: bebas
Breathing
Circulation
Status urologikus
Costo vertebra angle
(-).
Suprasimfisis
Genital eksterna
Pemeriksaan Rectal Toucher : Tonus Sfingterani baik, ampula recti tidak kolaps,
mukosa licin, tidak terba massa, prostat : tidak ada nodul, konsistensi kenyal,
permukaan rata. Sarung tangan : feses (-), darah (-), lender (-).
KATA-KATA SULIT
Pertanyaan
1. Mengapa terdapat darah yang keluar dari kemaluan dan terdapat
butterfly hematom?
2. Penanganan apa yang pertamakali harus dilakukan pada kasus ini?
3. Mengapa pasien mengeluh tidak bisa buang air kecil? Apa diagnosis
bandingnya?
4. Mengapa dilakukan pemeriksaan uretrografi retrograde?
Jawaban
1. Trauma pada uretra posterior robeknya fasicia buck darah keluar
trauma robeknya fasciabuck darah mengumpul di skrotum dan
perineum butterfly hematom.
2. Airway, Breathing, Circulation
3. Trauma rupture uretra urin tidak bisa keluar melalui OUE
DD trauma uretra posterior
Trauma medulla spinalis
4. Untuk melihat anatomi, fungsi. Untuk menegakan diagnosis dan untuk
menghilangkan diagnosis banding.
HIPOTESIS
Anamnesis :
-
Tatalaksana
SASARAN BELAJAR
Trauma uretra yang berhubungan dengan fraktur pelvis lebih jarang ditemukan
pada perempuan karena ukuran uretra perempuan yang lebih pendek dan
mobilitasnya yang lebih besar terhadap arkus pubis. Cedera uretra lebih sering
berhubungan dengan cedera/laserasi vagina (75%) dan cedera rektal (33%).
Cedera uretra anterior secara khas disebabkan oleh cedera langsung pada
pelvis dan uretra. Secara klasik, cedera uretra anterior disebabkan oleh straddle
injury atau tendangan atau pukulan pada daerah perineum, dimana uretra pars bulbosa
terjepit diantara tulang pubis dan benda tumpul. Cedera tembus uretra (luka tembak
atau luka tusuk) dapat juga menyebabkan cedera uretra anterior. Penyebab lain dari
cedera uretra anterior adalah trauma penis yang berat, trauma iatrogenic dari
kateterisasi, atau masuk benda asing
Posterior
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra
pars posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan
dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam
hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan
menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas.
Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua
gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi
bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan
menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars
prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di
dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga
jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan
terangkat ke kranial
Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab
sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian
dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko, mengalami cedera
uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari pada pengendara.
LO.2.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi Ruptur Uretra Anterior dan Posterior
Ruptur Uretra Anterior
Uretra anterior adalah bagian distal dari diafragma urogenitalia. Straddle
injury dapat menyebabkan laserasi atau contusion dari uretra. Instrumentasi atau
iatrogenik dapat menyebabkan disrupsi parsial.Cedera uretra anterior secara khas
disebabkan oleh cedera langsung pada pelvis dan uretra. Secara klasik, cedera uretra
anterior disebabkan oleh straddle injury atau tendangan atau pukulan pada daerah
perineum, dimana uretra pars bulbosa terjepit diantara tulang pubis dan benda tumpul.
Cedera tembus uretra (luka tembak atau luka tusuk) dapat juga menyebabkan cedera
uretra anterior. Penyebab lain dari cedera uretra anterior adalah trauma penis yang
berat, trauma iatrogenic dari kateterisasi, atau masuk benda asing.
Ruptur Uretra Posterior
Trauma tumpul merupakan penyebab dari sebagian besar cedera pada uretra
pars posterior. Menurut sejarahnya, banyak cedera semacam ini yang berhubungan
dengan kecelakaan di pabrik atau pertambangan. Akan tetapi, karena perbaikan dalam
hal keselamatan pekerja pabrik telah menggeser penyebab cedera ini dan
menyebabkan peningkatan pada cedera yang berhubungan kecelakaan lalu lintas.
Gangguan pada uretra terjadi sekitar 10% dari fraktur pelvis tetapi hampir semua
gangguan pada uretra membranasea yang berhubungan dengan trauma tumpul terjadi
bersamaan fraktur pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan
menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars
prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh darah yang berada di
dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di kavum retzius sehingga
jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat berada buli-buli akan
terangkat ke kranial.
Fraktur pelvis yang menyebabkan gangguan uretra biasanya penyebab
sekunder karena kecelakaan kendaraan bermotor (68%-84%) atau jauh dari ketinggian
dan tulang pelvis hancur (6%-25%). Pejalan kaki lebih beresiko, mengalami cedera
uretra karena fraktur pelvis pada kecelakaan bermotor dari pada pengendara.
Mekanisme trauma tumpul pada uretra anterior. A) Ilustrasi Straddle injury dimana
uretra terjepit diantara tulang pelvis dengan benda tumpul. B.) trauma uretra anterior
hingga terjadi robekan pada fascia buck, menyebabkan perdarahan meluas ke fascia
colles (Rosesntein et al, 2006)
Ruptur Uretra Posterior
Cedera uretra terjadi sebagai akibat dari adanya gaya geser pada
prostatomembranosa junction sehingga prostat terlepas dari fiksasi pada diafragma
Pasien biasanya juga mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian
bawah.
Ruptur uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di meatus
uretra. Gejala ini merupakan gejala yang paling penting dari ruptur uretra dan sering
menjadi satu-satunya gejala yang merupakan indikasi untuk dilakukannya uretrogram
retrogade sebagai alat penegak diagnosis pasti.
Selain tanda setempat, pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat
seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang
sama sekali tidak teraba prostat lagi karen pindah ke kranial. Pemeriksaan colok
dubur harus dilakukan dengan hati-hati karena fragmen tulang dapat mencederai
organ lain, seperti rektum.
Kateterisasi merupakan kontraindikasi pada ruptur uretra sebelum dilakukan
uretrogram retrograd karena apat menyebabkan infeksi periprostatika dan perivesika
hematoma serta dapat menyebabkan laserasi yang parsial menjadi laserasi total.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan adanya anemia.
Pemeriksaan urin kadang tidak dapat dilakukan bila terjadi retensi.
Pemeriksaan radiologis dapat dilakukan dengan uretrogram retrograd dan foto
polos pelvis. Pada hasil pemeriksaan dapat ditemukan adanya fraktur pelvis, adapun
pada uretrogram retrogade akan menunjukkan ekstravasasi.
LO.2.5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Ruptur Uretra
Anterior dan Posterior
Ruptur Urethra Anterior
a) Riwayat jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena daerah perineum atau
riwayat instrumentasi disertai adanya darah menetes dari uretra yang
merupakan gejala penting.
b) Nyeri daerah perineum dan kadang-kadang ada hematom perineal.
c) Retensio urin bisa terjadi dan dapat diatasi dengan sistostomi suprapubik
untuk sementara, sambil menunggu diagnose pasti. Pemasangan kateter
uretra merupakan kontraindikasi.
d) Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urin
keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis
terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut
robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles
sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen.
Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu
sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.
Gambaran urethra posterior yang teregang tetapi masih intak tanpa adanya
ekstravasasi kontras pada uretrogram ascending (Ramchandani, 2009).
b) Colapinto II
Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato membranasea,
sedagkan diafragma urogenitalia masih utuh.
Gambaran uretrogram : menunjukkan ekstravasasi kontras yang
masih terbatas pada diafragma urogenital.
ketegangan, end-to-end anastomosis. Ini adalah prosedur yang sangat sukses di lebih
dari 95% kasus (Pineiro LM, 2007).
Penanganan trauma iatrogenik
Pemasangan stent uretra sementara dengan kateter adalah pilihan terapi
konvensional baik untuk mengobati bagian kerusakan yang akut. Jika penempatan
kateter uretra tidak mungkin, bantuan endoskopi atau penempatan tabung suprapubik
mungkin diperlukan. Striktur anastomosis iatrogenik setelah prostatektomi radikal
dapat berhasil diobati oleh manajemen endoskopi, baik dengan sayatan atau reseksi.
Penempatan stent uretra pada leher kandung kemih bersama-sama dengan
penempatan sfingter buatan juga telah dilaporkan sebagai pilihan yang valid dalam
striktur yang berulang, tetapi harus dilakukan hanya pada pasien tertentu. Alternatif
dengan indewelling kateter yang permanen, dilatasi uretra, intermiten kateterisasi,
atau prosedur yang terbuka. Prosedur terbuka membentuk suatu anastomosis
vesicourethral baru memberikan peningkatan morbiditas dan juga terkait dengan
penempatan sfingter buatan. Hasil jangka panjang tentang hasil dari semua prosedur
ini sangat langka. Prosedur alternatif dalam kasus yang berulang dan pasca TUR-P
Lesi sphincteric ganda (inkontinensia dan striktur) adalah prosedur yang melepaskan
outlet uretra, seperti diversi urin, Continent vesicostomy atau kateter suprapubik
permanen (Pineiro LM et al, 2010).
Pilihan utama berupa surgical repair direkomendasikan pada luka tembak
dengan kecepatan rendah, Ukuran kateter disesuaikan dengan berat dari striktur
uretra. Debridement dari korpus spongiosum setelah trauma seharusnya dibatasi
karena aliran darah korpus dapat terganggu sehingga menghambat penyembuhan
spontan dari area yang mengalami kontusi. Diversi urin dengan suprapubik
direkomendasikan setelah luka tembak uretra dengan kecepatan tinggi, diikuti dengan
rekonstruksi lambat (Wein AJ et al, 2007 & Tanagho EA et al, 2013).
Penanganan Spesifik
a. Kontusio Uretra
Pasien dengan kontusio uretra tidak ditemukan bukti adanya ekstravasasi dan uretra
tetap utuh. Setelah uretrografi, pasien dibolehkan untuk buang air kecil; dan jika
buang air kecil normal, tanpa nyeri dan pendarahan, tidak dibutuhkan penanganan
tambahan. Jika pendarahan menetap, drainase uretra dapat dilakukan (Tanagho EA et
al, 2013)
b. Laserasi Uretra
Instrumentasi uretra setelah uretrografi harus dihindari. Insisi midline pada
suprapubik dapat membuka kubah dari buli-buli supaya pipa sistotomi suprapubik
dapat disisipkan dan dibolehkan pengalihan urin sampai laserasi uretra sembuh. Jika
pada uretrogram terlihat sedikit ekstravasasi, berkemih dapat dilakukan 7 hari setelah
drainase kateter suprapubik untuk menyelidiki ekstravasasi. Pada kerusakan yang
lebih parah, drainase kateter suprapubik harus menunggu 2 sampai 3 minggu sebelum
mencoba berkemih. Penyembuhan pada tempat yang rusak dapat menyebabkan
striktur. Kebanyakan striktur tidak berat dan tidak memerlukan rekonstuksi bedah.
Kateter suprapubik dapat dilepas jika tidak ada ekstravasasi. Tindakan lanjut dengan
melihat laju aliran urin akan memperlihatkan apakah terdapat obstuksi uretra oleh
striktur (Tanagho EA et al, 2013)
Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi 2- 3 hari
kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir (railroading) (Sjamsuhidajat R &
Jong WM, 2005).
1. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari meatus
uretra
2. Sonde uretra pertama dari meatus eksternus dan sonde kedua melalui
sistotomi yang dibuat lebih dahulu saling bertemu, ditandai bunyi
denting yang dirasa di tempat ruptur
3. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung dengan bimbingan
sonde dari buli-buli
4. Sonde dicabut dari uretra
5. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan ujung kateter
Foley yang dijahit pada kateter Nelaton
6. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli
7. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi ringan
sehingga balon kateter Foley tertarik dan menyebabkan luka ruptur
merapat. Insisi di buli-buli ditutup
2. Delayed urethral reconstruction
Rekonstruksi uretra setelah disposisi prostat dapat dikerjakan dalam 3 bulan,
diduga pada saat ini tidak ada abses pelvis atau bukti lain dari infeksi pelvis. Sebelum
rekonstuksi, dilakukan kombinasi sistogram dan uretrogram untuk menentukan
panjang sebenarnya dari striktur uretra. Panjang striktur biasanya 1-2 cm dan
lokasinya dibelakang dari tulang pubis. Metode yang dipilih adalah single-stage
reconstruction pada ruptur uretra dengan eksisi langsung pada daerah striktur dan
anastomosis uretra pars bulbosa ke apeks prostat lalu dipasang kateter uretra ukuran
16 F melalui sistotomi suprapubik. Kira-kira 1 bulan setelah rekonstuksi, kateter
uretra dapat dilepas. Sebelumnya dilakukan sistogram, jika sistogram memperlihatkan
uretra utuh dan tidak ada ekstravasasi, kateter suprapubik dapat dilepas. Jika masih
ada ekstravasasi atau striktur, kateter suprapubik harus dipertahankan. Uretrogram
dilakukan kembali dalam 2 bulan untuk melihat perkembangan striktur (Tanagho EA
et al, 2013).
3. Immediate urethral realignment
Beberapa ahli bedah lebih suka untuk langsung memperbaiki uretra.
Perdarahan dan hematoma sekitar ruptur merupakan masalah teknis. Timbulnya
striktur, impotensi, dan inkotinensia lebih tinggi dari immediate cystotomy dan
delayed reconstruction. Walaupun demikian beberapa penulis melaporkan
keberhasilan dengan immediate urethral realignment (Tanagho EA et al, 2013).
Manajemen optimal pasien dengan gangguan prostatomembranous tidak boleh
dianggap sebagai delayed repair vs modalitas pengobatan tipe lain. Setiap pasien
harus dinilai dan dikelola sesuai dengan keadaan klinis awal. Hal ini tidak praktis
untuk menunjukkan bahwa semua pasien dikelola oleh salah satu metode tunggal,
karena variabilitas kasus dan keparahan terkait cedera. Intervensi harus dipandu oleh
keadaan klinis. Algoritma berikut ini diambil dari Pedoman Asosiasi Urologi Eropa
(Pineiro LM et al, 2010):
Daftar Pustaka
Brandes S. 2006. Initial management of anterior and posterior urethral injuries . In
: McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america.
Philadelpia : Elseivers Sanders.
http://www.urologyhealth.org/urologic-conditions/urethral-trauma
Purnomo, Basuki. 2012. Trauma Urogenitalia dalam Dasar-Dasar Urologi.
Jakarta: Sagung Seto..
Rosentein DI, Alsikafi NF. 2006. Diagnosis and classification of urethral injuries.
In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america.
Philadelpia : Elseivers Sanders.
Schreiter F, et al. 2006. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In:
Schreiter F, et al, editors. Urethral reconstructive surgery. Germany: Springer
Medizin Verlag Heidelberg; 2006. p.107-20
Sjamsuhidajat R, Jong WM. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smith JK, Kenney P. Urethra trauma. 2009. Available from:URL :
www.emedicine.com
Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. 2007. Campbell-walsh
urology. 9th Edition. Philadelphia : Saunders elsevier.