net/publication/306379737
CITATIONS READS
0 393
1 author:
Suhartono Nurdin
National University of Malaysia
8 PUBLICATIONS 5 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Suhartono Nurdin on 23 August 2016.
S K R I PS I
H. SUHARTONO N.
S K R I PS I
H. SUHARTONO N.
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Mengetahui
Pancing Layangan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
informasi bagi masyarakat dan instansi terkait dalam usaha pengembangan alat
Banggae Kabupaten Majene. Metode penelitian ini adalah metode survei dengan
sampel sebanyak 10% dari populasi Pancing Layangan. Pencatatan data dilakukan
dengan panjang 4 -5 m, cincin yang dipasang pada ujung joran, tali pancing dari
bahan monofilamen No. 300 600 dengan panjang 300 m, layangan dengan
ukuran panjang antara 42 100 cm dan lebar 40,5 85 cm yang terbuat dari
plastik dengan rangka yang terbuat dari rotan, mata pancing No. 3 5 serta umpan
tiruan berbentuk cumi-cumi yang terbuat dari karet. Ukuran utama kapal dengan
panjang (L) antara 10 13 m, lebar (B) antara 1,4 1,9 m dan tinggi (D) antara
1,2 1,3 m, dengan kapasitas muat 3 ton. Dari rasio perbandingan yang diperoleh,
nilai L/B, L/D dan B/D tidak ada kapal sampel yang memenuhi standar kelayakan
keuntungan bersih rata-rata Rp. 30.724.655,6, maka dari segi finansial, usaha
This research aimed to know the technical and financial aspects of hand
line using a kite. The result of this study was expected to become information to
relevant institution and society in the effort of its development. This research was
conducted from June to July 2004 in the sub district of Banggae, district of
Majene. The survey methods were applied with samples more than 10% of hand
line population. Records keeping of data were conducted by taking primary data
Hand line using a kite were consist of: Joran of bamboo with length 4 5
m, attached ring at the end of Joran, line with monofilament materials No. 300
600 with length 300 m, kite with length range 42 100 cm and wide range 40,5
85 cm, made from plastic with rattan frame, hook No. 3 5 and artificial bait in
the form of squid made from rubber. The principle dimension of boat such as:
length over all (LOA) range 10 13 m, wide (B) range 1,4 1,9 m and depth (D)
range 1,2 1,3 m, with capacities 3 GT. The main dimension ratio obtained value
of L/B, L/D of B/D of sample out of the standard ratio, so that still need repair.
The financial aspect, R/C ratio value is mean 1,58 and net benefit mean of Rp.
30.724.655,6. Its concluded that hand line using a kite was feasible to develop
Pinrang pada tahun 1988 1994, SMP Negeri 1 Suppa, Pinrang pada tahun 1994
1997, dan SMU Negeri 1 Pare pare pada tahun 1997 2000.
Perikanan.
penulis tercatat sebagai asisten pada mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Hasil
Perikanan pada tahun 2003 dan 2004 dan mata kuliah Kepelautan pada tahun
2004.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
yang terkandung oleh bentang alamnya yang berbentuk suatu gugusan kepulauan.
2
Garis pantai sepanjang 81.000 km yang melingkupi sejumlah 17.502 buah pulau-
pulau besar maupun kecil di nusantara, garis pantai ini menjadi pembatas wilayah
2
daratan dengan perairan laut seluas 5,8 juta km yang terdiri dari perairan kepulauan
sumberdaya alam hayati dan non-hayati yang telah memberikan kontribusi nyata
dalam pembangunan bangsa Indonesia hingga saat ini. Sektor kelautan dan
perikanan telah lama menjadi tumpuan hidup keluarga nelayan dan masyarakat
nelayan dan para pengusaha yang bergerak dalam bidang penangkapan ikan untuk
keterampilan nelayan serta penerapan alat tangkap yang efektif dan efisien.
Kabupaten Majene merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan
dikembangkan. Salah satu alat tangkap yang banyak dioperasikan dalam usaha
Pancing Layangan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan tuna (Thunnus sp), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
dan ikan tongkol (Euthynnus affinis). Pancing Layangan merupakan salah satu
sifat ikan tersebut, dalam hal ini kebiasaan dan cara makannya.
tahun 1992. Dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut telah terjadi
peningkatan jumlah unit Pancing Layangan yang cukup pesat, peningkatan skala
ini perlu dilakukan dan mengingat potensi sumberdaya ikan tuna, ikan cakalang
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek teknis dan
Aspek Teknis
Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan adalah
jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal (termasuk jenis penggerak yang
trip, jumlah trip per bulan, jumlah trip per tahun, penanganan hasil tangkapan
dilakukan dengan cara penambahan jumlah trip (khusus pada musim puncak).
Selain itu ditunjang oleh daya tahan alat dan harga hasil penangkapan yang layak.
Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat
ramai, terlebih di kalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua
komponen utama, yaitu tali (Line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa
dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethylene, plastik (senar), dan lain-lain.
Sedang mata pancingnya (mata kailnya) dibuat dari kawat berkait balik, namun ada
juga yang tanpa kait balik. Sedangkan ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan
dengan besar kecilnya ikan yang akan di tangkap (Subani dan Barus, 1988).
Menurut Subani dan Barus (1988), walaupun pancing tersebut pada dasarnya
terdiri dari dua komponen utama (tali, mata pancing) namun sesuai dengan macam
mengalami perubahan dan kemajuan. Hal tersebut dapat dilihat pada penggunaan
warna tali, umpan yang di beri bau-bauan, umpan tiruan (Ayodhyoa, 1981).
perbedaan pada struktur pancing. Karena struktur ini tidak rumit maka terlihatlah
digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Barat Daya Asia, terutama untuk
menangkap ikan garfish dan ikan bonito. Metode ini juga telah dilakukan di
dari kertas atau daun pandan yang dikeringkan, yang dijahit pada bingkai bambu.
Layang-layang seperti itu dapat dibuat dalam ukuran yang cukup besar, panjang
bisa mencapai 100 cm dan lebarnya 50 cm. Panjang tali layangan yang digunakan
bisa mencapai 100 meter dan tali pancing yang diikatkan pada ekor
sekitar 75 meter, yang ujungnya diikatkan mata pancing yang telah diberi umpan.
pancing yang dihubungkan dengan layang-layang yang bahannya dari daun paku-
diperpanjang dengan tali yang berakhir dengan jerat. Ekor layang-layang tersebut
pancing antara lain mudah dalam struktur sehingga operasi dapat dilakukan
dengan mudah, organisasi usahanya kecil sehingga dengan modal sedikit usaha
sudah dapat berjalan, syarat-syarat fishing groundnya relatif sedikit dan dapat
dengan bebas memilih, pengaruh cuaca dan suasana laut lainnya relatif kecil
B. Kapal Penangkap
Selanjutnya dikemukakan bahwa kapal ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan
demikian sifat-sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh sesuatu kapal akan
diperlukan pula oleh kapal ikan. Tetapi berbeda dengan kapal penumpang dan kapal
barang, pada kapal dilakukan kerja menangkap ikan, menyimpan ikan, mengangkut
kapal, kemampuan olah gerak, kelaik lautan, luas lingkup area pelayaran,
selalu beroperasi bahkan pada saat cuaca yang buruk sekalipun. Oleh karena itu
diperlukan stabilitas yang tinggi agar kapal tetap dapat beroperasi. Kapal ikan
dibuat dengan konstruksi dan bahan yang khusus, sehingga akan menjamin
penangkapan, kapal ikan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti mesin,
Menurut Ayodhyoa (1972) bahwa kapal ikan mempunyai jenis dan bentuk
yang beraneka ragam, dikarenakan tujuan usaha, keadaan perairan dan lain
sebagainya, yang dengan demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari
kapal ikan. Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), dan
tinggi kapal (D). Besar kecilnya ukuran utama kapal berpengaruh pada
penangkapan, dimana :
seperti letak kamar mesin, tangki bahan bakar, tangki air tawar,
antara 6 15 meter, B antara 1,45 3,30 meter dan D antara 0,55 1,40 meter.
Sedangkan untuk kapal Hand Line Panjang (L) = 10 m, Lebar (B) = 2,60 m dan
tinggi (D) = 1,40, dengan rasio ukuran utama yaitu: L/B = 3,85, L/D = 7,14 dan
B/D = 1,86.
penangkapan tergantung dari keadaan angin, kalau anginnya kurang kuat, kadang
(kolongan, ring). Cara memberi umpan pada mata pancing tersebut ialah dengan
menusukkan salah satu ujung tali kawat pada sisi umpan sampai menembus pada
sisi lainnya, kemudian dibentuk suatu gelangan sebelum didikatkan pada tali
pancing. Disamping menggunakan umpan dari ikan dapat juga digunakan umpan
dari sarang laba-laba yang dililit-lilitkan pada mata pancing yang terbuat dari
siratan bambu atau kayu yang dibuat demikian rupa sehingga menyerupai bulatan
lonjong (Subani dan Barus, 1988). Lebih lanjut dikemukakan bahwa penangkapan
dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari dan dapat
uang dengan revenue earning dari pada proyek. Apakah proyek itu akan terjamin
dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana
tersebut dan apakah proyek itu akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara
orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan pelaksanaan proyek. Sebab, tidak
ada gunanya untuk melaksanakan proyek yang menguntungkan dilihat dari sudut
produksi tidak bertambah baik keadaannya (Kadariah, Karlina dan Gray, 1978).
Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1978) bahwa efisiensi suatu usaha
penangkapan dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengukur
produktifitas usaha atau dengan Gross R/C. Ditambahkan oleh Soekartawi (1995)
bahwa kriteria investasi yang umum digunakan dalam suatu analisa adalah
analisis R/C yaitu singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Jika R/C = 1, maka proyek
bersifat tidak untung dan tidak rugi hanya sekedar menutupi biaya saja. Jika R/C
> 1, maka hasil yang diperoleh lebih besar dari biaya total sehingga proyek dapat
dilaksanakan. Dan jika R/C < 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada
biaya total usaha, maka proyek tidak dapat dilaksanakan. Semakin tinggi R/C,
maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada proyek tersebut.
A. Biaya-biaya
a. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai setiap kali
biaya yang habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya ini terdiri
atas : biaya pembelian solar, rokok, ransum, restribusi, upah pekerja, dan biaya
b. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan untuk menutupi penyusutan dari
pada barang-barang modal (kapal, mesin dan alat tangkap) dan biaya yang
dengan waktu daya guna (tahun) dari faktor produksi. Metode untuk menghitung
penyusutan adalah metode garis lurus (Masud dan Mustafa, 1982 dalam Patalle,
1993).
B. Pendapatan
perkalian antara produksi yang dihasilkan atau yang diperoleh dengan harga jual
memperoleh laba yang tinggi pula, sebaliknya bila penerimaan rendah bahkan
negatif berarti suatu usaha menderita kerugian. Ditambahkan oleh Anas (1989)
bahwa pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Laba atau keuntungan perusahaan merupakan hasil usaha yang dapat
primitif maupun pada masyarakat modern sekalipun, yang terjadinya tidak dapat
terjadinya sistem bagi hasil karena asas saling membantu, kemalasan dan mungkin
pemilik peralatan melalui ikatan tertentu yang tercermin dalam sistem bagi hasil.
Dengan sistem ini akan tercipta saling ketergantungan antara golongan nelayan
perikanan laut, dimana jika suatu usaha parikanan diselenggarakan atas dasar
perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada fihak nelayan penggarap dan
a) Jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus)
b) Jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari
1. Panjang total atau panjang mutlak yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari
ujung paling depan bagian kepala sampai ke ujung terakhir bagian ekor.
2. Fork length yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung paling depan
3. Panjang standar atau panjang baku yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari
ujung paling depan bagian kepala sampai ujung terakhir dari tulang punggung. Tuna
sirip kuning (Thunnus albacares) dapat bertahan hidup hingga berusia 7 tahun, dan
umumnya mulai memijah pada saat berumur 2 tahun dengan panjang 90 cm.
Tuna sirip kuning memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan tuna mata besar
(Thunnus obesus), dimana panjangnya dapat mencapai 210 cm dan berat 176,4 Kg
Philipina, tuna sirip kuning bisa mencapai panjang 52,5 cm dan 56,7 cm, sedangkan di
perairan sekitar Khatulistiwa tuna sirip kuning bisa mencapai panjang 70 80 cm.
cm dan dapat mencapai panjang satu meter serta berat 550 800 gram (Anonim,
(Katsuwonus pelamis) yang tertangkap dengan alat tangkap Pole and Line di
Pasifik bagian Barat. Ikan tongkol dewasa melakukan pemijahan di perairan dekat
pantai, dan ukurannya bisa mencapai panjang maksimum 1 meter (Nontji, 1993).
BAHAN DAN METODE
Materi Penelitian
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah unit usaha Pancing
Layangan. Terhadap obyek penelitian tersebut (unit Pancing Layangan dan hasil
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dan
Layangan. Jumlah sampel yang dijadikan obyek penelitian adalah 10% atau 10 unit
dari total 100 unit pancing layangan yang ada di daerah tersebut.
Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati yaitu aspek teknis, aspek finansial dan aspek
biologi :
Aspek teknis
o Joran
o Tali pancing o
Mata pancing o
Layang-layang
Kapal Penangkap
o Mesin kapal
Hasil tangkapan
Aspek Finansial
Biaya-biaya
o Biaya tetap
o Biaya variabel
Pendapatan/Keuntungan
Aspek Biologi
Aspek Teknis
(jumlah hasil tangkapan), deskripsi alat tangkap dan juga kesesuaian ukuran
utama kapal untuk mengetahui rasio ukuran utamanya (L/B, L/D, dan B/D).
Aspek finansial
usaha.
a. R/C
R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio yang dikemukakan oleh
Keterangan :
Total Penerimaan adalah total penerimaan dari tahun yang
bersangkutan (Rp,).
Total biaya adalah total biaya yang dikeluarkan pada tahun yang
bersangkutan (Rp,).
b. Analisis Keuntungan
Keterangan :
Pt = Total Penerimaan
BT = Biaya tetap
BV = Biaya Variabel
Aspek Biologi
Aspek biologi meliputi pengukuran panjang ikan tuna sirip kuning (Thunnus
albacares), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan ikan tongkol (Euthynnus affinis)
yang tertangkap adalah dengan cara mengukur Fork Length sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Effendie (1997), yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung
Aspek Teknis
tangkap pancing yaitu Pancing Layangan, Pancing Ulur, Pancing Tonda dan
Pancing Ulur Vertikal. Namun yang lebih menonjol dan menjadi ciri khas bagi
a) Pancing Layangan
Pole and Line. Satu set Pancing Layangan terdiri dari joran, tali pancing, layang-
layang dan mata pancing. Pada mata pancing dipasang umpan tiruan.
alami dan sintetis untuk membuat satu set Pancing Layangan. Joran terbuat dari
cm. Joran digunakan untuk memainkan tali pancing dan layangan sehingga mata
pancing tetap berada diatas gerombolan ikan. Ujung joran dipasangi cincin
dimainkan. Tali pancing terbuat dari tasi (monofilamen), nomor 300 - 600 dengan
panjang total 300 meter. Panjang tali pancing antara joran dengan layangan yang
umum dipakai adalah < 75 meter atau disesuaikan dengan jarak antara
gerombolan ikan dengan kapal, sedangkan panjang tali pancing antara layangan
dengan mata pancing adalah 4 6 meter. Menurut Von Brandt (1964), Panjang tali
layangan yang digunakan bisa mencapai 100 meter dan tali pancing yang di
ikatkan pada ekor sekitar 75 meter, yang ujungnya di ikatkan mata pancing yang
telah diberi umpan. Layangan terbuat dari plastik sehingga dapat digunakan
berulang kali walaupun telah jatuh ke dalam air. Rangka layangan terbuat dari
rotan sehingga lebih lentur dan dapat dilengkungkan bila layangan sulit dinaikkan.
Ukuran layangan yang digunakan memiliki lebar berkisar antara 42 100 cm dan
tinggi antara 40,5 85 cm, Hal ini disesuaikan dengan kondisi angin pada saat
Pancing Layangan dioperasikan, dimana bila angin cukup kuat maka digunakan
layangan yang berukuran kecil sedangkan bila angin lemah maka digunakan
layangan yang berukuran besar. Menurut Von Brandt (1964), layang-layang yang
digunakan terbuat dari kertas atau daun pandan yang dikeringkan, yang dijahit
pada bingkai bambu. layang-layang seperti itu dapat dibuat dalam ukuran yang
cukup besar, panjang bisa mencapai 100 cm dan lebarnya 50 cm. Mata pancing
yang digunakan adalah mata pancing nomor 3 5 dan dalam satu unit Pancing
Layangan digunakan 2 atau 3 mata pancing yang diikat menjadi satu. Pada
pangkal mata pancing dipasang umpan tiruan yang terbuat dari karet berbentuk
Keterangan :
a. Joran
b. Tali Pancing (Joran Layangan)
c. Layangan
d. Tali Pancing (Layangan Mata Pancing)
e. Mata Pancing dan Umpan Tiruan
f. Gulungan Tasi
g. Cincin Baja
Banggae Kabupaten Majene, terdiri atas tali utama yang terbuat dari bahan tasi
(monofilamen) nomor 200 400, dengan panjang 300 meter. Pemberat 1 (satu)
buah, dari bahan timah dengan berat 0,5 Kg. Pemberat dipasang pada tali utama
dengan jarak 20 cm diatas mata pancing. Mata pancing yang digunakan 1 (satu)
buah, nomor 5 7. Mata pancing dipasang pada bagian ujung tali utama. Pangkal
mata pancing dipasang umpan berupa sobekan kain yang berwarna-warni untuk
menarik perhatian ikan (Gambar 3). Swivel dipasang pada tali utama, yaitu 10
cm diatas dan 10 dibawah pemberat, agar mata pancing dan pemberat mudah
dilepaskan
c) Pancing Tonda
Banggae Kabupaten Majene, terdiri atas bagian-bagian yaitu : tali utama, tali
cabang, mata pancing, umpan dan swivel. Tali utama terdiri atas 3 (tiga) bagian
yaitu bagian paling atas terbuat dari bahan tasi (monofilamen) nomor 200 atau
300, dengan panjang 100 meter. Tasi tersebut kemudian disambung dengan kawat
nomor 1,5, dengan panjang 30 meter, yang berfungsi sebagai pemberat. Bagian
paling bawah terbuat dari bahan tasi (monofilamen) nomor 50, dengan panjang 50
meter. Antara tali utama bagian tengah (kawat) dengan tali utama bagian atas dan
tali utama bagian bawah masing-masing dipasangi swivel. Tali cabang terbuat dari
bahan tasi (monofilamen) nomor 40, dengan panjang 20 cm. Mata pancing yang
digunakan adalah mata pancing nomor 9 atau 10, dengan jumlah mata pancing
untuk tiap unit adalah 7 15 mata pancing. Jarak antara satu mata pancing dengan
mata pancing lainnya 3 meter. Mata pancing dipasangi umpan berupa sobekan
kain yang berwarna warni untuk menarik perhatian ikan (Gambar 4).
utama, tali cabang, pemberat, mata pancing dan umpan. Tali utama terbuat dari
bahan tasi (monofilamen) nomor 50, dengan panjang 100 meter. Tali cabang
terbuat dari bahan tasi (monofilamen) nomor 40, dengan panjang masing-masing 3
5 cm. Pemberat yang digunakan adalah 1 (satu) buah yang terbuat dari bahan
timah, dengan berat 0,5 Kg dan dipasang pada bagian ujung paling bawah dari tali
20. untuk satu unit Pancing Ulur Vertikal digunakan 50 100 mata pancing.
Mata pancing dipasangi umpan berupa karet pentil dengan panjang 3 cm untuk
mempunyai ukuran panjang (L) berkisar 10 13 meter, lebar (B) berkisar 1,4
1,9 meter dan tinggi (D) berkisar 1,2 - 1,3 meter, dengan kapasitas muat berkisar
digunakan oleh nelayan setempat tergolong dalam jenis kapal kecil. Hal ini sesuai
dengan klasifikasi menurut Ayodhyoa (1972), bahwa untuk kapal ikan kecil, L
berkisar antara 6 15 meter, B antara 1,45 3,30 meter dan D antara 0,55 1,40
meter, sedangkan untuk kapal Hand Line, Panjang (L) = 10 m, Lebar (B) = 2,60 m
dan tinggi (D) = 1,40, dengan rasio perbandingan ukuran utama yaitu: L/B = 3,85,
L/D = 7,14 dan B/D = 1,86. Ukuran utama dan kapasitas muat kapal yang
Kapal yang digunakan oleh nelayan setempat umumnya terbuat dari kayu Palapi
(Heritiera sp). Untuk menggerakkan kapal, pada umumnya nelayan menggunakan mesin
untuk itu disain bentuk kapal yang digunakan haruslah ramping dan menggunakan
1972), dapat diketahui sampel mana yang memenuhi ketentuan ukuran kapal.
Untuk nilai L/B, tidak ada sampel yang memenuhi karena nilainya melebihi
ketentuan persyaratan untuk kapal Hand Line. Mulyanto dan Zyaki (1990)
menyatakan bahwa untuk nilai L/B yang besar akan menambah kecepatan kapal,
menambah harga perbandingan ruangan kapal yang lebih baik, tapi akan
sedangkan bila nilai L/B lebih kecil maka akan menambah kemampuan stabilitas
kapal yang lebih baik dan akan menambah kekuatan memanjang kapal.
Ditambahkan oleh Ayodhyoa (1972) bahwa bila nilai L/B lebih kecil dari
Berdasarkan nilai L/D yang diperoleh, tidak ada kapal sampel yang
Hand Line, sehingga kekuatan memanjang kapal kurang bagus. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mulyanto dan Zyaki (1990) bahwa nilai L/D yang besar dapat
Nilai B/D kapal sampel tidak ada yang memenuhi karena lebih kecil dari
terhadap stabilitas kapal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyanto dan Zyaki
(1990) bahwa nilai B/D yang besar akan berdampak positif terhadap stabilitas
kapal akan tetapi daya dorong kapal akan memburuk, sedangkan bila nilai B/D
Baik nilai L/B, L/D maupun B/D, tidak ada satupun kapal sampel yang
memenuhi ketentuan persyaratan untuk kapal Hand Line, hal ini disebabkan karena
Lebar kapal (B) terlalu kecil sehingga stabilitas kapal kurang baik namun daya dorong
kapal cukup baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1972) bahwa Nilai B
(lebar), berhubungan dengan stabilitas dan daya dorong kapal. Meskipun demikian,
pada kenyataannya kondisi dilapangan berbeda dengan hasil analisis, hal ini karena
kecepatan kapal, sesuai dengan prinsip penangkapan Pancing Layangan yang sifatnya
kapal ikan, sehingga banyak kejadian kapal Pancing Layangan yang tenggelam saat
beroperasi karena terkena ombak yang besar, oleh karena itu sebaiknya semua kapal
sampel menambah ukuran lebar kapal (B), sehingga stabilitas kapal menjadi lebih
baik. Dampak negatif dari penambahan lebar kapal (B) ini yaitu berkurangnya daya
dengan penambahan ukuran lebar kapal (B), tenaga mesin penggerak (HP) kapal juga
ditambah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1972) bahwa dampak negatif
dari penambahan nilai lebar kapal (B) adalah propulsive ability akan memburuk
sehingga sukar mendapatkan speed yang cukup. Untuk mengatasi hal ini antara lain
bisa dilakukan dengan jalan memperbesar HP yang berakibat fuel consumption juga
akan membesar.
C. Metode Pengoperasian
dalam satu bulan 4 trip. Umumnya nelayan meninggalkan fishing base antara
pukul 05.00 07.00 dan kembali sekitar pukul 15.00 17.00. Sebelum
semua persiapan di darat telah selesai. Daerah yang menjadi fishing ground
yaitu daerah Ujung Lero (Kabupaten Pinrang) dan daerah Pulau Ambo
Satu unit kapal penangkap terdiri dari 4 5 orang, dimana 1 orang sebagai
ponggawa (nakhoda) sedangkan yang lainnya adalah sawi. Satu unit Pancing
Layangan dioperasikan oleh satu orang, dan umumnya dalam satu unit kapal
ground. Bersamaan dengan pencarian gerombolan ikan tersebut, ABK yang bertugas
mata pancing dan umpan tiruan di ikatkan pada ujung tali pancing tersebut, kemudian tali
pancing di ikatkan dengan layangan (Gambar 8). Jarak tali pancing antara mata pancing
dengan layangan berkisar antara 4 6 meter, sedangkan jarak tali pancing antara layangan
dengan joran disesuaikan dengan jarak antara gerombolan ikan dengan kapal atau
disesuaikan dengan kondisi angin pada saat layangan dinaikkan, dimana bila angin cukup
kencang dan layangan sulit dinaikkan maka tali pancing akan diulur sampai layangan naik
pada posisi yang dikehendaki, setelah itu pemancing bersiap-siap pada posisinya masing-
masing yaitu di lambung kiri atau kanan dan di buritan kapal, kemudian menunggu saat
gerombolan ikan tersebut dan mencari posisi yang tepat agar pemancing dapat
mata pancing tepat berada di gerombolan ikan yang akan ditangkap (Gambar 9).
Posisi kapal diusahakan selalu melawan arah angin atau menyamping dari
arah angin, sehingga layangan mudah dinaikkan (Gambar 10). Selama proses
penangkapan, kapal bergerak terus mengikuti arah renang ikan dan jika ikan
merubah arah renangnya maka pemancing akan memberi isyarat kepada nakhoda
untuk merubah haluan kapal mengikuti arah renang ikan dengan posisi tetap
Bila umpan termakan oleh ikan, maka layangan akan tertarik dan jatuh ke
air (Gambar 11), kemudian pemancing akan menarik tali pancing secara perlahan-
tali pancing ditarik hingga mencapai kapal, kemudian ikan yang tertangkap
dilepaskan dari mata pancing (Gambar 12) dan alat tangkap dipersiapkan untuk
Layangan secara keseluruhan dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 13.
Gambar 11. Layangan Terjatuh ke dalam Air Setelah Pancing
Termakan oleh Ikan.
Pemancing bersiap-siap
pada posisinya
Posisi kapal
Layangan dinaikkan menyamping/
melawan arah angin
Layangan tertarik
Umpan termakan oleh ikan
jatuh ke air
dimaksudkan agar posisi mata pancing dan umpan selalu berada di permukaan air
mulai dari yang terkecil sampai yang paling besar. Bila angin bertiup cukup
sedangkan bila kondisi angin lemah , maka nelayan menggunakan layangan yang
berukuran besar. Bila nelayan mengami kesulitan untuk menaikkan layangan atau
mata pancing sesalu terangkat di atas permukaan air, nelayan biasanya mengulur
tali pancing untuk mengurangi tekanan angin pada layangan hingga lanyangan
dan mata pancing tetap berada pada posisi yang tepat. Usaha yang lain untuk
pada saat kapal berjalan. Pancing tonda tersebut di operasikan pada buritan kapal.
Untuk Pancing Ulur dan Pancing Ulur Vertikal, pemancingan dilakukan dengan
ditambatkan di rumpon. Tiap sampan terdiri dari satu orang pemancing dan akan
Banggae, Kabupaten Majene ada dua tempat yaitu daerah Ujung Lero Kabupaten
Pinrang (Lampiran 1) dan daerah Pulau Ambo Kabupaten Mamuju (Lampiran 2).
gerombolan ikan yaitu adanya tanda-tanda alam seperti adanya gerombolan ikan
lumba-lumba, adanya riak atau percikan air dipermukaan laut, kayu yang
terapung, burung laut yang terbang dan menukik ke permukaan laut dan ikan-ikan
yang melompat di atas permukaan atau ikut beruaya bersama kayu-kayu yang
hanyut, adanya ikan paus atau ikan hiu dan lain sebagainya.
cuaca dan kondisi oseanografi perairan dimana alat tangkap tersebut di operasikan.
Walaupun pada perairan tersebut cukup banyak ikan, tetapi karena kondisi cuaca dan
oseanografi yang tidak memungkinkan untuk melakukan operasi penangkapan maka hal
itu tidak akan dilakukan mengingat resiko keselamatan jiwa nelayan. Oleh karena itu
nelayan mempunyai dua daerah penangkapan yang berbeda yaitu daerah Ujung Lero dan
daerah Pulau Ambo. Pada musim barat, nelayan Pancing Layangan di Kecamatan
Ambo (Kabupaten Mamuju) karena pada musim barat, perairan di daerah tersebut cukup
kakap (Lates calcarifer) dan Ikan kerapu (Epinephelus sp) yang dapat ditangkap
dengan menggunakan alat tangkap Pancing Ulur, cukup melimpah di daerah tersebut.
(Kabupaten Pinrang) karena pada musim timur, perairan di daerah tersebut cukup
penangkapan Pulau Ambo jaraknya lebih jauh dibandingkan Ujung Lero, sehingga
biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih besar. Namun hasil tangkapan yang
diperoleh juga jauh lebih banyak sehingga juga dikenal dengan musim puncak,
karena hasil tangkapan yang diperoleh pada saat itu sangat melimpah dan jenis
ikan tuna yang tertangkap umumnya berukuran besar (ukuran ekspor) yaitu > 30
Selain itu jenis ikan cakalang dan ikan tongkol yang tertangkap juga cukup banyak
dengan ukuran yang relatif besar dan banyak pula tertangkap jenis-jenis ikan
Ujung Lero juga dikenal dengan musim paceklik karena pada saat tersebut hasil
kecil, sehingga hanya di jual di pasaran lokal saja. Hal ini disebabkan pada daerah
sulit menemukan gerombolan ikan di daerah tersebut pada musim timur. Pada
umumnya ikan-ikan yang berada di sekitar rumpon mempunyai ukuran yang lebih
wawancara dengan nelayan dan disesuaikan dengan skala Beauford (Lampiran 4),
diketahui bahwa Pancing Layangan dapat dioperasikan pada kondisi kecepatan angin
0 10 knot, atau pada ketinggian gelombang 0 - 1,0 meter. Menurut nelayan, pada
kondisi tersebut Pancing Layangan dapat dioperasikan dengan baik dan keamanan
pelaksanaan operasi penangkapan masih cukup terjamin. Namun bila kecepatan angin
> 10 knot atau ketinggian gelombang > 1 meter, maka pengoperasian alat tangkap
jiwa nelayan, disamping alat tangkap sangat sulit dioperasikan karena layangan
halnya nelayan di daerah lain di Indonesia, pada umumnya mengenal tiga musim
penangkapan yaitu musim puncak pada bulan September - Desember, musim biasa
pada bulan Januari Mei dan musim paceklik pada bulan Juni - Agustus. Seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya, pada musim puncak dan musim biasa yaitu pada bulan
dengan total jumlah trip yaitu 36 trip (16 trip pada musim puncak dan 20 trip pada
musim biasa). Sedangkan pada musim paceklik yaitu pada bulan Juni Agustus,
total jumlah trip yaitu 10 trip dari yang seharusnya 12 trip, karena pada bulan Agustus
yaitu pada minggu III dan IV umumnya nelayan tidak melakukan operasi
penangkapan karena pada saat itu di Kabupaten Majene (daerah Mandar) diadakan
acara pesta rakyat secara besar-besaran, sehingga para nelayan tidak turun melaut.
E. Hasil Tangkapan
khusus untuk alat Tangkap Pancing Layangan, dapat menangkap jenis ikan tuna
sirip kuning (Thunnus albacares) serta jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
dan ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang berukuran besar saja, mengingat jenis
mata pancing yang digunakan berukuran cukup besar yaitu mata pancing nomor 3
5 dan tiap unitnya menggunakan 2 3 mata pancing yang diikat menjadi satu.
Sedangkan untuk alat tangkap Pancing Tonda, Pancing Ulur dan Pancing Ulur
vertikal hanya dapat menangkap ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares), ikan
berukuran kecil saja, karena mata pancing yang digunakan ukurannya lebih kecil
yaitu mata pancing nomor 5 20 dan terdiri dari satu mata pancing saja.
(Kabupaten Mamuju) pada musim puncak dan musim biasa, dapat menangkap
beberapa jenis ikan dasar (Demersal) antara lain ikan merah (Lutjanus
erythropterus), ikan kakap (Lates calcarifer) dan ikan kerapu (Epinephelus sp).
Aspek Finansial
uang dengan revenue earning dari pada proyek. Apakah proyek itu akan terjamin
dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana
tersebut dan apakah proyek itu akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara
A. Investasi
Modal investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh biaya
yang ditanamkan dalam pembuatan kapal, pembelian mesin, alat tangkap serta
peralatan lainnya. Besarnya investasi yang ditanamkan per unit usaha perikanan
modal investasi terbesar ditanamkan oleh kapal A sedangkan yang terkecil adalah
kapal E. Besarnya biaya investasi tersebut dipengaruhi oleh besar skala usaha dan
tingkat teknologi yang digunakan, karena semakin besar skala usaha dan tingkat
teknologi yang digunakan dalam suatu usaha perikanan tangkap, maka semakin
besar pula dana investasi yang harus ditanamkan. Untuk lebih jelasnya, nilai
investasi tiap unit usaha perikanan Pancing Layangan dapat dilihat pada Tabel 2
berikut:
Tabel 2. Modal Investasi Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.
Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan pajak, karena jumlahnya relatif
tetap dan terus dikeluarkan meskipun jumlah produksi bertambah atau berkurang.
Biaya penyusutan merupakan perbandingan antara nilai investasi dan lamanya alat
digunakan. Besarnya biaya penyusutan tergantung pada nilai awal dan lama modal
tetap (investasi) tersebut digunakan, atau dengan kata lain daya tahan alat dapat
berkurang karena pengaruh umur ataupun karena pemakaian alat tersebut sehingga
mempengaruhi nilai awal dari modal tetap yang akan menyusut selama
maka biaya penyusutan relatif besar. Sebaliknya bila nilai investasi tidak terlalu
tinggi dan masa pemakaian cukup lama, maka biaya penyusutan relatif lebih kecil.
Biaya penyusutan tiap unit usaha perikanan Pancing Layangan berkisar antara Rp.
2.586.800,- Rp. 4.079.183,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Biaya tetap lainnya yang harus dikeluarkan adalah pajak, berupa Surat Izin
Pelayaran dari KP3 yang harus diperbaharui setiap tahunnya. Besarnya biaya yang
Tabel 3. Biaya Tetap Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, diketahui besarnya biaya tetap per tahun dari
10 responden berkisar antara Rp. 2.636.800,- Rp. 4.129.183,-, dengan nilai rata-
dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi yang diperoleh. Biaya variabel
yang dialami oleh kapal ataupun mesin pada unit usaha perikanan Pancing
Rp. 1.648.000,- Rp. 3.274.000,-. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada
Lampiran 7.
ditanggung sepenuhnya oleh pemilik kapal dan akan dikembalikan setelah hasil
tangkapan dijual. Besarnya biaya operasional pada unit usaha perikanan Pancing
Layangan tergantung dari banyaknya trip, lokasi fishing ground dan kenaikan
harga barang pada saat tertentu. Komponen biaya operasional meliputi pembelian
bahan bakar (solar), es, konsumsi dan rokok. Besarnya biaya operasional per
tahun berkisar antara Rp. 8.252.728,- Rp. 12.746.600,-. Untuk lebih jelasnya,
10.065.477 Rp. 12.633.917. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Lampiran
10.
Tabel 4. Biaya Variabel Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.
biaya operasional, upah ABK dan biaya perawatan pada tiap unit usaha perikanan
antara Rp. 42.453.364,- Rp. 60.540.257,-, dimana biaya variabel yang terbesar
Total biaya yang dikeluarkan pada tiap unit usaha perikanan Pancing
menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variabel sehingga diperoleh total biaya
pada tiap unit yang berkisar antara Rp. 45.090.164,- Rp. 64.669.440,-, dimana
total biaya yang terbesar dikeluarkan oleh kapal A sedangkan yang terkecil adalah
Kabupaten Majene, sistem bagi hasil yang berlaku adalah setiap ABK masing-
masing memperoleh satu bagian dan pemilik mendapatkan tiga bagian (masing-
masing satu bagian untuk ponggawa, kapal dan mesin) karena yang menjadi
yaitu jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi hasil,
maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap dan penggarap tambak
paling sedikit harus diberikan bagian pada perikanan laut yaitu a). Jika
dipergunakan perahu layar, minimum 75% dari hasil bersih dan b). Jika
dipergunakan kapal motor, minimum 40% dari hasil bersih. Berdasarkan undang-
undang bagi hasil tersebut diketahui bahwa sistem bagi hasil yang berlaku pada
Majene, tidak sesuai dengan ketentuan. Dalam hal ini pemilik telah dirugikan,
sedangkan ABK atau nelayan penggarap lebih diuntungkan, karena jumlah ABK
setiap unit penangkapan yaitu 3 4 orang, sehingga jika ABK pada unit
penangkapan tersebut berjumlah 3 orang, maka bagian untuk ABK yaitu 50%,
sedangkan jika ABKnya 4 orang, maka bagian untuk ABK yaitu 57%, nilai ini
jauh diatas standar pembagian hasil yang telah ditetapkan yaitu minimum 40%.
Analisis Usaha
A. R/C
maka dapat dilakukan analisis R/C yang dikemukakan oleh Soekartawi (1995)
yaitu perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total, dimana bila nilai
R/C = 1, maka usaha bersifat tidak mendapat laba dan tidak pula mengalami
kerugian. Jika R/C > 1, maka hasil yang diperoleh lebih besar daripada biaya total
sehingga usaha mendapatkan laba dan layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika
R/C < 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada biaya total usaha,
sehingga usaha mengalami kerugian dan tidak layak untuk dilaksanakan. Semakin
tinggi R/C maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada usaha
tersebut.
diketahui bahwa semua sampel yang menjadi objek penelitian dapat melanjutkan
atau mengembangkan usahanya, karena nilai R/C dari usaha mereka di atas 1 atau
R/C > 1 yaitu berkisar antara 1,45 1,66. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran 11.
B. Keuntungan
sehingga di peroleh nilai yang berkisar antara Rp. 63.308.500,- Rp. 77.909.400,-
yang selanjutnya diambil untuk pembagian hasil. Untuk lebih jelasnya dapat
memperoleh keuntungan yang cukup besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
Aspek Biologi
sampel ikan yang tertangkap dengan alat tangkap Pancing Layangan, diperoleh
kisaran ukuran panjang ikan hasil tangkapan tersebut sebagai berikut: ikan tuna
tertangkap tersebut berukuran relatif kecil karena pada saat pengambilan data,
Selanjutnya Nontji (1993) menyatakan bahwa ukuran ikan tongkol bisa mencapai
panjang maksimum 1 meter. Untuk lebih jelasnya, ukuran ikan yang tertangkap
dengan alat tangkap Pancing Layangan dapat dilihat pada Lampiran 12.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
sebagai beikut :
1. Satu Unit Pancing Layangan terdiri atas bagian-bagian yaitu : joran dari
bambu dengan panjang 4 - 5 m, cincin yang dipasang pada ujung joran, tali
pancing dari bahan monofilamen No. 300 600 dengan panjang 300 m,
yang terbuat dari plastik dengan rangka yang terbuat dari rotan, mata pancing
No. 3 5 serta umpan tiruan berbentuk cumi-cumi yang terbuat dari karet.
2. Dalam satu unit kapal penangkap selain dioperasikan alat tangkap Pancing
Layangan, juga dioperasikan alat tangkap Pancing Ulur, Pancing Tonda dan
3. Rasio ukuran utama kapal, baik nilai L/B, L/D maupun B/D, tidak ada kapal
perbandingan ukuran utama kapal, dimana tidak satupun kapal sampel yang
oleh pemilik kapal, sehingga sistem bagi hasil yang selama ini digunakan dan
sangat merugikan para pemilik kapal dapat dirubah sesuai dengan ketentuan
undang-undang bagi hasil, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan
Brandt, A. V. 1964. Fish Catching Methods of the World. Fishing News Books
Ltd. Farnham. Surrey. England.
Subani, W. dan H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Balai Penelitian perikanan Laut. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
1 Fishing Base 0 0
03 33. 127 LS; 118 56. 788 BT
Gulungan 160.000 140.000 140.000 120.000 120.000 160.000 120.000 120.000 120.000 140.000
Cincin 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
Timah 36.000 30.000 30.000 24.000 24.000 36.000 24.000 24.000 24.000 30.000
Swivel 48.000 40.000 40.000 32.000 32.000 48.000 32.000 32.000 32.000 40.000
Kapal 5.500.000 5.000.000 5.000.000 5.300.000 4.000.000 8.000.000 5.500.000 6.000.000 6.000.000 5.000.000
Mesin 7.000.000 4.500.000 2.500.000 3.200.000 3.000.000 2.200.000 3.000.000 3.500.000 3.500.000 3.000.000
Sampan 1.200.000 900.000 840.000 900.000 900.000 1.400.000 900.000 900.000 1.000.000 840.000
Pelita - 5.000 5.000 5.000 5.000 - 5.000 5.000 5.000 -
Lampu 150.000 - - - - 150.000 - - - 150.000
Petromak
Palka 700.000 1.000.000 1.200.000 1.000.000 1.000.000 1.200.000 1.000.000 1.100.000 1.000.000 900.000
Tenda 50.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tali 1.000.000 600.000 800.000 600.000 600.000 800.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Jangkar 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Gill Net - 460.000 460.000 - 460.000 460.000 - - - -
Dayung 20.000 15.000 15.000 15.000 15.000 20.000 15.000 15.000 15.000 15.000
Kompas 30.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
Jergen 330.000 250.000 250.000 175.000 200.000 250.000 225.000 200.000 200.000 225.000
Piring 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
Panci 90.000 100.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000
Tangki 25.000 25.000 - - - - - - - -
Kompor
Sumbu 25.000 25.000 - - - - - - - -
Kompor
Kompor - - 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
M.Tanah
Ember 10.000 - 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Ganco 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
Basket 50.000 50.000 50.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
Total 17.055.650 13.771.430 12.098.750 12.129.900 11.124.300 15.588.850 12.189.170 13.264.900 13.258.690 11.755.500
Keterangan :
Kapal 464.000 161.800 236.000 283.000 196.000 283.000 236.000 268.000 240.000 367.000
Mesin 2.810.000 2.140.000 2.060.000 1.524.000 1.558.000 1.834.000 1.642.000 1.380.000 1.890.000 1.546.000
Total 3.274.000 2.301.800 2.296.000 1.807.000 1.754.000 2.117.000 1.878.000 1.648.000 2.130.000 1.913.000
Lampiran 8. Perincian Biaya Operasional Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten
Majene.
Biaya Operasional
Kapal Responden Total
Solar Es Konsumsi Rokok
KAPAL A
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 4.079.183
BT + BV Rp. 64.669.440
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp.29.310.560
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 3.155.990
BT + BV Rp.59.881.119
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp.29.708.881
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.775.416
BT + BV Rp. 45.887.166
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp.28.662.834
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.636.300
BT + BV Rp. 50.422.300
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 33.107.700
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.586.800
BT + BV Rp. 45.090.164
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 29.859.836
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 3.290.216
BT + BV Rp.58.322.030
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp.28.427.970
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.669.710
BT + BV Rp.49.786.810
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp.31.273.190
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.838.400
BT + BV Rp.52.358.025
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp.34.731.975
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
3. Biaya Penyusutan Rp. 2.776.070
BT + BV Rp. 53.954.320
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 34.745.680
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.778.500
BT + BV Rp. 57.432.070
ANALISA KEUNTUNGAN
K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 27.417.930
R/C Ratio
Tot. Penerimaan
Kapal Responden Jlh. ABK Tot. upah ABK upah ABK per Orang
per tahun (Rp) per tahun (Rp)
A 4 44.519.657 11.129.914
B 4 43.819.829 10.954.957
C 3 31.654.250 10.551.417
D 3 35.744.000 11.914.667
E 3 32.446.636 10.815.545
F 4 42.290.914 10.572.729
G 3 33.942.900 11.314.300
H 3 37.570.375 12.523.458
I 3 37.901.750 12.633.917
J 4 40.261.906 10.065.477
Lampran 11. Analisis Finansial dengan R/C dan Analisis Keuntungan Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan
Banggae Kabupaten Majene.
Jenis Ikan
NO
Tuna (cm) Cakalang (cm) Tongkol (cm)
1 35 30 30 31
2 31,5 45,5 28,5 27,5
3 49,2 37 29,5 29,3
4 52,5 40 30 28
5 32 35 27 27
6 30 32 27,5 29,4
7 60,5 50 29,5 30
8 55 31 29,3 29,7
9 52 45 29 29
10 33 58 31 31
11 51,4 34,5 27,5 28
12 58 35 31,5 28,3
13 50,5 40 31,5 29,8
14 34 32 29,5 31,3
15 31 39 30 27
16 65 36 28 30,5
17 60 33 27 29,5
18 34,5 49 27,5 29
19 50 43 33 27,7
20 48,5 40,5 31 30
21 60 37 30 34
22 33,5 35 27,5 27,7
23 35,4 63 28 31
24 37,5 50 29 29
25 35 57 31,5 27