Anda di halaman 1dari 7

3.

Peran giberelin bagi fisiologi tanaman

Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat
genetik (genetic dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi
karbohidrat selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi kainnya. Giberelin
mempunyai peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas
kambium dan mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.

a. Genetic dwarfism

Genetic dwarfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh adanya
mutasi. Gejala ini terlihat dari memendeknya internode. Terhadap Genetic dwarfism ini,
giberelin mampu merubah tanaman yang kerdil menjadi tinggi. Hal ini telah dibuktikan
oleh Salisbury et.,al (1995). Dalam eksperimennya mereka telah memberi perlakuan
penyemprotan gibberellic acid pada berbagai varietas kacang. Hasil dari eksperimen ini
menunjukan bahwa gibberellic acid berpengaruh terhadap tanaman kacang yang kerdil
dan menjadi tinggi.

Mengenai hubungannya dengan cell elengation, dikemukakan bahwa giberelin


mendukung pengembangan dinding sel. Menurut Moore (1979) penggunaan giberelin
akan mendukung pembentukan enzym protolictic yang akan membebaskan tryptophan
sebagai asal bentuk dari auksin. Hal ini berarti bahwa kehadiran giberelin tersebut akan
meningkatkan kandungan auksin.

Mekanisme lain menerangkan bahwa giberelin akan menstimulasi cell


elengation, karena adanya hidrolisa pati yang dihasilkan dari giberelin, akan
mendukung terbentuknya a amilase. Sebagai akibat dari proses tersebut, maka
Giberelin sebagai salah satu hormon tumbuh pada tanaman, mempunyai peranan
dalam pembungaan konsentrasi gula meningkat yang mengakibatkan tekanan osmotik
di dalam sel menjadi naik, sehingga ada kecenderungan sel tersebut berkembang.
b. Pembungaan (flowering)

. Penelitian yang dilakukan Salisbury et.,al (1995) pada bunga spothiphyllum


Mauna loa. Dengan memberikan perlakuan GA3 dengan dosis: 250, 500 dan 1000
mg/l. saat tumbuhan membentuk bunga bergantung pada beberapa factor, termasuk
umur dan keadaan lingkungan tertentu. Misalnya perbandingan lamanya siang dan
malam sangat berpengaruh pada beberapa spesies.beberapa spesies hanya berbunga
apabila lamanya siang hari melewati titik kritis tertentu, dan yang lainnya hanya
berbunga jika lamanya siang hari lebih pendek dari titik kritis tertentu. Giberelin dapat
menggantikan hari panjang yang dibutuhkan oleh beberapa spesies. Hal inipun
menunjukan adanya interaksi dengan cahaya. Giberelin juga memenuhi kebutuhan
beberapa spesies akan masa dingin untuk menginduksi pembungaan atau agar
berbunga lebih awal (vernalisasi). Sejumlah bukti menunjukan bahwa beberapa
giberelin jauh lebih efektif dalam mendorong pembungaan daripada faktor lain

c. Parthenocarpy dan fruit set

Seperti auksin, giberelin pun berpengaruh terhadap Parthenocarpy. Hasil


penelitian menunjukan bahwa gibberellic acid (GA3) lebih efektif dalam terjadinya
Parthenocarpy dibanding dengan auksin yang dilakukan pada blueberry. Hasil
eksperimen lain menunjukan pula bahwa GA3 dapat meningkatkan tandan buah (fruit
set) dan hasil.

d. Peranan Giberelin dalam pematangan buah

Adalah suatu proses fisiologis, yaitu terjadinya perubahan dari kondisi yang tidak
menguntungkan ke suatu kondisi yang menguntungkan, ditandai dengan perubahan
tekstur, warna, rasa, dan aroma. Dalam proses pematangan ini, giberelin mempunyai
peran penting yaitu mampu mengundurkan pematangan (repening) dan pemasakan
(maturing) suatu jenis buah. Dari hasil penelitian menunjukan aplikasi giberelin pada
buah tomat dapat memperlambat pematangan buah, sedangkan gibberellic acid yang
diterapkan pada buah pisang matang, ternyata pemasakannya dapat ditunda.
e. Mobilisasi bahan makanan selama fase perkecambahan (germination)

Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Didalam endosperm terdapat
masa pati (starch) yang dikelilingi oleh suatu lapisan "aleuron".. sedangkan embrio itu
sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat akan menjadi dewasa.
Pertumbuhan embrio selama perkecambahan bergantung pada persiapan bahan
makanan yang berada di dalam endosperm. Untuk keperluan kelangsungan hidup
embrio maka terjadilah penguraian secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati
menjadi gula yang selanjutnya ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk
pertumbuhannya.

Embrio biji serelia dan rumput lainnya dikelilingi cadangan makanan yang
terdapat di sel yang secara metabolik tidak aktif, yaitu endosperma sendiri diselimuti
selimut tipis yang hidup, yang biasanya mempunyai ketebalan dua hingga empat sel,
dan disebut selaput aleuron. Setelah perkecambahan terjadi, terutama akibat
meningkatnya kelembapan, sel aleuron mengeluarkan sejumlah enzim hidrolisis yang
mencerna pati, protein, fitin, RNA, dan bahan dinding sel tertentu yang terdapat dalam
sel endosperma. amylase, yang menghidrolisis pati. Jika embrio dihilangkan dari biji
jelai, sel aleuron tidak menghasilkan dan mengeluarkan sebagian besar enzim
hidrolitiknya, termasuk amylase. Hal itu memperlihatkan bahwa embrio jelai biasanya
menyediakan suatu hormone untuk selaput aleuron dan bahwa hormon tersebut
memacu sel aleuron untuk membuat enzim hidrolitik ini. Hormon tersebut, yaitu
giberelin, juga mendorong sekresi enzim hidrolitik ke endosperma, tempat enzim
tersebut mencerna cadangan makanan dan dinding sel. Unsur mineral cadangan
menjadi lebih mudah tersedia, sebagai hasil kerja giberelin.
f. Stimulasi aktivitas cambium dan perkembangan xylem

Giberelin mempunyai peranan dalam aktivitas kambium dan perkembangn


xylem. Aplikasi GA3 dengan konsentrasi 100, 250, dan 500 ppm mendukung terjadinya
diferensiasi xylem pada pucuk olive. Begitu pula dengan mengadakan aplikasi GA3 +
IAA dengan konsentrasi masing-masing 250 dan 500 ppm, maka terjadi pengaruh
sinergis pada xylem. Sedangkan aplikasi auksin saja tidak memberi pengaruh pada
tanaman.

g. Dormansi

Dormansi adalah masa istirahat bagi suatu organ tanaman atau biji. Menurut
Moore (1979), dormansi adalah kemampuan biji untuk mengundurkan fase
perkecambahannya hingga saat dan tempat itu menguntungkan untuk tumbuh.
Secara umum terjadinya dormansi adalah disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam.
Faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah sbb:
1. Tidak sempurnanya embrio (rudimentery embriyo)
2. Embrio yang belum matang secara fisikologis (physiological immature embriyo)
3. kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis)
4. kulit biji impermeable ( impermeable seed coat)
5. adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan (presence of
germination inhibitors).

Fase yang terjadi dalam dorminasi biji, menurut Sasmitamihardja (1996) ada empat fase
yang harus dilalui :

1. Fase induksi, ditandai dengan terjadinya penurunan jumlah hormon (hormon


level)
2. Fase tertundanya metabolisme (a period of partial metabolic arrest)
3. Fase bertahannya embrio untuk berkecambah karena faktor lingkungan yang
tidak menguntungkan.
4. Perkecambahan (germination), ditandai dengan meningkatnya hormon dan
aktivitas enzym.

Pada biji, salah satu efek giberelin adalah mendorong pemanjangan sel, sehingga
radikula dapat mendobrak endosperm, kulit biji, atau kulit buah yang membatasi
pertumbuhannya.
4. Hormon Giberellin dan auksin

Giberelin merupakan hormon yang berfungsi sinergis (bekerja sama) dengan


hormone auksin. Giberelin berpengaruh terhadap perkembangan dan perkecambahan
embrio. Giberelin akan merangsang pembentukan enzim amylase. Enzim tersebut
berperan memecah senyawa amilum yang terdapat pada endosperm (cadangan
makanan) menjadi senyawa glukosa. Glukosa merupakan sumber energi pertumbuhan.
Apabila giberelin diberikan pada tumbuhan kerdil, tumbuhan akan tumbuh normal
kembali.

Fungsi lain hormon giberelin pada tanaman sangat berpengaruh pada sifat genetik
(genetic dwarfism), pembuangan, penyinaran, partohenocarpy, mobilisasi karbohidrat
selama perkecambahan (germination) dan aspek fisiologi lainnya. Giberelin mempunyai
peranan dalam mendukung perpanjangan sel (cell elongation), aktivitas kambium dan
mendukung pembentukan RNA baru serta sintesa protein.

Sedangkan auksin berperan dalam pertumbuhan untuk memacu proses


pemanjangan sel. Hormon auksin dihasilkan pada bagian koleoptil (titik tumbuh). Jika
terkena cahaya matahari, auksin menjadi tidak aktif. Kondisi fisiologis ini
mengakibatkan bagian yang tidak terkena cahaya matahari akan tumbuh lebih cepat
dari bagian yang terkena cahaya matahari. Akibatnya, tumbuhan akan memmbengkok
ke arah cahaya matahri. Auksin yang diedarkan ke seluruh bagian tumbuhan
mempengaruhi pemanjangan, pembelahan, dan siferensiasi sel tumbuhan. Auksin yang
dihasilkan pada tunas apical (ujung) batang dapat menghambat tumbuhnya tunas
lateral (samping) atau tunas ketiak. Bila tunas apical batang dipotong, tunas lateral
akan menumbuhkan daun-daun. Peristiwa ini disebut dominansi apical.

Fungsi lain dari auksin adalah merangsang cambium untuk membentuk xylem dan
floem, memelihara elastisitas dinding sel, membentuk dinding sel primer (dinding sel
yang pertama kali dibentuk pada sel tumbuhan), menghambatnya rontoknya buah dan
gugurnya daun, serta mampu membantu proses partenokarpi. Partenokarpi adalah
proses pembuahan tanpa penyerbukan. Pemberian hormon auksin pada tumbuhan
akan menyebabkan terjadinya pembentukan buah tanpa biji, akar lateral (samping), dan
serabut akar. Pembentukan akar lateral dan serabut akar menyebabkan proses
penyerapan air dan mineral dapat berjalan optimum.

Moore, C.T., 1979. Bioshemistry and Physiology Plant Hormon, Springer Verlag New
York, Inc. New York
Salisbury,Frank. B dan Cleon. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. ITB :
Bandung.
Sasmitamihardja, Dardjat. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai