ARTIKEL JURNAL
WARDATUL HASANAH
(1306459543)
ARTIKEL JURNAL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
WARDATUL HASANAH
(1306459543)
i
ii
Universitas Indonesia
iii
Universitas Indonesia
iv
Universitas Indonesia
1
Prestasi Akademis Sekolah Miskin Perdesaan : Studi Modal Sosial
Email : wardatulhasanah34@yahoo.com
Abstrak
Abstract
2
Key Words : Academic achievment, Rural School, Social Capital, Trust, Norms,
Network
Pendahuluan
Terdapat faktor diluar sekedar status sosial ekonomi keluarga yang dapat
mempengaruhi prestasi pada siswa didik. Menjadi menarik untuk diteliti bahwa
sekolah yang terletak di komunitas miskin dan di perdesaan memiliki capaian
akademis baik untuk para siswa didiknya. Hal tersebut dilihat dari nilai ujian
nasioanl, presentase siswa yang melanjutkan ke sekolah menengah serta
partisipasi di perlombaan di tingkat kecamatan dan kabupaten. Bagaimana hal
tersebut bisa terjadi ?. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi?
3
bidang akademis dan non akademis. Hal ini disebabkan oleh fasilitas fisik sekolah
yang buruk seperti ruang belajar serta alat peraga dan buku yang sangat tidak
memadai (Park dan Keyi 2011). Kelompok studi tersebut menjelaskan bahwa
school factors sangat menentukan educational outcome. Selain fasilitas fisik,
studi dari Bahmand dan Hannum (2011) menunjukkan bahwa di negara
berkembang peran latar belakang keluarga paling signifikan dalam mempengaruhi
capaian akademis siswa, keluarga dengan sumber daya ekonomi yang cukup dapat
menunjang proses belajar anak, sehingga siswa yang berasal dari keluarga dengan
kemampuan ekonomi yang bagus akan lebih memperoleh pencapaian yang bagus.
Studi Wachidah (2011) yang dilakukan di sekolah komunitas nelayan di Sidoarjo
menunjukkan bahwa di sekolah mengajarkan habitus kelas dominan sehingga
kelompok kelas dominanlah yang akan keluar menjadi pemenang. Kemudian
lebih jauh Wachidah (2011) menyimpulkan bahwa meritokrasi hanyalah mitos
belaka. Pandangan dari studi ini memiliki sikap yang pesimis terhadap
pendidikan.
Studi terdahulu dalam kajian sosiologi pendidikan lebih banyak studi yang
bersifat pesimistik sekalipun ada hanya pada tataran mikro yakni pada level
motivasi siswa yang lebih bersifat psikologis. Studi ini akan melihat pada level
komunitas dalam melihat prestasi akademis di sekolah, studi terdahulu
mengabaikan modal sosial menjadi hal yang berperan penting dalam pencapaian
akademis siswa. Modal tradisional seperti modal ekonomi, fisik dan manusia
hanya menentukan secara parsial dalam proses pencapaian akademis (Kameo
2012). Faktor penentu lainnya adalah modal sosial yaitu bagaimana cara aktor
4
dalam suatu komunitas saling berhubungan dan mengorganisasikan untuk
menghasilkan keluaran yang lebih baik. Studi terdahulu belum banyak yang
membahas prestasi siswa dari kelas bawah perdesaan yang memperoleh capaian
bagus di sekolah. Studi tentang modal sosial sebelumnya banyak digunakan dalam
studi perkembangan sosiologi ekonomi. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam
penelitian ini adalah bagaimana sekolah dengan mayoritas siswanya miskin dan
berada pada komunitas miskin di perdesaan dapat mencapai prestasi akademis
yang bagus pada siswa didiknya.
Metode
5
Terdapat dua sekolah yang diteliti yaitu SD Darussalam dan Al Furqon,
pemilihan sekolah tersebut dikarenakan memiliki kesamaan karakteristik sekolah
yakni mayoritas siswanya miskin, serta kualitas infrastruktur sekolah yang buruk
pula. Terdapat perbedaan antara sekolah Darussalam dan Al Furqon dalam hal
prestasi siswa didik SD Darussalam memiliki capaian prestasi pada siswa
didiknya lebih baik dibandingkan SD Al Furqon. Sehingga dilakukan analisis
komparasi terhadap dua sekolah tersebut dengan karakteristik sekolah yang
hampir sama namun memiliki keluaran yang berbeda. Wawancara mendalam
dilakukan kepada pihak sekolah, serta terhadap keluarga siswa, pemerintah daerah
serta masyarakat sekitar masing-masing sekolah. Selain itu wawancara mendalam
juga dilakukan kepada pihak Dinas Pendidikan Kecamatan Panti. Lokasi
penelitian dilakukan di Desa Panti dan Desa Pakis Kecamatan Panti Kabupaten
Jember Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini bersifat cross-sectional, dilakukan
pada bulan Desember 2016 sampai April 2017.
Modal Sosial
Banyak definisi tentang modal sosial, setiap ahli sosiologi, ekonomi, dan
politik mendefinisikan modal sosial secara berbeda-beda. Coleman (1988) dalam
sebuah tulisan yang berjudul Social Capital in the creation of Human Capital
mendefinisikan modal sosial sebagai harapan dan kewajiban, jaringan dan
informasi, serta norma sosial, menentukan volume modal kemanusiaan baik
dalam lingkup keluarga maupun komunitas. Sedangkan Fukuyama (1995)
menjelaskan modal sosial sebagai sebuah kemampuan suatu kelompok untuk
memiliki rasa saling percaya (trust), yang dibangun dengan kejujuran, kerjasama
dan kesetiaan. Robert Putnam dalam bukunya Bowling Alone : Americas
Declining Social Capital, bowling alone sebagai metafora bahwa warga Amerika
semakin sedikit kecenderungannya terlibat dalam pertandingan formal dan lebih
memilih bermain bersama teman dan sahabat. Dalam buku tersebut Putnam
menjelasakan bahwa terjadi kemerosotan modal sosial seperti rendahnya
kejujuran dan keterpercayaan pada warganya. Hal tersebut dijelaskan oleh Putnam
disebabkan beberapa faktor. Pertama meningkatnya kesibukan dan tekanan
sehingga menurunnya kontribusi khusunya para perempuan dalam komunitasnya.
Faktor kedua disebebkan oleh pengaruh kota metropolitan yakni karena mobilitas
6
urban dan pertumbuhan berlebih sehingga waktu hanya tersita untuk nongkrong
akibatnya ikatan cenderung terfragmentasi. Faktor ketiga yaitu disebabkan oleh
hiburan elektronik seperti televisi yang membuat masyarakat semakin apatis
dalam kegiatan politik, serta memutuskan hubungan ketetanggan dan pertemanan.
Faktor yang keempat adalah karena perubahan generasi, generasi 1960an lebih
tidak beorientasi pada warga dan lebih individualis. Selanjutnya dalam artikel
Economic Growth and Social Capital in Italia (2000) menunjukkan bahwa
dukungan dari masyarakat serta efektivitas institusi negara meningkatkan
kemakmuran pada Italia Utara yang berbeda dengan Italia Selatan. Modal sosial
seperti tingkat pendidikan, keterbukaan, kepercayaan pada institusi pemerintah
menciptakan kepuasana terhadap institusi negara, sehingga trust terhadap
pemerintah lokal menjadi meningkat. Berdasarkan penelitian di Italia Robert
Putnam, (1993) menjelaskan bahwa modal sosial adalah modal fisik dan modal
manusia yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial, norma-
norma, dan kepercayaan sosial yang dapat menjembatani terciptanya kerjasama
dalam komunitas sehingga terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
Berdasarkan kerangka Putnam dalam membandingkan modal sosial di Italia Utara
dan Italia Selatan kemudian peneliti menggunakan kerangka berpikir Putnam
untuk membandingkan modal sosial di SD Darusslaam dan SD Al Furqon.
Trust
7
Rasa percaya merupakan alat untuk membangun hubungan yang dapat
menekan biaya transaksi, yaitu biaya yang muncul dalam proses pertukaran dan
biaya untuk melakukan kontak, kontrak dan kontrol. Rasa saling percaya juga
dapat menekan biaya pemantauan terhadap perilaku orang lain agar orang tersebut
berperilaku seperti yang diinginkan. Percaya berarti siap menerima risiko dan
ketidakpastian.
Norma
Jaringan
8
Model Analisis
Modal Sosial
Trust
Leadership Norma Academic Achievment
Jaringan
Deskripsi
9
pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan paling ideal ini. Ideal bukan berarti
lantas masyarakatnya menjadi sejahtera. Masyarakat di komunitas ini juga
tergolong miskin hal ini terbukti dari hampir 100 persen siswa SD Al Furqon
mendapatkan bantuan siswa miskin. Kedua sekolah tersebut memiliki kesamaan
yakni sekolah yang berada di komunitas miskin dan mayoritas siswanya dengan
latar belakang status sosial ekonomi rendah pula. Perbedaan dari keduanya adalah
SD Darussalam memiliki prestasi akademis yang bagus pada siswanya sedangkan
SD Al Furqon memiliki prestasi yang sangat rendah, hal ini dilihat dari angka
putus sekolah, kemampuan membaca tulis dll.
10
kekerabatan. Hal tersebut sesuai dengan unsur-unsur trust yang dikemukakan
oleh Kameo (2012) yaitu, hubungan sosial, harapan, serta tindakan sosial. Rasa
saling percaya tersebut tentunya akan mempermudah kerjasama dan
meningkatkan produktivitas, saat terdapat keluarga yang tidak bisa mengajari
anaknya kerena ada rasa saling percaya terhadap ketetanggaan maka anak tersebut
tetap memperoleh pembelajaran tanpa harus mengelurakan biaya seperti
membayar guru les. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bourdiou
(1986) bahwa rasa saling percaya yang tinggi dapat mempermudah kerjasama dan
menekan biaya transaksi. Hal serupa juga dijelaskan dalam penelitian Zulham
(2012) dalam meneliti produktivitas petani di Kabupaten Demak bahwa rasa
saling percaya meningkatkan produktivitas hasil pertanian, karena petani akan
menjadi lebih mudah untuk saling meminjamkan alat alat pertanian, hal serupa
juga dapat terjadi dalam bidang pendidikan.
Rasa saling percaya yang kedua yaitu memiliki kepercayaan kepada pihak
sekolah SD Darussalam oleh para orangtua siswa, baik kepada guru maupun
kepada pihak yayasan. Rasa percaya kepada sekolah ini terutama kepada pihak
yayasan dikarenakan faktor ketokohan, ketua yayasan SD Darussalam. Ketua
yayasan merupakan seorang tokoh agama di komunitas tersebut, sehingga akan
selalu disegani dan cenderung mengikuti yang diperintahkan. Selain mendirikan
sekolah formal beliau juga memiliki pendidikan informal keagamaan seperti
madrasah dan mengajar mengaji. Berdasarkan penuturan seluruh informan yaitu
orangtua siswa menyebutkan bahwa ketua yayasan menjadi panutan karena
dianggap hidup dalam kesederhanaan. Hal ini terlihat dari bangunan fisik rumah
ketua yayasan yang tergolong buruk dan menolak untuk direnovasi warga. Selain
demikian menurut penuturan beberapa informan ketua yayasan mencontohkan
semangat berjuang dalam pendidikan seperti mewakafkan beberapa tanahnya
untuk membangun pendidikan. Rasa percaya yang tinggi ini terbukti dari SD
Darussalam menjadi satu satunya sekolah di Kecamatan Panti yang dipercaya oleh
orangtua siswa untuk mengelola dana bantuan siswa miskin. Bantuan Siswa
Miskin dikelola untuk keperluan peningkatan prestasi seperti untuk pembelian
buku pelajaran dan alat drum band. Hal ini berbeda dengan yang terjadi di sekolah
lain para orangtua siswa tidak peracaya kepada sekolah sehingga dana dari BSM
11
dikelola sendiri dan tidak jarang yang kemudian disalah gunakan untuk keperluan
rumah tangga. Hal ini sesuai dengan penuturan Yayasan SA
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Beugelsdijk (2009) dari studi empirik
yang dilakukan di Belanda menjelaskan bahwa rasa saling percaya (trust) ada
dalam mempromosikan pertumbuhan dan berperan mengurangi biaya transaksi.
Selain itu studi lain yang dilakukan oleh Sztompka (1999) di Polandia, berbeda
dengan negara Eropa Timur lainnya yang cenderung melakukan dekomunikasi
atau pembersihan pemerintah dari unsur-unsur komunisme. Pemerintah Polandia
justru menunjukkan kemauan politik yang baik dan melupakan pertentangan
ideologi masa lalu. Seluruh lapisan masyarakat yang memiliki kemampuan
pemikiran dan material tanpa memandang ideologi diajak dan diberi kepercayaan
untuk bersama-sama membangun negara. Dengan dikesampingkannya perbedaan
ideologi maka pemerintah dan masyarakat Polandia lebih berpeluang untuk
berkonsentrasi dalam membangun ekonomi. Kasus Polandia ini memperlihatkan
12
bahwa modal sosial berupa kepercayaan dan jaringan hubungan antara pemerintah
dan seluruh lapisan masyarakat merupakan salah satu kunci utama bagi
kelancaran pelaksanaan pembangunan ekonomi.
Kepercayaan pada level yang lebih luas yaitu pada level komunitas,
walaupun rasa percaya ini tidak setinggi pada pihak sekolah namun pada
penuturan beberapa informan menunjukkan bahwa adanya rasa percaya terhadap
komunitas. Hal ini terjadi karena adanya jaringan sosial sehingga kepercayaan
bukan hanya terjadi ada tingkat keluarga namun pada level komunitas.
Kepercayaan ini seperti pada pemerintah lokal seperti Kepala Desa serta kepada
Ketua Dusun.
Sementara itu pada sekolah Al Furqon terdapat hal yang berbeda yakni
rasa saling percaya yang rendah baik pada level antar orangtua siswa sampai level
komunitas hal ini terjadi karena minimnya hubungan sosial antar keluarga siswa,
pihak sekolah maupun dengan komunitas. Minimnya hubungan sosial ini
khususnya ke pihak sekolah dikarenakan minimnya aspirasi pendidikan dari
keluarga terhadap sekolah, hal ini tidak terlepas dari sikap keluarga yang melihat
pendidikan bukan sebagai sarana untuk memperbaiki kehidupan, namun hanya
sebagai ritual saja. Akan tetapi walaupun demikian masyarakat di komunitas ini
tetap mewajibkan anaknya untuk sekolah namun menurut penuturan seluruh
informan hanya untuk ibadah dan menunggu agar anak dapat bekerja bersama
orang tua di pekebunan kopi.
13
tidak bekerja dan para laki-laki bekerja sebagai buruh tani dan kuli bangunan.
Faktor perempuan yang tidak bekerja ini memanfaatkan untuk berjejaring di
sekolah sehingga menciptakan modal sosial yang tinggi yang mengasilkan
keluaran berupa capaian akadmeis yang bagus pula. Dari penjelasan tersebut
menunjukkan bahwa tidak dapat dipungkiri faktor perbedaan geografis dapat
mempengaruhi tingkat modal sosial pada komunitasnya. Karena tanpa
mengetahui dan memahami latar historis dinamika perkembangan komunitas
secara utuh, keberadaan dan peran modal sosialnya juga tidak akan bisa dipahami
secara utuh, apapun kecenderungannya, misalnya apakah modal sosial menjadi
semakin kuat, atau semakin lemah seperti di SD Al Furqon. Dengan kata lain,
rekonstruksi keberadaan dan peran modal sosial sangat bergantung pada
konteksnya.
14
Rendahnya trust pada kumunitas SD AL Furqon ini terjadi setidaknya
karen tiga faktor. Pertama hubungan sosial sangat rendah baik antar orangtua
siswa, orang tua siswa dengan sekolah sehingga trust akan sulit terbentuk. Dalam
penuturan beberapa informan mengaku tidak saling mengenal baik sesama
orangtua maupun dengan guru. Dalam penelitian Rambe (2010) menyebutkan
bahwa saling mengenal merupakan sebagai tahap awal dalam hubungan sosial
dan menjadi sebagai pelumas dalam hubungan sosial. Unsur yang kedua yaitu
aspirasi atau harapan, harapan pada yang dimiliki oleh komunitas ini adalah hanya
berhubungan dengan ekonomi yaitu permasalahan lahan kopi mereka, sehingga
pendidikan bukan merupakan aspirasi mereka dan cenderung apatis. Unsur ketiga
yaitu tindakan sosial, tindakan merupakan unsur paling sulit untuk terjadi di
komunitas ini tindakan hanya akan terejadi apabila stakeholder dalam komunitas
saling mengenal dan memiliki harapan dalam hubungan sosial. Contoh dari
tindakan ini adalah saling membantu, saling meminjamkan dll.
15
Tabel 1. Perbandingan Trust SD Darussalam dan Al Furqon
Trust
Norma dijadikan pedoman bagi warga sekolah selain itu juga untuk
dijadikan sebagai alat untuk mengurangi ketidakpastian dalam melakukan
16
pertukaran (Kameo dkk 2012). Norma menjadi jaminan dalam pertukaran dalam
kelompok, karena norma juga berfungsi sebagai pengendalian sosial atau sebagai
pengawasan terhadap tingkah laku. Norma tersebut kemudian dijadikan sebagai
pedoman untuk bertindak sehingga siswa, guru, kepala sekolah, orangtua
bertindak sesuai norma tersebut untuk mencapai harapaanya. Tentunya sekolah
bisa merealisasikan visi misi karena sekolah mendapat dukungan dari keluarga
siswa, maupun dari komunkitasnya. Upaya gigih yang dilakukan oleh siswa dan
guru di sekolah didukung pula dengan keluarga yang memiliki semangat yang
sama tentang pendidikan anak. Keluarga akan melanjutkan apa yang telah
diajarkan oleh guru di sekolah. Sekolah bukan satu satunya pusat pendidikan,
keluarga dan komunitas merupakan dua pusat pendidikan yang turut menentukan
prestasi anak. Siswa yang berasal dari keluarga dan tinggal di komunitas yang
mendukung suasana belajar yang kondusif tentunya akan berbeda dengan siswa
yang berasal dari keuarga yang abai terhadap pendidikan.
17
juga diperoleh dari komunitas yaitu seperti dari Kepala Dusun, RT dan RW yang
turut hadir dalam rapat di sekolah, mengontrol perilaku siswa seperti menegur
siswa yang berkeliaran saat jam sekolah.
18
Darussalam. Hal tersebut membuktikan bahwa pembangunan ini benar-benar
terjadi secara buttom up. Masyarakat memiliki kesadaran yang sangat tinggi
terhadap pembangunan manusia melalui pendidikan. Tidak hanya berhenti disitu
bahwa dalam proses pembangunan gedung sekolah para orangtua siswa
membangun bersama-sama dan menekan biaya pembangunan seperti biaya
tukang, konsumsi karena dilakukan sendiri oleh orangtua siswa SD Darussalam
dan masyarakat sekitar.
19
dianggap mampu untuk bekerja sebelum lulus sekolah maka menjadi hal biasa
untuk putus sekolah. Begitu pula dengan komunitas karena daerah tersebut
dikenal dengan daerah perkebunan kopi yang masyarakatnya 80% menurut ketua
RT adalah petani kopi sedangkan sisanya adalah TKI di luar negeri. Masyarakat
sulit untuk memiliki harapan yang lain selain anak anak mereka dapat sekolah dan
mengaji umumnya sampai tingkat dasar dan kemudian ikut orangtua bekerja
sebagai petani kopi. Kebanggaan akan kepemilikan tanah di lereng gunung
merupakan salah satu penyebab komunitas tersebut enggan untuk bekerja di
sektor lain dan mengaharuskan anak anak mereka untuk melanjutkan pekerjaan
mereka. Pendidikan formal bukan menjadi hal yang utama dan tidak dipandang
sebagai sarana mobilitas sehingga tidak ada penghargaan yang bagus untuk
mereka yang berprestasi. Fokus keluarga adalah isu ekonomi sehingga
pendidikan merupakan sebuah ritual saja. Tidak adanya norma yang resiprokal ini
membuat masyarakat sulit untuk melakukan perubahan secara kolektif karena
masyarakat memiliki kesadaran yang berbeda-beda dan saling berkebalikan.
Norma
20
Keluarga : Berprestasi
Komunitas : Bermartabat
SD Al Furqon Sekolah : Berprestasi
21
Jaringan tersebut muncul akibat adanya kesadaran bahwa individu adalah
bagian dari kelompok, kesadaran bahwa pengetahuan dan ide perorangan sulit
untuk memberikan manfaat yang signifikan. Faktor yang kedua yakni karena
adanya kerjasama yang timbul karena individu memiliki orientasi terhadap
kelompoknya. Jaringan yang dalam melibatkan warga dalam pengembangan
organisasi akan menciptakan satuan organisasi lokal yang erat dan meningkatkan
kemampuan warga kolektif dalam mengalihkan kepentingan saya menjadi
kita sehingga terbangunlah kekompakan atau solidaritas warga dalam
komunitas lokal. Keterlibatan warga dalam pembangunan gedung sekolah
merupakan bentuk solidaritas dalam komunitas lokal, sehingga warga
mengesampingkan kepentingan pribadi untuk pembangunan sekolah. Jaringan
yang kuat antar orang tua siswa ini semakin terjaga dan bertahan lama
dikarenakan adanya ikatan yang mempererat dan seperti diadakannya kelompok
arisan antara orangtua siswa.
Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa di SD Darussalam terdapat
empat hal yang menjadi kunci keberhasilan. Pertama adanya organisasi atau
perkumpulan yang menjadi wadah bagi stakeholder untuk membicarakan hal yang
dianggap kepentingan bersama. Kedua, diikutsertakannya semua pihak, orangtua,
pemerintah lokal, kepala sekolah untuk dilibatkan dalam pembicaraan yang
merupakan kepentingan bersama. Ketiga, adanya peran dan partisipasi aktif dari
semua pihak yang terlibat. Keempat, keikutsertaan dalam kegiatan merupakan
kesadaran dari diri sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Kelima, setiap
stakeholder berkontribusi sesuai dengan kemampuan masing-masing.
22
Berbeda dengan SD Darussalam yang memiliki jaringan yang bagus ke
dalam komunitas ( bonding social capital), SD Al Furqon memiliki jaringan yang
bagus dengan komunitas luar (linking social capital) yaitu DPRD kabupaten,
serta DPR Pusat. Jaringan eksternal yang bagus tersebut tidak terjadi dalam
internal komunitas. Rendahnya trust masyarakat sekitar terhadap yayasan SD Al
Furqon tentunya tidak terlepas dari jaringan yang lemah ini. Lemahnya ikatan
sosial atau jaringan di internal terjadi akibat minimnya hubungan sosial.
Hubungan sosial yang minim ini terlihat dari tidak saling mengenal antara
orangtua siswa, selain itu orangtua siswa mengaku tidak mengenal dengan pihak
sekolah hal ini terjadi tidak terlepas dari minimnya wadah bagi seluruh
stakeholder misalnya seperti tidak adanya perkumpulan atau pertemuan antar
orangtua dan sekolah serta dengan pemerintah lokal. Jaringan untuk kerjasama
tentunya akan sulit terbangun jika masing-masing pihak bahkan tidak saling
mengenal. Kerjasma akan terjadi apabila adanya jaringan yang bagus serta adanya
trust dalam jaringan tersebut, saling mengenal adalah tahap awal dari modal
sosial.
23
Jaringan yang luas antara ketua Yayasan dengan pihak luar memberikan
fungsi akses untuk sekolah seperti pembangunan gedung fisik sekolah. Secara
fisik, SD Al Furqon lebih baik dibandingkan dengan SD Darussalam hal ini terjadi
karena jaringan yang luas ini membuat SD Al Furqon sering mendapatkan
bantuan dana untuk renovasi gedung kelas. Menurut penuturan ketua yayasan SD
Al Furqon mengatakan sering mendapatkan bantuan dari DPR RI maupun DPRD.
Jaringan ini diperoleh dari salah satu anggota keluarga yayasan mengenal baik
anggota DPRD Kabupaten. Jika merujuk pada Robert Putnam terdapat fungsi
akses yang sangat terasa yakni dalam proses penyelesaian masalah yang tidak
dapat diselesaikan internal kelompok maka akan mendapatkan bantuan barang dan
jasa dari pihak lain. Namun kualitas bangunan fisik ini tidak lantas signifikan
dalam mempengaruhi prestasi siswanya. Hal ini terjadi karena SD Al Furqon tidak
memenuhi dimensi modal sosial yang lain seperti norma, trust, serta lemah nya
bonding social capital. Lebih jauh Putnam (2000) menyimpulkan bahwa dalam
pembangunan manusia yang terpenting bukan bangunan fisiknya namun jaringan
orang-orang yang ada didalamnya.
Jaringan
24
Selanjutnya dalam proses menganalisa temuan data untuk menggambarkan
trust, norma dan jaringan di SD Al Furqon dan SD Darussalam, peneliti melakukan
pemaknaan teori modal sosial Robert Putnam terhadap temuan data dilapangan. Pada
akhirnya menetapkan suatu bentuk ukuran terhadap data, seperti berikut :
Keterangan
+ : Ketika hubungan dalam anggota ketetanggan dan antar orangtua siswa sangat
cair dan adanya saling percaya (mutual trust) antar orangtua siswa dilihat dari,
pertama orangtua percaya menitipkan anak untuk belajar dengan tetangga, kedua
percaya menitipkan anak disekolah kepada orangtua siswa yang lain. Kemudian
trust kepada pihak sekolah percaya kepada sekolah untuk mengelola BSM.
Percaya terhadap sosialiasi yang diberikan oleh sekolah tentang pentingnya
pendidikan
- : Ketika antar orangtua siswa tidak ada rasa saling percaya, karena tidak saling
mengenal. Minimnya hubungan sosial baik antar orangtua siswa maupun dengan
pihak sekolah. Selain itu adanya kecurigaan terhadap pihak sekolah adanya
indikasi korupsi dana BSM.
25
Sekolah, keluarga dan komunitas memiliki norma yang sinergis terhadap norma
pendidikan. Adanya apresiasi terhadap prestasi akademis baik di keluarga sekolah
dan komunitas.
- : Norma yang tidak saling mendukung antara norma di sekolah, keluarga dan
komunitas. Keluarga memiliki norma pengutamaan terhadap ekonomi, tidak
melihat pendidikan sebagai hal yang penting. Tidak adanya keselarasan norma.
+ : Banyaknya kerjasma dengan pihak eksternal ( DPRD dan DPR RI ), tiga kali
memperoleh bantuan dana pembangunan dari DPRD dan DPR RI.
Setiap unsur dalam modal sosial tentunya tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan saling mempengaruhi dan berjalan beriringan. Setidaknya terdapat tiga
bukti bahwa setiap unsur didalamnya saling berkaitan. Pertama, adanya jaringan
sosial memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat
menumbuhkan rasa saling percaya di antara sesama anggota masyarakat. Trust
tentunya akan sulit terbentuk
Trust apabila tidak ada hubungan sosial dalam komunitas.
Trust antara SD Al Furqon dengan orang tua siswa menjadi nihil karena minimnya
koordinasi antar keduanya. Kedua, kepercayaan (trust) memiliki implikasi positif
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dibuktikan dengan suatu kenyataan
26
Jaringan
bagaimana keterkaitan orang-orang yang memiliki rasa saling percaya (mutual
trust) dalam suatu jaringan sosial memperkuat norma-norma mengenai keharusan
untuk saling membantu. Keyakinan mengenai pentingnya pendidikan pada orang
tua siswa lantas tidak akan terjadi apabila tidak adanya trust pada pihak sekolah
oleh orang tua siswa, karena sosialisasi mengenai pentingnya pendidikan
diperoleh dari sekolah. Ketiga berbagai keberhasilan yang dicapai melalui
kerjasama pada waktu sebelumnya dalam jaringan ini akan mendorong bagi
keberlangsungan kerjasama pada waktu selanjutnya. Bukti empiris bahwa terdapat
siswa yang dapat memasuki sektor formal merupakan sebuah keberhasilan dari
suatu jaringan yang memperkuat kerjasama dalam jaringan tersebut.
.
Trust
Jaringan Norma
27
harapan adanya mobilitas sosial. Hal tersebut yang kemudian disebut Weber
sebagai rasional- instrumental ( zweckrational ), yaitu tindakan yang dilandasi
oleh rasionalitas sang aktor demi mencapai tujuan tertentu ( Ritzer 2012). Berbeda
dengan orang tua siswa, tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah SD
Darussalam dan SD AL Furqon bukan berdasarkan rasionalitas namun lebih
berdasarkan kepada tindakan berdasarkan nilai-nilai perjuangan yang kemudian
disebut Weber sebagai rasional nilai (wertrational).
Kesimpulan
28
terbatas pada mereka yang kuat, tetapi juga memberikan manfaat yang nyata bagi
orang miskin dan orang yang terpinggirkan. Coleman (2000) menjelaskan bahwa
modal sosial, baik berupa harapan dan kewajiban, jaringan dan informasi, serta
norma sosial, berpengaruh secara positif dalam menambah kapasitas modal
kemanusiaan baik dalam lingkup keluarga maupun komunitas. Intensitas relasi
dalam keluarga dan di luar keluarga memperkuat modal sosial dan turut
menciptakan modal manusia yang dapat berguna dalam pembangunan. SD
Darussalam yang berada di komunitas miskin dapat menyelesaikan permaslahan
pendidikan pada anak, dengan memanfaatkan modal sosial. Tentunya masyarakat
tidak mengenal istilah modal sosial namun jelas mereka telah mempraktekan
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi para peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini masih kurang dalam
menjelaskan bagaimana meningkatkan modal sosial pada komunitas yang
memiliki modal sosial rendah. Masyarakat yang memiliki aspirasi yang rendah
terhadap pendidikan yang cenderung menerima dengan keadaan saat ini. Maka
menarik bagi para peneliti selanjutnya untuk melihat bagaimana seharusnya
membangun modal sosial pada komunitas yang memiliki modal sosial yang
rendah ( low trust society) .
29
seperti Kameo (2012) dalam studi tentang resistensi PKL di Semarang bahwa
Robert Putnam luput dalam menjelaskan bagaimana modal sosial kemudian
terbentuk. Bahwa seolah-olah modal sosial hadir dengan sendirinya sebagai
kemampuan masyarakat secara kolektif. Putnam luput menjelaskan bagaimana
kemudian terdapat aktor yang menggerakkan masyarakat dalam peningkatan
modal sosial. Dalam temuan studi ini terdapat faktor agen sebagai penggerak
komunitas sehingga modal sosial dapat terbentuk. Ketua yayasan SD Darussalam
berperan sebagai agen dalam menggerakkan komunitas dalam peningkatan modal
sosial, seperti dalam pelibatan warga dalam proses pendirian sampai
pengembangan sekolah. Pemberian sosialisasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya pendidikan yang kemudian berimplikasi pada sikap dan tindakan
masyarakat terhadap pendidikan. Hal tersebut luput dari penjelasan Robert
Putnam tentang modal sosial.
Acknowledgement
Penulis tidak mampu menyelesaikan tanpa bantuan selaku Dr. Indera R.I.
Pattinasarany, MA selaku dosen pembimbing, serta Sakti Wira Yudha, S. Sos,
M.Si sebagai dosem mata kuliah seminar. Penulis juga berterimaksih kepada
pihak SD Darussalam dan SD Al Furqon, Dinas Pendidikan Kecamatan Panti
Kabupaten Jember yang sudah bersedia berpartisipasi dalam proses penulisan
artikel ini.
Daftar Pustaka
Artikel Jurnal
30
Sulawesi Selatan ) diakses pada 7 April 2017 Pukul 15 00 WIB diuduh
dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/1478
Brown, Carolyn A. 2007. .Are America's Poorest Children Receiving Their Share
of Federal Education Funds? School-Level Title I Funding in New York,
Los Angeles, and Chicago. Diakses pada 29 Maret 2017 pukul 13 01
diunduh dari
http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/40704320.pdf
http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/42732752.pdf
Fuller B, 1999. Which girls stay in school? The influence of family economy,
social demands,
Gamoran, Adam and Mare D. Robert. 2012. Secondary School Tracking and
Educational Inequality: Compensation, Reinforcement, orNeutrality?
Diakses pada 1 Maret 2017 pukul 08 03 WIB diunduh dari http://remote-
lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/2780469.pdf
http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/4121765.pdf
31
Inkeles A, 1998. Convergent and Divergent trends in national education systems.
Diunduh dari http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/2578310.pdf
diakses pada 2 januari pukul 19 00 WIB
Kremer, Michael 2012 Public and Private Schools in Rural India diunduh dari
http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/10.1086/588796?
seq=1#page_scan_tab_contents diakses pada 1 januari 2017 pukul 14 01
http://remote-lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/42744237.pdf
Saporito, Salvatore. 2002. School Choice in Black and White: Private School
Enrollment among Racial Groups. Diunduh dari http://remote-
lib.ui.ac.id:2059/stable/pdf/25594835.pdf diakses pada 2 januari 2017 12
21 WIB
Rambe, Rahma. 2010. Korelasi antara dukungan sosial orangtua dan self
directed learning pada siswa SMA . diakses pada 7 Februari 2017 Pukul
32
12 08 WIB diunduh dari
https://www.researchgate.net/profile/Tarmidi_Tarmidi/publication/261738
697_Korelasi_Antara_Dukungan_Sosial_Orang_Tua_dan_Self-
Directed_Learning_pada_Siswa_SMA/links/00b7d53566ee9d7df8000000.
pdf
Buku
Babbie, Earl. 2010. The Practice of Social Research 12th ed. Belmont CA:
Wadsworth Cengage Learning
33
Reduction In Latin America and The Caribbean: Toward A New
Paradigm.Santiago, Chile, September 24-26, 2001.
Putnam, Robert dengan Robert Leonardi dan Rafaella Nanetti (1993) Making
Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton, N.J.:
Princeton University Press.
Putnam, Robert. The Collaps and Revival American Community. Simon and
Schuster : New York
34
35