Etiologi
Trauma urethra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) seperti
trauma tumpul dan cedera iatrogenik akibat instrumentasi pada urethra. Pemasangan
kateter atau businasi pada urethra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan
urethra karena false route atau salah jalan, demikian pula tindakan operasi trans
urethra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenic. Trauma berkaitan dengan
perkembangan penyakit (Purnomo, 2012).
D. Klasifikasi
Ruptur urethra dibagi berdasarkan anatomi yaitu ruptur urethra anterior dan
ruptur urethra posterior dengan etiologi yang berbeda diantara keduanya, yaitu:
1. Ruptur Urethra Anterior
Urethra Anterior terletak di distal diafragma urogenital.Ruptur urethra anterior
sering disebabkan trauma dari luar yang sering didapatkan pada straddle injury
2.
(cedera selangkangan).
Ruptur Urethra Posterior
Urethra Posterior terletak di proximaldiafragma urogenital.Rupture urethra
posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis (Purnomo, 2012).
Klasifikasi trauma uretra Colapinto & McCallum 1977 :
Tipe I
Tipe II
Goldman I
Goldman II
Goldman III
Goldman IV
Goldman V
Gambar 3. Klasifikasi cedera urethral menurut Goldman System daru
Urethrography
E. Patofisiologis
Trauma tumpul mengakibatkan ruptur urethra posterior dengan fraktur pelvis
dikarenakan pemisahan sympysis pubis dan lig.puboprostaticum, prostat dengan
urethra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan urethra
membranasea terikat di diafragma urogenital,sehingga sering menyebabkan ruptur
pars intermedia urethrae. Ruptur bagian urethra tersebut menyebabkan ekstravasasi
(keluarnya) urin dan darah ke dalam saccus perinei profundus. Cairan dapat berjalan
kesuperior melalui hiatus urogenetalis dan menyebar ke ekstraperitoneal di sekitar
prostat dan vesica urinaria. Ruptur urethra posterior dapat terjadi total atau inkomplit.
Pada rupture total, urethra terpisah seluruhnya dan lig. puboprostatikum robek
sehingga buli-bulidan prostat terlepas ke cranial (Brandes, 2006).
Trauma tumpul atau tembus dapat menyebabkan cedera urethra anterior.
Trauma tumpul adalah diagnosis yang sering dan cedera pada segmen uretra pars
bulbosa paling sering, karena fiksasi urethra pars bulbosa dibawah dari tulang pubis,
tidak seperti urethra pars pendulosa yang mobile. Tempat yang lazim terjadinya ruptur
pars spongiosa urethrae dan ekstravasasi urin adalah pada bulbus penis karena urethra
terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul.Trauma tumpul pada uretra pars
bulbosa biasanya disebabkan olehstraddle injury menimbulkan cedera cukup ringan,
membuat pasien tidak mencari penanganan pada saat kejadian.Pasien biasanya datang
dengan striktur uretra setelah kejadian yang intervalnya bulan atau tahun (Brandes,
2006).
Ruptur corpus spongiosum dan pars spongiosa urethrae menyebabkan urin
berjalan melaluinya (ekstravasasi) ke dalam spatium superficiale perinei. Pelekatan
fascia perinei menentukan aliran urin yang mengalami ekstravasasi. Urin dapat masuk
ke dalam jaringan ikat longgar dalam scrotum, disekitar penis, dan di superior,
sebelah dalam lapisan membranosa jaringan ikat subkutan dinding abdomen anterior
inferior. Urin tidak dapat masuk jauh ke dalam paha karena lapisan membranosa
fascia perinei superficialis menyatu dengan fascia lata, yang membungkus otot-otot
paha, tepat di sebelah distal lig.inguinale. selain itu, urin tidak dapat masuk di
posterior ke dalam regio analis karena lapisan superficialis dan profunda fascia
perinei berlanjut satu sama lain di sekitar musculi perinei superficialis dan dengan tepi
posterior membrana perineale di antaranya.ruptur pembuluh darah ke dalam
compartimentum
superficiale
perinei
yang
disebabkan
oleh
trauma
akan
Cedera
urethra
anterior
dapat
juga
berhubungan
dengan
trauma
penis.Mekanisme cedera adalah trauma langsung atau cedera pada saat berhubungan
intim, dimana penis yang sementara ereksi menghantam ramus pubis wanita,
menyebabkan robeknya tunika albuginea (Rosentein, 2006).
F. Diagnosis
Pasien yang menderita trauma urethra posterior seringkali datang dalam keadaan
syok karena terdapat fraktur pelvis atau cedera organ lain yang menimbulkan banyak
perdarahan. Ruptur uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas
berupa: perdarahan peruretram, retensio urin pada pemeriksaan colok dubur,
didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) didalam suatu hematom
(Purnomo, 2012).
Dapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata
pada pelvis atau perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui
untuk mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya
hematuria. Rupture uretra posterior harus dicurigai jika terdapat tanda fraktur pelvis :
a) Perdarahan per uretra.
b) Retensi urin
c) Pada pameriksaan Rectal Tuse didapatkan Floating prostat yakni prostat seperti
mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital.
d) Pada pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan terdapat fraktur
pelvis (Purnomo, 2012).
10
skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran
seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu
(Purnomo, 2012).
Retensio
urine,
hasil yang signifikan untuk pemeriksaan dengan menggunakan IVP (Intra Venous
Pyelogram). Pasien dengan kondisi stabil dapat menggunakan pemeriksaan ctscan (Pereira et al, 2010).
H. Penatalaksanaan
AAST Classification System and Recommended Treatment for Urethral
Injuries
Tipe Keterangan Cedera
Gambaran Urethrograpic
Terapi
1
Kontusio
Normal
None
2
Cedera peregangan
Pemanjangan urethra,
Conservative
ekstravasasi (-)
management with
suprapubic or urethral
catheterization
3
Gangguan parsial
Ekstravasasi kontras urethra
Endoscopic
dengan opasitas pada
realignment or
kandung kemih
delayed graft
urethroplasty
4
Gangguan total
Ekstravasasi kontras urethra
Endoscopic
tanpa opasitas pada kandung
realignment
kemih, sparasi urethral <2cm
5
Gangguan total
Tanseection total dengan
Endoscopic
sparasi urethral >2 cm atau
realignment atau
perluasan cedera ke prostat
delayed graft
atau vagina
urethroplasty
Tabel 3. Penatalaksanaan ceera urethra menurut klasifikasi AAST
Penanganan pada pasien dengan ruptur urethra, terutama ruptur uretra
posterior yang dapat mengakibatkan pasien jatuh dalam keadaan syok karena
perdarahan yang banyak, maka penanganan awal adalah dengan resusitasi cairan
untuk kondisi hemodinamik stabil.Pada ruptur uretra anterior jarang mengakibatkan
syok.Selain resusitasi atasi nyeri yang dikeluhkan pasien dengan pemberian analgetik
(Santucci. 2012).
Ruptur urethra posterior ketika tidak disertai cedera organ intraabdomen maka
cukup dilakukan sistostomi. Reparasi urethra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan
melakukan anastomosis ujung ke ujung, dan pemasangan kateter silicon selama 3
minggu. Apabila disertai dengan cedera organ lain, sehingga tidak memungkinkan
12
untuk dilakukan reparasi dalam waktu 2-3 hari, maka dilakukan pemasangan kateter
secara langsir (rail roading).
13
14
BAB IV
KESIMPULAN
Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini
disebabkan karena uretra wanita pendek, lebih mobilitas dan mempunyai ligamentum pubis
yang tidak kaku. Ruptur urethra merupakan kegawatdaruratan yang dapat memunculkan
masalah inkontinensia dan impotensi. Keparahan ruptur urethra dapat dikurangi dengan
diagnosis dan pengobatan dengan tepat, dan bidang radiologi memiliki peranan penting
dalam hal tersebut.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ingram et al. Urethral Injury after Pelvic Trauma: Evaluation with Urethrography. American
Association for the Surgery of Trauma from the Departement of Radiology. Philadelpia:
RSNA; 2008.p.1631-1643
Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries .In : McAninch JW,
Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders;
2006. p. 87-95
Moore, K et al. Anatomi Berorientasi Klinis. Jakarta; PT Erlangga; 2013.p.411-442
Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma. Makassar: Division of
Urology, Departement of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2009.
p. 131-6
Pereira, Bruno. A review of ureteral injuries after external trauma. In Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine 2010
Purnomo, Basuki. Dasar-Dasar Urologi.Edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto; 2012. P. 188
16
17