Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma uretra adalah rusaknya integritas struktur normal uretra yang diakibatkan oleh

tenaga/tekanan dari luar atau akibat instrumentasi pada uretra. Trauma uretra merupakan salah

satu kasus kegawatdaruratan urologi yang umum terjadi saat trauma pelvis. Sebagian besar

terjadi pada laki-laki, disebabkan struktur anatomi uretra laki-laki.1

Trauma uretra dapat disebabkan oleh trauma tumpul abdomen, pelvis straddle injury atau

komplikasi iatrogenik (kateterisasi traumatis). Insidensi trauma uretra pria lebih sering terjadi

daripada wanita dikarenakan perbedaan panjang uretra (4 cm pada wanita dan 20 cm pada

pria).2 Trauma uretra mencakup 4% dari seluruh trauma saluran kemih, terutama disebabkan

oleh fraktur pelvis pada kecelakaan lalu lintas dan kasus jatuh dari ketinggian. Risiko trauma

uretra meningkat 10% untuk setiap peningkatan 1 mm diastasis simfisis pubis. Sejumlah 65%

kasus merupakan ruptur komplit dan 35% inkomplit. 3 Trauma uretra tersering menurut

klasifikasi Goldman adalah tipe III.4,5,6

Trauma uretra dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis yakni trauma uretra

anterior dan posterior. Trauma uretra anterior paling sering diakibatkan oleh trauma tumpul

atau tembus dengan uretra bulbar merupakan lokasi yang paling sering mengalami trauma,

sebaliknya trauma uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur pelvis atau trauma

iatrogenik.7

Gambaran klinis kecurigaan trauma uretra dengan trias klasik yakni perdarahan pada meatus

uretra eksterna (introitus vagina pada wanita) atau sebagai hematuria, ketidakmampuan untuk

berkemih, dan ekimosis perineum, pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat letak

tinggi. Manifestasi klinis sering tidak spesifik. Dalam review dari 47 pasien dengan trauma

uretra, Cass mencatat bahwa trauma uretra hanya dapat didiagnosis secara klinis pada empat

pasien. Elliott melaporkan dalam sebuah penelitian terhadap 57 pasien bahwa darah pada
meatus uretra hanya ditemukan pada 57% dari kasus trauma uretra dan temuan abnormal colok

dubur hanya pada 35%. Pemeriksaan fisik pada onset kurang dari 2 jam setelah trauma sering

ditemukan hasil yang normal. 8 Pemeriksaan radiologis berupa uretrografi retrograde dapat

memastikan adanya trauma uretra.1 Uretrografi retrograde merupakan standar emas penunjang

diagnosis trauma uretra baik oleh The American Urological Association maupun The European

Association of Urology. 9

Trauma tumpul uretra anterior berhubungan dengan kontusio spongiosal, yang membuatnya

lebih sulit untuk mengevaluasi batas debridement uretra pada fase akut. Oleh karena itu,

uretroplasti akut atau dini tidak diindikasikan. Pilihan terapi adalah diversi suprapubik atau

early endoscopic realignment dengan kateterisasi transurethral. Divesi urin dipertahankan

selama dua minggu untuk rupture parsial dan tiga minggu untuk rupture lengkap lengkap,

masing-masing. Pada uretra posterior penting untuk membedakan ruptup parsial dan total,

intervensi dibagi menjadi tiga berdasarkan onset waktu setelah cedera yakni immediate (<48

jam setelah trauma), delayed primary (2 hari – 2 minggu) dan deferred (> 3 bulan). 10

Komplikasi dari keterlambatan maupun kesalahan diagnosis diantaranya kematian, striktur

uretra, impotensi, dan inkontinensia. 5


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Anatomi

A. Uretra Laki-laki

Uretra laki-laki dibagi menjadi dua segmen oleh diafragma urogenital yakni segmen anterior

dan segmen posterior. Uretra posterior,meliputi uretra prostat dan uretra membranosa, dan

uretra anterior atau spongiosa terdiri dari uretra bulbar (antara uretra membranosa dan sudut

penoskrotal) dan uretra penis (antara sudut penoskrotal dan meatus uretra). Panjang total uretra

laki-laki sekitar 20 cm. 11,12

Uretra prostat panjangnya kira-kira 3,5 cm memanjang ke arah membran uretra dan berakhir

pada diafragma urogenital. Uretra membranosa dikeliling oleh sfingter uretra internal yang

berungsi untuk kontinensia pasif, memanjang dari leher kandung kemih melalui uretra prostat

dan terdiri dari otot polos. Sfingter uretra eksternal berfungsi untuk kontinensia aktif, terletak

di dalam diafragma urogenital dan terdiri dari otot rangka. Uretra anterior berjalan dari sisi

inferior diafragma urogenital melalui korpus spongiosum ke meatus eksterna. Uretra bulbosa

terletak di krura korpus spongiosum dan seluruhnya internal. Uretra penis berasal dari

sambungan penoskrotal dan seluruhnya eksternal. 13

Gambar 1. Anatomi uretra laki-laki. 1 = uretra bulbar (uretra berjalan ke arah dorsal melalui corpus
spongiosum); 2 = uretra penis (uretra berjalan secara sentral melalui corpus spongiosum). A = uretra
penis; B = uretra bulbar; C = uretra membranosa; D = uretra prostatika; E = leher kandung kemih
Dikutip dari: Verla W, Oosterlinck W,Anne-Francoise S, Waterloos M. Review article: A
comprehensive review emphasizing anatomy, etiology, diagnosis and treatment of male
urethral stricture disease. BioMed Research International: 2019: 1-20
Banyak cabang dari pembuluh darah berdekatan yang mensuplai uretra saat melintasi

prostat, diafragma urogenital, dan korpus spongiosum. Uretra penis terutama disuplai oleh

arteri pudenda interna, sedangkan drainase uretra dan penis ke vena pudenda interna. Drainase

limfatik menuju iliaka internal (hipogastrik) dan kelenjar getah bening iliaka utama. 14

B. Uretra Perempuan

Uretra perempuan jauh lebih pendek daripada laki-laki dan biasanya sekitar 4 cm. Uretra

melewati bagian bawah simfisis pubis, melengkung sedikit kedepan dari kandung kemih ke

meatus uretra eksternal. Suplai aliran darah bagian atas berasal dari cabang arteri vesikalis

inferior dan arteri vagina sedangkan bawah dari cabang arteri pudenda interna. Drainase uretra

ke vena pudenda interna melalui pleksus vesikalis. 13

Lapisan longitudinal otot polos, berlanjut dengan lapisan longitudinal bagian dalam otot

detrusor, mengelilingi submukosa. Di sekelilingnya terdapat lapisan otot polos sirkular yang

lebih tebal yang juga bersambung dengan otot detrusor eksternal di leher kandung kemih.

Lapisan otot polos ini membentuk sfingter uretra involunter; namun, mekanisme uretra

involunter di leher kandung kemih kurang berkembang dibandingkan dengan pada laki-laki.

Di sekitar otot involunter di sepertiga tengah uretra terdapat otot lurik volunter melingkar, yang

membentuk sfingter uretra eksterna. Berbeda dengan pada laki-laki, leher kandung kemih

involunter dan sfingter eksternal volunter bukanlah struktur yang berbeda dan kedua sfingter

tersebut lebih lemah pada wanita. Mekanisme sfingter yang lebih lemah ditambah dengan

uretra yang jauh lebih pendek dapat menjadi predisposisi inkontinensia urin. Selain itu, uretra,

sfingter dan persarafannya bersama dengan otot-otot dasar panggul dapat mengalami cedera

saat melahirkan, yang selanjutnya menyebabkan wanita mengalami inkontinensia urin. 12


2.2. Epidemiologi

Trauma uretra anterior paling sering disebabkan oleh trauma tumpul atau straddle injury,

sedangkan uretra posterior biasanya pada fraktur pelvis (72%) yang sebagian besar pada

kecelakaan kendaraan bermotor (43%).10 Trauma dapat bervariasi dari peregangan sederhana

(25%) hingga ruptur parsial (25%) dan total (50%). Trauma uretra terkait fraktur pelvis

mencapai 1,6% sampai 25%. Fraktur straddle (fraktur keempat rami pubis) dengan atau tanpa

distraksi sendi sakro-iliaka, fraktur ramus pubis inferior dengan simfisis pubis yang melebar

dan fraktur Malgaigne (dislokasi fraktur patah cincin panggul ganda) paling sering

dihubungkan dengan terjadinya trauma uretra terkait fraktur pelvis. Kombinasi trauma uretra

dan kandung kemih terjadi pada 1-33% pasien. 15

Uretra bulbar menjadi tempat yang paling umum mengalami cedera pada uretra anterior.

Pada cedera bulbar ini, yang sebagian besar disebabkan oleh straddle injury atau tendangan di

perineum, yang mengakibatkan uretra bulbar ditekan ke simfisis pubis, mengakibatkan ruptur

uretra di tempat ini. Sedangkan trauma penetrasi penis jarang terjadi dan biasanya diakibatkan

oleh luka tembak. Fraktur penis sendiri menyumbang sekitar 10-20% dari trauma uretra

anterior.10

Trauma uretra pada wanita jarang terjadi. Trauma uretra pada anak-anak hampir sama

dengan orang dewasa, namun trauma prostat dan bladder neck lebih sering terlibat.16 Insidensi

trauma obstetrik dilaporkan terjadi pada 10,3 per 1.000 wanita selama persalinan pervaginam

spontan dan 4,8 per 1.000 wanita pada saat persalinan pervaginam operatif. Jenis trauma uretra

traumatis paling sering disebabkan oleh trauma tumpul yang berat dan lebih khusus lagi, pada

mereka yang mengalami fraktur pellvis. Insiden gangguan uretra wanita, bahkan dengan

fraktur pelvis, sangat rendah. Analisa dari National Trauma Data Bank periode 2001-2005

melaporkan bahwa meskipun pria dan wanita mengalami insidensi trauma kandung kemih

dengan fraktur pelvis (3,41% pada pria vs 3,37% pada wanita) yang sama namun pria jauh
lebih besar kemungkinan mengalami trauma uretra (1,54% pada pria vs 0,15% pada wanita).

Perbedaan ini dianggap disebabkan oleh fleksibilitas vagina dan elastisitas inheren yang lebih

besar pada uretra wanita.12

2.3. Klasifikasi

Trauma uretra berdasarkan lokasi anatomi dapat dibagi menjadi trauma uretra anterior atau

posterior. Uretra anterior meliputi uretra bulbar, uretra pendulous, dan fossa navicularis,

sedangkan uretra posterior meliputi bladder neck, uretra prostat, dan uretra membranosa. Selain

itu trauma uretra dapat diklasifikasikan berdasarkan besarnya trauma yakni ruptur parsial yang

didefinisikan sebagai ekstravasasi kontras di lokasi cedera dengan kontras divisualisasikan di

uretra proksimal atau kandung kemih dan ruptur total yakni diskontinuitas yang terlihat dari

uretra atau ekstravasasi kontras di lokasi cedera tanpa visualisasi uretra proksimal, uretra

anterior, atau kandung kemih. 17 Trauma uretra bulbar terjadi dikarenakan posisi anatomisnya,

ketika perineum mendapatkan benturan maka terjadi kompresi antara penis dan ramus inferior

simfisis pubis. 18

Klasifikasi Goldman merupakan penggolongan trauma uretra yang menekankan lokasi

anatomi dari trauma (misalnya, apakah trauma lebih dekat ke diafragma urogenital atau sfingter

eksterna). Sistem ini termasuk kategori untuk trauma buli yang melibatkan trauma uretra

posterior. Goldman dkk, mencoba untuk memodifikasi klasifikasi Colapinto dan McCallum

agar lebih dapat diterapkan secara klinis. 19 Klasifikasi Goldman menambahkan trauma pada

leher buli, dasar buli dan uretra anterior, sehingga dapat membantu intuk memprediksi

mekanisme kontinensia setelah trauma pelvis. Sfingter uretra eksternal kemungkinan besar

masih intak pada tipe 1 dan II, dan mungkin cedera pada tipe III.20
Tabel 1. Klasifikasi trauma uretra berdasarkan sistem Goldman.20

Tipe trauma Deskripsi trauma Uretrografi

I Peregangan atau elongasi dengan uretra Intak tapi uretra meregang


posterior intak
II Ruptur uretra diatas diafragma urogenital Ekstravasasi media kontras
sementara segmen membranosa masih intak hanya diatas diafragma
urogenital
III Rupture uretra pars membranosa hingga Ekstravasasi kontras di
dibawah diafragma urogenital dan bawah diafragma urogenital,
melibatkan uretra anterior mungkin meluas ke pelvis
atau perineum, bladder neck
utuh
IV Trauma bladder neck memanjang ke uretra Ekstravasasi media kontrasm
proksimal rupture bladder neck
IVa Trauma dasar buli menyerupai trauma tipe Ekstravasasi media kontras
IV periuretra, rupture dasar buli
V Trauma terbatas uretra anterior Ekstravasasi media kontras
dibawah diafragma
urogenital, terbatas di uretra
anterior
Dikutip dari: Elbakry A. Classifiation of pelvic frature urethral injuries: is there an effect on the type
of delayed urethroplasty?. Arab Journal of Urology: 2011: 191-195

Trauma uretra tipe I adalah trauma peregangan pada uretra prostat, tetapi tidak terdapat

ganguan, dan disebabkan oleh cedera ligamen puboprostatik.Pada uretrografi retrograde, tipe I

mungkin tampak normal atau tampilannya memanjang tipis ke uretra prostat. Trauma uretra

tipe IV penting untuk dikenali, karena dirawat dengan pembedahan dimana keterlibatan

sfingter urin internal dan risiko inkontinensia urin dikemudian hari. Cedera tipe IVa melibatkan

dasar kandung kemih tanpa keterlibatan leher kandung kemih atau uretra proksimal. Jenis ini
akan menunjukkan defek pada dasar kandung kemih pada uretrografi retrograde tanpa

keterlibatan yang jelas dari leher kandung kemih.21

Gambar 2. Uretrogram retrograde menunjukkan tipe I (a), II (b), III (c), IV (d), dan V (e) pada
trauma uretra.21
Dikutip dari: Galgano SJ, Sivils C, Selph JP, Sanyal R, Lockhart ME, Zarzour JG. The male urethra:
imaging and surgical approach for common pathologies. Current problems in diagnostic radiology:
2020: 1-9

Klasifikasi American Association for Surgery of Trauma (AAST) menggolongkan menurut

pengobatan yang diperlukan, dimana lebih menekankan pada tingkat gangguan dan ruptur

parsial dan total.20


Tabel 2. Klasifikasi Trauma Uretra Berdasarkan Sistem American Association for Surgery of

Trauma (AAST).20

Tipe Jenis Deskripsi


1 Kontusio Terdapat darah pada meatus uretra dan gambaran
retrograde uretrografi normal

2 Trauma Peregangan Elongasi uretra, namun tidak terdapat ekstravasasi


pada uretrografi.

3 Ruptur parsial Pada uretrografi didapatkan ekstravasasi media


kontras pada lokasi trauma, dengan visualisasi pada
buli-buli

4 Ruptur komplit Ekstravasasi media kontras uretrografi di lokasi


trauma tanpa visualisasi pada buli-buli; <2cm
pemisahan uretra.

5 Ruptur komplit Ruptur total dengan pemisahan uretra ≥ 2cm atau


perluasan trauma ke prostat atau ke vagina

Dikutip dari: Panduan Tatalaksana Trauma Urogenital. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).

Indonesian Genitourinany Reconstructive Society (INAGURS): 2022: 64-65

Trauma parsial merujuk pada cedera yang melibatkan keseluruhan tebal mukosa uretra dan

sebagian dari diameter uretra. Sementara cedera uretra komplit terjadi pada keseluruhan tebal

mukosa uretra dan seluruh diameter uretra, sehingga kedua ujung uretra yang terpisah akibat

cedera tidak bisa disatukan kembali. Cedera uretra baik yg parsial maupun komplit awalnya

didahului oleh peregangan uretra pars membranosa pada bulbomembranosa, dimana pada

cedera parsial uretra pars membranosa masih terlihat teregang pada pemeriksaan uretrogram

dan extravasasi kontras hanya terjadi di atas diafragma uretrogenital.20


2.4. Etiologi

Lesi pada uretra dapat disebabkan oleh benda tumpul (90%) atau penetrasi dan iatrogenic

akibat tindakan invasif. 22

Tabel 3. Etiologi trauma uretra.10

Dikutip dari: Kitrey ND, Djakovic N, Kuehhas FE, Lumen N, Serafetinidis E, Sharma DM, dkk. EAU
Guidelines on urological trauma. European Association of Urology: 2018

A. Trauma Iatrogenik

Trauma iatrogenik adalah jenis trauma yang paling umum dan sebagian besar trauma

iatrogenik disebabkan oleh kateterisasi . Penyebab lain termasuk bentuk lain dari instrumentasi

diagnostik atau terapeutik, terutama dengan adanya striktur yang sebelumnya tidak diketahui

atau uretrotomi optik dari striktur yang diketahui tanpa kawat pemandu terlebih dahulu, yang

menyebabkan hilangnya orientasi. Jika memungkinkan untuk melewati kateter uretra kaliber

kecil melalui kawat pemandu melalui tempat cedera maka itu dapat menyebabkan trauma

menetap, jika tidak, kateter suprapubik harus dilakukan dengan percobaan berkemih beberapa

hari kemudian atau lebih lama sesuai dengan keadaan. Uretra penis distal dapat cedera pada

sirkumsisi yang mengarah pada terjadinya fistula uretrokutan dan semakin lama tekniknya

maka semakin tinggi risikonya dan semakin buruk fistulanya. 23


B. Luka terbuka

Semua luka tembus uretra, pada setiap titik uretra harus dieksplorasi, debridement jika perlu,

diperbaiki jika memungkinkan dan pasien dipasang SPT atau kateter uretra atau keduanya dan

drainase luka jika telah terjadi kontaminasi atau ekstravasasi yang signifikan.23

C. Luka tertutup

Fraktur pelvis sering disebabkan oleh benturan hebat, dengan penyebab paling umum

termasuk tabrakan kendaraan bermotor, tabrakan pejalan kaki otomatis dan jatuh dari

ketinggian.17

Fraktur penis adalah ruptur unilateral atau bilateral dari jaringan fibrosa tunika albuginea

yang membungkus corpus cavernosa penis. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh hubungan

seks vaginal atau masturbasi agresif yang menggunakan kekuatan tumpul pada penis yang

ereksi. Ruptur uretra parsial atau komplit, saraf dorsal, vena, dan cedera arteri dapat terjadi,

tergantung pada besarnya trauma. Jika ada darah di meatus, hematuria, dan kesulitan berkemih,

cedera uretra terkait harus dipertimbangkan. 24 Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan

bagian yang penting dalam mendiagnosis. Anamnesis biasanya meliputi detumescence tiba-

tiba dan ekimosis pada penis setelah suara retak saat penis ereksi. Hematoma penis yang besar

dapat dilihat pada pemeriksaan fisik. Hematoma kadang-kadang dapat menyebar ke skrotum

dan daerah kemaluan, dan umumnya penis miring ke sisi yang berlawanan.25

Ini juga merupakan satu keadaan di mana sistoskopi lebih dapat diandalkan daripada

uretrografi dalam mengidentifikasi ada tidaknya cedera uretra. Perbaikan patah tulang penis itu

sendiri biasanya diutamakan. Secara teori dan praktek pada pasien yang menolak operasi,

uretra (dan penis) dapat dikelola secara konservatif, dengan kateterisasi, jika tidak ada

ekstravasasi dan tidak banyak perdarahan.23


Jika ada darah di meatus, hematuria, dan kesulitan berkemih, cedera uretra terkait harus

dipertimbangkan. Uretrografi retrograde segera harus dipertimbangkan jika ada gejala cedera

uretra. Trauma uretra anterior sendiri paling sering disebabkan oleh straddle injury, dimana

terjadi trauma pada uretra bulbar terhadap ramus inferior simfisis pubis.26

2.5. Mekanisme Trauma

Trauma dengan fraktur pelvis sebagian besar dengan keterlibatan uretra posterior. Pada

kasus trauma uretra posterior, uretra pars membranasea atau pars prostatika merupakan bagian

prostat yang ruptur. Fraktur pelvis menembus lantai pelvis dan sfingter volunter, dan robekan

ligamen puboprostatik akan merobek uretra membranosa dari apeks prostat. Kemudian akan

terbentuk hematoma di retropubis dan perivesika. Sebagian besar fraktur pelvis sendiri tidak

menyebabkan trauma uretra, tetapi trauma uretra terjadi akibat rupturnya perlekatan ligamen

pada disrupsi pevic-ring. Pada trauma uretra komplit, pleksus vena periprostatik dapat terluka,

dengan pembentukan hematoma besar, menggeser prostat cephalad dan posterior.19

Pada trauma pelvis prostat dapat terlepas dari diafragma urogenital. Hal ini menunjukkan

bahwa prostat berada di atas lapisan kuat fasia tepat di atas diafragma urogenital yang membuat

prostatomembran rentan terhadap gaya geser. Studi kadaver, menunjukkan tidak ada membran

superior yang memisahkan uretra membranosa dari prostat. Sebaliknya otot-otot di dalam

uretra prostatika berada berhubungan dengan otot-otot sfingter eksternal dari uretra

membranosa yang berakhir pada ujung uretra membranosa dan membran perineum dan tidak

berlanjut ke uretra bulbus. Gaya pada fraktur pelvis menyebabkan gerakan sefalik isi panggul

dengan peregangan uretra membranosa dengan kemungkinan gangguan ligamen

puboprostatik. jika cukup berat, uretra akan cedera di taut bulbomembranous daripada

prostatomembranous.27
Uretra rentan terhadap trauma disebabkan hubungannya dengan tulang pubis dan ligamen

puboprostatik. Pada pria, bagian luar juga rentan terhadap trauma langsung dari fragmen tulang

yang menonjol dari rami pubis. Uretra membrana distal sangat berisiko, dan cederanya dapat

mengganggu mekanisme kontinensia aktif. Trauma yang paling sering terjadi yakni pada uretra

posterior. Trauma tersebut terjadi pada 3% -25% pasien dengan fraktur pelvis. Mekanisme

yang paling sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian. Sebanyak

20% pasien dengan jenis cedera ini juga memiliki laserasi kandung kemih.13

Trauma uretra anterior biasanya diakibatkan oleh trauma tumpul seperti kecelakaan

kendaraan bermotor, straddle injury dan pukulan atau tendangan ke perenium. Uretra bulbar

merupakan bagian uretra anterior yang paling sering mengalami trauma karena posisi

anatomisnya yang berada dibawah os. Pubis, tidak seperti uretra pendulus yang dapat bergerak

bebas.28. Pada kasus straddle injury terjadi trauma tumpul daerah perineum, bagian uretra yang

ruptur adalah uretra pars bulbosa, karena tekanan dari luar menyebabkan kompresi uretra

bulbosa oleh simfisis pubis sehingga terjadi kontusio atau laserasi dinding uretra. Trauma

uretra anterior terlihat pada sekitar 33% pasien karena mobilitas komparatif dari uretra anterior

yang dihasilkan dari kompresi uretra terhadap pubis, adalah jenis cedera yang paling sering

terjadi.13
Gambar 3.29 A). Trauma pada Urethra B). Trauma uretra anterior, C). Trauma uretra

posterior.

Dikutip dari: Britt LD, Barie PS, Peitzman AB, Jurkovich G. Acute care surgery. Lippincott
Williams& Wilkins: 2012

Trauma uretra perempuan lebih jarang (<6% dari fraktur pelvis) dibandingkan dengan uretra

laki-laki karena panjangnya yang lebih pendek, lokasi internal, peningkatan elastisitas, dan

perlekatan uretra yang kurang kaku ke tulang pubis. Perry dan Husmann melaporkan bahwa

4,6% wanita dengan patah tulang pelvis yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas juga

memiliki cedera leher kandung kemih yang meluas ke uretra. Cedera uretra wanita biasanya

terlihat pada kasus trauma pelvis berat dan pada pasien wanita, sering dikaitkan dengan trauma

vagina (75%) atau rektal (33%).13

2.6. Manifestasi Klinis

Darah pada meatus uretra merupakan temuan klinis yang sering ditemukan pada trauma

uretra, diperkiran dapat tidak ditemukan pada 50% trauma uretra posterior dan 25% pada uretra

anterior. Tanda klinis lainnya pada inspeksi yang dapat ditemukan diantaranya ekimosis

skrotum atau perineum, sedangkan pada wanita, trauma uretra harus dicurigai dengan adanya

edema labial atau darah di introitus. Retensi urin dapat terjadi pada trauma uretra, kandung
kemih dapat mengalami distensi dan teraba pada pemeriksaan abdomen. Pemeriksaan rectal

touche (RT) dapat bervariasi mulai dari prostat yang dari tidak teraba, terutama pada fase akut

trsuma uretra terkait fraktur pelvis, hematoma panggul yang menutupi prostat, atau "high-

riding" baik pada kasus trauma uretra posterior parsial atau komplit. Pemeriksaan RT ini harus

dilakukan untuk menyingkirkan trauma rektal.7

Tabel 4. Tanda klinis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada uretra.10

Tanda Klinis
Darah pada meatus Terdapat pada 37-93% kasus trauma uretra
posterior, dan ±75% trauma uretra anterior.
Hindari instrumentasi uretra sampai dilakukan
pencitraan uretra
Darah pada introitus vagina Terjadi pada lebih dari 80% kasus dengan
fraktur panggul dan trauma uretra yang
menyertai
hematuria Meskipun tidak spesifik, hematuria pada urin
pancar pertama dapat mengindikasikan trauma
uretra. Perlu dicatat bahwa jumlah perdarahan
uretra berkorelasi kurang baik dengan tingkat
keparahan trauma
Nyeri saat buang air kecil atau Salah satu gejala menunjukkan gangguan uretra
ketidakmampuan untuk berkemih
Hematoma perineum/penis atau pembengkakan
labial
Dikutip dari: Kitrey ND, Djakovic N, Kuehhas FE, Lumen N, Serafetinidis E, Sharma DM, dkk.
EAU Guidelines on urological trauma. European Association of Urology: 2018

2.7. Diagnosis

Trauma uretra harus dicurigai pada pasien dengan fraktur panggul, straddle injury atau

trauma tembus yang berdekatan dengan uretra. Diagnosis trauma uretra memerlukan tingkat

kecurigaan yang tinggi. Fraktur pelvis terbukti dapat memprediksi kemungkinan adanya

trauma uretra. Diastasis simfisis pubis atau fraktur rami pubis setelah trauma energi tinggi,
terutama di bagian inferomedial paling sering berhubungan dengan trauma uretra. Evaluasi

lanjutan untuk mencari trauma uretra disarankan pada pasien dengan trauma multipel, terutama

jika terdapat darah di meatus, hematoma atau ekimosis pada penis/perineal, retensi urin,

distensi kandung kemih, dan riwayat trauma (straddle injury). Pemeriksaan fisik yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan colok dubur; selain untuk menemukan prostat letak tinggi yang

menandakan adanya ruptur uretra, juga dapat menyingkirkan trauma rektal. Hematoma

perineum akan tampak jika trauma mengenai fasia buck dan fasica colles, membentuk

hematoma yang kita kenal dengan “kupu-kupu” khas pada perineum. The American Urological

Association merekomendasikan evaluasi trauma dengan RUG ketika ada darah di meatus uretra

pada trauma pelvis. The European Association of Urology (EAU) juga merekomendasikan

evaluasi kecurigaan trauma uretra dengan RUG sebagai standar emas.7,30

A. Uetrografi retrograd

Pemeriksaan radiologis uretrografi retrograd disarankan karena dapat untuk mengevaluasi

derajat ruptur uretra, parsial atau komplit, serta lokasinya, baik anterior maupun posterior,

sehingga dapat menentukan pilihan tatalaksana akut drainase kandung kemih. Pemeriksaan

uretrografi retrograd merupakan pemeriksaan awal, dilakukan dengan injeksi 20-30 mL

kontras sambil menahan meatus tetap tertutup, kemudian balon kateter dikembangkan pada

fosa navikularis. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi lokasi cedera. Ruptur inkomplit

ditandai ekstravasasi uretra saat buli terisi penuh, sedangkan ruptur komplit ditandai

ekstravasasi masif tanpa pengisian buli. Ekstravasasi dapat terlihat hanya di badan korpus jika

fasia Bucks masih intak, dan akan terlihat hingga ke skrotum, perineum, dan abdomen anterior

jika fasia Bucks telah robek. Uretroskopi juga dapat menjadi pilihan yang baik karena berfungsi

diagnostik ataupun terapeutik pada cedera uretra akut. Uretroskopi menjadi pilihan
3
pemeriksaan pertama pada kasus fraktur penis dan pada pasien perempuan.
Gambar 4. Posisi yang benar untuk uretrografi retrograde. Sudut pelvis yakni obliq. Pasien
terlentang dengan pelvis ditinggikan 30-45 derajat obliq ke bidang horizontal. Paha yang paling dekat
dengan meja difleksikan 90 derajat, sedangkan yang satunya diluruskan. 30

Dikutip dari: Rosenstein DI, Alsikafi NF. Diagnosis and classification of urethral injuries. Urol Clin
N Am: 2006: 73-85

Indikasi Uretrogram pada kegawatdaruratan trauma:31

 Gejala Klinis Ruptur Uretra: darah pada meatus, pembengkakan perineum/hematoma,

boggy atau prostat letak tinggi, nyeri saat buang air kecil atau tidak bisa buang air kecil.

Gejala klinis ini dapat tidak ditemukan pada pada sekitar 40% pasien terutama padasatu

jam pertama setelah trauma.

 Pada fraktur pelvis yang melibatkan pergeseran rami pubis

o Fraktur Straddle (dengan atau tanpa diastasis sendi sakroiliaka)

o Fraktur Malgaigne (fraktur rami ipsilateral dengan diastasis sendi sakroiliaka

ipsilateral)

 X-ray pelvis dapat melewatkan diagnosis fraktur sekitar 9-22% dan bahwa penilaian

integritas lengkung posterior sulit dilakukan pada satu film oleh karena itu uretrogram pada
kegawatdaruratan trauma harus dilakukan jika tanda-tanda klinis dan/atau radiologis

menunjukkan trauma uretra

Penegakkan diagnosis hanya berdasarkan riwayat dan gejala klinis dapat meningkatkan

kesalahan diagnosis. Berdasarkan satu studi, 10%-20% diagnosis trauma uretra dapat

terlewatkan sebelum RUG. Studi lain melaporkan bahwa hanya dengan gejala dan tanda saja

akan terjadi “misdiagnosis” sekitar 30% kasus trauma uretra. Tanpa RUG, kateterisasi

diagnostik adalah alat yang paling penting untuk menilai kontinuitas uretra. Pemeriksaan

uretroskopi juga tidak dapat menggantikan RUG sebagai alat diagnostic. 32

B. CT-Scan

CT-scan merupakan standar emas dalam mengevaluasi pasien dengan hemodinamik stabil

dan intervensi bedah segera diperlukan pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil.

mekanisme trauma pada kecelakaan mobil atau jatuh dari ketinggian merupakan predisposes

fraktur pelvis dan kerusakan organ dalam. Temuan CT-Scan yang meliputi obstruksi diafragma

urogenital, hematoma muskulus ishiokavernosus, muskulus bulbocavernosus, muskulus

obturator internus dan distorsi kontur protas lebih sering ditemukan pada pasien fraktur pelvis

dengan trauma uretra dibandingkan dengan fraktur pelvis tanpa komplikasi. 22

2.8 Tatalaksana

Tatalaksana awal kegawatdaruratan bertujuan untuk menstabilkan kondisi pasien dari

keadaan syok karena perdarahan, dapat berupa resusitasi cairan dan balut tekan pada lokasi

perdarahan. Pemantauan harus dilakukan pada hidrasi agresif dan kemudian dilakukan evaluasi

untuk mengetahui cedera lainnya yang mungkin terjadi bersamaan. Selanjutnya, drainase urin

harus segera dilakukan karena ketidakmampuan berkemih.Pemantauan status volume serta

drainase urin membutuhkan pemasangan kateter uretra, namun pemasangan kateter uretra
masih kontoversial mengingat risiko ruptur inkomplit menjadi komplit karena prosedur

pemasangannya. Diversi dengan kateter suprapubik lebih disarankan. Diversi urin dengan open

suprapubic tube (SPT) pada kasus trauma uretra yang diakibatkan oleh fraktur pelvis

(Rekomendasi C). Manajemen awal dengan SPT menjadi standar emas untuk drainase urin dan

merupakan manajemen pertama untuk persiapan uretroplasti definitif dan primer endoscopic

realignment.3,33

Gambar 5. Algoritma manajemen trauma uretra (modified from 2010 EAU guidline). 32
Dikutip dari: Zhang Y, Zhang K, Fu Q. Emergency treatment of male blunt urethral trauma in
China: outcome of different methods in comparison with other countries. Asian Journal of
Urology: 2018: 78-87
A. Trauma Uretra Anterior

Trauma tumpul uretra anterior sebagian besar mengenai uretra bulbar, dengan straddle

injury merupakan penyebab paling umum. Saat ini ahli urologi belum mencapai kesepakatan

terhadap terapi pasien dengan trauma uretra anterior. Perdebatan terutama berfokus antara

sistostomi dan endoskopi realignment. Ahli urologi Barat umumnya tidak mendukung operasi
primer untuk trauma uretra anterior, mereka percaya bahwa trauma tumpul pada uretra anterior

selalu disertai dengan kontusio kavernosa, sehingga sulit untuk membedakan mukosa normal

dan sulit untuk dilakukan diseksi pada ujung uretra yang rusak.32

Pada kasus trauma tumpul, penatalaksanaan akut dengan sistostomi suprapubik atau

kateterisasi uretra untuk diversi urin. Uretroplasti segera tidak diindikasikan, karena pada kasus

trauma tumpul uretra anterior sering disertai kontusio spongiosal yang menyulitkan

debridemen dan penilaian anatomi jaringan sekitar. Tindakan uretroplasti dapat dilakukan

setelah 3-6 bulan.3 Trauma uretra komplit dengan diversi suprapubic biasanya terjadi striktur

uretra dan memerlukan uretroplasti dikemudian hari. Beberapa institusi menyarankan primary

realignment dengan harapan dapat menurunkan insidensi striktur uretra. 34

Crush injuriy pada uretra bulbar yang disebabkan oleh straddle injury memerlukan

intervensi segera untuk menghindari ekstravasasi urin. Diversi urin dengan SPT atau PR pada

kasus yang ringan, memerlukan pertimbangan berkaitan dengan trauma, diantaranya tingkat

keparahan, derajat distensi kandung kemih, dan ketersediaan ahli urologi dan instrumentasi

endoskopi. Intervensi operasi segera untuk memperbaiki atau debridemen uretra yang cedera

dikontraindikasikan karena sifat batas cedera yang tidak jelas. Pembentukan striktur setelah

cedera straddle mungkin dapat terjadi dan semua pasien yang menjalani diversi urin

memerlukan pengawasan tindak lanjut menggunakan uroflowmetri, uretrogram retrograde

dan/atau sistoskopi.33

Trauma tajam uretra anterior ditatalaksana dengan tindakan operasi secepatnya berupa

eksplorasi dan rekonstruksi. Eksplorasi segera dilakukan pada pasien yang stabil, laserasi, atau

luka tusuk kecil yang hanya memerlukan penutupan uretra sederhana. Defek sebesar 2-3 cm di

bulbar uretra atau sampai 1,5 cm pada uretra pendulosa ditatalaksana dengan anastomosis. Pada

defek yang besar atau yang disertai dengan infeksi (luka gigitan), tatalaksana berupa
marsupialisasi dilanjutkan dengan rekonstruksi dengan graft atau flap setelah 3 bulan. Semua

pasien dilakukan kateter suprapubik.3

B. Trauma Uretra Posterior

Pada kasus trauma uretra posterior pada laki- laki, tidak dilakukan tindakan eksplorasi dan

rekonstruksi dengan anastomosis karena tingginya angka striktur, inkontinensia, dan impotensi

setelah tindakan. Pada cedera uretra posterior, penting dibedakan antara ruptur komplit dan

inkomplit untuk menentukan penatalaksanaan berikutnya. Pada ruptur inkomplit, pemasangan

kateter suprapubik atau uretra merupakan pilihan, cedera dapat sembuh sendiri tanpa jaringan

parut yang signifikan. Uretrografi dianjurkan setiap 2 minggu sampai cedera benar-benar

sembuh. Adanya striktur sekunder dapat diterapi dengan dilatasi uretra atau uretrotomi optik

internal jika strikturnya pendek dengan sedikit fibrosis. Jika tidak, anastomosis ujung ke ujung

dianjurkan. Pada ruptur komplit penatalaksanaan berupa realignment, eksplorasi, rekonstruksi,

dan pemasangan kateter suprapubik. Jangka waktu 3-6 bulan dianggap cukup untuk menunda

operasi sambil menunggu terbentuknya jaringan parut yang stabil dan penyembuhan luka. 3,35

Tindakan berdasarkan saatnya dibagi menjadi:3

 Segera < 48 jam setelah trauma

 Primer di tunda 2 hari – 2 minggu setelah trauma

 Ditunda > 3 bulan setelah trauma


Gambar 6. Algoritma tatalaksana trauma uretra terkait fraktur pelvis.36

Dikutip dari: Horigucho A. Management of male pelvic fracture urethral injuries: review and
current topics. International Journal of Urology: 2019; -26: 597-607

Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan pada tatalaksana trauma uretra posterior: 1) pasien

trauma uretra posterior dapat dilakukan early open/ endoskopi realignment jika tersedia; 2)

Jika pasien dengan hematoma atau ekstravasasi yang signifikan, atau mengalami trauma

rektum dan kandung kemih secara bersamaan, pembedahan terbuka, debridement dan

realignment dapat dilakukan; 3) Jika pasien memiliki tanda-tanda vital yang tidak stabil atau

trauma berat, sistostomi darurat harus dilakukan untuk diversiurin sementara, dan realignment

dapat dilakukan setelahnya.32

Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil, uretogram retrograde harus ditunda sampai

pasien stabil dengan penempatan SPT. Primary realignment direkomendasikan pada pasien

stabil hemodinamik, dimana PR memiliki risiko stenosis yang lebih rendah dibandingkan

dengan hanya penempatan SPT. Tindakan PR yang berhasil dilaporkan dapat mengembalikan
fungsi berkemih lebih awal. Bahkan jika terjadi re-stenosis, panjang area stenosis lebih pendek

dibandingkan dengan manajemen trauma hanya dengan penempatan SPT.36

Primary realignment

Teknik ini dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik (open realignment) atau teknik

endoskopi. Pada trauma uretra posterior dengan cedera rektum atau buli, dianjurkan untuk

dilakukan eksplorasi pembedahan segera dengan open urethral realighment. Cedera leher buli

menunjukkan peningkatan risiko inkontinensia dan osteomielitis, sebagian besar kasus

langsung dihasilkan oleh fragmen tulang. Cedera rektal berhubungan dengan tingginya angka

infeksi dan pembentukan fistula sehingga, intervensi bedah segera direkomendasikan untuk

mengevakuasi hematoma dan kolostomi keluar.35

Kondisi pasien secara keseluruhan dan tingkat keparahan cedera adalah faktor penting untuk

memutuskan dilakukannya primary endoscopic realignment. Jika pasien tidak menunjukkan

fraktur pada ekstremitas bawah yang akan membatasi penempatannya pada posisi litotomi dan

tidak menunjukkan kerusakan otak atau kontraindikasi lain untuk anestesi, primary endosopic

realignment dalam 2 minggu pertama setelah cedera dapat dipertimbangkan. 35

Kondisi pasien secara keseluruhan, bersama dengan tingkat keparahan cedera pasien yang

terkait, adalah faktor yang paling menonjol ketika memilih penyetelan kembali endoskopi

primer. Jika pasien tidak menunjukkan fraktur pada ekstremitas bawah yang akan membatasi

penempatannya pada posisi litotomi dan tidak menunjukkan kerusakan otak atau

kontraindikasi lain untuk anestesi, penataan kembali endoskopi primer dalam 2 minggu

pertama setelah cedera dapat dipertimbangkan. 35


Keuntungan primary realignment adalah sebagai berikut:35

 Insidensi striktur lebih rendah daripada hanya dilakukan diversi suprapubik.

 Jika terbentuk striktur sekunder, striktur dapat diintervensi secara endoskopi atau

dengan dilatasi.

 Jika kemudian diperlukan uretroplasti, prosedur ini lebih mudah dilakukan karena

uretra dan prostat sudah sejajar.

Gambar 7. A. Striktur uretra bulbar setelah primary realignment, B. Uretroplasty ujung ke ujung.35

Dikutip dari: Rios E, Martinez-Pineiro L. Treatment of posterior urethral distractions defects following
pelvic fracture. Asian Journal of Urology: 2017: 1-8

Open realignment menunjukkan insiden disfungsi ereksi dan inkontinensia yang tinggi jika

dibandingkan dengan delayed repair. Webster dkk. meninjau 301 pasien dalam 15 seri klinis

yang menjalani primary realignment dan membandingkan tingkat inkontinensia, impotensi,

dan striktur dengan sekelompok 236 pasien dalam lima seri klinis di mana sistostomi dan

delayed repair diindikasikan. Impotensi terjadi pada 44% pasien dengan primary realignment

dibandingkan dengan 11% pasien dengan delayed repair. Tingkat inkontinensia juga lebih

tinggi setelah primary realignment (20% vs 2%). Semua pasien (100%) yang dilakukan diversi

kateter sistostomi menunjukkan striktur uretra, dibandingkan dengan 64% pasien setelah
primary realignment. Namun, pada sebagian besar pasien yang awalnya menjalani diversi

suprapubic, kemudian dilakukan delayed anstomosi didapatkan tingkat keberhasilan melebihi

90%.35

Open Urethroplasty Segera

Teknik ini jarang diindikasikan, karena peradangan dan hematoma yang ada pada fase akut

menghambat proses kerusakan dan visualisasi struktur dan bidang diseksi. Tingkat

inkontinensia, impotensi, dan striktur lebih tinggi dibandingkan Teknik lainnya. Dengan tidak

adanya cedera yang membutuhkan tindakan segera, tatalaksana cedera uretra posterior

dilakukan ketika pasien stabil, biasanya dalam 10-14 hari. Tujuan dari teknik ini adalah untuk

mencegah pemisahan yang berlebihan dari ujung uretra pada fraktur kompleks dengan

perpindahan prostat yang besar daripada mencegah striktur sekunder; Jika terjadi striktur

sekunder, teknik ini memastikan kemungkinan solusi yang mudah. Hematoma panggul dapat

dievakuasi selama prosedur untuk memungkinkan turunnya prostat dan buli.35


BAB III

KESIMPULAN

Trauma uretra merupakan cedera yang mengakibatkan rusaknya integritas normal uretra

yang diakibatkan oleh tenaga atau gaya dari luar. trauma uretra dapat diklasifikasikan menjadi

trauma uretra anterior dan posterior berdasarkan lokasi uretranya terhadap diafragma

urogenital, selain itu jenis trauma dapat dibagi menjadi cedera parsial dan komplit yang dapat

dinilai dengan penunjang uretrogram retrograde. trauma uretra paling sering dialami oleh laki-

laki dikarenakan uretra yang lebih panjang dan lokasi anatomisnya. Trauma uretra dapat

disebabkan oleh trauma benda tumpul, benda tajam dan iatrogenik. Pada uretra posterior

sendiri paling sering disebabkan oleh fraktur pelvis karena kecelakaan kendaraan bermotor.

Trauma uretra anterior sendiri dapat diakibatkan oleh straddle injury, fraktur penis dan trauma

penetrasi. Gejala klinis melipuri darah pada meatus, hematoma, distensi buli dan pemeriksaan

rectal touche didapatkan prostat letak tinggi. pada trauma multiple dapat dilakukan

pemeriksaan CT-Scan atau MRI untuk menilai kondisi trauma lainnya yang menyertai.

Manajemen trauma harus memperhatikan jenis trauma anterior atau posterior, ruptur parsial

atau komplit dan stabilitas pasien. Manajemen akut meliputi menstabilkan hemodinamik dan

diversi urin. Pada trauma uretra anterior jika parsial dapat dilakukan diversi urin terlebih dahulu

dan biasanya cedera membaik dengan sendirinya, kemudian jika terjadi striktur sekunder dapat

direncanakan delayed uretroplasry. pada trauma uretra posterior manajemen akut meliputi

diversi urin, kemudian dapat dipilih apakah akan dilakukan tindakan segera, tertunda atau

deffered
DAFTAR PUSTAKA

1 Sulaiman YW, Laksminingsih NY, Martadiani ED. Serial kasus: beberapa tipe dari cedera

uretra pada pria dalam pemeriksaan uretrografi retrograde. MEDICINA: 2020; 51: 571-574

2 Pei-Hung L, Pei-Sheng H, Li-Hua L, Chao-Hsin W, Ho-Hsiang C, Zhon-Min H. Bulbar

urethral disruption after straddle injury – A case report. Resuscitation and Intensive Care Med:

2018; 3: 161-165

3 Kusumajaya C. Diagnosis dan tatalaksana ruptur uretra. CDK: 2018; 45(5): 340- 342

4 Andansari N, Taufik A, Prijanto B. Tingkat akurasi pemeriksaan sistouretrografi bipolar

berdasarkan klasifikasi Goldman pada trauma uretra dan kesesuaian diagnosis pascaoperasi.

Jurnal Kedokteran Unram: 2019; 8(1): 17-20

5 Battaloglu E, Figuero M, Moran C, Lecky C, Lecky F, Porter K. Urethral injury in major

trauma. Injury Int J Care Injured: 2019: 1053-1057

6 Coccolini F, Moore EE, Kluger Y, Biffl W, Leppaniemi A, Matsumura Y, dkk. Kidney and

uro-trauma: WSES-AAST guidelines. World Journal of Emergency Surgery: 2019: 1-25

7 Doiron RC, Rourke KF. An overview of urethral iunjury. Can Urol Assac J: 2019; 13: D61-

8 Latini J, Stoffel JT, Zinman L. The acute posterior urethral injury. Chapter 9: The Acute

Posterior Urethral Injury

9 Heller MT, Oto A, Allen BC, Akin O, Alexander LF, Chong J, dkk. Penetrating trauma-lower

abdomen and pelvis. American College of Radiology: 2019

10 Kitrey ND, Djakovic N, Kuehhas FE, Lumen N, Serafetinidis E, Sharma DM, dkk. EAU

Guidelines on urological trauma. European Association of Urology: 2018


11 Verla W, Oosterlinck W,Anne-Francoise S, Waterloos M. Review article: A comprehensive

review emphasizing anatomy, etiology, diagnosis and treatment of male urethral stricture

disease. BioMed Research International: 2019: 1-20

12 Patel AK, Chapple CR. Anatomy of the lower urinary tract. Surgery: 2008: 127-132

13 Ingram MD, Watson SG, Skippage PL, Patel U. Urethral injuries after pelvic trauma:

evaluation with urethrography. RadioGraphics: 2008; 28: 1631-1643

14 Mangera A, Osman NI, Chapple CR. Anatomy of the lower urinary. Surgery: 2013: 319-

325

15 Barrat RC, Bernard J, Mundy AR, Greenwell TJ. Pelvic fracture urethral injury in males-

mechanisms of injury management options and outcomes.

16 Martinez-Pineiro L, Djakovic N, Plas E, Mor Y, Santucci RA, Serafetinidis E, dkk. EAU

Guidelines on Urethral Trauma. European Urology: 2010; 57: 791-803

17 Sun HW, Kim H, Jeon CH, Jang JH, Kim GH, Park CI, dkk. Incidence and clinical features

of urethral injuries with pelvic fractures in males: A 6-years retrospective cohort study at a

single institution in South Korea. J Trauma Inj: 2021; 34(2): 98-104

18 Anton-Juanilla M, Lozaono-ortega JL, Galbarriatu-Gutierrez A, Urresola-Olbarrieta A.

Anterior urethral trauma in childhood: presentation of two cases. Cir Pediatr: 2020: 200-203

19 Alwaal A, Zaid WB, Blaschko SD, Harris CR, Gaither TW, McAninch JW, dkk. The

incidence, causes, mechanism, risk factors, classification and diagnosis of pelvic fracture

urethral injury. Arab Journal of Urology: 2015; 13: 2-6

20 Panduan Tatalaksana Trauma Urogenital. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Indonesian

Genitourinany Reconstructive Society (INAGURS): 2022: 64-65

21 Galgano SJ, Sivils C, Selph JP, Sanyal R, Lockhart ME, Zarzour JG. The male urethra:

imaging and surgical approach for common pathologies. Current problems in diagnostic

radiology: 2020: 1-9


22 Marks W, Lasek DJ, Witkowski Z, Golabek-Dropiewska K. Case report: posterior urethra

rupture: contrast-enhanced computed tomography scan and urethrocystography

demonstartions. Hindawi: 2012: 1-4

23 Mundy AR, Andrich DE. Review article: urethral trauma. Part II: types of injury and their

management. BJU International: 2011: 630-650

24 Kandemir A, Balasar M, Poyraz N, Piskin MM. Fracture with urethral injury: Evaluation

by retrograde urethrogram. Eurasian J Med: 2017; 49: 217-9

25 Gedik A, Kayan D, Yamis S, Yilmaz Y, Bircan K. The diagnosis and treatment of penile

fracture: our 19-years experience. Turkish Journal of Trauma and Emergency Surgery: 2011;

17(1): 57-60

26 Syarif, Palinrungi MA, Kholis K, Syahrir S, Pakan AP, Faruk M. Primary anastomosis for

complete bulbar urethral rupture with rectal laceration caused by straddle injury: A case report.

International Journal of Surgery Case Reports: 2021: 1-4

27 Baily G, Kodama R. Management of posterior urethral injuries after pelvic trauma. Currents

Orthopaedics: 2003: 245-253

28 Chukwubuike KE, Enebe JT, Nduagubam OC. Urethral injury in children: experience in a

teaching hospital in Enugu, Nigeria. Proceedings of Singapore Healthcare: 2020; 29(3): 151-

155

29 Britt LD, Barie PS, Peitzman AB, Jurkovich G. Acute care surgery. Lippincott Williams&

Wilkins: 2012

30 Rosenstein DI, Alsikafi NF. Diagnosis and classification of urethral injuries. Urol Clin N

Am: 2006: 73-85

31 Driesen MVD, Page P, Judson R, Gumm K. Guidelines emergency trauma urethrogram.

Melbourna Health: 2018: 1-4


32 Zhang Y, Zhang K, Fu Q. Emergency treatment of male blunt urethral trauma in China:

outcome of different methods in comparison with other countries. Asian Journal of Urology:

2018: 78-87

33 Morey AF, Brandes S, Dugi DD, Armstrong JH, Breyer BN, Broghammer JA, dkk.

Urotrauma: AUA guideline. The Journal of Urology: 2014: 327-335

34 Kommu SS, Illahi I, Mumtaz F. Patterns of urethral injury and immediate management.

Curr Opin Urol: 2007: 383-389

35 Rios E, Martinez-Pineiro L. Treatment of posterior urethral distractions defects following

pelvic fracture. Asian Journal of Urology: 2017: 1-8

36 Horigucho A. Management of male pelvic fracture urethral injuries: review and current

topics. International Journal of Urology: 2019; -26: 597-607

Anda mungkin juga menyukai