Anda di halaman 1dari 17

TUTORIAL

BLOK SISTEM UROGENITAL


SEMESTER VI

NAMA : RIANG KRISDAYANTI TELAUMBANUA

NMP ; 61116100

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERITAS BATAM

2019
Scenario 2

“TRAUMA GINJAL”

Tuan ferguso (35 tahun) dilarikan ke Puskesmas setelah mengalami kecelakaan lalu lintas,
terjatuh dari sepeda motor waktu kebut-kebutan dan perut kanan atasnya terbentur trotoar.

Dari pemeriksaaan fisik, dokter mendapatkan : kesadaran kompos mentis, akral dingin, tekanan
darah 70/40 mmHg, nadi 120 x/menit, nafas 20x/menit. Dokter segera memasang infus ringer laktat
dan diguyur, serta memasang kateter urethra. Pemeriksaan abdomen didapatkan jejas paada perut kana
atas dan dinding perut tegang, nyeri tekan dan nyeri lepas (+). Dokter segera merujuk tuan ferguso ke
RS.

Pemeriksaan di RS didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, urine 50 ml/jam, bercampur darah.
Lalu dilakukan CT scan abdomen dengan kontras. Dari CT Scan terlihat ada ekstravasi kontras keluar
dari kapsul di pool atas ginjal, sedangkan organ intra abdomen lain normal. Dokter merawat Tuan
Ferguso diruang intensif.

Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada Tuan Ferguso ?


TERMINOLOGI ASING

1. Ekstravasasi kontras : keluarnya atau pelepasan sesuatu seperti darah dari pembuluh darah
kedalam jaringan.
(Jurnal)
2. Ringer laktat : cairan infus yang biasa digunakan sebagai sumber elektrolit dan air
untuk hidrasi
(Jurnal)
3. Akral : berkenaan dengan atau mempengaruhi tungkai atau ekstremitas lain
(Dorlan, Edisi 28)
4. Kompos mentis : yaitu sadar sepenuhnya,baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan
baik.
(IPD, jilid 1)
5. Kateter : peralatan bedah yang berbentuk tubular dan lentur yang dimasukkan
kedalam rongga tubuh untuk mengeluarkan atau memasukan cairan.
(Dorlan, Edisi 28)

RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa TD Tn. Ferguso rendah dengan akral dingin serta nadi yang cepat pasca trauma ?
2. mengapa dokter memasang infus ringer laktat dan diguyur serta memasang kateter urethra?
3. Mengapa urine Tn. Ferguso bercampur darah ?
4. Seberapa luas perdarahan intra abdomen yang dialami Tn. Ferguso sehingga timbul nyeri tekan
dan nyeri lepas?
5. Apa jenis trauma yang dialami Tn. Ferguso?
6. Mengapa terlihat ekstravasasi kontras keluar dari kapsul pool diatas ginjal pada CT Scan Tn.
Ferguso ?
HIPOTESIS

1. Tekanan →trauma →(kemungkinan) perdarahan intra abdomen →shock hipovolemik → suplai


darah ↓ → kontraksi jantung ↑ → nadi cepat → akral dingin
2. TD ↓, cairan ↓, → ringer laktat & diguyur → cairan normal, TD normal.
 Saraf pada vesika urinary teganggu
 Memonitor urine pasien untuk penegakan diagnose dan lanjutan
3. Perdarah intra abdomen → trauma urogenital
4. Perdarahan hebat → nyeri tekan & nyeri lepas
5. Trauma abdomen → perdarahan intra abdomen
6. Trauma → ginjal → perdarahan → robekan pada kapsul pool atas ginjal → darah keluar
bersama kontras

SKEMA Tn.Ferguso

(35 Tahun)

Px fisik

ANAMNESIS - KU : kompos mentis


- Akral dingin Px penunjang
PKA - TD 70/40 mmHg
- Nadi 120x/menit CT Scan
terbentur
- Nafas 20x/menit
- Nyeri tekan (+)
- Nyeri lepas (+)

Diagnosis

TRAUMA GINJAL

PENATALAKSANAAN
LEARNING OBJEKTIF

1. Patofisiologi trauma pada system urogenital


2. Etiologi trauma pada system urogenital
3. Pendekatan diagnosis trauma pada system urogenital
4. Penatalaksanaan trauma pada system urogenital
5. Komplikasi trauma pada system urogenital
6. Prognosis trauma pada system urogenital
PEMBAHASAN

“TRAUMA UROGENITAL”

1. TRAUMA GINJAL

Defenisi trauma ginjal adalah suatu keadaan yang menyebabkan kerusakan tubuh atau
organ tubuh dimana factor penyebab berasal dari luar tubuh. Salah satu trauma yang dapat terjadi
pada organ tubuh adalah ginjal. Trauma ginjal terjadi rata-rata 1-5% dari semua trauma. Ginjal
paling sering terkena trauma, dengan rasio kejadian 3;1 antara laki laki dan wanita. Trauma ginjal
dapat mengancam jiwa, namun kebanyakan trauma ginjal dapat dikelola secara konservatif. Dengan
kemajuan dibidang diagnostic dan terapi telah menurunkan angka intervensi bedah pada penangan
trauma ginjal dan meningkatkan preservasi ginjal.

 Anatomi Ginjal

 Etiologi Trauma Ginjal


1. Terjadi karena : a. langsung kenak benturan
b. cedera deselarasi
2. 10% trauma abdomen mengenai ginjal
3. Dapat kenak trauma tumpul, trauma tajam maupun luka tembak
4. Guncangan pada ginjal dapat menyebabkan robeknya kapsul ginjal bahkan
parenkim
5. 1-5% trauma melibatkan ginjal
6. 5-10% trauma abdomen mengenai ginja
 Mekanisme Trauma
Mekanisme terjadi trauma ginjal dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Trauma Tumpul

Trauma tumpul biasanya diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pada olahraga
dan lain lain. Kecelakaan penyebab trauma tumpul pada ginjal. Laserasi ginjal dan trauma pada
vaskuler ginjal kira kira 10-15% dari trauma tumpul ginjal. Oklusi arteri renal berhubungan dengan
trauma deselarasi secara tiba tiba. Posisi ginjal berubah yang menyebabkan tarikan pada vaskuler
ginjal. Hal tersebut menyebabkan injuri pada intima dan dapat memicu terjadinya thrombosis.
Kompresi arteri renal yang disebabakan desakan antara vertebra dan dinding anterior abdomen dapat
menyebabkan thrombosis pada arteri renal kanan.

2. Trauma tajam

Luka tembak dan luka tusuk merupakan penyebab utama trauma tajam pada ginjal. Akibat
trauma ginjal lebih parah dari pada akibat trauma tumpul. Trauma dari peluru dapat mengakibatkan
trauma yang lebih parah pada parenkim ginjal akibat dari gaya kinetiknya yang besar. Trauma dengan
kekuatan yang lebih kecil mengakibatkan kerusakan jaringan yang lebih luas lagi akibat dari efek
ledakan. Pada trauma dengan kekuatan yang lebih besar kerusakan yang luas disertai dengan kerusakan
organ lain. Trauma ginjal yang paling sering terjadi dinatar organ urogenital yang lan, biasanya disertai
dengan trauma abdomen dan kejadian nefrektomi masih tinggi antara 25-30%.
 Klasifikasi Trauma Ginjal

Grade I : Kontusio Dan Subkapsular Hematom Grade II : Laserasi Kortek Dan Perirenal Hematom

Grade III : Laserasi Dalam Hingga Kortikomedulari Junction Grade Iv : Laserasi Menembus Kolekting Sistem

Grade V : Trombosis Arteri Renalis,Avulsi Pedikel Dan Shattered Kidney.


 Diagnosis Trauma Ginjal

Intial assessment pada pasien trauma termasuk penanganan jalan nafas control perdarahan, serta
syok. Pemeriksaan fisik lebih lanjut dilakukan bila kondisi pasien telah stabil. Bila dicurigai terjadinya
trauma ginjal, perlu dilakukan langkah diagnostic lebih lanjut.

1. Anamnesis
Anamnesa dapat diperoleh dari pasien yang telah stabil, atau saksi dari kejadian
kecelakaan, dari personel medis. Indikasi terjadinya trauma pada ginjal apabila terjadi deselerasi secara
tiba tiba dan trauma langsung pada daerah flank. Pada trauma tembus , perlu diketahui ukuran ari pisau
atau caliber atau jenis dari senjata. Perlu juga diketahui kondisi ginjal sebelum terjadi trauma, seperti
hidronefrosi \, kista, ata batu ginjal.
Pemeriksaan fisik adalah dasar dari assessment pada setiap pasien dengann trauma.
Stabilitas hemodinamik merupakan kriteria utama pada penanganan semua trauma ginjal. Pemeriksaan
fisik pada trauma tajam ginjal sangat penting, dimana dapat diketahui luka tusuk atau luka masuk dan
keluar dari peluru yang dapat ditemukan di pungggung atau abdomen. Trauma tumpl pada flank,
abdomen atau thoraxs bagaian bawah dapat menyebabkan terjadinya trauma ginjal. Temuan berikut
pada pemeriksaan fisik dapat menandakan terjadinya trauma ginjal. :

2. Pemeriksaan Fisik
Dicurigai adanya trauma ginjal jika terdapat :
1. Trauma di daerah pinggang, dada sebelah bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri
atau didapatkan adanya jejas pada daerah tsb.
2. Hematuria
3. Fraktur costa sebelah bawah(T8-T12) atau fraktur proc. Spinosus vertebra
4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
5. Cedera deselerasi yang berat akibat jantuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas
Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat
jejas berupa ekimosis dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopis. Pada trauma
mayor atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat
hematoma di daerah pinggang yang makin lama makin membesar.
3. Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan tergantung keadaan klinis dan fasilitas yang dimiliki oleh Rumah Sakit

1. IVU
Digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral.
Pembuatan IVU dikerjakan jika diduga ada:

a. Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal


b. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik
c. Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik yang diserta
dengan syok

2. CT Scan
Jika IVU belum bisa menjelaskan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal non visualized), perlu
dilakukan pemeriksaan CT scan atau arteriografi

3. USG Abdomen
Pemeriksaan ini diharapkan dapat menemukan adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma
subkapsuler serta memperlihatkan adanya robekan pada kapsul ginjal. Pemeriksaan ini
dikerjakan jika ada dugaan cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda hematuria
mikroskopik tanpa disertai syok

 Tatalaksana Trauma Ginjal


1) Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda vital
(tensi, nadi dan suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran
di lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah dan perubahan warna urine.

2) Operasi
Ditujukan untuk trauma ginjal mayor dengan tujuan menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin
dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang
dilakukan nefrektomi parsial atau total karena kerusakan ginjal yang sangat berat
 Komplikasi
 awal
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cederaginjal. Pasien harus
diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan hematokrit,ukuran dan ekspansi massa yang dapat
dipalpasi. Perdarahan berhenti pada 80-85%kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus
atau gross hematuria hebatmungkin perlu tindakan operasi segera.Ekstravasasi urin dari ginjal dapat
berupa massa (urinoma) di retro peritonealyang mana rentan untuk terbentuknya abses
dan sepsis. Febris ringan dapat terjadi padahematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih
tinggi menunjukkan adanyainflamasi Abses perinefrik dapat terbentuk, yang mengakibatkan nyeri
tekan perut dannyeri flank, merupakan indikasi untuk operasi segera.
 lanjut
Hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena, batu dan pielonefritis merupakankomplikasi
lanjut. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan diperlukan untukmenilai adanya
hipertensi. Sesudah 3 - 6 bulan, dilakukan pemeriksaan ekskresiurografi untuk memastikan jaringan
parut perinefrik yang ada tidak menyebabkanhidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan
vaskuler lengkap dapat menyebabkanatrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat dapat terjadi 1 -
4 minggu pasca trauma.

 Prognosis
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada penyebab danluasnya trauma
(ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan reversible, kemungkinan membutuhkan penanganan yang
sesegera mungkin dan munkin juga menghasilkankomplikasi. Dengan pengawasan yang baik biasanya
cedera ginjal memiliki prognosis baik.Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi
dapat mendeteksi adanyahidronefrosis atau hipertensi.
2. TRAUMA URETER
 Patofisiologi
Pada cedera ureter akibat Rudapaksa tajam biasanya ditemukan hematuria mikrosikopik pada
cedera ureter bilateral terdapat peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah.Pada umumnya tanda dan
gejala klinik tidak perlu sfesifik. Hematuria menunjukan cedera pada saluran kemih. Bila terjadi
ekstravasasi urine dapat timbul urinom, fistel uretro-kutanmelalui luka atau tanda rangsang peritonium
dan menyebabkan peritonitis. Hematuria terjadiakibat robeknya pembuluh darah disekitar ureter. Bila
cedera ureter disebabkan olehRudapaksa tumpul, gejalanya sering kurang jelas sehingga diagnosa
sering tertunda. Padacedera bilateral ditemukan anuria.

 Etiologi
Sering iatrogenik
 Operasi endourologi
 Operasi daerah pelvis
 Trauma dari luar : jarang umumnya cedera tajam.
Macam cedera
 terikat , putus (robek) , crushing (terjepit) , devaskularisasi.

 Diagnosis

Pasien dengan trauma ureter kerapkali sulit untuk di diagnosa sehingga diagnosanya sering
terlambat. Trauma ureter dapat menyebabkan hematuria, ekstravasasi urin sehingga timbul urinom
pada pinggang atau abdomen, nyeri yang sangat hebat disertai multipel trauma, syok pada pasien
dengan kehilangan darah sebanyak lebih dari 2000 cc.

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan penurunan kesadaran akibat syok, nyeri saat palpasi,
dan defans muskular akibat pendarahan intraperitoneal. Pemeriksaan kuldosentesis dapat dilakukan
untuk mencari adanya darah, cairan, atau udara dalam rongga perut. Pemeriksaan Hb dan hematokrit
juga perlu dilakukan untuk mengukur status anemis pasien.

 Saat bedah
Terlihat putus,tergenang urine, anuria bila bilateral
 pasca bedah
 Demam , nyeri pinggang
 Drainage jernih dan banyak
 Luka operasi selalu basah , warna pada drain sama dengan zat yg
disuntikan disekresikan ke ginjal
 Cairan drain sama kadar ureum dan kreatinin urine.
 Hematuri persisten dan urinoma/hematom abdomen
 Fistel uretero kutan
 Klasifikasi

Klasifikasi trauma ureter didasarkan pada lima derajat berbeda, yaitu :

 Derajat I : Hanya hematoma


 Derajat II : Laserasi <50% lingkar ureter
 Derajat III : Laserasi > 50% lingkar ureter
 Derajat IV : Robekan komplit devaskularisasi <2cm
 Derajat V : Robekan komplit devaskularisasi >2cm
 Jenis jenis trauma pada ureter

 Penatalaksanaan
 Anastomosis End To End.
 Ureteroneosistostomi
 Uretero Cuteneustomi.
 Transureteroureterotomi.
 Nefrostomi.

 Komplikasi
 Fistula ureter
 Infeksi retroperitonial
 Obstruksi ureter karena stenosis
 Peritonitis bila urine keluar kedalam kavum peritoneal
3. TRAUMA VESIKA URINARI
1. Etiologi

 Trauma tumpul pada panggul yang mengenai buli-buli.

 Trauma tembus.

 Akibat manipulasi yang salah sewaktu melakukan operasi Trans uretral


Resection ( TUR )

Fraktur tulang punggung yang menyebabkan kontusio dan ruptur buli-buli. Ruptur buli-buli
dibedakan 2 macam, yaitu :

 Intra peritoneal : peritoneum yang menutupi bagian atas / belakang dinding buli-buli robek
sehingga urin langsung masuk ke dalam rongga peritoneum.

 Ekstra peritoneal : peritoneum utuh, dan urin yang keluar dari ruptura tetap berada diluar.

Akibat luka tusuk misalnya ujung pisau, peluru.

Didapati perforasi buli-buli, urin keluar melalui dinding buli-buli terus kekulit.

Akibat manipulasi salah sewaktu melakukan trans ureterol resection, misalnya sewaktu reseksi
tumor buli, operasi prostat, dll.

2. Patofisiologi

Bila buli-buli yang penuh dengan urine mengalami trauma, maka akan terjadi peningkatan tekanan
intravesikel dapat menyebabkan contosio buli-buli / buli-buli pecah. Keadaan ini dapat
menyebabkan ruptura intraperitoneal.

3. Tanda dan gejala (diagonosis)

 Nyeri supra pubik baik verbal maupun saat palpasi.

 Hematuria.

 Ketidakmampuan untuk buang air kecil.

 Regiditas otot.

 Ekstravasase urine.

 Suhu tubuh meningkat.

 Syok.

 Tanda-tanda peritonitis.
4. Pemeriksaan laboratorium / diagnostik

 Hematokrit menurun.

 Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat


pinddah atau tertekan.

5. Komplikasi

 Urosepsis.

 Klien lemah akibat anemia.

6. Penatalaksanaan

 Atasi syok dan perdarahan.

 Istirahat baring sampai hematuri hilang.

 Bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruftur vesica urinaria


intra peritoneal dilakukan operasi sectio alta yang dilanjutkan dengan
laparatomi.

4. TRAUMA URETRA

1. Etiologi
Adanya trauma pada perut bagian bawah, panggul, genetalia eksterna maupun perineum. Cedera
eksternal

- Fraktur pelvis : rupture uretra pars membranasea.


- Trauma selangkangan : ruptur uretra pars bulbosa.
- Iatrogenik : pemasangan kateter folley yang salah.
- Persalinan lama.
- Ruptur yang spontan

2. Patofisiologi
Ruptur uretra sering terjadi bila seorang penderita patah tulang panggul karena jatuh atau
kecelakaan lalu lintas. Ruptur uretra dibagi menjadi 2 yaitu ; rupture uretra posterior dan anterior.

Ruptur uretran posterior hampir selalu disertai fraktur pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi
robekan pars membranaseae karena prostat dan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen
fraktur. Sedangkan uretra membranaseae terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat
terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum
puboprostatikum robek, sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke cranial.

Rupture uretra anterior atau cedera uretra bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk atau terkangkang
sehingga uretra terjepit antara objek yang keras seperti batu, kayu atau palang sepeda dengan tulang
simpisis. Cedera uretra anterior selain oleh cedera kangkang juga dapat di sebabkan oleh instrumentasi
urologic seperti pemasangan kateter, businasi dan bedah endoskopi. Akibatnya dapat terjadi kontusio
dan laserasi uretra karena straddle injury yang berat dan menyebabkan robeknya uretra dan terjadi
ekstravasasi urine yang biasa meluas ke skrotum, sepanjang penis dan ke dinding abdomen yang bila
tidak ditangani dengan baik terjadi infeksi atau sepsis.

3. Diagnosis
1. Perdarahan per-uretra post trauma.
2. Retensi urine.
3. Merupakan kontraindikasi pemasangan kateter.
4. Lebih khusus: Pada Posterior dan Anterior :
a. Pada Posterior
• Perdarahan per uretra
• Retensi urine.
• Pemeriksaan Rektal Tuse : Floating Prostat.
• Ureterografi: ekstravasasi kontras dan adanya fraktur pelvis.
b. Pada Anterior:
• Perdarahan per-uretra/ hematuri.
• Sleeve Hematom/butterfly hematom.
• Kadang terjadiretensi urine.

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologik:Tampak adanya defek uretra anterior daerah bulbus dengan
ekstravasasi bahan kontras uretografi retrograd.
5. Komplikasi
1. Komplikasi dini setelah rekonstruksi uretra
• Infeksi
• Hematoma
• Abses periuretral
• Fistel uretrokutan
• Epididimitis
2. Komplikasi lanjut
• Striktura uretra
• Khusus pada ruptur uretra posterior dapat timbul :
- Impotensi
- Inkontinensia

6. Penatalaksanaan
1. Pada ruptur anterior
a) Pada ruptur anterior yang partial cukup dengan memasang kateter dan
melakukan drainase bila ada.
b) ruptur yang total hendaknya sedapat mungkin dilakukan penyambungan
dengan membuat end-to-end, anastomosis dan suprapubic cystostomy.
c) Kontusio : observasi, 4-6 bulan kemudian dilakukan uretrografi ulang.
d) istosomi, 2 minggu kemudian dilakukan uretrogram dan striktura sache jika
timbul stiktura uretra.
e) Debridement dan insisi hematom untuk mencegah infeksi.
2. Pada ruptur uretra posterior
a) Pada rupture yang total suprapubic cystostomy 6-8 minggu.
b) Pada ruptur uretra posterior yang partial cukup dengan memasang douwer
kateter.
c) Operasi uretroplasti 3 bulan pasca ruptur.

Anda mungkin juga menyukai