PENDAHULUAN
Trauma uretra adalah rusaknya integritas struktur normal uretra yang diakibatkan oleh
tenaga/tekanan dari luar atau akibat instrumentasi pada uretra. Trauma uretra merupakan salah
satu kasus kegawatdaruratan urologi yang umum terjadi saat trauma pelvis. Sebagian besar
Trauma uretra dapat disebabkan oleh trauma tumpul abdomen, pelvis straddle injury atau
komplikasi iatrogenik (kateterisasi traumatis). Insidensi trauma uretra pria lebih sering terjadi
daripada wanita dikarenakan perbedaan panjang uretra (4 cm pada wanita dan 20 cm pada
pria).2 Trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma saluran kemih, terutama disebabkan
oleh fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan kasus jatuh dari ketinggian. Risiko trauma
uretra meningkat 10% untuk setiap peningkatan 1 mm diastasis simfisis pubis. Sejumlah 65%
kasus merupakan ruptur komplit dan 35% inkomplit. 3 Trauma uretra tersering menurut
Trauma uretra dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis yakni trauma uretra
anterior dan posterior. Trauma uretra anterior paling sering diakibatkan oleh trauma tumpul
atau tembus dengan uretra bulbar merupakan lokasi yang paling sering mengalami trauma,
sebaliknya trauma uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur pelvis atau trauma
iatrogenik.7
Gambaran klinis kecurigaan trauma uretra dengan trias klasik yakni perdarahan pada meatus
uretra eksterna (introitus vagina pada wanita) atau sebagai hematuria, ketidakmampuan untuk
berkemih, dan ekimosis perineum, pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat letak
tinggi. Manifestasi klinis sering tidak spesifik. Dalam review dari 47 pasien dengan trauma
uretra, Cass mencatat bahwa trauma uretra hanya dapat didiagnosis secara klinis pada empat
pasien. Elliott melaporkan dalam sebuah penelitian terhadap 57 pasien bahwa darah pada
meatus uretra hanya ditemukan pada 57% dari kasus trauma uretra dan temuan abnormal colok
dubur hanya pada 35%. Pemeriksaan fisik pada onset kurang dari 2 jam setelah trauma sering
ditemukan hasil yang normal. 8 Pemeriksaan radiologis berupa uretrografi retrograde dapat
memastikan adanya trauma uretra.1 Uretrografi retrograde merupakan standar emas penunjang
diagnosis trauma uretra baik oleh The American Urological Association maupun The European
Association of Urology. 9
Trauma tumpul uretra anterior berhubungan dengan kontusio spongiosal, yang membuatnya
lebih sulit untuk mengevaluasi batas debridement uretra pada fase akut. Oleh karena itu,
uretroplasti akut atau dini tidak diindikasikan. Pilihan terapi adalah diversi suprapubik atau
selama dua minggu untuk rupture parsial dan tiga minggu untuk rupture lengkap lengkap,
masing-masing. Pada uretra posterior penting untuk membedakan ruptup parsial dan total,
intervensi dibagi menjadi tiga berdasarkan onset waktu setelah cedera yakni immediate (<48
jam setelah trauma), delayed primary (2 hari – 2 minggu) dan deferred (> 3 bulan). 10
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Anatomi
A. Uretra Laki-laki
Uretra laki-laki dibagi menjadi dua segmen oleh diafragma urogenital yakni segmen anterior
dan segmen posterior. Uretra posterior,meliputi uretra prostat dan uretra membranosa, dan
uretra anterior atau spongiosa terdiri dari uretra bulbar (antara uretra membranosa dan sudut
penoskrotal) dan uretra penis (antara sudut penoskrotal dan meatus uretra). Panjang total uretra
Uretra prostat panjangnya kira-kira 3,5 cm memanjang ke arah membran uretra dan berakhir
pada diafragma urogenital. Uretra membranosa dikeliling oleh sfingter uretra internal yang
berungsi untuk kontinensia pasif, memanjang dari leher kandung kemih melalui uretra prostat
dan terdiri dari otot polos. Sfingter uretra eksternal berfungsi untuk kontinensia aktif, terletak
di dalam diafragma urogenital dan terdiri dari otot rangka. Uretra anterior berjalan dari sisi
inferior diafragma urogenital melalui korpus spongiosum ke meatus eksterna. Uretra bulbosa
terletak di krura korpus spongiosum dan seluruhnya internal. Uretra penis berasal dari
Gambar 1. Anatomi uretra laki-laki. 1 = uretra bulbar (uretra berjalan ke arah dorsal melalui corpus
spongiosum); 2 = uretra penis (uretra berjalan secara sentral melalui corpus spongiosum). A = uretra
penis; B = uretra bulbar; C = uretra membranosa; D = uretra prostatika; E = leher kandung kemih
Dikutip dari: Verla W, Oosterlinck W,Anne-Francoise S, Waterloos M. Review article: A
comprehensive review emphasizing anatomy, etiology, diagnosis and treatment of male
urethral stricture disease. BioMed Research International: 2019: 1-20
Banyak cabang dari pembuluh darah berdekatan yang mensuplai uretra saat melintasi
prostat, diafragma urogenital, dan korpus spongiosum. Uretra penis terutama disuplai oleh
arteri pudenda interna, sedangkan drainase uretra dan penis ke vena pudenda interna. Drainase
limfatik menuju iliaka internal (hipogastrik) dan kelenjar getah bening iliaka utama. 14
B. Uretra Perempuan
Uretra perempuan jauh lebih pendek daripada laki-laki dan biasanya sekitar 4 cm. Uretra
melewati bagian bawah simfisis pubis, melengkung sedikit kedepan dari kandung kemih ke
meatus uretra eksternal. Suplai aliran darah bagian atas berasal dari cabang arteri vesikalis
inferior dan arteri vagina sedangkan bawah dari cabang arteri pudenda interna. Drainase uretra
Lapisan longitudinal otot polos, berlanjut dengan lapisan longitudinal bagian dalam otot
detrusor, mengelilingi submukosa. Di sekelilingnya terdapat lapisan otot polos sirkular yang
lebih tebal yang juga bersambung dengan otot detrusor eksternal di leher kandung kemih.
Lapisan otot polos ini membentuk sfingter uretra involunter; namun, mekanisme uretra
involunter di leher kandung kemih kurang berkembang dibandingkan dengan pada laki-laki.
Di sekitar otot involunter di sepertiga tengah uretra terdapat otot lurik volunter melingkar, yang
membentuk sfingter uretra eksterna. Berbeda dengan pada laki-laki, leher kandung kemih
involunter dan sfingter eksternal volunter bukanlah struktur yang berbeda dan kedua sfingter
tersebut lebih lemah pada wanita. Mekanisme sfingter yang lebih lemah ditambah dengan
uretra yang jauh lebih pendek dapat menjadi predisposisi inkontinensia urin. Selain itu, uretra,
sfingter dan persarafannya bersama dengan otot-otot dasar panggul dapat mengalami cedera
Trauma uretra anterior paling sering disebabkan oleh trauma tumpul atau straddle injury,
sedangkan uretra posterior biasanya pada fraktur pelvis (72%) yang sebagian besar pada
kecelakaan kendaraan bermotor (43%).10 Trauma dapat bervariasi dari peregangan sederhana
(25%) hingga ruptur parsial (25%) dan total (50%). Trauma uretra terkait fraktur pelvis
mencapai 1,6% sampai 25%. Fraktur straddle (fraktur keempat rami pubis) dengan atau tanpa
distraksi sendi sakro-iliaka, fraktur ramus pubis inferior dengan simfisis pubis yang melebar
dan fraktur Malgaigne (dislokasi fraktur patah cincin panggul ganda) paling sering
dihubungkan dengan terjadinya trauma uretra terkait fraktur pelvis. Kombinasi trauma uretra
Uretra bulbar menjadi tempat yang paling umum mengalami cedera pada uretra anterior.
Pada cedera bulbar ini, yang sebagian besar disebabkan oleh straddle injury atau tendangan di
perineum, yang mengakibatkan uretra bulbar ditekan ke simfisis pubis, mengakibatkan ruptur
uretra di tempat ini. Sedangkan trauma penetrasi penis jarang terjadi dan biasanya diakibatkan
oleh luka tembak. Fraktur penis sendiri menyumbang sekitar 10-20% dari trauma uretra
anterior.10
Trauma uretra pada wanita jarang terjadi. Trauma uretra pada anak-anak hampir sama
dengan orang dewasa, namun trauma prostat dan bladder neck lebih sering terlibat.16 Insidensi
trauma obstetrik dilaporkan terjadi pada 10,3 per 1.000 wanita selama persalinan pervaginam
spontan dan 4,8 per 1.000 wanita pada saat persalinan pervaginam operatif. Jenis trauma uretra
traumatis paling sering disebabkan oleh trauma tumpul yang berat dan lebih khusus lagi, pada
mereka yang mengalami fraktur pellvis. Insiden gangguan uretra wanita, bahkan dengan
fraktur pelvis, sangat rendah. Analisa dari National Trauma Data Bank periode 2001-2005
melaporkan bahwa meskipun pria dan wanita mengalami insidensi trauma kandung kemih
dengan fraktur pelvis (3,41% pada pria vs 3,37% pada wanita) yang sama namun pria jauh
lebih besar kemungkinan mengalami trauma uretra (1,54% pada pria vs 0,15% pada wanita).
Perbedaan ini dianggap disebabkan oleh fleksibilitas vagina dan elastisitas inheren yang lebih
2.3. Klasifikasi
Trauma uretra berdasarkan lokasi anatomi dapat dibagi menjadi trauma uretra anterior atau
posterior. Uretra anterior meliputi uretra bulbar, uretra pendulous, dan fossa navicularis,
sedangkan uretra posterior meliputi bladder neck, uretra prostat, dan uretra membranosa. Selain
itu trauma uretra dapat diklasifikasikan berdasarkan besarnya trauma yakni ruptur parsial yang
uretra proksimal atau kandung kemih dan ruptur total yakni diskontinuitas yang terlihat dari
uretra atau ekstravasasi kontras di lokasi cedera tanpa visualisasi uretra proksimal, uretra
anterior, atau kandung kemih. 17 Trauma uretra bulbar terjadi dikarenakan posisi anatomisnya,
ketika perineum mendapatkan benturan maka terjadi kompresi antara penis dan ramus inferior
simfisis pubis. 18
anatomi dari trauma (misalnya, apakah trauma lebih dekat ke diafragma urogenital atau sfingter
eksterna). Sistem ini termasuk kategori untuk trauma buli yang melibatkan trauma uretra
posterior. Goldman dkk, mencoba untuk memodifikasi klasifikasi Colapinto dan McCallum
agar lebih dapat diterapkan secara klinis. 19 Klasifikasi Goldman menambahkan trauma pada
leher buli, dasar buli dan uretra anterior, sehingga dapat membantu intuk memprediksi
mekanisme kontinensia setelah trauma pelvis. Sfingter uretra eksternal kemungkinan besar
masih intak pada tipe 1 dan II, dan mungkin cedera pada tipe III.20
Tabel 1. Klasifikasi trauma uretra berdasarkan sistem Goldman.20
Trauma uretra tipe I adalah trauma peregangan pada uretra prostat, tetapi tidak terdapat
ganguan, dan disebabkan oleh cedera ligamen puboprostatik.Pada uretrografi retrograde, tipe I
mungkin tampak normal atau tampilannya memanjang tipis ke uretra prostat. Trauma uretra
tipe IV penting untuk dikenali, karena dirawat dengan pembedahan dimana keterlibatan
sfingter urin internal dan risiko inkontinensia urin dikemudian hari. Cedera tipe IVa melibatkan
dasar kandung kemih tanpa keterlibatan leher kandung kemih atau uretra proksimal. Jenis ini
akan menunjukkan defek pada dasar kandung kemih pada uretrografi retrograde tanpa
Gambar 2. Uretrogram retrograde menunjukkan tipe I (a), II (b), III (c), IV (d), dan V (e) pada
trauma uretra.21
Dikutip dari: Galgano SJ, Sivils C, Selph JP, Sanyal R, Lockhart ME, Zarzour JG. The male urethra:
imaging and surgical approach for common pathologies. Current problems in diagnostic radiology:
2020: 1-9
pengobatan yang diperlukan, dimana lebih menekankan pada tingkat gangguan dan ruptur
Trauma (AAST).20
Dikutip dari: Panduan Tatalaksana Trauma Urogenital. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).
Trauma parsial merujuk pada cedera yang melibatkan keseluruhan tebal mukosa uretra dan
sebagian dari diameter uretra. Sementara cedera uretra komplit terjadi pada keseluruhan tebal
mukosa uretra dan seluruh diameter uretra, sehingga kedua ujung uretra yang terpisah akibat
cedera tidak bisa disatukan kembali. Cedera uretra baik yg parsial maupun komplit awalnya
didahului oleh peregangan uretra pars membranosa pada bulbomembranosa, dimana pada
cedera parsial uretra pars membranosa masih terlihat teregang pada pemeriksaan uretrogram
Lesi pada uretra dapat disebabkan oleh benda tumpul (90%) atau penetrasi dan iatrogenic
Dikutip dari: Kitrey ND, Djakovic N, Kuehhas FE, Lumen N, Serafetinidis E, Sharma DM, dkk. EAU
Guidelines on urological trauma. European Association of Urology: 2018
A. Trauma Iatrogenik
Trauma iatrogenik adalah jenis trauma yang paling umum dan sebagian besar trauma
iatrogenik disebabkan oleh kateterisasi . Penyebab lain termasuk bentuk lain dari instrumentasi
diagnostik atau terapeutik, terutama dengan adanya striktur yang sebelumnya tidak diketahui
atau uretrotomi optik dari striktur yang diketahui tanpa kawat pemandu terlebih dahulu, yang
menyebabkan hilangnya orientasi. Jika memungkinkan untuk melewati kateter uretra kaliber
kecil melalui kawat pemandu melalui tempat cedera maka itu dapat menyebabkan trauma
menetap, jika tidak, kateter suprapubik harus dilakukan dengan percobaan berkemih beberapa
hari kemudian atau lebih lama sesuai dengan keadaan. Uretra penis distal dapat cedera pada
sirkumsisi yang mengarah pada terjadinya fistula uretrokutan dan semakin lama tekniknya
Semua luka tembus uretra, pada setiap titik uretra harus dieksplorasi, debridement jika perlu,
diperbaiki jika memungkinkan dan pasien dipasang SPT atau kateter uretra atau keduanya dan
drainase luka jika telah terjadi kontaminasi atau ekstravasasi yang signifikan.23
C. Luka tertutup
Fraktur pelvis sering disebabkan oleh benturan hebat, dengan penyebab paling umum
termasuk tabrakan kendaraan bermotor, tabrakan pejalan kaki otomatis dan jatuh dari
ketinggian.17
Fraktur penis adalah ruptur unilateral atau bilateral dari jaringan fibrosa tunika albuginea
yang membungkus corpus cavernosa penis. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh hubungan
seks vaginal atau masturbasi agresif yang menggunakan kekuatan tumpul pada penis yang
ereksi. Ruptur uretra parsial atau komplit, saraf dorsal, vena, dan cedera arteri dapat terjadi,
tergantung pada besarnya trauma. Jika ada darah di meatus, hematuria, dan kesulitan berkemih,
cedera uretra terkait harus dipertimbangkan. 24 Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan
bagian yang penting dalam mendiagnosis. Anamnesis biasanya meliputi detumescence tiba-
tiba dan ekimosis pada penis setelah suara retak saat penis ereksi. Hematoma penis yang besar
dapat dilihat pada pemeriksaan fisik. Hematoma kadang-kadang dapat menyebar ke skrotum
dan daerah kemaluan, dan umumnya penis miring ke sisi yang berlawanan.25
Ini juga merupakan satu keadaan di mana sistoskopi lebih dapat diandalkan daripada
uretrografi dalam mengidentifikasi ada tidaknya cedera uretra. Perbaikan patah tulang penis itu
sendiri biasanya diutamakan. Secara teori dan praktek pada pasien yang menolak operasi,
uretra (dan penis) dapat dikelola secara konservatif, dengan kateterisasi, jika tidak ada
dipertimbangkan. Uretrografi retrograde segera harus dipertimbangkan jika ada gejala cedera
uretra. Trauma uretra anterior sendiri paling sering disebabkan oleh straddle injury, dimana
terjadi trauma pada uretra bulbar terhadap ramus inferior simfisis pubis.26
Trauma dengan fraktur pelvis sebagian besar dengan keterlibatan uretra posterior. Pada
kasus trauma uretra posterior, uretra pars membranasea atau pars prostatika merupakan bagian
prostat yang ruptur. Fraktur pelvis menembus lantai pelvis dan sfingter volunter, dan robekan
ligamen puboprostatik akan merobek uretra membranosa dari apeks prostat. Kemudian akan
terbentuk hematoma di retropubis dan perivesika. Sebagian besar fraktur pelvis sendiri tidak
menyebabkan trauma uretra, tetapi trauma uretra terjadi akibat rupturnya perlekatan ligamen
pada disrupsi pevic-ring. Pada trauma uretra komplit, pleksus vena periprostatik dapat terluka,
Pada trauma pelvis prostat dapat terlepas dari diafragma urogenital. Hal ini menunjukkan
bahwa prostat berada di atas lapisan kuat fasia tepat di atas diafragma urogenital yang membuat
prostatomembran rentan terhadap gaya geser. Studi kadaver, menunjukkan tidak ada membran
superior yang memisahkan uretra membranosa dari prostat. Sebaliknya otot-otot di dalam
uretra prostatika berada berhubungan dengan otot-otot sfingter eksternal dari uretra
membranosa yang berakhir pada ujung uretra membranosa dan membran perineum dan tidak
berlanjut ke uretra bulbus. Gaya pada fraktur pelvis menyebabkan gerakan sefalik isi panggul
puboprostatik. jika cukup berat, uretra akan cedera di taut bulbomembranous daripada
prostatomembranous.27
Uretra rentan terhadap trauma disebabkan hubungannya dengan tulang pubis dan ligamen
puboprostatik. Pada pria, bagian luar juga rentan terhadap trauma langsung dari fragmen tulang
yang menonjol dari rami pubis. Uretra membrana distal sangat berisiko, dan cederanya dapat
mengganggu mekanisme kontinensia aktif. Trauma yang paling sering terjadi yakni pada uretra
posterior. Trauma tersebut terjadi pada 3% -25% pasien dengan fraktur pelvis. Mekanisme
yang paling sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian. Sebanyak
20% pasien dengan jenis cedera ini juga memiliki laserasi kandung kemih.13
Trauma uretra anterior biasanya diakibatkan oleh trauma tumpul seperti kecelakaan
kendaraan bermotor, straddle injury dan pukulan atau tendangan ke perenium. Uretra bulbar
merupakan bagian uretra anterior yang paling sering mengalami trauma karena posisi
anatomisnya yang berada dibawah os. Pubis, tidak seperti uretra pendulus yang dapat bergerak
bebas.28. Pada kasus straddle injury terjadi trauma tumpul daerah perineum, bagian uretra yang
ruptur adalah uretra pars bulbosa, karena tekanan dari luar menyebabkan kompresi uretra
bulbosa oleh simfisis pubis sehingga terjadi kontusio atau laserasi dinding uretra. Trauma
uretra anterior terlihat pada sekitar 33% pasien karena mobilitas komparatif dari uretra anterior
yang dihasilkan dari kompresi uretra terhadap pubis, adalah jenis cedera yang paling sering
terjadi.13
Gambar 3.29 A). Trauma pada Urethra B). Trauma uretra anterior, C). Trauma uretra
posterior.
Dikutip dari: Britt LD, Barie PS, Peitzman AB, Jurkovich G. Acute care surgery. Lippincott
Williams& Wilkins: 2012
Trauma uretra perempuan lebih jarang (<6% dari fraktur pelvis) dibandingkan dengan uretra
laki-laki karena panjangnya yang lebih pendek, lokasi internal, peningkatan elastisitas, dan
perlekatan uretra yang kurang kaku ke tulang pubis. Perry dan Husmann melaporkan bahwa
4,6% wanita dengan patah tulang pelvis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas juga
memiliki cedera leher kandung kemih yang meluas ke uretra. Cedera uretra wanita biasanya
terlihat pada kasus trauma pelvis berat dan pada pasien wanita, sering dikaitkan dengan trauma
Darah pada meatus uretra merupakan temuan klinis yang sering ditemukan pada trauma
uretra, diperkiran dapat tidak ditemukan pada 50% trauma uretra posterior dan 25% pada uretra
anterior. Tanda klinis lainnya pada inspeksi yang dapat ditemukan diantaranya ekimosis
skrotum atau perineum, sedangkan pada wanita, trauma uretra harus dicurigai dengan adanya
edema labial atau darah di introitus. Retensi urin dapat terjadi pada trauma uretra, kandung
kemih dapat mengalami distensi dan teraba pada pemeriksaan abdomen. Pemeriksaan rectal
touche (RT) dapat bervariasi mulai dari prostat yang dari tidak teraba, terutama pada fase akut
trsuma uretra terkait fraktur pelvis, hematoma panggul yang menutupi prostat, atau "high-
riding" baik pada kasus trauma uretra posterior parsial atau komplit. Pemeriksaan RT ini harus
Tabel 4. Tanda klinis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada uretra.10
Tanda Klinis
Darah pada meatus Terdapat pada 37-93% kasus trauma uretra
posterior, dan ±75% trauma uretra anterior.
Hindari instrumentasi uretra sampai dilakukan
pencitraan uretra
Darah pada introitus vagina Terjadi pada lebih dari 80% kasus dengan
fraktur panggul dan trauma uretra yang
menyertai
hematuria Meskipun tidak spesifik, hematuria pada urin
pancar pertama dapat mengindikasikan trauma
uretra. Perlu dicatat bahwa jumlah perdarahan
uretra berkorelasi kurang baik dengan tingkat
keparahan trauma
Nyeri saat buang air kecil atau Salah satu gejala menunjukkan gangguan uretra
ketidakmampuan untuk berkemih
Hematoma perineum/penis atau pembengkakan
labial
Dikutip dari: Kitrey ND, Djakovic N, Kuehhas FE, Lumen N, Serafetinidis E, Sharma DM, dkk.
EAU Guidelines on urological trauma. European Association of Urology: 2018
2.7. Diagnosis
Trauma uretra harus dicurigai pada pasien dengan fraktur panggul, straddle injury atau
trauma tembus yang berdekatan dengan uretra. Diagnosis trauma uretra memerlukan tingkat
kecurigaan yang tinggi. Fraktur pelvis terbukti dapat memprediksi kemungkinan adanya
trauma uretra. Diastasis simfisis pubis atau fraktur rami pubis setelah trauma energi tinggi,
terutama di bagian inferomedial paling sering berhubungan dengan trauma uretra. Evaluasi
lanjutan untuk mencari trauma uretra disarankan pada pasien dengan trauma multipel, terutama
jika terdapat darah di meatus, hematoma atau ekimosis pada penis/perineal, retensi urin,
distensi kandung kemih, dan riwayat trauma (straddle injury). Pemeriksaan fisik yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur; selain untuk menemukan prostat letak tinggi yang
menandakan adanya ruptur uretra, juga dapat menyingkirkan trauma rektal. Hematoma
perineum akan tampak jika trauma mengenai fasia buck dan fasica colles, membentuk
hematoma yang kita kenal dengan “kupu-kupu” khas pada perineum. The American Urological
Association merekomendasikan evaluasi trauma dengan RUG ketika ada darah di meatus uretra
pada trauma pelvis. The European Association of Urology (EAU) juga merekomendasikan
A. Uetrografi retrograd
derajat ruptur uretra, parsial atau komplit, serta lokasinya, baik anterior maupun posterior,
sehingga dapat menentukan pilihan tatalaksana akut drainase kandung kemih. Pemeriksaan
kontras sambil menahan meatus tetap tertutup, kemudian balon kateter dikembangkan pada
fosa navikularis. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi lokasi cedera. Ruptur inkomplit
ditandai ekstravasasi uretra saat buli terisi penuh, sedangkan ruptur komplit ditandai
ekstravasasi masif tanpa pengisian buli. Ekstravasasi dapat terlihat hanya di badan korpus jika
fasia Bucks masih intak, dan akan terlihat hingga ke skrotum, perineum, dan abdomen anterior
jika fasia Bucks telah robek. Uretroskopi juga dapat menjadi pilihan yang baik karena berfungsi
diagnostik ataupun terapeutik pada cedera uretra akut. Uretroskopi menjadi pilihan
3
pemeriksaan pertama pada kasus fraktur penis dan pada pasien perempuan.
Gambar 4. Posisi yang benar untuk uretrografi retrograde. Sudut pelvis yakni obliq. Pasien
terlentang dengan pelvis ditinggikan 30-45 derajat obliq ke bidang horizontal. Paha yang paling dekat
dengan meja difleksikan 90 derajat, sedangkan yang satunya diluruskan. 30
Dikutip dari: Rosenstein DI, Alsikafi NF. Diagnosis and classification of urethral injuries. Urol Clin
N Am: 2006: 73-85
boggy atau prostat letak tinggi, nyeri saat buang air kecil atau tidak bisa buang air kecil.
Gejala klinis ini dapat tidak ditemukan pada pada sekitar 40% pasien terutama padasatu
ipsilateral)
X-ray pelvis dapat melewatkan diagnosis fraktur sekitar 9-22% dan bahwa penilaian
integritas lengkung posterior sulit dilakukan pada satu film oleh karena itu uretrogram pada
kegawatdaruratan trauma harus dilakukan jika tanda-tanda klinis dan/atau radiologis
Penegakkan diagnosis hanya berdasarkan riwayat dan gejala klinis dapat meningkatkan
kesalahan diagnosis. Berdasarkan satu studi, 10%-20% diagnosis trauma uretra dapat
terlewatkan sebelum RUG. Studi lain melaporkan bahwa hanya dengan gejala dan tanda saja
akan terjadi “misdiagnosis” sekitar 30% kasus trauma uretra. Tanpa RUG, kateterisasi
diagnostik adalah alat yang paling penting untuk menilai kontinuitas uretra. Pemeriksaan
B. CT-Scan
CT-scan merupakan standar emas dalam mengevaluasi pasien dengan hemodinamik stabil
dan intervensi bedah segera diperlukan pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil.
mekanisme trauma pada kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian merupakan predisposes
fraktur pelvis dan kerusakan organ dalam. Temuan CT-Scan yang meliputi obstruksi diafragma
obturator internus dan distorsi kontur protas lebih sering ditemukan pada pasien fraktur pelvis
2.8 Tatalaksana
keadaan syok karena perdarahan, dapat berupa resusitasi cairan dan balut tekan pada lokasi
perdarahan. Pemantauan harus dilakukan pada hidrasi agresif dan kemudian dilakukan evaluasi
untuk mengetahui cedera lainnya yang mungkin terjadi bersamaan. Selanjutnya, drainase urin
drainase urin membutuhkan pemasangan kateter uretra, namun pemasangan kateter uretra
masih kontoversial mengingat risiko ruptur inkomplit menjadi komplit karena prosedur
pemasangannya. Diversi dengan kateter suprapubik lebih disarankan. Diversi urin dengan open
suprapubic tube (SPT) pada kasus trauma uretra yang diakibatkan oleh fraktur pelvis
(Rekomendasi C). Manajemen awal dengan SPT menjadi standar emas untuk drainase urin dan
merupakan manajemen pertama untuk persiapan uretroplasti definitif dan primer endoscopic
realignment.3,33
Gambar 5. Algoritma manajemen trauma uretra (modified from 2010 EAU guidline). 32
Dikutip dari: Zhang Y, Zhang K, Fu Q. Emergency treatment of male blunt urethral trauma in
China: outcome of different methods in comparison with other countries. Asian Journal of
Urology: 2018: 78-87
A. Trauma Uretra Anterior
Trauma tumpul uretra anterior sebagian besar mengenai uretra bulbar, dengan straddle
injury merupakan penyebab paling umum. Saat ini ahli urologi belum mencapai kesepakatan
terhadap terapi pasien dengan trauma uretra anterior. Perdebatan terutama berfokus antara
sistostomi dan endoskopi realignment. Ahli urologi Barat umumnya tidak mendukung operasi
primer untuk trauma uretra anterior, mereka percaya bahwa trauma tumpul pada uretra anterior
selalu disertai dengan kontusio kavernosa, sehingga sulit untuk membedakan mukosa normal
dan sulit untuk dilakukan diseksi pada ujung uretra yang rusak.32
Pada kasus trauma tumpul, penatalaksanaan akut dengan sistostomi suprapubik atau
kateterisasi uretra untuk diversi urin. Uretroplasti segera tidak diindikasikan, karena pada kasus
trauma tumpul uretra anterior sering disertai kontusio spongiosal yang menyulitkan
debridemen dan penilaian anatomi jaringan sekitar. Tindakan uretroplasti dapat dilakukan
setelah 3-6 bulan.3 Trauma uretra komplit dengan diversi suprapubic biasanya terjadi striktur
uretra dan memerlukan uretroplasti dikemudian hari. Beberapa institusi menyarankan primary
Crush injuriy pada uretra bulbar yang disebabkan oleh straddle injury memerlukan
intervensi segera untuk menghindari ekstravasasi urin. Diversi urin dengan SPT atau PR pada
kasus yang ringan, memerlukan pertimbangan berkaitan dengan trauma, diantaranya tingkat
keparahan, derajat distensi kandung kemih, dan ketersediaan ahli urologi dan instrumentasi
endoskopi. Intervensi operasi segera untuk memperbaiki atau debridemen uretra yang cedera
dikontraindikasikan karena sifat batas cedera yang tidak jelas. Pembentukan striktur setelah
cedera straddle mungkin dapat terjadi dan semua pasien yang menjalani diversi urin
dan/atau sistoskopi.33
Trauma tajam uretra anterior ditatalaksana dengan tindakan operasi secepatnya berupa
eksplorasi dan rekonstruksi. Eksplorasi segera dilakukan pada pasien yang stabil, laserasi, atau
luka tusuk kecil yang hanya memerlukan penutupan uretra sederhana. Defek sebesar 2-3 cm di
bulbar uretra atau sampai 1,5 cm pada uretra pendulosa ditatalaksana dengan anastomosis. Pada
defek yang besar atau yang disertai dengan infeksi (luka gigitan), tatalaksana berupa
marsupialisasi dilanjutkan dengan rekonstruksi dengan graft atau flap setelah 3 bulan. Semua
Pada kasus trauma uretra posterior pada laki- laki, tidak dilakukan tindakan eksplorasi dan
rekonstruksi dengan anastomosis karena tingginya angka striktur, inkontinensia, dan impotensi
setelah tindakan. Pada cedera uretra posterior, penting dibedakan antara ruptur komplit dan
kateter suprapubik atau uretra merupakan pilihan, cedera dapat sembuh sendiri tanpa jaringan
parut yang signifikan. Uretrografi dianjurkan setiap 2 minggu sampai cedera benar-benar
sembuh. Adanya striktur sekunder dapat diterapi dengan dilatasi uretra atau uretrotomi optik
internal jika strikturnya pendek dengan sedikit fibrosis. Jika tidak, anastomosis ujung ke ujung
dan pemasangan kateter suprapubik. Jangka waktu 3-6 bulan dianggap cukup untuk menunda
operasi sambil menunggu terbentuknya jaringan parut yang stabil dan penyembuhan luka. 3,35
Dikutip dari: Horigucho A. Management of male pelvic fracture urethral injuries: review and
current topics. International Journal of Urology: 2019; -26: 597-607
Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan pada tatalaksana trauma uretra posterior: 1) pasien
trauma uretra posterior dapat dilakukan early open/ endoskopi realignment jika tersedia; 2)
Jika pasien dengan hematoma atau ekstravasasi yang signifikan, atau mengalami trauma
rektum dan kandung kemih secara bersamaan, pembedahan terbuka, debridement dan
realignment dapat dilakukan; 3) Jika pasien memiliki tanda-tanda vital yang tidak stabil atau
trauma berat, sistostomi darurat harus dilakukan untuk diversiurin sementara, dan realignment
Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil, uretogram retrograde harus ditunda sampai
pasien stabil dengan penempatan SPT. Primary realignment direkomendasikan pada pasien
stabil hemodinamik, dimana PR memiliki risiko stenosis yang lebih rendah dibandingkan
dengan hanya penempatan SPT. Tindakan PR yang berhasil dilaporkan dapat mengembalikan
fungsi berkemih lebih awal. Bahkan jika terjadi re-stenosis, panjang area stenosis lebih pendek
Primary realignment
Teknik ini dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik (open realignment) atau teknik
endoskopi. Pada trauma uretra posterior dengan cedera rektum atau buli, dianjurkan untuk
dilakukan eksplorasi pembedahan segera dengan open urethral realighment. Cedera leher buli
langsung dihasilkan oleh fragmen tulang. Cedera rektal berhubungan dengan tingginya angka
infeksi dan pembentukan fistula sehingga, intervensi bedah segera direkomendasikan untuk
Kondisi pasien secara keseluruhan dan tingkat keparahan cedera adalah faktor penting untuk
fraktur pada ekstremitas bawah yang akan membatasi penempatannya pada posisi litotomi dan
tidak menunjukkan kerusakan otak atau kontraindikasi lain untuk anestesi, primary endosopic
Kondisi pasien secara keseluruhan, bersama dengan tingkat keparahan cedera pasien yang
terkait, adalah faktor yang paling menonjol ketika memilih penyetelan kembali endoskopi
primer. Jika pasien tidak menunjukkan fraktur pada ekstremitas bawah yang akan membatasi
penempatannya pada posisi litotomi dan tidak menunjukkan kerusakan otak atau
kontraindikasi lain untuk anestesi, penataan kembali endoskopi primer dalam 2 minggu
Jika terbentuk striktur sekunder, striktur dapat diintervensi secara endoskopi atau
dengan dilatasi.
Jika kemudian diperlukan uretroplasti, prosedur ini lebih mudah dilakukan karena
Gambar 7. A. Striktur uretra bulbar setelah primary realignment, B. Uretroplasty ujung ke ujung.35
Dikutip dari: Rios E, Martinez-Pineiro L. Treatment of posterior urethral distractions defects following
pelvic fracture. Asian Journal of Urology: 2017: 1-8
Open realignment menunjukkan insiden disfungsi ereksi dan inkontinensia yang tinggi jika
dibandingkan dengan delayed repair. Webster dkk. meninjau 301 pasien dalam 15 seri klinis
dan striktur dengan sekelompok 236 pasien dalam lima seri klinis di mana sistostomi dan
delayed repair diindikasikan. Impotensi terjadi pada 44% pasien dengan primary realignment
dibandingkan dengan 11% pasien dengan delayed repair. Tingkat inkontinensia juga lebih
tinggi setelah primary realignment (20% vs 2%). Semua pasien (100%) yang dilakukan diversi
kateter sistostomi menunjukkan striktur uretra, dibandingkan dengan 64% pasien setelah
primary realignment. Namun, pada sebagian besar pasien yang awalnya menjalani diversi
90%.35
Teknik ini jarang diindikasikan, karena peradangan dan hematoma yang ada pada fase akut
menghambat proses kerusakan dan visualisasi struktur dan bidang diseksi. Tingkat
inkontinensia, impotensi, dan striktur lebih tinggi dibandingkan Teknik lainnya. Dengan tidak
adanya cedera yang membutuhkan tindakan segera, tatalaksana cedera uretra posterior
dilakukan ketika pasien stabil, biasanya dalam 10-14 hari. Tujuan dari teknik ini adalah untuk
mencegah pemisahan yang berlebihan dari ujung uretra pada fraktur kompleks dengan
perpindahan prostat yang besar daripada mencegah striktur sekunder; Jika terjadi striktur
sekunder, teknik ini memastikan kemungkinan solusi yang mudah. Hematoma panggul dapat
KESIMPULAN
Trauma uretra merupakan cedera yang mengakibatkan rusaknya integritas normal uretra
yang diakibatkan oleh tenaga atau gaya dari luar. trauma uretra dapat diklasifikasikan menjadi
trauma uretra anterior dan posterior berdasarkan lokasi uretranya terhadap diafragma
urogenital, selain itu jenis trauma dapat dibagi menjadi cedera parsial dan komplit yang dapat
dinilai dengan penunjang uretrogram retrograde. trauma uretra paling sering dialami oleh laki-
laki dikarenakan uretra yang lebih panjang dan lokasi anatomisnya. Trauma uretra dapat
disebabkan oleh trauma benda tumpul, benda tajam dan iatrogenik. Pada uretra posterior
sendiri paling sering disebabkan oleh fraktur pelvis karena kecelakaan kendaraan bermotor.
Trauma uretra anterior sendiri dapat diakibatkan oleh straddle injury, fraktur penis dan trauma
penetrasi. Gejala klinis melipuri darah pada meatus, hematoma, distensi buli dan pemeriksaan
rectal touche didapatkan prostat letak tinggi. pada trauma multiple dapat dilakukan
pemeriksaan CT-Scan atau MRI untuk menilai kondisi trauma lainnya yang menyertai.
Manajemen trauma harus memperhatikan jenis trauma anterior atau posterior, ruptur parsial
atau komplit dan stabilitas pasien. Manajemen akut meliputi menstabilkan hemodinamik dan
diversi urin. Pada trauma uretra anterior jika parsial dapat dilakukan diversi urin terlebih dahulu
dan biasanya cedera membaik dengan sendirinya, kemudian jika terjadi striktur sekunder dapat
direncanakan delayed uretroplasry. pada trauma uretra posterior manajemen akut meliputi
diversi urin, kemudian dapat dipilih apakah akan dilakukan tindakan segera, tertunda atau
deffered
DAFTAR PUSTAKA
1 Sulaiman YW, Laksminingsih NY, Martadiani ED. Serial kasus: beberapa tipe dari cedera
uretra pada pria dalam pemeriksaan uretrografi retrograde. MEDICINA: 2020; 51: 571-574
urethral disruption after straddle injury – A case report. Resuscitation and Intensive Care Med:
2018; 3: 161-165
3 Kusumajaya C. Diagnosis dan tatalaksana ruptur uretra. CDK: 2018; 45(5): 340- 342
berdasarkan klasifikasi Goldman pada trauma uretra dan kesesuaian diagnosis pascaoperasi.
6 Coccolini F, Moore EE, Kluger Y, Biffl W, Leppaniemi A, Matsumura Y, dkk. Kidney and
7 Doiron RC, Rourke KF. An overview of urethral iunjury. Can Urol Assac J: 2019; 13: D61-
8 Latini J, Stoffel JT, Zinman L. The acute posterior urethral injury. Chapter 9: The Acute
9 Heller MT, Oto A, Allen BC, Akin O, Alexander LF, Chong J, dkk. Penetrating trauma-lower
10 Kitrey ND, Djakovic N, Kuehhas FE, Lumen N, Serafetinidis E, Sharma DM, dkk. EAU
review emphasizing anatomy, etiology, diagnosis and treatment of male urethral stricture
12 Patel AK, Chapple CR. Anatomy of the lower urinary tract. Surgery: 2008: 127-132
13 Ingram MD, Watson SG, Skippage PL, Patel U. Urethral injuries after pelvic trauma:
14 Mangera A, Osman NI, Chapple CR. Anatomy of the lower urinary. Surgery: 2013: 319-
325
15 Barrat RC, Bernard J, Mundy AR, Greenwell TJ. Pelvic fracture urethral injury in males-
17 Sun HW, Kim H, Jeon CH, Jang JH, Kim GH, Park CI, dkk. Incidence and clinical features
of urethral injuries with pelvic fractures in males: A 6-years retrospective cohort study at a
Anterior urethral trauma in childhood: presentation of two cases. Cir Pediatr: 2020: 200-203
19 Alwaal A, Zaid WB, Blaschko SD, Harris CR, Gaither TW, McAninch JW, dkk. The
incidence, causes, mechanism, risk factors, classification and diagnosis of pelvic fracture
20 Panduan Tatalaksana Trauma Urogenital. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Indonesian
21 Galgano SJ, Sivils C, Selph JP, Sanyal R, Lockhart ME, Zarzour JG. The male urethra:
imaging and surgical approach for common pathologies. Current problems in diagnostic
23 Mundy AR, Andrich DE. Review article: urethral trauma. Part II: types of injury and their
24 Kandemir A, Balasar M, Poyraz N, Piskin MM. Fracture with urethral injury: Evaluation
25 Gedik A, Kayan D, Yamis S, Yilmaz Y, Bircan K. The diagnosis and treatment of penile
fracture: our 19-years experience. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery: 2011;
17(1): 57-60
26 Syarif, Palinrungi MA, Kholis K, Syahrir S, Pakan AP, Faruk M. Primary anastomosis for
complete bulbar urethral rupture with rectal laceration caused by straddle injury: A case report.
27 Baily G, Kodama R. Management of posterior urethral injuries after pelvic trauma. Currents
28 Chukwubuike KE, Enebe JT, Nduagubam OC. Urethral injury in children: experience in a
teaching hospital in Enugu, Nigeria. Proceedings of Singapore Healthcare: 2020; 29(3): 151-
155
29 Britt LD, Barie PS, Peitzman AB, Jurkovich G. Acute care surgery. Lippincott Williams&
Wilkins: 2012
30 Rosenstein DI, Alsikafi NF. Diagnosis and classification of urethral injuries. Urol Clin N
outcome of different methods in comparison with other countries. Asian Journal of Urology:
2018: 78-87
33 Morey AF, Brandes S, Dugi DD, Armstrong JH, Breyer BN, Broghammer JA, dkk.
34 Kommu SS, Illahi I, Mumtaz F. Patterns of urethral injury and immediate management.
36 Horigucho A. Management of male pelvic fracture urethral injuries: review and current