Anda di halaman 1dari 55

CASE REPORT II

ANAK 4TAHUN DENGAN KEP POST


COLOSTOMY 3 BULAN YANG LALU
Pembimbing:
dr. Sudarmanto, Sp. A.

Oleh:
Hasbullah Kasim
(J500090001)
IDENTITAS PASIEN
• Nama lengkap : An. B
• Tempat dan tanggal lahir : ponorogo, 26 Juli
2009
• Nama Ayah : Tn. J
• Pekerjaan Ayah : wiraswasta
• Nama Ibu : Ny.W
• Pekerjaan Ibu : Ibu rumah tangga
• Alamat : Sawuh, Siman
• Masuk RS tanggal : 3 Desember 2013
• Diagnosis Masuk : KEP berat
ANAMNESIS

• KELUHAN UTAMA :
Kurus
• KELUHAN TAMBAHAN :
pucat, bengkak, lemas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• Pasien dibawa ke RSUD Dr Harjono Ponorogo dengan keluhan kurus
pada Selasa, 3 Desember 2013. 4 bulan SMRS pasien menjalani
operasi pembuatan anus buatan, sekitar 3 bulan SMRS pasien
menjalani operasi penutupan anus buatan dan koreksi megakolon.
Sehabis operasi pasien sering mengalami muntah dan nafsu makan
kurang, sebulan terkahir keluhan muntah pasien semakin sering
apabila makan atau minum susu, ditambah pasien sering demam.
Demam pasien dirasakan naik-turun. Nafsu makan pasien juga
semakin menurun, dan setiap makan atau minum susu pasien
langsung muntah. Sekitar 1 minggu terakhir orang tua pasien merasa
badan pasien tampak kurus, kaki tangan pasien membengkak, dan
perut pasien membesar. Kemudian keluarga pasien membawanya ke
RSUD Dr. Harjono dengan keluhan badan pasien yang semakin kurus
dan membengkak.
• BAB (+) normal, kentut (+), BAK (+),batuk (+), pilek (-), nyeri sendi (-),
mimisan
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

• Kejang demam / kejang tanpa


demam: disangkal
• Hipertensi : disangkal
• Diabetes Mellitus : disangkal
• Asma : disangkal
• Alergi : disangkal
Kesan : Tidak terdapat penyakit keluarga
Riwayat keluarga

: laki-laki
: Perempuan
: Pasien

KESAN : tidak terdapat penyakit keluarga sejenis yang diturunkan


RIWAYAT PRIBADI
• RIWAYAT KEHAMILAN IBU PASIEN
Ibu P3A0 berusia 42 tahun. Ibu
memeriksakan kehamilannya ke bidan desa,
selanjutnya rutin kontrol ke bidan sebulan
sekali. Saat hamil, ibu tidak pernah mual-
mual maupun muntah berlebihan namun
nafsu makan menurun tidak ada. Tidak ada
riwayat trauma maupun infeksi saat hamil.
Tekanan darah ibu dinyatakan normal dan
berat badan ibu ditimbang dinyatakan
normal.
RIWAYAT PRIBADI
• RIWAYAT PERSALINAN IBU PASIEN
Ibu melahirkan di bidan desa setelah
sebelumnya merasakan kenceng-kenceng
pada perutnya pada usia kehamilan 9
bulan. Bayi menangis sesaat setelah lahir,
berat badan lahir 2500 gram.

• RIWAYAT PASCA LAHIR PASIEN


Bayi laki-laki lahir, langsung menangis,
tidak sianosis, berat 2500 gram, panjang
badan 46 cm.
RIWAYAT MAKANAN

• Umur 0 bulan : ASI dan susu formula


• Umur 7 bulan : mulai mendapat makanan
tambahan

KESAN : kualitas dan kuantitas cukup


PERKEMBANGAN DAN KEPANDAIAN

Motorik kasar:
Usia 4 bulan : miring
Usia 6 bulan : tengkurap
Usia 8 bulan : merangkak
Usia 10 bulan : berdiri, jalan merambat
• Motorik halus:
Menggenggam, menarik usia 5 bulan
• Personal sosial: belum dapat dinilai
Tepuk tangan usia 7 bulan, berpartisipasi dalam permainan usia
1 thn
• Bahasa :
Usia 9 bulan : bias mengucapkan ayah dan ibu.

Kesan : Perkembangan dan kepandaian baik


VAKSINASI

A. Dasar A. Ulangan

Hepatitis B Pada umur: 0 di: posyandu Pada umur: 2, 6 bulan

BCG Pada umur: 1 di: posyandu Pada umur: 4, 6 bulan

DPT Pada umur: 2 di: posyandu Pada umur: 4, 6 bulan

Polio Pada umur: 0 di: posyandu Pada umur: 2, 6 bulan

Campak Pada umur: 9 di: posyandu Pada umur: -

KESAN : pasien mendapatkan imunisasi dasar lengkap


RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Riwayat aspirasi ketuban saat lahir : disangkal


• Riwayat trauma saat lahir : disangkal
• Riwayat infeksi saat lahir : disangkal
• Riwayat perdarahan : disangkal
• Riwayat kejang : disangkal
• Riwayat sakit pencernaan : hischprung
disease
KESAN : riwayat sakit hischprung disease 4 bulan yang
lalu
SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

• Sosial Ekonomi
Ayah pasien adalah seorang wiraswasta dengan rata-rata
penghasilan/bulan sekitar 1.200.000 rupiah. Ibu pasien
adalah seorang ibu rumah tangga.
• Lingkungan
Pasien tinggal bersama bapak, ibu. Jarak rumah pasien
dengan tetangga sekitar 5 meter. Tidak terdapat genangan
air maupun sungai yang tercemar limbah. Tidak terdapat
pabrik yang mencemari lingkungan tempat tinggal keluarga
pasien.

KESAN : keadaan sosial, ekonomi kurang, lingkungan cukup


ANAMNESIS SISTEM
• Serebrospinal : Demam (-), kejang (-).
• Kardiopulmoner : Sianosis (-), denyut jantung 108 kali/menit.
• Respiratorius : Sesak (-), nafas cuping hidung (-), retraksi (-), batuk (+),
nafas grok-grok (+)
• Gastrointestinal : Perdarahan lambung (-), perut kembung (+),
hepatomegali (+), omphalokel (+).
• Urogenital : BAK (+), warna jernih kekuningan.
• Integumentum : Ikterik (-), sianosis (-), vulnus laseratum di kaki dn tangan
• Muskuloskeletal : atrofi, sendi normal

Kesan : Terdapat gangguan sistem respirasi, gastrointestinal dan


integumentum, musculoskeletal.
PEMERIKSAAN FISIK

• KESAN UMUM

• Kesadaran : compos mentis


• Keadaan umum : lemah
• Nadi : 108 kali/menit
• Suhu badan : 37 oC
• Pernapasan : 24 x/menit
STATUS GIZI
• Berat badan : 8,2 kg Tinggi badan : 88 cm

• BB/U : < -3 sd : sangat kurang


• TB/U : < -3 sd : sangat pendek
• BB/TB : < -3 sd : sangat kurus

KESAN : kurang sekali


PEMERIKSAAN FISIK

• Kulit : sianosis (-), ikterik


(-), turgor buruk, petekie (-), luka di
tangan dan kaki (+)
• Kelenjar limfe : tidak didapatkan
pembesaran limfonodi
• Otot : atrofi
• Tulang : tidak didapatkan
deformitas tulang
• Sendi : normal
PEMERIKSAAN KHUSUS
• Leher : simetris, tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening
• Thoraks : simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat
ketinggalan gerak, suara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (+/+), wheezing
(-/-)
• Jantung :
• Inspeksi: ictus cordis tampak
• Perkusi :
Kanan atas : dalam batas normal
Kanan bawah : dalam batas normal
Kiri atas : dalam batas normal
Kiri bawah : dalam batas normal
• Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
• Suara jantung : Bunyi jantung I-II regular, bising jantung tidak didapatkan

KESAN : jantung dalam batas normal


PEMERIKSAAN KHUSUS
• PARU-PARU
Depan Kanan Kiri

Inspeksi Simetris simetris

Palpasi Fremitus menurun Fremitus menurun

Perkusi Sonor Sonor


Auskultasi SDV +/+, Rh +/+ SDV +/+, Rh +/+
Belakang Kanan Kiri

Inspeksi Simetris Simetris

Palpasi Fremitus menurun Fremitus nmenurun


Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi SDV +/+, Rh +/+ SDV +/+, Rh +/+

KESAN : terdapat gangguan pada paru


PEMERIKSAAN KHUSUS
• Abdomen :
Inspeksi : lebih tinggi dari dinding dada, spider nevi(+)
Auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : tympani (+), pekak alih (+)
Palpasi : meteorismus, pemebesaran lien (+),
pembesaran hepar (+).
• Hati : didapatkan pembesaran
• Limpa : didapatkan pembesaran
• Anogenital : didapatkan kelainan, didapatkan anus
• Ekstremitas : terdapat edema, terdapat vulnus
laseratum pada kaki kiri dan tangan kiri

KESAN : ascites, hepatosplenomegaly, edema ekstremitas,


vulnus laseratum.
PEMERIKSAAN KHUSUS
• Kepala : rambut kecoklatan dan tidak lebat,
Normochepal.
• Bentuk : normochepal
• Ubun-ubun : bentuk datar, tidak menonjol, tidak cekung
• Mata : conjunctiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), edem
palpebra (-/-), reflek cahaya (+/+)
• Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (+)
• Telinga : simetris, serumen (+) telinga kanan, hiperemis (-)
• Mulut : mukosa mulut basah (+), stomatitis (-), lidah kotor
(+),perdarahan gusi (-),monoliasis (-)
• Pharing : Mukosa hiperemis (-), Pseudomembran (-).
• Gigi : caries (+)
KESAN: anemis, terdapat seruman di telinga kanan, lidah kotor, caries (+)
HASIL LABORATORIUM
Parameter 3 Desember 2013 5 Desember 2013 6 Desember 2013 Nilai normal
WBC 17.5 x 10 /uL
3
14.3 x 10 /uL 3
4.0 – 10.0
Lymph # 3.9 x 103 /uL 4.1 x 103 /uL 0.8 – 4.0
Mid 1.1 x 103 /uL 0,1 x 103 /uL 0.1 – 0.9
Gran 12.5 x 10 /uL
3
9.0 x 10 /uL
3
2.0 – 7.0
Lymph % 22.0 % 19.0 % 20.0 – 40.0
Mid % 6.6% 8,0 % 3.0 – 9.0
Gran % 71.4 % 38.5 % 50.0 – 70.0
HGB 7.2 g/dL 11,3 g/dL 11.0 – 16.0
RBC 3.33 x 106 /uL 3,98 x 106 /uL 3.50 – 5.50
HCT 24.8 % 33,1 % 37.0 – 50.0
MCV 74.6 fL 83,1 fL 82.0 – 95.0
MCH 21.6 pg 28,6 pg 27.0 – 31.0
MCHC 29.0 g/dL 34.4 g/dL 32.0 – 36.0
RDW-CV 16,8 % 14,2 % 11.5 – 14.5
RDW-SD 53,0 fL 49,0 fL 35.0 – 56.0
PLT 245 x 10 /uL
3
188x 10 /uL3
150 – 300
MPV 8.9 fL 9,0 fL 7 – 11
PDW 17,0 17.1 15 – 17
PCT 0.071 % 0.053% 0.108 – 0.282
2.6 g/dl
Albumin 1.1 g/dl 1.8 g/dl 3.5-5.5
Globulin 3.3 g/dl 2.0-3.9
TP 4.4 g/dl 6.6-8.3
Glucos 90 mg/dl 60-115
K 3.96 mmol/l 3.5-5.3
NA 139.8 mmol/l 135-148
CA 8.56 mg/dl 8.1-10.4
RINGKASAN

Anamnesis Pemeriksaan fisik Laboratorium

4 Desember 2013 4 Desember 2013 4 Desember 2013


• Post colostomy 3 bln a. Lemah a. leukositosis
yll b. Akral hangat b. anemia
• Nafsu makan c. Suhu 37˚C
menurun, muntah d. Nadi: 108 kali/menit
• Kurus, pucat e. RR: 24 kali/menit
DAFTAR MASALAH

Aktif Inaktif

• post colostomy 3 bln yll • Masalah lingkungan


• Muntah setiap makan dan • Masalah sosial ekonomi
minum susu
• Nafsu makan menurun
• Bertambah kurus, pucat, lemah
• anemia
• Leukositosis
KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH

• Kekurangan Energi Protein


• Short Bowl Syndrome
RENCANA TINDAKAN

• Tirah baring
• Monitoring kondisi umum
• Pemberian cairan
• Pemberian oksigen
• Pemberian albumin
• Pemberian transfusi
• Pemberian GIZI yang adekuat
RENCANA PENEGAKKAN DIAGNOSIS

• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik : keadaan umum,
serebrospinal, kardiopulmoner,
respiratorius, gastrointestinal,
integumentum, dan muskuloskeletal.
• Pemeriksaan laboratorium : DL, kimia
darah
RENCANA TERAPI

• Infus Nacl 14 tpm


• Inj Ceftriaxon 3 x 300 mg
• Inf metronidazole 3x100 mg
• Transfuse PRC 50cc/hari
• Transfuse albumin 50cc/hari
RENCANA EVALUASI

• Keadaan umum
• Tanda vital
• Pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, apusan darah tepi)
RENCANA EDUKASI

• Menjelaskan penyakit pasien kepada


keluarga
• Menjelaskan untuk selalu menjaga
kebersihan diri, rumah, dan
lingkungan
• Memotivasi untuk kontrol paska
perawatan di RS
PROGNOSIS

Prognosis :
• Ad vitam : ad bonam
• Ad sanam : ad bonam
• Ad fungsionam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka
Kurang Energi Protein (KEP)

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh


rendahnya konsumsi zat energi dan zat protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG).

Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang


pada pemeriksaan anak hanya nampak kurus karena ukuran
berat badan anak tidak sesuai dengan berat badan anak yang
sehat.

Anak dikatakan KEP apabila berat badannya kurang dari 80%


indeks berat badan menurut umur (BB/U) baku World Health
Organization-National Center for Health Statistics (WHO-NCHS)
,1983. KEP ringan apabila BB/U 70% sampai 79,9% dan KEP
sedang apabila BB/U 60% sampai 69,9%.2
Etiologi
• faktor ekonomi,
• sosial,
• budaya,
• pendidikan,
• gangguan metabolisme, penyakit jantung bawaan atau
penyakit bawaan lainnya.
• Pada daerah pedesaan biasanya faktor sosial, ekonomi
dan pendidikan
Patofisiologi

Host

Agent

Environment
Klasifikasi
Klasifikasi KEP menurut Depkes RI :

Kategori Status BB/U (%Baku WHO-NCHS, 1983)

Overweight Gizi lebih > 120 % Median BB/U

Normal Gizi Baik 80 % – 120 % Median BB/U

KEP I Gizi Sedang 70 % – 79,9 % Median BB/U

KEP II Gizi Kurang 60 % – 69,9 % Median BB/U

KEP III Gizi Buruk < 60 % Median BB/U


klasifikasi  kurang Energi
Protein menurut standar WHO:

Klasifikasi

Malnutrisi sedang Malnutrisi Berat

Edema Tanpa edema Dengan edema

BB/TB  -3SD s/d -2 SD < -3 SD

TB/U  -3SD s/d -2 SD < -3 SD


Manifestasi Klinis

1. Pertumbuhan linier berkurang atau berhenti,


2. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti,,
3. Ukuran lingkar lengan atas menurun,
4. Maturasi tulang terlambat,
5. Rasio berat terhadap tinggi normal
atau menurun,
6. Tebal lipat kulit normal atau mengurang,
7. Anemia ringan,
8. Aktivitas dan perhatian mereka berkurang
9. Kelainan kulit maupun rambut jarang
ditemukan pada KEP ringan
Secara klinis terdapat dalam 3 tipe KEP berat yaitu :

1. Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab dan
membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng,
rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah
terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah
seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan
minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.

3.Marasmus kwashiorkor, campuran gejala


klinis kwashiorkor dan marasmus.
Diagnosis
• Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan,
tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita)
dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan
berbagai defisiensi vitamin)

• Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin

• Anthropometrik : BB/U , TB/U , LLA/U (lingkar lengan


atas menurut umur), BB/TB , LLA/TB (lingkar lengan
atas menurut tinggi badan)

• Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat  diet rinci,


pengukuran pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI),
dan pemeriksaan fisik lengkap.
Penatalaksanaan

Tujuan terapi gizi yaitu memberikan makanan tinggi kalori,


protein dan cukup vitamin-mineral secara bertahap,
guna mencapai status gizi yang optimal

Ada 3 fase pemberian nutrisi pada KEP yaitu :


1. Fase stabilitasi untuk mencegah / mengatasi
hipoglikemi, hipotermi dan dehidrasi

2. Fase transisi

3. fase rehabilitasi “tumbuh kejar”


Cara Pengaturan pemberian gizi pada KEP :

Fase stabilisasi :

- cairan : 130 ml/kgbb/h,


bila ada edema berat : 100 ml/kgbb/h

- energi : 80-100 kkal/kgbb/h

- protein : 1-1,5 g/kgbb/h

- Formula khusus : F-75


Fase TRANSIsi :

- cairan : dinaikkan bertahap sp 150 ml/kgbb/h

- energi : 100-150 kkal/kgbb/h

- protein : 2-3 g/kgbb/h

- Formula khusus : F-100


Fase REHABILITASi :

- cairan : dinaikkan bertahap 150-200 ml/kgbb/h

- energi : 150-220 kkal/kgbb/h

- protein : 3-4 g/kgbb/h

- Formula khusus : F-100 atau F-135


 
SHORT BOWEL SYNDROME

Short Bowel Syndrome (SBS) atau sindrom usus pendek merupakan gangguan
malabsorpsi yang diakibatkan oleh tindakan pembedahan atau
reseksi pada usus halus sehingga usus tersebut kehilangan fungsi absorpsinya. 
Short bowel syndrome biasanya terjadi setelah reseksi masif  dari usus halus.

Penyebab terjadinya Short  Bowel Syndrome pada orang dewasa antara lain


Crohn’s disease, iskemiakut mesenterika, volvulus (obstruksi usus halus),
trauma, malignancy serta pembedahan.

Pada bayi dan anak-anak antara lain enterokolitis nekrotikans,


atresia usus halus, iskemik usus halus dan yang tersering adalah midgut volvulus.
ambat transit makan dari ileum ke kolon sehingga memperpanjang waktu kontak makanan dengan mukosa usus halus, (3) Usus yang tersisa sehat a

Patofisiologi

Jika 50%-80% panjang usus halus


direseksi. Konsekuensi mayor dari
reseksi masif usus adalah
berkurangnya permukaan absorpsi
yang menyebabkan terjadinya
malabsorpsi makronutrien,
mikronutrien, air dan elektrolit.
Patofisiologi
(1) Ada atau tidak adanya colon yang intak karena kolon
memiliki kapasitas menyerap air dan eletrolit,
(2) Ada atau tidak adanya katup ileocecal katup ini
berfungsi memperlambat transit makan dari ileum ke
kolon sehingga memperpanjang waktu kontak
makanan dengan mukosa usus halus,
(3) Usus yang tersisa sehat atau tidak,
(4) reseksi jejenum ditoleransi lebih baik dari pada
reseksi ileum sebab ileum mempunyai kapasitas
spesifik untuk penyerapan garam-garam empedu dan
vitamin B12.
Manifestasi Klinis
Tahap pertama 1 sampai 2 minggu
yang ditandai dengan kehilangan Gejala - gejalanya berupa :
cairan dan elektrolit akibat diare
yang berlebihan. Diare, hipersekresi gastric,

Tahap kedua adalah fase adaptasi usus steatorrhea,


dengan dimulainya pemberian intake
oral dan ditingkatkan secara bertahap,
malabsorpsi protein,
berlangsung beberapa bulan bahkan karbohidrat, air dan
sampai lebih setahun.
mineral, defisiensi vitamin.
fase ketiga adaptasi usus sudah
Manifestasi sistemik berupa
maksimal dan pemberian oral
relatif sudah dapat diberikan. batu ginjal dan empedu
Diagnosis
Diagnosis short bowel syndrome dapat secara langsung
ditegakkan sebab pasien-pasien tersebut telah dilakukan
reseksi usus.
Penatalaksanaan

• Prinsip penting pada pengobatan short bowel


syndrome adalah pencegahan.

• Pengobatan short bowel syndrome termasuk


reseksi usus sependek mungkin pada usus yang
viabel dan dilakukan “second look operation” 24
sampai 48 jam kemudian untuk mengevaluasi
ulang batas iskemi pada usus.
Pengobatannya terbagi atas 2 fase
yaitu fase awal dan fase lambat

Pada fase awal yang utama ialah mengontrol diare,


resusitasi cairan dan elektrolit dan pemberian TPN
( total parenteral nutrition).

Kehilangan cairan yang disebabkan oleh diare


merupakan masalah yang berat.
Penggunaan obat-obatan (loperamide, codein, lomotil)
untuk mengurangi motilitas usus secara
bijaksana mugkin dapat membantu.
Setelah sembuh pada fase akut,
pemberian nutrisi enteral harus dimulai,
penggunaan diet enteral yang paling banyak digunakan
adalah elemental (Vivonex, Flexical) atau
polymeric (isocal, Ensure).
Penggunaan diet sebaiknya dimulai dengan
konsentrasi isoosmolar
dan dalam jumlah yang kecil (50ml/jam).
Kombinasi penggunaan glutamin, growth hormon dan
modifikasi diet oral efektif pada fase ini

Pengobatan operasi secara langsung memperpanjang permukaan


absorpsi atau memperlama waktu transit.
Prosedur “tapering and lengthening” pertama kali
diperkenalkan oleh Bianchi dan yang lebih baru adalah STEP
(serial tranverse enteroplasty prosedure).
Prosedur ini bermanfaat pada pasien-pasien tertentu, namun dapat
terjadi komplikasi seperti nekrosis dan kebocoran anastomosis
Prognosis
Prognosis pasien-pasien dengan short
bowel syndrome terutama ditentukan oleh
tipe dan banyaknya usus yang direseksi dan
penyakit yang mendasarinya. Hampir 50%
sampai 70% pasien dengan short bowel
syndrome yang awalnya memerlukan TPN
dapat tidak tergantung dengan TPN
DAFTAR PUSTAKA
• Davidson S, S. Pasmore, R, Brock, J.F., A.S (1979), Human
Nutrition and Dietetics, 7th Ed, Churchill Livingstone, Edinburgh
London and New York.
• Barbara Lukee (1984), Principles Of  Nutrition and Diet Therapy,
Little Brown and Company, Boston Toronto.
• Gunung MPH, I Komang. Dr (1999), Perjalanan Alamiah Penyakit
Gizi Kurang, Lab. Gizi, Jurusan IKM, FK UNUD, Denpasar.
• Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2000), Pedoman Tata
Laksana Kurang Energi Protein Pada Anak di Rumah Sakit
Kabupaten/Kodya, Depkes RI Jakarta.
• Dirjen Binkesmas, Depkes (2002), Gizi Seimbang Menuju Hidup
Sehat bagi Balita, Pedoman untuk Petugas Puskesmas, Depkes RI
Jakarta.
• Sunita Almatsier (2005), Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai