Anda di halaman 1dari 93

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/306379737

ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL UNIT


USAHA PANCING LAYANGAN DI PERAIRAN
BANGGAE KABUPATEN MAJENE
Thesis December 2004
DOI: 10.13140/RG.2.2.31528.57609

CITATIONS READS

0 393

1 author:

Suhartono Nurdin
National University of Malaysia
8 PUBLICATIONS 5 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

spermonde View project

All content following this page was uploaded by Suhartono Nurdin on 23 August 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL UNIT USAHA
PANCING LAYANGAN DI PERAIRAN BANGGAE
KABUPATEN MAJENE

S K R I PS I

H. SUHARTONO N.

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2004
ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL UNIT USAHA
PANCING LAYANGAN DI PERAIRAN BANGGAE
KABUPATEN MAJENE

S K R I PS I

H. SUHARTONO N.

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2004
Judul : Analisis Teknis dan Finansial Unit Usaha Pancing
Layangan di Perairan Banggae Kabupaten Majene.

Nama Mahasiswa : H. Suhartono N.

Stambuk : L 231 00 009

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh :

Ir. Mahfud Palo Dr. Ir. H. Najamuddin, M.Sc


Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Mengetahui

Ir. H. Hamzah Sunusi, M.Sc Dr. Ir. H. Sudirman M.Pi


Dekan FIKP Ketua Program Studi P.S.P

Tanggal Pengesahan : Mei 2005


ABSTRAK

SUHARTONO N. Analisis Teknis dan Finansial Unit Usaha Pancing


Layangan di Perairan Banggae Kabupaten Majene, dibawah bimbingan
MAHFUD PALO sebagai pembimbing utama, NAJAMUDDIN sebagai
pembimbing anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek teknis dan finansial

Pancing Layangan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

informasi bagi masyarakat dan instansi terkait dalam usaha pengembangan alat

tangkap Pancing Layangan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Juli 2004 di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene. Metode penelitian ini adalah metode survei dengan

sampel sebanyak 10% dari populasi Pancing Layangan. Pencatatan data dilakukan

dengan mengambil data primer melalui pengukuran dan pengamatan secara

langsung dengan mengikuti operasi penangkapan serta melakukan wawancara

dengan pemilik/pengelola alat tangkap Pancing Layangan.

Pancing Layangan terdiri atas bagian-bagian yaitu : joran dari bambu

dengan panjang 4 -5 m, cincin yang dipasang pada ujung joran, tali pancing dari

bahan monofilamen No. 300 600 dengan panjang 300 m, layangan dengan

ukuran panjang antara 42 100 cm dan lebar 40,5 85 cm yang terbuat dari

plastik dengan rangka yang terbuat dari rotan, mata pancing No. 3 5 serta umpan

tiruan berbentuk cumi-cumi yang terbuat dari karet. Ukuran utama kapal dengan

panjang (L) antara 10 13 m, lebar (B) antara 1,4 1,9 m dan tinggi (D) antara

1,2 1,3 m, dengan kapasitas muat 3 ton. Dari rasio perbandingan yang diperoleh,

nilai L/B, L/D dan B/D tidak ada kapal sampel yang memenuhi standar kelayakan

sehingga masih memerlukan perbaikan. Untuk aspek finansial, usaha


perikanan Pancing Layangan memiliki nilai R/C yaitu rata-rata 1,58 dan

keuntungan bersih rata-rata Rp. 30.724.655,6, maka dari segi finansial, usaha

perikanan Pancing Layangan tersebut dapat terus dilanjutkan karena usaha

tersebut cukup menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.


ABSTRACT

Suhartono N. Technical and Financial Analysis of Hand Line Using a Kite in


Banggae Waters of Majene District. Under the Supervison of MAHFUD
PALO and NAJAMUDDIN.

This research aimed to know the technical and financial aspects of hand

line using a kite. The result of this study was expected to become information to

relevant institution and society in the effort of its development. This research was

conducted from June to July 2004 in the sub district of Banggae, district of

Majene. The survey methods were applied with samples more than 10% of hand

line population. Records keeping of data were conducted by taking primary data

through perception and measurement directly to the following fishing operation

and interview with owner/organizer of hand line using a kite.

Hand line using a kite were consist of: Joran of bamboo with length 4 5

m, attached ring at the end of Joran, line with monofilament materials No. 300

600 with length 300 m, kite with length range 42 100 cm and wide range 40,5

85 cm, made from plastic with rattan frame, hook No. 3 5 and artificial bait in

the form of squid made from rubber. The principle dimension of boat such as:

length over all (LOA) range 10 13 m, wide (B) range 1,4 1,9 m and depth (D)

range 1,2 1,3 m, with capacities 3 GT. The main dimension ratio obtained value

of L/B, L/D of B/D of sample out of the standard ratio, so that still need repair.

The financial aspect, R/C ratio value is mean 1,58 and net benefit mean of Rp.

30.724.655,6. Its concluded that hand line using a kite was feasible to develop

either technically or financially.


RIWAYAT HIDUP

H. Suhartono N., dilahirkan di Pare pare pada tanggal 7

Juli 1982. Merupakan anak tunggal dari ayah bernama

Nurdin dan ibu bernama Hj. Hasni. Penulis dibesarkan

oleh pasangan H. P. Lampa dan Hj. P. Dara yang juga

merupakan kakek/nenek penulis.

Penulis menjalani pendidikan formal di SD Inpres 229 Paccoka, Suppa,

Pinrang pada tahun 1988 1994, SMP Negeri 1 Suppa, Pinrang pada tahun 1994

1997, dan SMU Negeri 1 Pare pare pada tahun 1997 2000.

Penulis diterima di Universitas Hasanuddin pada tahun 2000 melalui jalur

Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Penulis terdaftar sebagai

mahasiswa Jurusan Perikanan dengan bidang Keahlian Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan.

Selama menjalani studi sebagai mahasiswa, dalam bidang akademik

penulis tercatat sebagai asisten pada mata kuliah Dasar-dasar Teknologi Hasil

Perikanan pada tahun 2003 dan 2004 dan mata kuliah Kepelautan pada tahun

2004.
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan kelautan dan perikanan bangsa Indonesia dinilai sangat cerah

karena dukungan potensi dan keanekaragaman sumberdaya kelautan dan perikanan

yang terkandung oleh bentang alamnya yang berbentuk suatu gugusan kepulauan.

2
Garis pantai sepanjang 81.000 km yang melingkupi sejumlah 17.502 buah pulau-

pulau besar maupun kecil di nusantara, garis pantai ini menjadi pembatas wilayah

2
daratan dengan perairan laut seluas 5,8 juta km yang terdiri dari perairan kepulauan

ditambah zona ekonomi eksklusif (ZEE) (Manggabarani, 2003).

Bentang alam tersebut di atas menyediakan bermacam-macam potensi

sumberdaya alam hayati dan non-hayati yang telah memberikan kontribusi nyata

dalam pembangunan bangsa Indonesia hingga saat ini. Sektor kelautan dan

perikanan telah lama menjadi tumpuan hidup keluarga nelayan dan masyarakat

pesisir yang aktivitasnya terkait dengan kegiatan perikanan.

Sumberdaya perairan laut di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan

cukup melimpah, kaya dan beragam, terutama di wilayah pesisir. Dengan

meningkatnya laju pertumbuhan penduduk, maka permintaan hasil laut khususnya

ikan semakin meningkat. Meningkatnya permintaan tersebut, menuntut para

nelayan dan para pengusaha yang bergerak dalam bidang penangkapan ikan untuk

meningkatkan produksinya, Untuk itu perlu peningkatan pengetahuan dan

keterampilan nelayan serta penerapan alat tangkap yang efektif dan efisien.
Kabupaten Majene merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan

yang memiliki potensi sumberdaya perikanan terutama wilayah pesisir yang

cukup besar, sehingga usaha penangkapan ikan sangat memungkinkan untuk

dikembangkan. Salah satu alat tangkap yang banyak dioperasikan dalam usaha

penangkapan ikan di Kabupaten Majene adalah Pancing Layangan.

Pancing Layangan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan

untuk menangkap ikan tuna (Thunnus sp), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

dan ikan tongkol (Euthynnus affinis). Pancing Layangan merupakan salah satu

bentuk modifikasi dalam teknik penangkapan ikan dengan memanfaatkan sifat-

sifat ikan tersebut, dalam hal ini kebiasaan dan cara makannya.

Studi tentang Pancing Layangan di perairan Kabupaten Majene masih

sangat kurang. Penelitian terakhir tentang Pancing Layangan dilakukan pada

tahun 1992. Dalam rentang waktu yang cukup lama tersebut telah terjadi

peningkatan jumlah unit Pancing Layangan yang cukup pesat, peningkatan skala

usaha, modifikasi alat tangkap maupun teknik penangkapan, sehingga penelitian

ini perlu dilakukan dan mengingat potensi sumberdaya ikan tuna, ikan cakalang

dan ikan tongkol yang cukup melimpah di daerah tersebut.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek teknis dan

finansial Pancing Layangan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

masyarakat dan instansi terkait dalam usaha pengembangan Pancing Layangan.


TINJAUAN PUSTAKA

Aspek Teknis

Aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu diperhatikan adalah

jenis alat dan ukurannya, jenis perahu/kapal (termasuk jenis penggerak yang

digunakan), kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama

trip, jumlah trip per bulan, jumlah trip per tahun, penanganan hasil tangkapan

selama operasi, daerah penangkapan, waktu penangkapan dan kapasitas tangkap

dari unit yang diusahakan (Monintja dkk., 1986).

Berdasarkan tingkat produksi fisik yang dihasilkan untuk suatu alat

tangkap, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil perikanan dapat

dilakukan dengan cara penambahan jumlah trip (khusus pada musim puncak).

Selain itu ditunjang oleh daya tahan alat dan harga hasil penangkapan yang layak.

Faktor lain yang turut menentukan peningkatan produksi adalah penyempurnaan

alat, metode dan teknik penangkapan (Monintja dkk., 1986).

A. Deskripsi Alat Tangkap

Pancing adalah salah satu alat tangkap yang umum dikenal oleh masyarakat

ramai, terlebih di kalangan nelayan. Pada prinsipnya pancing ini terdiri dari dua

komponen utama, yaitu tali (Line) dan mata pancing (hook). Tali pancing biasa

dibuat dari bahan benang katun, nilon, polyethylene, plastik (senar), dan lain-lain.

Sedang mata pancingnya (mata kailnya) dibuat dari kawat berkait balik, namun ada

juga yang tanpa kait balik. Sedangkan ukuran mata pancing bervariasi, disesuaikan

dengan besar kecilnya ikan yang akan di tangkap (Subani dan Barus, 1988).
Menurut Subani dan Barus (1988), walaupun pancing tersebut pada dasarnya

terdiri dari dua komponen utama (tali, mata pancing) namun sesuai dengan macam

atau jenis-jenisnya ia dapat dilengkapi dengan komponen-komponen lain, seperti :

gandar atau tangkai (pole, rod), pemberat (sinker), pelampung (float).

Pada prinsipnya alat penangkapan dengan menggunakan pancing tidak

banyak mengalami perubahan/kemajuan namun dalam segi teknisnya banyak

mengalami perubahan dan kemajuan. Hal tersebut dapat dilihat pada penggunaan

warna tali, umpan yang di beri bau-bauan, umpan tiruan (Ayodhyoa, 1981).

Selanjutnya ditambahkan bahwa Jenis pancing akan bergantung pada tujuan

penangkapan dan dengan adanya perbedaan tersebut juga akan menyebabkan

perbedaan pada struktur pancing. Karena struktur ini tidak rumit maka terlihatlah

bahwa banyak variasi dari alat pancing ini.

Menurut Von Brandt (1964) Sejak jaman dulu, layang-layang telah

digunakan dalam operasi penangkapan ikan di Barat Daya Asia, terutama untuk

menangkap ikan garfish dan ikan bonito. Metode ini juga telah dilakukan di

Micronesia, Polynesia dan Philipina. Penggunaan layang-layang dalam

penangkapan ikan telah tersebar luas walaupun terhambat oleh permasalahan

religius/agama. Menurut sejarahnya, penangkapan ikan dengan bantuan layang-

layang diperkenalkan di Indonesia dari Philippina, yaitu dari pulau Larantuka di

Laut Banda. Seperti layang-layang mainan, layang-layang yang digunakan terbuat

dari kertas atau daun pandan yang dikeringkan, yang dijahit pada bingkai bambu.

Layang-layang seperti itu dapat dibuat dalam ukuran yang cukup besar, panjang

bisa mencapai 100 cm dan lebarnya 50 cm. Panjang tali layangan yang digunakan

bisa mencapai 100 meter dan tali pancing yang diikatkan pada ekor
sekitar 75 meter, yang ujungnya diikatkan mata pancing yang telah diberi umpan.

Ditambahkan oleh Nontji (1993) bahwa pancing layang-layang mempunyai tali

pancing yang dihubungkan dengan layang-layang yang bahannya dari daun paku-

pakuan epifit (Polypodium quercifolium). Ekor layang-layang tersebut

diperpanjang dengan tali yang berakhir dengan jerat. Ekor layang-layang tersebut

dimainkan sedemikian rupa sehingga jerat bermain-main dipermukaan.

Menurut Ayodhyoa (1981) bahwa secara umum segi-segi positif dari

pancing antara lain mudah dalam struktur sehingga operasi dapat dilakukan

dengan mudah, organisasi usahanya kecil sehingga dengan modal sedikit usaha

sudah dapat berjalan, syarat-syarat fishing groundnya relatif sedikit dan dapat

dengan bebas memilih, pengaruh cuaca dan suasana laut lainnya relatif kecil

sehingga dengan sedikit manusia usaha sudah dapat dilakukan.

B. Kapal Penangkap

Kapal penangkap adalah kapal yang digunakan dalam usaha

menangkap/mengumpulkan aquatik resources ataupun usaha peternakan aquatik

resources atau pekerjaan-pekerjaan research, guidance, training, controll dan lain-lain

sebagainya yang berhubungan dengan usaha-usaha tersebut di atas (Ayodhyoa, 1972).

Selanjutnya dikemukakan bahwa kapal ikan adalah salah satu jenis dari kapal, dengan

demikian sifat-sifat dan syarat-syarat yang diperlukan oleh sesuatu kapal akan

diperlukan pula oleh kapal ikan. Tetapi berbeda dengan kapal penumpang dan kapal

barang, pada kapal dilakukan kerja menangkap ikan, menyimpan ikan, mengangkut

ikan dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian akan ada keistimewaan


yang pokok yang dimiliki oleh kapal ikan, antara lain ialah tentang kecepatan

kapal, kemampuan olah gerak, kelaik lautan, luas lingkup area pelayaran,

konstruksi, perlengkapan storage, tenaga penggerak, peralatan kapal dan lain-lain.

Nomura dan Yamazaki (1977) mengemukakan bahwa kapal ikan harus

selalu beroperasi bahkan pada saat cuaca yang buruk sekalipun. Oleh karena itu

diperlukan stabilitas yang tinggi agar kapal tetap dapat beroperasi. Kapal ikan

dibuat dengan konstruksi dan bahan yang khusus, sehingga akan menjamin

keselamatan dalam operasi penangkapan. Untuk keberhasilan operasi

penangkapan, kapal ikan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti mesin,

peralatan navigasi, alat pendeteksi ikan, alat komunikasi, dll.

Menurut Ayodhyoa (1972) bahwa kapal ikan mempunyai jenis dan bentuk

yang beraneka ragam, dikarenakan tujuan usaha, keadaan perairan dan lain

sebagainya, yang dengan demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari

kapal ikan. Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), dan

tinggi kapal (D). Besar kecilnya ukuran utama kapal berpengaruh pada

kemampuan (ability) suatu kapal dalam melakukan pelayaran atau operasi

penangkapan, dimana :

Nilai L (panjang), erat hubungannya dengan interior arrangement,

seperti letak kamar mesin, tangki bahan bakar, tangki air tawar,

palka,kamar ABK, perlengkapan alat tangkap dan peralatan lainnya.

Nilai B (lebar), berhubungan dengan stabilitas dan daya dorong kapal.

Nilai D (dalam, tinggi), berhubungan erat dengan tempat penyimpanan

barang atau ruang palka serta stabilitas dari kapal.


Jika nilai L/B mengecil, akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan. Jika L/D

membesar, longitudinal strength akan melemah. Jika B/D membesar, stabilitas

akan baik tetapi daya dorong kapal akan memburuk.

Ayodhyoa (1972) menyatakan bahwa untuk kapal ikan kecil, L berkisar

antara 6 15 meter, B antara 1,45 3,30 meter dan D antara 0,55 1,40 meter.

Sedangkan untuk kapal Hand Line Panjang (L) = 10 m, Lebar (B) = 2,60 m dan

tinggi (D) = 1,40, dengan rasio ukuran utama yaitu: L/B = 3,85, L/D = 7,14 dan

B/D = 1,86.

C. Teknik Pengoperasian Alat Tangkap

Pengoperasian pancing layangan diusahakan demikian rupa sehingga

kedudukan mata pancing selalu berada dipermukaan atas perairan. Operasi

penangkapan tergantung dari keadaan angin, kalau anginnya kurang kuat, kadang

harus di dayung agar layang-layang tetap di udara. Berbeda dengan pancing-

pancing lainnya, mata pancing yang digunakan berupa suatu gelangan

(kolongan, ring). Cara memberi umpan pada mata pancing tersebut ialah dengan

menusukkan salah satu ujung tali kawat pada sisi umpan sampai menembus pada

sisi lainnya, kemudian dibentuk suatu gelangan sebelum didikatkan pada tali

pancing. Disamping menggunakan umpan dari ikan dapat juga digunakan umpan

dari sarang laba-laba yang dililit-lilitkan pada mata pancing yang terbuat dari

siratan bambu atau kayu yang dibuat demikian rupa sehingga menyerupai bulatan

lonjong (Subani dan Barus, 1988). Lebih lanjut dikemukakan bahwa penangkapan

dengan pancing dapat dilakukan baik pada siang maupun malam hari dan dapat

digunakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim.


Aspek Finansial

Aspek finansial menyangkut terutama perbandingan antara pengeluaran

uang dengan revenue earning dari pada proyek. Apakah proyek itu akan terjamin

dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana

tersebut dan apakah proyek itu akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara

finansal dapat berdiri sendiri (Kadariah, Karlina dan Gray, 1978).

Analisa finansial ini penting artinya dalam memperhitungkan insentif bagi

orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan pelaksanaan proyek. Sebab, tidak

ada gunanya untuk melaksanakan proyek yang menguntungkan dilihat dari sudut

perekonomian sebagai keseluruhan, jika para petani yang menjalankan aktivitas

produksi tidak bertambah baik keadaannya (Kadariah, Karlina dan Gray, 1978).

Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1978) bahwa efisiensi suatu usaha

penangkapan dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain dengan mengukur

produktifitas usaha atau dengan Gross R/C. Ditambahkan oleh Soekartawi (1995)

bahwa kriteria investasi yang umum digunakan dalam suatu analisa adalah

analisis R/C yaitu singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai

perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Jika R/C = 1, maka proyek

bersifat tidak untung dan tidak rugi hanya sekedar menutupi biaya saja. Jika R/C

> 1, maka hasil yang diperoleh lebih besar dari biaya total sehingga proyek dapat

dilaksanakan. Dan jika R/C < 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada

biaya total usaha, maka proyek tidak dapat dilaksanakan. Semakin tinggi R/C,

maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada proyek tersebut.
A. Biaya-biaya

Anas (1989) berpendapat bahwa biaya meliputi semua pengeluaran yang

dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang, yang terdiri atas :

a. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai setiap kali

operasi penangkapan. Biaya ini merupakan biaya operasional, yang mencakup

biaya yang habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Biaya ini terdiri

atas : biaya pembelian solar, rokok, ransum, restribusi, upah pekerja, dan biaya

perawatan (perawatan kapal, mesin dan alat tangkap).

b. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan untuk menutupi penyusutan dari

pada barang-barang modal (kapal, mesin dan alat tangkap) dan biaya yang

merupakan kewajiban berupa SIUP (Surat Ijin Usaha Perikanan), yang

besarnya tidak bergantung pada jumlah trip yang dijalankan.

Biaya penyusutan merupakan perbandingan antara harga pembelian (Rp)

dengan waktu daya guna (tahun) dari faktor produksi. Metode untuk menghitung

penyusutan adalah metode garis lurus (Masud dan Mustafa, 1982 dalam Patalle,

1993).

B. Pendapatan

Menurut Soekartawi (1995) bahwa pendapatan merupakan hasil kali atau

perkalian antara produksi yang dihasilkan atau yang diperoleh dengan harga jual

dari produk. Setiap usaha diharapkan untuk memperoleh pendapatan yang

setinggi-tingginya. Penerimaan yang tinggi mencerminkan suatu usaha

memperoleh laba yang tinggi pula, sebaliknya bila penerimaan rendah bahkan

negatif berarti suatu usaha menderita kerugian. Ditambahkan oleh Anas (1989)

bahwa pendapatan usaha adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Laba atau keuntungan perusahaan merupakan hasil usaha yang dapat

dipergunakan sebagai sumber dana untuk membiayai pertumbuhan perusahaan

(Riyanto, 1979 dalam Patalle, 1993).

C. Sistem Bagi Hasil

Sistem bagi hasil dapat dijumpai dimana-mana, baik pada masyarakat

primitif maupun pada masyarakat modern sekalipun, yang terjadinya tidak dapat

diterangkan secara pasti, namun sebagai hipotesa dapat diungkapkan bahwa

terjadinya sistem bagi hasil karena asas saling membantu, kemalasan dan mungkin

pula untuk menghemat biaya (Harianto, 1991).

Dalam usaha penangkapan ikan di laut, sebagian besar nelayan tidak

memiliki alat penangkapan karena keterbatasan modal. Usaha untuk mengatasi

keterbatasan modal tersebut adalah dengan mengadakan kerjasama dengan

pemilik peralatan melalui ikatan tertentu yang tercermin dalam sistem bagi hasil.

Dengan sistem ini akan tercipta saling ketergantungan antara golongan nelayan

penggarap dengan majikan sebagai pemilik alat tangkap (Harianto, 1991).

Undang-undang bagi hasil perikanan Nomor 16 tahun 1964, Pasal 3, tentang

perikanan laut, dimana jika suatu usaha parikanan diselenggarakan atas dasar

perjanjian bagi-hasil, maka dari hasil usaha itu kepada fihak nelayan penggarap dan

penggarap tambak paling sedikit harus diberikan bagian sebagai berikut:

a) Jika dipergunakan perahu layar: minimum 75% (tujuh puluh lima perseratus)

dari hasil bersih;

b) Jika dipergunakan kapal motor: minimum 40% (empat puluh perseratus) dari

hasil bersih (Anonim, 2004).


Aspek Biologi

Menurut Effendie (1997) bahwa dalam pengukuran panjang ikan dapat

dibedakan menjadi tiga cara yaitu :

1. Panjang total atau panjang mutlak yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari

ujung paling depan bagian kepala sampai ke ujung terakhir bagian ekor.

2. Fork length yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung paling depan

bagian kepala sampai ke ujung terluar lekukan ekor.

3. Panjang standar atau panjang baku yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari

ujung paling depan bagian kepala sampai ujung terakhir dari tulang punggung. Tuna

sirip kuning (Thunnus albacares) dapat bertahan hidup hingga berusia 7 tahun, dan

umumnya mulai memijah pada saat berumur 2 tahun dengan panjang 90 cm.

Tuna sirip kuning memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan tuna mata besar

(Thunnus obesus), dimana panjangnya dapat mencapai 210 cm dan berat 176,4 Kg

(Sumadhiharga, Sapulete dan Djamali,. 1995). Selanjutnya dikatakan bahwa di perairan

Philipina, tuna sirip kuning bisa mencapai panjang 52,5 cm dan 56,7 cm, sedangkan di

perairan sekitar Khatulistiwa tuna sirip kuning bisa mencapai panjang 70 80 cm.

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) umumnya mencapai panjang 40 60

cm dan dapat mencapai panjang satu meter serta berat 550 800 gram (Anonim,

1979). Sedangkan Sunusi (2001) mengemukakan bahwa ikan cakalang

(Katsuwonus pelamis) yang tertangkap dengan alat tangkap Pole and Line di

Perairan Kendari Sulawesi Tenggara berukuran antara 30 60 cm.

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) hidup di Samudera Hindia dan Samudera

Pasifik bagian Barat. Ikan tongkol dewasa melakukan pemijahan di perairan dekat

pantai, dan ukurannya bisa mencapai panjang maksimum 1 meter (Nontji, 1993).
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Juni sampai 28 Juli 2004, di

kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Materi Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah unit usaha Pancing

Layangan. Terhadap obyek penelitian tersebut (unit Pancing Layangan dan hasil

tangkapannya) dilakukan pengukuran langsung dengan menggunakan peralatan

meteran dan timbangan.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dan

wawancara. Pengumpulan data yang dilakukan adalah pengukuran dan pengamatan

secara langsung terhadap obyek penelitian, mengikuti operasi penangkapan dan

melakukan wawancara dengan para pemilik/pengelola alat tangkap Pancing

Layangan. Jumlah sampel yang dijadikan obyek penelitian adalah 10% atau 10 unit

dari total 100 unit pancing layangan yang ada di daerah tersebut.
Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati yaitu aspek teknis, aspek finansial dan aspek

biologi :

Aspek teknis

Aspek teknis meliputi :

Deskripsi alat tangkap

o Joran

o Tali pancing o

Mata pancing o

Layang-layang

Kapal Penangkap

o Panjang kapal (L)

o Lebar kapal (B)

o Tinggi kapal (D)

o Mesin kapal

Teknik pengoperasian alat tangkap

Daerah dan musim penangkapan

Hasil tangkapan

Aspek Finansial

Aspek finansial meliputi :

Biaya-biaya

o Biaya tetap

o Biaya variabel
Pendapatan/Keuntungan

Sistem bagi hasil

Aspek Biologi

Pengamatan aspek biologi hanya mengevaluasi ukuran masing-masing

jenis ikan yang tertangkap dengan menggunakan Pancing Layangan.


Analisis Data

Aspek Teknis

Analisis teknis meliputi tehnik pengoperasian alat tangkap, produksi fisik

(jumlah hasil tangkapan), deskripsi alat tangkap dan juga kesesuaian ukuran

utama kapal untuk mengetahui rasio ukuran utamanya (L/B, L/D, dan B/D).

Aspek finansial

Aspek finansial yang digunakan adalah analisis R/C dan pendapatan

usaha.

a. R/C

R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio yang dikemukakan oleh

Soekartawi (1995), sebagai berikut :

Total Penerimaan (R)


R/C =
Total Biaya (C)

Keterangan :
Total Penerimaan adalah total penerimaan dari tahun yang

bersangkutan (Rp,).

Total biaya adalah total biaya yang dikeluarkan pada tahun yang

bersangkutan (Rp,).

b. Analisis Keuntungan

Analisis keuntungan diperoleh dengan menggunakan persamaan yang

dikemukakan oleh Soekartawi (1995), sebagai berikut :


K = Pt ( BT + BV )

Keterangan :

Pt = Total Penerimaan

BT = Biaya tetap

BV = Biaya Variabel

Aspek Biologi

Aspek biologi meliputi pengukuran panjang ikan tuna sirip kuning (Thunnus

albacares), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan ikan tongkol (Euthynnus affinis)

yang tertangkap adalah dengan cara mengukur Fork Length sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Effendie (1997), yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung

paling depan bagian kepala sampai ke ujung terluar lekukan ekor.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Teknis

Unit usaha perikanan Pancing Layangan yang beroperasi di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene pada umumnya mengoperasikan 4 macam alat

tangkap pancing yaitu Pancing Layangan, Pancing Ulur, Pancing Tonda dan

Pancing Ulur Vertikal. Namun yang lebih menonjol dan menjadi ciri khas bagi

masyarakat di daerah tersebut adalah Pancing Layangan sehingga masyarakat

menamakan unit penangkapan tersebut dengan nama Pancing Layangan.

A. Deskripsi Alat Tangkap

a) Pancing Layangan

Berdasarkan konstruksinya, Pancing Layangan termasuk dalam klasifikasi

Pole and Line. Satu set Pancing Layangan terdiri dari joran, tali pancing, layang-

layang dan mata pancing. Pada mata pancing dipasang umpan tiruan.

Nelayan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene menggunakan bahan

alami dan sintetis untuk membuat satu set Pancing Layangan. Joran terbuat dari

bambu dengan panjang 4 5 meter, diameter pangkal 4 cm dan diameter ujung 1

cm. Joran digunakan untuk memainkan tali pancing dan layangan sehingga mata

pancing tetap berada diatas gerombolan ikan. Ujung joran dipasangi cincin

sebagai tempat masuknya tali pancing, sehingga memungkinkan tali pancing

dimainkan. Tali pancing terbuat dari tasi (monofilamen), nomor 300 - 600 dengan

panjang total 300 meter. Panjang tali pancing antara joran dengan layangan yang

umum dipakai adalah < 75 meter atau disesuaikan dengan jarak antara

gerombolan ikan dengan kapal, sedangkan panjang tali pancing antara layangan
dengan mata pancing adalah 4 6 meter. Menurut Von Brandt (1964), Panjang tali

layangan yang digunakan bisa mencapai 100 meter dan tali pancing yang di

ikatkan pada ekor sekitar 75 meter, yang ujungnya di ikatkan mata pancing yang

telah diberi umpan. Layangan terbuat dari plastik sehingga dapat digunakan

berulang kali walaupun telah jatuh ke dalam air. Rangka layangan terbuat dari

rotan sehingga lebih lentur dan dapat dilengkungkan bila layangan sulit dinaikkan.

Ukuran layangan yang digunakan memiliki lebar berkisar antara 42 100 cm dan

tinggi antara 40,5 85 cm, Hal ini disesuaikan dengan kondisi angin pada saat

Pancing Layangan dioperasikan, dimana bila angin cukup kuat maka digunakan

layangan yang berukuran kecil sedangkan bila angin lemah maka digunakan

layangan yang berukuran besar. Menurut Von Brandt (1964), layang-layang yang

digunakan terbuat dari kertas atau daun pandan yang dikeringkan, yang dijahit

pada bingkai bambu. layang-layang seperti itu dapat dibuat dalam ukuran yang

cukup besar, panjang bisa mencapai 100 cm dan lebarnya 50 cm. Mata pancing

yang digunakan adalah mata pancing nomor 3 5 dan dalam satu unit Pancing

Layangan digunakan 2 atau 3 mata pancing yang diikat menjadi satu. Pada

pangkal mata pancing dipasang umpan tiruan yang terbuat dari karet berbentuk

cumi-cumi untuk menarik perhatian ikan (Gambar 2). Konstruksi Pancing

Layangan yang digunakan oleh nelayan di Kecamatan Banggae Kabupaten

Majene, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:


g

Gambar 1. Konstruksi Pancing Layangan

Keterangan :
a. Joran
b. Tali Pancing (Joran Layangan)
c. Layangan
d. Tali Pancing (Layangan Mata Pancing)
e. Mata Pancing dan Umpan Tiruan
f. Gulungan Tasi
g. Cincin Baja

Gambar 2. Mata Pancing dan Umpan Buatan yang Digunakan


Pada Alat Tangkap Pancing Layangan.
b) Pancing Ulur

Satu unit Pancing Ulur yang dioperasikan oleh nelayan di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene, terdiri atas tali utama yang terbuat dari bahan tasi

(monofilamen) nomor 200 400, dengan panjang 300 meter. Pemberat 1 (satu)

buah, dari bahan timah dengan berat 0,5 Kg. Pemberat dipasang pada tali utama

dengan jarak 20 cm diatas mata pancing. Mata pancing yang digunakan 1 (satu)

buah, nomor 5 7. Mata pancing dipasang pada bagian ujung tali utama. Pangkal

mata pancing dipasang umpan berupa sobekan kain yang berwarna-warni untuk

menarik perhatian ikan (Gambar 3). Swivel dipasang pada tali utama, yaitu 10

cm diatas dan 10 dibawah pemberat, agar mata pancing dan pemberat mudah

dilepaskan

Gambar 3. Mata Pancing dan Umpan Buatan yang Digunakan


Pada Alat Tangkap Pancing Ulur.

c) Pancing Tonda

Satu unit Pancing Tonda yang dioperasikan oleh nelayan di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene, terdiri atas bagian-bagian yaitu : tali utama, tali

cabang, mata pancing, umpan dan swivel. Tali utama terdiri atas 3 (tiga) bagian
yaitu bagian paling atas terbuat dari bahan tasi (monofilamen) nomor 200 atau

300, dengan panjang 100 meter. Tasi tersebut kemudian disambung dengan kawat

nomor 1,5, dengan panjang 30 meter, yang berfungsi sebagai pemberat. Bagian

paling bawah terbuat dari bahan tasi (monofilamen) nomor 50, dengan panjang 50

meter. Antara tali utama bagian tengah (kawat) dengan tali utama bagian atas dan

tali utama bagian bawah masing-masing dipasangi swivel. Tali cabang terbuat dari

bahan tasi (monofilamen) nomor 40, dengan panjang 20 cm. Mata pancing yang

digunakan adalah mata pancing nomor 9 atau 10, dengan jumlah mata pancing

untuk tiap unit adalah 7 15 mata pancing. Jarak antara satu mata pancing dengan

mata pancing lainnya 3 meter. Mata pancing dipasangi umpan berupa sobekan

kain yang berwarna warni untuk menarik perhatian ikan (Gambar 4).

Gambar 4. Mata Pancing dan Umpan Buatan yang Digunakan


Pada Alat Tangkap Pancing Tonda.
d) Pancing Ulur Vertikal

Satu unit Pancing Ulur Vertikal yang dioperasikan oleh nelayan di

Kecamatan Banggae Kabupaten Majene, terdiri atas bagian-bagian yaitu : tali

utama, tali cabang, pemberat, mata pancing dan umpan. Tali utama terbuat dari

bahan tasi (monofilamen) nomor 50, dengan panjang 100 meter. Tali cabang

terbuat dari bahan tasi (monofilamen) nomor 40, dengan panjang masing-masing 3

5 cm. Pemberat yang digunakan adalah 1 (satu) buah yang terbuat dari bahan

timah, dengan berat 0,5 Kg dan dipasang pada bagian ujung paling bawah dari tali

utama. Mata pancing yang digunakan adalah mata pancing nomor 17

20. untuk satu unit Pancing Ulur Vertikal digunakan 50 100 mata pancing.

Mata pancing dipasangi umpan berupa karet pentil dengan panjang 3 cm untuk

menarik perhatian ikan (Gambar 5).

Gambar 5. Mata Pancing dan Umpan Buatan yang Digunakan


Pada Alat Tangkap Pancing Ulur Vertikal.
B. Kapal Penangkap

Kapal penangkap yang digunakan oleh nelayan di Kecamatan Banggae

Kabupaten Majene untuk mengoperasikan alat tangkap Pancing Layangan,

mempunyai ukuran panjang (L) berkisar 10 13 meter, lebar (B) berkisar 1,4

1,9 meter dan tinggi (D) berkisar 1,2 - 1,3 meter, dengan kapasitas muat berkisar

3,26 6,23 ton (Gambar 6).

Gambar 6. Kapal yang Digunakan Untuk Mengoperasikan


Alat Tangkap Pancing Layangan.

Berdasarkan ukuran kapal yang diperoleh diketahui bahwa kapal yang

digunakan oleh nelayan setempat tergolong dalam jenis kapal kecil. Hal ini sesuai

dengan klasifikasi menurut Ayodhyoa (1972), bahwa untuk kapal ikan kecil, L

berkisar antara 6 15 meter, B antara 1,45 3,30 meter dan D antara 0,55 1,40

meter, sedangkan untuk kapal Hand Line, Panjang (L) = 10 m, Lebar (B) = 2,60 m

dan tinggi (D) = 1,40, dengan rasio perbandingan ukuran utama yaitu: L/B = 3,85,

L/D = 7,14 dan B/D = 1,86. Ukuran utama dan kapasitas muat kapal yang

digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :


Tabel 1. Ukuran Utama, Perbandingan Ukuran Utama dan Kapasitas Muat
Kapal yang Digunakan pada Operasi Penangkapan Ikan dengan
Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Panjang Lebar Tinggi Jenis Kps.


Kapal L/B L/D B/D Muat
(L) (m) (B) (m) (D) (m) Kayu
(ton)
A 12,7 1,6 1,25 7,94 10,16 1,28 Palapi 4,93
B 12,5 1,6 1,2 7,81 10,42 1,33 Palapi 4,66
C 13 1,8 1,3 7,22 10 1,38 Palapi 5,91
D 13 1,9 1,3 6,84 10 1,46 Palapi 6,23
E 10 1,4 1,2 7,14 8,33 1,17 Palapi 3,26
F 11 1,5 1,2 7,33 9,17 1,25 Palapi 3,84
G 12,5 1,85 1,3 6,76 9,62 1,42 Palapi 5,84
H 12 1,7 1,25 7,06 9,6 1,36 Palapi 4,95
I 12,3 1,8 1,3 6,83 9,46 1,38 Palapi 5,59
J 12 1,8 1,2 6,67 10 1,5 Palapi 5,03

Kapal yang digunakan oleh nelayan setempat umumnya terbuat dari kayu Palapi

(Heritiera sp). Untuk menggerakkan kapal, pada umumnya nelayan menggunakan mesin

yang berkekuatan 23 24 HP dengan bahan bakar solar (Gambar 7).

Gambar 7. Mesin Utama untuk Menggerakkan Kapal.


Pengoperasian alat tangkap Pancing Layangan diperlukan kapal yang

mempunyai kecepatan yang tinggi karena sifatnya mengejar gerombolan ikan,

untuk itu disain bentuk kapal yang digunakan haruslah ramping dan menggunakan

mesin yang berkekuatan besar.

Berdasarkan ketentuan rasio ukuran utama kapal Hand Line (Ayodhyoa,

1972), dapat diketahui sampel mana yang memenuhi ketentuan ukuran kapal.

Untuk nilai L/B, tidak ada sampel yang memenuhi karena nilainya melebihi

ketentuan persyaratan untuk kapal Hand Line. Mulyanto dan Zyaki (1990)

menyatakan bahwa untuk nilai L/B yang besar akan menambah kecepatan kapal,

menambah harga perbandingan ruangan kapal yang lebih baik, tapi akan

mengurangi kemampuan olah gerak kapal dan mengurangi stabilitas kapal,

sedangkan bila nilai L/B lebih kecil maka akan menambah kemampuan stabilitas

kapal yang lebih baik dan akan menambah kekuatan memanjang kapal.

Ditambahkan oleh Ayodhyoa (1972) bahwa bila nilai L/B lebih kecil dari

ketentuan tersebut maka akan berpengaruh buruk terhadap kecepatan kapal.

Berdasarkan nilai L/D yang diperoleh, tidak ada kapal sampel yang

memenuhi ketentuan karena nilainya melebihi ketentuan persyaratan untuk kapal

Hand Line, sehingga kekuatan memanjang kapal kurang bagus. Hal ini sesuai

dengan pendapat Mulyanto dan Zyaki (1990) bahwa nilai L/D yang besar dapat

mengurangi kekuatan memanjang kapal dan bila diperkecil akan menambah

kekuatan memanjang kapal.

Nilai B/D kapal sampel tidak ada yang memenuhi karena lebih kecil dari

ketentuan persyaratan untuk kapal Hand Line, sehingga berdampak buruk

terhadap stabilitas kapal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyanto dan Zyaki
(1990) bahwa nilai B/D yang besar akan berdampak positif terhadap stabilitas

kapal akan tetapi daya dorong kapal akan memburuk, sedangkan bila nilai B/D

kecil maka akan berdampak buruk terhadap stabilitas kapal.

Baik nilai L/B, L/D maupun B/D, tidak ada satupun kapal sampel yang

memenuhi ketentuan persyaratan untuk kapal Hand Line, hal ini disebabkan karena

Lebar kapal (B) terlalu kecil sehingga stabilitas kapal kurang baik namun daya dorong

kapal cukup baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1972) bahwa Nilai B

(lebar), berhubungan dengan stabilitas dan daya dorong kapal. Meskipun demikian,

pada kenyataannya kondisi dilapangan berbeda dengan hasil analisis, hal ini karena

nelayan di daerah tersebut membuat kapal Pancing Layangan secara tradisional

berdasarkan pengalaman nelayan secara turun temurun yang lebih mengutamakan

kecepatan kapal, sesuai dengan prinsip penangkapan Pancing Layangan yang sifatnya

mengejar gerombolan ikan (hunting), kurang memperhatikan ketentuan ukuran utama

kapal ikan, sehingga banyak kejadian kapal Pancing Layangan yang tenggelam saat

beroperasi karena terkena ombak yang besar, oleh karena itu sebaiknya semua kapal

sampel menambah ukuran lebar kapal (B), sehingga stabilitas kapal menjadi lebih

baik. Dampak negatif dari penambahan lebar kapal (B) ini yaitu berkurangnya daya

dorong/kecepatan kapal. Untuk mengatasi hal tersebut, maka sebaiknya bersamaan

dengan penambahan ukuran lebar kapal (B), tenaga mesin penggerak (HP) kapal juga

ditambah. Hal ini sesuai dengan pendapat Ayodhyoa (1972) bahwa dampak negatif

dari penambahan nilai lebar kapal (B) adalah propulsive ability akan memburuk

sehingga sukar mendapatkan speed yang cukup. Untuk mengatasi hal ini antara lain

bisa dilakukan dengan jalan memperbesar HP yang berakibat fuel consumption juga

akan membesar.
C. Metode Pengoperasian

Operasi penangkapan ikan dengan Pancing Layangan di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene, biasanya dilakukan 3 4 hari dalam 1 trip, dan

dalam satu bulan 4 trip. Umumnya nelayan meninggalkan fishing base antara

pukul 05.00 07.00 dan kembali sekitar pukul 15.00 17.00. Sebelum

meninggalkan fishing base menuju fishing ground, nelayan melakukan beberapa

persiapan, antara lain :

1. Persiapan bahan bakar dan es.

2. Persiapan konsumsi, meliputi beras, air minum, rempah-rempah dan rokok.

3. Persiapan alat tangkap, kapal dan mesin.

Nelayan meninggalkan fishing base menuju ke fishing ground setelah

semua persiapan di darat telah selesai. Daerah yang menjadi fishing ground

nelayan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene ada dua

yaitu daerah Ujung Lero (Kabupaten Pinrang) dan daerah Pulau Ambo

(Kabupaten Mamuju) Operasi penangkapan dengan Pancing Layangan bersifat

hunting atau mengejar gerombolan ikan.

Satu unit kapal penangkap terdiri dari 4 5 orang, dimana 1 orang sebagai

ponggawa (nakhoda) sedangkan yang lainnya adalah sawi. Satu unit Pancing

Layangan dioperasikan oleh satu orang, dan umumnya dalam satu unit kapal

penangkap hanya dioperasikan maksimal 2 unit Pancing Layangan, yaitu 1 orang

di bagian lambung kapal dan 1 orang lagi di buritan kapal.

Nakhoda dan ABK bersama-sama mencari gerombolan ikan di daerah fishing

ground. Bersamaan dengan pencarian gerombolan ikan tersebut, ABK yang bertugas

mengoperasikan alat tangkap Pancing Layangan mempersiapkan alat tangkapnya


masing-masing. Pertama-tama, ujung tali pancing dimasukkan kelubang cincin kemudian

mata pancing dan umpan tiruan di ikatkan pada ujung tali pancing tersebut, kemudian tali

pancing di ikatkan dengan layangan (Gambar 8). Jarak tali pancing antara mata pancing

dengan layangan berkisar antara 4 6 meter, sedangkan jarak tali pancing antara layangan

dengan joran disesuaikan dengan jarak antara gerombolan ikan dengan kapal atau

disesuaikan dengan kondisi angin pada saat layangan dinaikkan, dimana bila angin cukup

kencang dan layangan sulit dinaikkan maka tali pancing akan diulur sampai layangan naik

pada posisi yang dikehendaki, setelah itu pemancing bersiap-siap pada posisinya masing-

masing yaitu di lambung kiri atau kanan dan di buritan kapal, kemudian menunggu saat

yang tepat untuk menaikkan layangan.

Gambar 8. Persiapan Alat Tangkap Pancing Layangan.


Bilamana gerombolan ikan ditemukan, nakhoda akan mendekati

gerombolan ikan tersebut dan mencari posisi yang tepat agar pemancing dapat

mengoperasikan Pancing Layangannya. Setelah posisinya memungkinkan, maka

pemancing segera menaikkan layangannya, kemudian tali pancing diulur hingga

mata pancing tepat berada di gerombolan ikan yang akan ditangkap (Gambar 9).

Gambar 9. Pemancing Menaikkan Layangan.

Posisi kapal diusahakan selalu melawan arah angin atau menyamping dari

arah angin, sehingga layangan mudah dinaikkan (Gambar 10). Selama proses

penangkapan, kapal bergerak terus mengikuti arah renang ikan dan jika ikan

merubah arah renangnya maka pemancing akan memberi isyarat kepada nakhoda

untuk merubah haluan kapal mengikuti arah renang ikan dengan posisi tetap

melawan atau menyamping arah angin.


Gambar 10. Posisi Kapal, Layangan, Gerombolan Ikan dan Arah
Angin Pada Saat Pengoperasian Pancing Layangan

Bila umpan termakan oleh ikan, maka layangan akan tertarik dan jatuh ke

air (Gambar 11), kemudian pemancing akan menarik tali pancing secara perlahan-

lahan, sambil kapal tetap melaju namun kecepatannya dikurangi. Perlahan-lahan

tali pancing ditarik hingga mencapai kapal, kemudian ikan yang tertangkap

dilepaskan dari mata pancing (Gambar 12) dan alat tangkap dipersiapkan untuk

dioperasikan kembali. Untuk lebih jelasnya, metode penangkapan dengan Pancing

Layangan secara keseluruhan dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 13.
Gambar 11. Layangan Terjatuh ke dalam Air Setelah Pancing
Termakan oleh Ikan.

Gambar 12. Ikan yang Tertangkap Dilepaskan Dari Mata


Pancing.
Persiapan
(Alat tangkap, Kapal, Mesin, BBM, Es dan Konsumsi)

Berangkat dari Fishing base

Tiba di fishing ground

Pancing Pencarian gerombolan ikan Tanda-tanda alam


dipersiapkan (nakhoda dan ABK)

Gerombolan ikan di dekati

Pemancing bersiap-siap
pada posisinya

Posisi kapal
Layangan dinaikkan menyamping/
melawan arah angin

Layangan tertarik
Umpan termakan oleh ikan
jatuh ke air

Tali pancing ditarik Kecepatan kapal


dikurangi

Ikan pada mata pancing dilepaskan

Pancing siap dioperasikan kembali

Gambar 13. Diagram Alir Metode Penangkapan Pancing Layangan.


Pengoperasian pancing dengan menggunakan layangan sebagai alat bantu

dimaksudkan agar posisi mata pancing dan umpan selalu berada di permukaan air

dan selalu bergerak-gerak untuk menarik perhatian ikan. Layangan yang

digunakan sebagai alat bantu penangkapan mempunyai ukuran yang beragam

mulai dari yang terkecil sampai yang paling besar. Bila angin bertiup cukup

kencang maka nelayan akan menggunakan layangan yang berukuran kecil,

sedangkan bila kondisi angin lemah , maka nelayan menggunakan layangan yang

berukuran besar. Bila nelayan mengami kesulitan untuk menaikkan layangan atau

mata pancing sesalu terangkat di atas permukaan air, nelayan biasanya mengulur

tali pancing untuk mengurangi tekanan angin pada layangan hingga lanyangan

dan mata pancing tetap berada pada posisi yang tepat. Usaha yang lain untuk

mengatasi masalah tersebut adalah dengan memperpanjang jarak tali pancing

antara layangan dengan mata pancing atau layangan diturunkan kemudian

layangan dibuat lebih melengkung.

Bersamaan dengan pengoperasian Pancing Layangan, nelayan juga

mengoperasikan Pancing Tonda, pengoperasiannya dilakukan dengan cara diseret

pada saat kapal berjalan. Pancing tonda tersebut di operasikan pada buritan kapal.

Untuk Pancing Ulur dan Pancing Ulur Vertikal, pemancingan dilakukan dengan

menggunakan sampan kecil yang telah disiapkan, sedangkan kapal penangkap

ditambatkan di rumpon. Tiap sampan terdiri dari satu orang pemancing dan akan

mengoperasikan alat tangkap di sekitar rumpon tersebut.


D. Daerah dan Musim Penangkapan

Daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap Pancing Layangan di Kecamatan

Banggae, Kabupaten Majene ada dua tempat yaitu daerah Ujung Lero Kabupaten

Pinrang (Lampiran 1) dan daerah Pulau Ambo Kabupaten Mamuju (Lampiran 2).

Koordinat daerah penangkapan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.

Ciri-ciri daerah penangkapan yang dijadikan sebagai tanda adanya

gerombolan ikan yaitu adanya tanda-tanda alam seperti adanya gerombolan ikan

lumba-lumba, adanya riak atau percikan air dipermukaan laut, kayu yang

terapung, burung laut yang terbang dan menukik ke permukaan laut dan ikan-ikan

yang berlompatan menyambar mangsa. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Ayodhyoa (1981) bahwa petunjuk untuk mengetahui adanya gerombolan ikan

adalah adanya burung-burung yang menukik menyambar ke permukaan laut, ikan

yang melompat di atas permukaan atau ikut beruaya bersama kayu-kayu yang

hanyut, adanya ikan paus atau ikan hiu dan lain sebagainya.

Pengoperasian alat tangkap Pancing Layangan sangat dipengaruhi oleh keadaan

cuaca dan kondisi oseanografi perairan dimana alat tangkap tersebut di operasikan.

Walaupun pada perairan tersebut cukup banyak ikan, tetapi karena kondisi cuaca dan

oseanografi yang tidak memungkinkan untuk melakukan operasi penangkapan maka hal

itu tidak akan dilakukan mengingat resiko keselamatan jiwa nelayan. Oleh karena itu

nelayan mempunyai dua daerah penangkapan yang berbeda yaitu daerah Ujung Lero dan

daerah Pulau Ambo. Pada musim barat, nelayan Pancing Layangan di Kecamatan

Banggae Kabupaten Majene umumnya melakukan operasi penangkapan di daerah Pulau

Ambo (Kabupaten Mamuju) karena pada musim barat, perairan di daerah tersebut cukup

teduh dan aman untuk melakukan operasi penangkapan. Disamping itu


pada musim barat, ikan-ikan dasar seperti ikan merah (Lutjanus erythropterus), ikan

kakap (Lates calcarifer) dan Ikan kerapu (Epinephelus sp) yang dapat ditangkap

dengan menggunakan alat tangkap Pancing Ulur, cukup melimpah di daerah tersebut.

Sedangkan pada musim timur, nelayan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae

Kabupaten Majene umumnya melakukan operasi penangkapan di daerah Ujung Lero

(Kabupaten Pinrang) karena pada musim timur, perairan di daerah tersebut cukup

teduh dan aman untuk melakukan operasi penangkapan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, diketahui bahwa daerah

penangkapan Pulau Ambo jaraknya lebih jauh dibandingkan Ujung Lero, sehingga

biaya operasional yang dikeluarkan juga lebih besar. Namun hasil tangkapan yang

diperoleh juga jauh lebih banyak sehingga juga dikenal dengan musim puncak,

karena hasil tangkapan yang diperoleh pada saat itu sangat melimpah dan jenis

ikan tuna yang tertangkap umumnya berukuran besar (ukuran ekspor) yaitu > 30

Kg, karena operasi penangkapan dilakukan dengan mengejar gerombolan ikan.

Selain itu jenis ikan cakalang dan ikan tongkol yang tertangkap juga cukup banyak

dengan ukuran yang relatif besar dan banyak pula tertangkap jenis-jenis ikan

karang yang juga bernilai ekonomis tinggi. Sedangkan penangkapan di daerah

Ujung Lero juga dikenal dengan musim paceklik karena pada saat tersebut hasil

tangkapannya hanyalah ikan-ikan cakalang, tongkol dan tuna yang berukuran

kecil, sehingga hanya di jual di pasaran lokal saja. Hal ini disebabkan pada daerah

tersebut operasi penangkapan hanya di lakukan di sekitar rumpon karena sangat

sulit menemukan gerombolan ikan di daerah tersebut pada musim timur. Pada

umumnya ikan-ikan yang berada di sekitar rumpon mempunyai ukuran yang lebih

kecil dibanding ikan-ikan yang berenang bebas (bergerombol).


Berdasarkan hasil survei pada saat mengikuti operasi penangkapan, hasil

wawancara dengan nelayan dan disesuaikan dengan skala Beauford (Lampiran 4),

diketahui bahwa Pancing Layangan dapat dioperasikan pada kondisi kecepatan angin

0 10 knot, atau pada ketinggian gelombang 0 - 1,0 meter. Menurut nelayan, pada

kondisi tersebut Pancing Layangan dapat dioperasikan dengan baik dan keamanan

pelaksanaan operasi penangkapan masih cukup terjamin. Namun bila kecepatan angin

> 10 knot atau ketinggian gelombang > 1 meter, maka pengoperasian alat tangkap

tidak bisa dilakukan karena kondisi tersebut akan membahayakan keselamatan

jiwa nelayan, disamping alat tangkap sangat sulit dioperasikan karena layangan

sangat sulit untuk dinaikkan.

Nelayan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene seperti

halnya nelayan di daerah lain di Indonesia, pada umumnya mengenal tiga musim

penangkapan yaitu musim puncak pada bulan September - Desember, musim biasa

pada bulan Januari Mei dan musim paceklik pada bulan Juni - Agustus. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya, pada musim puncak dan musim biasa yaitu pada bulan

September Mei, nelayan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten

Majene melakukan operasi penangkapan di daerah Pulau Ambo (Kabupaten Mamuju),

dengan total jumlah trip yaitu 36 trip (16 trip pada musim puncak dan 20 trip pada

musim biasa). Sedangkan pada musim paceklik yaitu pada bulan Juni Agustus,

operasi penangkapan dilakukan di daerah Ujung Lero (Kabupaten Pinrang), dengan

total jumlah trip yaitu 10 trip dari yang seharusnya 12 trip, karena pada bulan Agustus

yaitu pada minggu III dan IV umumnya nelayan tidak melakukan operasi

penangkapan karena pada saat itu di Kabupaten Majene (daerah Mandar) diadakan

acara pesta rakyat secara besar-besaran, sehingga para nelayan tidak turun melaut.
E. Hasil Tangkapan

Berdasarkan hasil survei dan wawancara dengan nelayan, diketahui bahwa

khusus untuk alat Tangkap Pancing Layangan, dapat menangkap jenis ikan tuna

sirip kuning (Thunnus albacares) serta jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

dan ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang berukuran besar saja, mengingat jenis

mata pancing yang digunakan berukuran cukup besar yaitu mata pancing nomor 3

5 dan tiap unitnya menggunakan 2 3 mata pancing yang diikat menjadi satu.

Sedangkan untuk alat tangkap Pancing Tonda, Pancing Ulur dan Pancing Ulur

vertikal hanya dapat menangkap ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares), ikan

cakalang (Katsuwonus pelamis) dan ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang

berukuran kecil saja, karena mata pancing yang digunakan ukurannya lebih kecil

yaitu mata pancing nomor 5 20 dan terdiri dari satu mata pancing saja.

Khusus untuk Pancing Ulur, yang dioperasikan di daerah Pulau Ambo

(Kabupaten Mamuju) pada musim puncak dan musim biasa, dapat menangkap

beberapa jenis ikan dasar (Demersal) antara lain ikan merah (Lutjanus

erythropterus), ikan kakap (Lates calcarifer) dan ikan kerapu (Epinephelus sp).
Aspek Finansial

Aspek finansial menyangkut terutama perbandingan antara pengeluaran

uang dengan revenue earning dari pada proyek. Apakah proyek itu akan terjamin

dananya yang diperlukan, apakah proyek akan mampu membayar kembali dana

tersebut dan apakah proyek itu akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara

finansal dapat berdiri sendiri (Kadariah, Karlina dan Gray, 1978).

Aspek ini menyangkut masalah penerimaan dan pengeluaran dari

pelaksanaan usaha. Biaya yang dikeluarkan meliputi modal investasi, biaya

operasional, biaya tetap dan biaya variabel.

A. Investasi

Modal investasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh biaya

yang ditanamkan dalam pembuatan kapal, pembelian mesin, alat tangkap serta

peralatan lainnya. Besarnya investasi yang ditanamkan per unit usaha perikanan

Pancing Layangan berkisar antara Rp. 11.124.300,- Rp. 17.055.650,-, dimana

modal investasi terbesar ditanamkan oleh kapal A sedangkan yang terkecil adalah

kapal E. Besarnya biaya investasi tersebut dipengaruhi oleh besar skala usaha dan

tingkat teknologi yang digunakan, karena semakin besar skala usaha dan tingkat

teknologi yang digunakan dalam suatu usaha perikanan tangkap, maka semakin

besar pula dana investasi yang harus ditanamkan. Untuk lebih jelasnya, nilai

investasi tiap unit usaha perikanan Pancing Layangan dapat dilihat pada Tabel 2

berikut:
Tabel 2. Modal Investasi Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Modal Investasi (Rp)


Kapal Kapal Mesin Alat Total (Rp)
Tangkap
A 9.342.000 7.000.000 713.650 17.055.650
B 8.182.000 4.500.000 1.089.430 13.771.430
C 8.502.000 2.500.000 1.096.750 12.098.750
D 8.362.000 3.200.000 567.900 12.129.900
E 7.087.000 3.000.000 1.037.300 11.124.300
F 12.187.000 2.200.000 1.201.850 15.588.850
G 8.612.000 3.000.000 577.170 12.189.170
H 9.187.000 3.500.000 577.900 13.264.900
I 9.187.000 3.500.000 571.690 13.258.690
J 8.097.000 3.000.000 658.500 11.755.500

B. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan pajak, karena jumlahnya relatif

tetap dan terus dikeluarkan meskipun jumlah produksi bertambah atau berkurang.

Biaya penyusutan merupakan perbandingan antara nilai investasi dan lamanya alat

digunakan. Besarnya biaya penyusutan tergantung pada nilai awal dan lama modal

tetap (investasi) tersebut digunakan, atau dengan kata lain daya tahan alat dapat

berkurang karena pengaruh umur ataupun karena pemakaian alat tersebut sehingga

mempengaruhi nilai awal dari modal tetap yang akan menyusut selama

pemakaian. Apabila nilai investasi tinggi sedangkan masa pemakaian singkat,

maka biaya penyusutan relatif besar. Sebaliknya bila nilai investasi tidak terlalu

tinggi dan masa pemakaian cukup lama, maka biaya penyusutan relatif lebih kecil.

Biaya penyusutan tiap unit usaha perikanan Pancing Layangan berkisar antara Rp.

2.586.800,- Rp. 4.079.183,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Biaya tetap lainnya yang harus dikeluarkan adalah pajak, berupa Surat Izin

Pelayaran dari KP3 yang harus diperbaharui setiap tahunnya. Besarnya biaya yang

harus dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 50,000,- setiap tahunnya.

Tabel 3. Biaya Tetap Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Kapal Biaya Tetap (Rp) Total (Rp)


Pajak Penyusutan
A 50.000 4.079.183 4.129.183
B 50.000 3.155.990 3.205.990
C 50.000 2.775.416 2.825.416
D 50.000 2.636.300 2.686.300
E 50.000 2.586.800 2.636.800
F 50.000 3.290.216 3.340.216
G 50.000 2.669.710 2.719.710
H 50.000 2.838.400 2.888.400
I 50.000 2.776.070 2.826.070
J 50.000 2.778.500 2.828.500
Rata-rata 50.000 2.958.658,5 3.008.658,50

Berdasarkan Tabel 3 tersebut, diketahui besarnya biaya tetap per tahun dari

10 responden berkisar antara Rp. 2.636.800,- Rp. 4.129.183,-, dengan nilai rata-

rata Rp. 3.008.658,50.

C. Biaya Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang tidak tetap jumlahnya karena

dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi yang diperoleh. Biaya variabel

meliputi biaya perawatan, biaya operasional dan upah ABK.


Biaya perawatan diperlukan untuk memelihara kelangsungan kerja semua

unit penangkapan dimana besarnya tergantung seberapa besar tingkat kerusakan

yang dialami oleh kapal ataupun mesin pada unit usaha perikanan Pancing

Layangan tersebut. Besarnya biaya perawatan yang dikeluarkan berkisar antara

Rp. 1.648.000,- Rp. 3.274.000,-. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada

Lampiran 7.

Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan

aktivitas operasional penangkapan ikan. Pada unit usaha perikanan Pancin g

Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene, semua biaya operasional

ditanggung sepenuhnya oleh pemilik kapal dan akan dikembalikan setelah hasil

tangkapan dijual. Besarnya biaya operasional pada unit usaha perikanan Pancing

Layangan tergantung dari banyaknya trip, lokasi fishing ground dan kenaikan

harga barang pada saat tertentu. Komponen biaya operasional meliputi pembelian

bahan bakar (solar), es, konsumsi dan rokok. Besarnya biaya operasional per

tahun berkisar antara Rp. 8.252.728,- Rp. 12.746.600,-. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat pada Lampiran 8.

Upah ABK tiap orang pertahun masing-masing unit usaha perikanan

Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene berkisar antara Rp.

10.065.477 Rp. 12.633.917. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Lampiran

10.
Tabel 4. Biaya Variabel Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Kapal Biaya Variabel (Rp) Total (Rp)


Operasional Upah ABK Perawatan
A 12.746.600 44.519.657 3.274.000 60.540.257
B 10.553.500 43.819.829 2.301.800 56.675.129
C 9.111.500 31.654.250 2.296.000 42.845.750
D 10.185.000 35.744.000 1.807.000 47.736.000
E 8.252.728 32.446.636 1.754.000 42.453.364
F 10.573.900 42.290.914 2.117.000 54.981.814
G 11.246.200 33.942.900 1.878.000 47.067.100
H 10.251.250 37.570.375 1.648.000 49.469.625
I 11.096.500 37.901.750 2.130.000 50.748.250
J 12.428.664 40.261.906 1.913.000 54.603.570
Rata-rata 10.644.584,2 38.015.221,7 2.111.880 50.771.685,9

Tabel 4 di atas menunjukkan besarnya biaya variabel yang terdiri atas

biaya operasional, upah ABK dan biaya perawatan pada tiap unit usaha perikanan

Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene yang berkisar

antara Rp. 42.453.364,- Rp. 60.540.257,-, dimana biaya variabel yang terbesar

dikeluarkan oleh kapal A sedangkan yang terkecil adalah kapal E.

Total biaya yang dikeluarkan pada tiap unit usaha perikanan Pancing

Layangan di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene diperoleh dengan

menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variabel sehingga diperoleh total biaya

pada tiap unit yang berkisar antara Rp. 45.090.164,- Rp. 64.669.440,-, dimana

total biaya yang terbesar dikeluarkan oleh kapal A sedangkan yang terkecil adalah

kapal E. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 11.


D. Sistem bagi hasil

Pada unit usaha perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae

Kabupaten Majene, sistem bagi hasil yang berlaku adalah setiap ABK masing-

masing memperoleh satu bagian dan pemilik mendapatkan tiga bagian (masing-

masing satu bagian untuk ponggawa, kapal dan mesin) karena yang menjadi

ponggawa pada umumnya adalah pemilik kapal itu sendiri.

Menurut undang-undang bagi hasil perikanan no. 16 tahun 1964, pasal 3

yaitu jika suatu usaha perikanan diselenggarakan atas dasar perjanjian bagi hasil,

maka dari hasil usaha itu kepada pihak nelayan penggarap dan penggarap tambak

paling sedikit harus diberikan bagian pada perikanan laut yaitu a). Jika

dipergunakan perahu layar, minimum 75% dari hasil bersih dan b). Jika

dipergunakan kapal motor, minimum 40% dari hasil bersih. Berdasarkan undang-

undang bagi hasil tersebut diketahui bahwa sistem bagi hasil yang berlaku pada

unit usaha perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten

Majene, tidak sesuai dengan ketentuan. Dalam hal ini pemilik telah dirugikan,

sedangkan ABK atau nelayan penggarap lebih diuntungkan, karena jumlah ABK

setiap unit penangkapan yaitu 3 4 orang, sehingga jika ABK pada unit

penangkapan tersebut berjumlah 3 orang, maka bagian untuk ABK yaitu 50%,

sedangkan jika ABKnya 4 orang, maka bagian untuk ABK yaitu 57%, nilai ini

jauh diatas standar pembagian hasil yang telah ditetapkan yaitu minimum 40%.
Analisis Usaha

A. R/C

Berdasarkan data-data yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya,

maka dapat dilakukan analisis R/C yang dikemukakan oleh Soekartawi (1995)

yaitu perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total, dimana bila nilai

R/C = 1, maka usaha bersifat tidak mendapat laba dan tidak pula mengalami

kerugian. Jika R/C > 1, maka hasil yang diperoleh lebih besar daripada biaya total

sehingga usaha mendapatkan laba dan layak untuk dilaksanakan. Sedangkan jika

R/C < 1, maka hasil yang diperoleh lebih kecil daripada biaya total usaha,

sehingga usaha mengalami kerugian dan tidak layak untuk dilaksanakan. Semakin

tinggi R/C maka semakin tinggi prioritas yang dapat diberikan pada usaha

tersebut.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap unit usaha

perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene,

diketahui bahwa semua sampel yang menjadi objek penelitian dapat melanjutkan

atau mengembangkan usahanya, karena nilai R/C dari usaha mereka di atas 1 atau

R/C > 1 yaitu berkisar antara 1,45 1,66. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Lampiran 11.

B. Keuntungan

Pendapatan usaha diperoleh dari total penjualan hasil tangkapan.

Berdasarkan data yang diperoleh diketahui bahwa pendapatan unit usaha

perikanan Pancing Layangan berkisar antara Rp. 74.550.000,- Rp. 93.980.000,-.

Sedangkan keuntungan kotor diperoleh dari selisih antara


hasil penjualan dengan biaya operasional ditambah biaya perawatan dan pajak

sehingga di peroleh nilai yang berkisar antara Rp. 63.308.500,- Rp. 77.909.400,-

yang selanjutnya diambil untuk pembagian hasil. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Lampiran 9.

Keuntungan bersih diperoleh dari selisih antara penerimaan dengan total

biaya, yang berkisar antara Rp. 27.417.930,- Rp. 34.745.680,-. Berdasarkan

hasil perhitungan keuntungan bersih yang diperoleh tersebut, diketahui bahwa

semua sampel yang menjadi objek penelitian dapat melanjutkan atau

mengembangkan usahanya, karena ke sepuluh kapal sampel tersebut semuanya

memperoleh keuntungan yang cukup besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Lampiran 11.

Aspek Biologi

Berdasarkan hasil survei dan pengukuran langsung terhadap beberapa

sampel ikan yang tertangkap dengan alat tangkap Pancing Layangan, diperoleh

kisaran ukuran panjang ikan hasil tangkapan tersebut sebagai berikut: ikan tuna

sirip kuning (Thunnus albacares) panjangnya berkisar antara 30 65 cm, ikan

cakalang (Katsuwonus pelamis) panjangnya berkisar antara 27,5 33 cm dan ikan

tongkol (Euthynnus affinis) panjangnya berkisar antara 27 34 cm. Ikan yang

tertangkap tersebut berukuran relatif kecil karena pada saat pengambilan data,

bertepatan dengan musim paceklik dimana operasi penangkapan umumnya

dilakukan di sekitar rumpon sedangkan pada musim puncak, biasanya didapatkan

hasil tangkapan yang berukuran cukup besar karena operasi penangkapan

umumnya dilakukan dengan sistem pengejaran gerombolan ikan. Menurut

Sumadhiharga, Sapulete dan Djamali (1995), pada perairan sekitar Khatulistiwa,


ikan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) bisa mencapai panjang 70 80 cm.

Ditambahkan oleh Anonim (1979) bahwa ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)

umumnya mencapai panjang 40 60 cm dan dapat mencapai panjang satu meter.

Selanjutnya Nontji (1993) menyatakan bahwa ukuran ikan tongkol bisa mencapai

panjang maksimum 1 meter. Untuk lebih jelasnya, ukuran ikan yang tertangkap

dengan alat tangkap Pancing Layangan dapat dilihat pada Lampiran 12.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap usaha perikanan

Pancing Layangan di Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, dapat disimpulkan

sebagai beikut :

1. Satu Unit Pancing Layangan terdiri atas bagian-bagian yaitu : joran dari

bambu dengan panjang 4 - 5 m, cincin yang dipasang pada ujung joran, tali

pancing dari bahan monofilamen No. 300 600 dengan panjang 300 m,

layangan dengan ukuran panjang antara 42 100 cm dan lebar 40,5 85 cm

yang terbuat dari plastik dengan rangka yang terbuat dari rotan, mata pancing

No. 3 5 serta umpan tiruan berbentuk cumi-cumi yang terbuat dari karet.

2. Dalam satu unit kapal penangkap selain dioperasikan alat tangkap Pancing

Layangan, juga dioperasikan alat tangkap Pancing Ulur, Pancing Tonda dan

Pancing Ulur Vertikal

3. Rasio ukuran utama kapal, baik nilai L/B, L/D maupun B/D, tidak ada kapal

sampel yang memenuhi ketentuan persyaratan untuk kapal Hand Line.

4. Secara finansial, usaha perikanan Pancing Layangan dapat terus dilanjutkan

karena usaha tersebut cukup menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.


Saran

Untuk aspek teknis yang perlu ditinjau kembali adalah mengenai

perbandingan ukuran utama kapal, dimana tidak satupun kapal sampel yang

memenuhi persyaratan teknis laut dari segi ukuran kapal.

Untuk sistem bagi hasil sebaiknya juga dipertimbangkan kembali terutama

oleh pemilik kapal, sehingga sistem bagi hasil yang selama ini digunakan dan

sangat merugikan para pemilik kapal dapat dirubah sesuai dengan ketentuan

undang-undang bagi hasil, sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan

baik ABK maupun pemilik kapal.


DAFTAR PUSTAKA

Anas, H. 1989. Studi Tentang Perikanan Huhate di Perairan Kabupaten Buton


Sulawesi Tenggara. Tesis. Jurusan Perikanan. Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Anonim. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1964


Tentang Bagi Hasil Perikanan. (http://202.159.94.45/domino/html/
BDD2.nsf/ Daftar+ Undang+Undang?OpenView).

Anonim. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Bagian I


(Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Dirjen Perikanan. Departemen
pertanian. Jakarta.

Ayodhyoa, A. U. 1972. Craft and Gear. Correspondence Course Centre.


Jakarta.

. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

Brandt, A. V. 1964. Fish Catching Methods of the World. Fishing News Books
Ltd. Farnham. Surrey. England.

Branson, P. 1987. Fishermens Handbook. British Marine Mutual insurance


Association Limited. Fishing News Book Ltd. Farnham. Surrey. Englang.

Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian


Bogor. Bogor.

Harianto. 1991. Analisis Teknis dan Ekonomis Terhadap Beberapa Alat


Penangkapan Ikan Demersal di Perairan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai.
Tesis. Jurusan Perikanan. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin.
Ujung Pandang.

Hermansson, B. 1978. Training Fishermen at Sea. FAO fishing Manuals. Food


and agriculture Organization Of The United Nations. Fishing News Book
Ltd. Farnham. Surrey. Englang.

Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga


Penerbit Fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Manggabarani, H. 2003. Kebijakan Perikanan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya


Perikanan. Makalah seminar Nasional Perikanan. Universitas Hasanuddin.
Makassar.

Monintja, D. R, B. P. Pasaribu dan I. Jaya. 1986. Manajemen Penangkapan Ikan.


Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.
Mulyanto, R.B. dan A. Zyaki. 1990. Pengertian Dasar Besaran-Besaran Kapal.
Bagian Proyek Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal
Perikanan. Semarang.

Nomura, M dan T. Yamazaki. 1977. Fishing Techniques. Compilation of


Transcript of Lectures Presented at The Training Department. SEAFDEC.
Japan International Cooperation Agency. Tokyo.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Patalle, M. 1993. Studi Perikanan Jaring Insang Cakalang di Perairan Pantai


Sekitar Kabupaten Dati II Polmas Sulawesi Selatan. Skripsi. Fakultas
Peternakan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Subani, W. dan H. R. Barus. 1988. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di
Indonesia. Balai Penelitian perikanan Laut. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Sumadhiharga.O.K., Sapulete.D., dan Djamali.A., 1995. Development of Tuna


Fisheries in Eastern Indonesian Waters. Research and Development Center
for Oceanology. Indonesia Institute of Science (LIPI). Jakarta.

Sunusi, S. 2001. Struktur Ukuran dan Tingkat Eksploitasi Ikan cakalang


(Katsuwonus pelamis) yang Tertangkap dengan Alat Pole and Line di
Perairan Kendari Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Lampiran 1. Peta Lokasi Daerah Penangkapan Pulau Ambo (Kabupaten
Mamuju).
Lampiran 2. Peta Lokasi Daerah Penangkapan Ujung Lero (Kabupaten Pinrang).
Lampiran 3. Koordinat Fishing Base dan Fishing Ground Unit Usaha Perikanan
Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

No. Keterangan Koordinat

1 Fishing Base 0 0
03 33. 127 LS; 118 56. 788 BT

2 Rumpon I (Ujung Lero) 0 0


04 02. 048 LS; 118 54. 244 BT

3 Rumpon II (Ujung Lero) 0 0


04 04. 006 LS; 118 52. 874 BT

4 Rumpon III (Ujung Lero) 0 0


04 04. 200 LS; 118 53. 514 BT

5 Rumpon IV (Ujung Lero) 0 0


04 04. 394 LS; 118 53. 808 BT

6 Rumpon V (Ujung Lero) 0 0


04 05. 917 LS; 118 52. 847 BT

7 Rumpon VI (Ujung Lero) 0 0


04 07. 393 LS; 118 52. 623 BT

8 Rumpon VII (Ujung Lero) 0 0


04 08. 291 LS; 118 53. 734 BT

9 Pulau Ambo (Mamuju) 0 0 0 0


02 03 02 05 LS; 117 19 117 22 BT
Lampiran 4. Skala Beauford (Hermansson, 1978).
Skala/ Kecepatan Ketinggian Ketinggian
Deskripsi Gelombang
kekuatan dalam Penampakan di Laut Penampakan di Darat Gelombang
Angin Maksimum
Angin Knot (Meter*)
(Meter*)
1 2 3 4 5 6 7
0 Calm <1 Permukaan laut seperti cermin Tidak mengubah kepulan - -
asap
1 Light air 13 Riak dengan tampilan seperti sisik Arah angin ditunjukkan 0.1 0.1
tetapi tanpa betuk puncak oleh belokan asap.
Bendera tidak bergerak
2 Light 46 Riak kecil, masih pendek tetapi Angin dapat didengar dari 0.2 0.3
lebih jelas. Puncak ombak tampak gerakan dedaunan.
mengkilat dan tidak pecah Bendera kecil bergerak
sedikit
3 Gentle 7 10 Riak besar, puncak mulai pecah. Daun-daun dan ranting 0.6 1.0
breeze Tampak mengkilat bergoyang. Bendera kecil
berkibar tidak terlipat
4 Moderate 11 16 Ombak kecil menjadi lebih panjang, Debu dan kertas 1.0 1.5
breeze mulai tampak kuda putih beterbangan. Ranting
pohon kecil bergerak
5 Fresh breeze 17 21 Ombak sedang, ombak lebih Pohon kecil sudah mulai 2.0 2.5
panjang, lebih banyak kuda putih bengkok
6 Strong 22 27 Ombak besar mulai terbentuk Cabang pohon besar mulai 3.0 4.0
breeze dengan puncak bentuk putih bengkok. Sulit
meluas dimana-mana menggunakan payung
7 Near gale 28 33 Bentuk bangunan laut dan busa Pohon besar mulai 4.0 5.5
putih tertiup angin bengkok. Melelahkan
berjalan melawan angin
8 Gale 34 40 Ombak besar yang semakin Ranting pohon mulai 5.5 7.5
panjang, ombak mulai pecah dalam patah. Sulit berjalan
bentuk berputar dan merambat. melawan angin
Bentuk tersebut terbawa angin
dengan bentuk jelas
1 2 3 4 5 6 7
9 Strong gale 41 47 Ombak besar bentuk padat Beberapa rumah rusak. 7.0 10.0
sepanjang arah angin. Puncak Sulit berdiri melawan angin
ombak mulai bergulung-gulung dan pada tempat terbuka
mempengaruhi jarak pandang
10 Storm 48 55 Ombak sangat tinggi dengan Pohon-pohon mulai 9.0 12.5
panjang gelombang tumpang tumbang. Membahayakan
tindih. Bentuk tersebut terbawa rumah
angin. Permukaan laut tampak
putih
11 Violent storm 56 63 Ombak sangat besar, kapal kecil Kerusakan berat rumah 11.5 16.0
dan sedang kadang-kadang hilang
dari pandangan, laut keseluruhan
tertutup dengan warna putih.
Pecahan ombak bertebaran
dimana-mana,jarakpandang
terganggu
12 Hurricane 64 71 Udara berisi air dan disemprotkan. Kota dan gedung hancur 14 -
Laut berwarna putih penuh dengan
mendorong semprotan. Jarak
pandang sangat berkurang
Lampiran 5. Perincian Modal Investasi Unit-unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Komponen Kapal Responden


A B C D E F G H I J
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
M. Pancing 14.500 14.180 14.800 16.300 16.200 17.200 16.120 17.800 12.840 17.700
Tasi Besar 268.000 224.000 227.000 191.000 200.000 296.000 200.000 194.000 200.000 242.000
Tasi 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
Sedang
Tasi Kecil 350 350 350 700 700 350 350 700 350 700
Kawat 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000
Joran 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000
Layangan 12.000 7.500 9.000 7.500 9.000 7.500 7.500 9.000 10.500 10.500
U. Cumi 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
U. Kain 6.800 7.400 4.600 6.400 6.400 4.800 5.200 4.400 4.000 6.600
U. Karet 12.000 10.000 15.000 14.000 13.000 16.000 16.000 20.000 12.000 15.000

Gulungan 160.000 140.000 140.000 120.000 120.000 160.000 120.000 120.000 120.000 140.000
Cincin 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
Timah 36.000 30.000 30.000 24.000 24.000 36.000 24.000 24.000 24.000 30.000
Swivel 48.000 40.000 40.000 32.000 32.000 48.000 32.000 32.000 32.000 40.000
Kapal 5.500.000 5.000.000 5.000.000 5.300.000 4.000.000 8.000.000 5.500.000 6.000.000 6.000.000 5.000.000
Mesin 7.000.000 4.500.000 2.500.000 3.200.000 3.000.000 2.200.000 3.000.000 3.500.000 3.500.000 3.000.000
Sampan 1.200.000 900.000 840.000 900.000 900.000 1.400.000 900.000 900.000 1.000.000 840.000
Pelita - 5.000 5.000 5.000 5.000 - 5.000 5.000 5.000 -
Lampu 150.000 - - - - 150.000 - - - 150.000
Petromak
Palka 700.000 1.000.000 1.200.000 1.000.000 1.000.000 1.200.000 1.000.000 1.100.000 1.000.000 900.000
Tenda 50.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tali 1.000.000 600.000 800.000 600.000 600.000 800.000 600.000 600.000 600.000 600.000
Jangkar 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000
Gill Net - 460.000 460.000 - 460.000 460.000 - - - -
Dayung 20.000 15.000 15.000 15.000 15.000 20.000 15.000 15.000 15.000 15.000
Kompas 30.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
Jergen 330.000 250.000 250.000 175.000 200.000 250.000 225.000 200.000 200.000 225.000
Piring 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
Panci 90.000 100.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000 75.000
Tangki 25.000 25.000 - - - - - - - -
Kompor
Sumbu 25.000 25.000 - - - - - - - -
Kompor
Kompor - - 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
M.Tanah
Ember 10.000 - 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Ganco 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
Basket 50.000 50.000 50.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
Total 17.055.650 13.771.430 12.098.750 12.129.900 11.124.300 15.588.850 12.189.170 13.264.900 13.258.690 11.755.500
Keterangan :

Tasi Besar : Tasi No. 100 700


Tasi Sedang : Tasi No. 50
Tasi Kecil : Tasi No. 40
Lampiran 6. Biaya Penyusutan Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae kabupaten Majene.

Masa Kapal Responden


Komponen Pakai A B C D E F G H I J
(Thn)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
M. Pancing 0.33 43.500 42.540 44.400 48.900 48.600 51.600 48.360 53.400 38.520 53.100
Tasi Besar 5 53.600 44.800 45.400 38.200 40.000 59.200 40.000 38.800 40.000 48.400
Tasi 1 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000
Sedang
Tasi Kecil 0.33 1.050 1.050 1.050 2.100 2.100 1.050 1.050 2.100 1.050 2.100
Kawat 5 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000
Joran 0.25 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000 16.000
Layangan 0.25 48.000 30.000 36.000 30.000 36.000 30.000 30.000 36.000 42.000 42.000
U. Cumi 0.25 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
U. Kain 0.25 27.200 29.600 18.400 25.600 25.600 19.200 20.800 17.600 16.000 26.400
U. Karet 0.25 48.000 40.000 60.000 56.000 52.000 64.000 64.000 80.000 48.000 60.000
Gulungan 5 32.000 28.000 28.000 24.000 24.000 32.000 24.000 24.000 24.000 28.000
Cincin 5 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
Timah 1 36.000 30.000 30.000 24.000 24.000 36.000 24.000 24.000 24.000 30.000
Swivel 1 48.000 40.000 40.000 32.000 32.000 48.000 32.000 32.000 32.000 40.000
Kapal 10 550.000 500.000 500.000 530.000 400.000 800.000 550.000 600.000 600.000 500.000
Mesin 5 1.400.000 900.000 500.000 640.000 600.000 440.000 600.000 700.000 700.000 600.000
Sampan 5 240.000 180.000 168.000 180.000 180.000 280.000 180.000 180.000 180.000 168.000
Pelita 1 - 5.000 5.000 5.000 5.000 - 5.000 5.000 5.000 -
L.Petromak 1 150.000 - - - - 150.000 - - - 150.000
Palka 5 140.000 200.000 240.000 200.000 200.000 240.000 200.000 220.000 200.000 180.000
Tenda 0.5 100.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
Tali 3 333.333 200.000 266.666 200.000 200.000 266.666 200.000 200.000 200.000 200.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jangkar 5 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000
Gill Net 5 - 92.000 92.000 - 92.000 92.000 - - - -
Dayung 1 20.000 15.000 15.000 15.000 15.000 20.000 15.000 15.000 15.000 15.000
Kompas 10 3.000 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500
Jergen 1 330.000 250.000 250.000 175.000 200.000 250.000 225.000 200.000 200.000 225.000
Piring 0.5 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000 24.000
Panci 0.5 180.000 200.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
Tangki Kpr 10 2.500 2.500 - - - - - - - -
Sumbu Kpr 0.33 75.000 75.000 - - - - - - - -
Kpr Minyak 2 - - 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
Ember 0.5 20.000 - 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
Ganco 5 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
Basket 1 50.000 50.000 50.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000
Total 4.079.183 3.155.990 2.775.416 2.636.300 2.586.800 3.290.216 2.669.710 2.838.400 2.776.070 2.778.500
Lampiran 7. Biaya Perawatan Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Biaya Perawatan Tiap Kapal Responden Per Tahun


Komponen
A B C D E F G H I J

Kapal 464.000 161.800 236.000 283.000 196.000 283.000 236.000 268.000 240.000 367.000

Mesin 2.810.000 2.140.000 2.060.000 1.524.000 1.558.000 1.834.000 1.642.000 1.380.000 1.890.000 1.546.000

Total 3.274.000 2.301.800 2.296.000 1.807.000 1.754.000 2.117.000 1.878.000 1.648.000 2.130.000 1.913.000
Lampiran 8. Perincian Biaya Operasional Per Tahun Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten
Majene.

Biaya Operasional
Kapal Responden Total
Solar Es Konsumsi Rokok

A 5.436.000 2.300.000 2.940.600 2.070.000 12.746.600


B 5.481.000 2.312.500 920.000 1.840.000 10.553.500
C 5.468.400 1.552.000 859.000 1.232.100 9.111.500
D 5.450.400 2.255.000 1.110.000 1.369.600 10.185.000
E 5.016.000 1.635.664 938.664 662.400 8.252.728
F 7.614.000 1.518.200 430.400 1.011.300 10.573.900
G 6.849.000 1.776.000 1.186.000 1.435.200 11.246.200
H 5.994.000 1.796.250 1.380.000 1.081.000 10.251.250
I 6.579.000 1.642.500 1.265.000 1.610.000 11.096.500
J 7.944.000 1.816.664 1.288.000 1.380.000 12.428.664
Lampiran 9. Perincian Data Tahunan, Perhitungan R/C Ratio dan Analisa Keuntungan Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di
Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

KAPAL A

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Tangkapan Harga (Rp) Operasi Perawatan
Trip (Rp) Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 5.200 44.480.000 4.584.000 16.667 1.091.333 38.788.000 22.164.571

Biasa 20 4.700 45.800.000 5.730.000 16.667 1.091.333 89.962.000 22.264.000

Paceklik 10 800 3.700.000 2.432.600 16.667 1.091.333 1.594.400 91.086

Total 46 10.700 93.980.000 12.746.600 50.000 3.274.000 77.909.400 44.519.657

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 4.079.183

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 4.129.183

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 12.746.600

2. Upah ABK Rp. 44.519.657


3. Biaya Perawatan Rp. 3.274.000 +

Total Rp. 60.540.257

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp. 64.669.440

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp.29.310.560

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,45


Tot. Biaya
KAPAL B

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 5.360 45.040.000 3.684.000 16.667 767.267 40.572.066 23.184.038

Biasa 20 4.400 40.850.000 4.605.000 16.667 767.267 35.461.066 20.263.466

Paceklik 10 800 3.700.000 2.264.500 16.667 767.267 651.566 372.324

Total 46 10.560 89.590.000 10.553.500 50.000 2.301.800 76.684.700 43.819.829

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 3.155.990

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 3.205.990

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 10.553.500

2. Upah ABK Rp. 43.819.829


3. Biaya Perawatan Rp. 2.301.800 +

Total Rp. 56.675.129

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp.59.881.119

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp.29.708.881

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,50


Tot. Biaya
KAPAL C

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.560 39.600.000 3.373.600 16.667 765.333 35.660.400 17.830.200

Biasa 20 3.200 31.250.000 4.217.000 16.667 765.333 26.251.000 13.125.500

Paceklik 10 800 3.700.000 1.520.900 16.667 765.333 1.397.100 698.550

Total 46 8.560 74.550.000 9.111.500 50.000 2.296.000 63.308.500 31.654.250

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.775.416

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.825.416

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 9.111.500

2. Upah ABK Rp. 31.654.250


3. Biaya Perawatan Rp. 2.296.000 +

Total Rp. 43.061.750

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp. 45.887.166

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp.28.662.834

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,62


Tot. Biaya
KAPAL D

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.800 40.480.000 3.696.000 16.667 602.333 36.165.000 18.082.500

Biasa 20 4.100 39.100.000 4.620.000 16.667 602.333 33.861.000 16.930.500

Paceklik 10 850 3.950.000 1.869.000 16.667 602.333 1.462.000 731.000

Total 46 9.750 83.530.000 10.185.000 50.000 1.807.000 71.488.000 35.744.000

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.636.300

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.686.300

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 10.185.000

2. Upah ABK Rp. 35.744.000


3. Biaya Perawatan Rp. 1.807.000 +

Total Rp. 47.736.000

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp. 50.422.300

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 33.107.700

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,66


Tot. Biaya
KAPAL E

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.160 36.800.000 2.878.400 16.667 584.667 33.320.267 16.660.133

Biasa 20 3.400 34.450.000 3.598.000 16.667 584.667 30.250.667 15.125.333

Paceklik 10 800 3.700.000 1.776.328 16.667 584.667 1.322.339 661.169

Total 46 8.360 74.950.000 8.252.728 50.000 1.754.000 64.893.272 32.446.636

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.586.800

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.636.800

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 8.252.728

2. Upah ABK Rp. 32.446.636


3. Biaya Perawatan Rp. 1.754.000 +

Total Rp. 42.453.364

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp. 45.090.164

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 29.859.836

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,66


Tot. Biaya
KAPAL F

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.720 44.400.000 4.032.800 16.667 705.667 39.644.867 22.654.209

Biasa 20 4.000 38.400.000 5.041.000 16.667 705.667 32.636.667 18.649.524

Paceklik 10 850 3.950.000 1.500.100 16.667 705.667 1.727.567 987.181

Total 46 9.570 86.750.000 10.573.900 50.000 2.117.000 74.009.100 42.290.914

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 3.290.216

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 3.340.216

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 10.573.900

2. Upah ABK Rp. 42.290.914


3. Biaya Perawatan Rp. 2.117.000 +

Total Rp. 54.981.814

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp.58.322.030

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp.28.427.970

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,49


Tot. Biaya
KAPAL G

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.000 37.760.000 4.083.200 16.667 626.000 33.034.133 16.517.067

Biasa 20 4.000 38.650.000 5.104.000 16.667 626.000 32.903.333 16.451.667

Paceklik 10 1.000 4.650.000 2.059.000 16.667 626.000 1.948.333 974.167

Total 46 9.000 81.060.000 11.246.200 50.000 1.878.000 67.885.800 33.942.900

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.669.710

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.719.710

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 11.246.200

2. Upah ABK Rp. 33.942.900


3. Biaya Perawatan Rp. 1.878.000 +

Total Rp. 47.067.100

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp.49.786.810

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp.31.273.190

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,63


Tot. Biaya
KAPAL H

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.240 39.840.000 3.646.000 16.667 549.333 35.628.000 17.814.000

Biasa 20 4.300 43.300.000 4.557.500 16.667 549.333 38.176.500 19.088.250

Paceklik 10 850 3.950.000 2.047.750 16.667 549.333 1.336.250 668.125

Total 46 9.390 87.090.000 10.251.250 50.000 1.648.000 75.140.750 37.570.375

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.838.400

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.888.400

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 10.251.250

2. Upah ABK Rp. 37.570.375


3. Biaya Perawatan Rp. 1.648.000 +

Total Rp. 49.469.625

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp.52.358.025

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp.34.731.975

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,66


Tot. Biaya
KAPAL I

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.160 40.800.000 3.956.000 16.667 710.000 36.277.333 18.138.667

Biasa 20 4.400 43.750.000 4.945.000 16.667 710.000 38.278.333 19.139.167

Paceklik 10 900 4.150.000 2.195.500 16.667 710.000 1.247.833 623.917

Total 46 9.460 88.700.000 11.096.500 50.000 2.130.000 75.803.500 37.901.750

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
3. Biaya Penyusutan Rp. 2.776.070

4. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.826.070

BIAYA VARIABEL (BV)


4. Biaya Operasional Rp. 11.096.500

5. Upah ABK Rp. 37.901.750


6. Biaya Perawatan Rp. 2.130.000 +

Total Rp. 51.128.250

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp. 53.954.320

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 34.745.680

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,64


Tot. Biaya
KAPAL J

Jlh Hasil Biaya Pajak Biaya Keuntungan Upah ABK


Musim Trip Tangkapan Harga (Rp) Operasi (Rp) Perawatan Kotor (Rp) (Rp)
(Kg) (Rp) (Rp)
Puncak 16 4.400 39.200.000 4.448.000 16.667 637.667 34.097.667 19.484.381

Biasa 20 3.800 41.250.000 5.560.000 16.667 637.667 35.035.667 20.020.381

Paceklik 10 950 4.400.000 2.420.664 16.667 637.667 1.325.002 757.144

Total 46 9.150 84.850.000 12.428.664 50.000 1.913.000 70.458.336 40.261.906

Keterangan :
Keuntungan Kotor = Harga - (Biaya Operasi + Pajak + Biaya Perawatan)
BIAYA TETAP (BT)
1. Biaya Penyusutan Rp. 2.778.500

2. Pajak Kapal Rp. 50.000 +

Total Rp. 2.828.500

BIAYA VARIABEL (BV)


1. Biaya Operasional Rp. 12.428.664

2. Upah ABK Rp. 40.261.906


3. Biaya Perawatan Rp. 1.913.000 +

Total Rp. 54.603.570

TOTAL BIAYA TAHUNAN

BT + BV Rp. 57.432.070

ANALISA KEUNTUNGAN

K = Pt - ( BT + BV ) Rp. 27.417.930

R/C Ratio
Tot. Penerimaan

R/C Ratio = = 1,48


Tot. Biaya
Lampiran 10. Upah ABK Per Orang Per Tahun Pada Unit Usaha Perikanan Pancing
Layangan di Kecamatan Banggae Kabupaten Majene.

Kapal Responden Jlh. ABK Tot. upah ABK upah ABK per Orang
per tahun (Rp) per tahun (Rp)
A 4 44.519.657 11.129.914
B 4 43.819.829 10.954.957
C 3 31.654.250 10.551.417
D 3 35.744.000 11.914.667
E 3 32.446.636 10.815.545
F 4 42.290.914 10.572.729
G 3 33.942.900 11.314.300
H 3 37.570.375 12.523.458
I 3 37.901.750 12.633.917
J 4 40.261.906 10.065.477
Lampran 11. Analisis Finansial dengan R/C dan Analisis Keuntungan Unit Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan
Banggae Kabupaten Majene.

No. Kapal BT (Rp) BV (Rp) TBT (Rp) Pt (Rp) K (Rp/thn) R/C


Responden
1. A 4.129.138 60.540.257 64.669.440 93.980.000 29.310.560 1.45
2. B 3.205.990 56.675.129 59.881.119 89.590.000 29.708.881 1.50
3. C 2.825.416 43.061.750 45.887.166 74.550.000 28.662.834 1.62
4. D 2.686.300 47.736.000 50.422.300 83.530.000 33.107.700 1.66
5. E 2.636.800 42.453.364 45.090.164 74.950.000 29.859.836 1.66
6. F 3.340.216 54.981.814 58.322.030 86.750.000 28.427.970 1.49
7. G 2.719.710 47.067.100 49.786.810 81.060.000 31.273.190 1.63
8. H 2.888.400 49.469.625 52.358.025 87.090.000 34.731.975 1.66
9. I 2.826.070 51.128.250 53.954.320 88.700.000 34.745.680 1.64
10. J 2.828.500 54.603.570 57.432.070 84.850.000 27.417.930 1.48
Rata-rata 3.008.654 50.771.685,9 53.780.344,4 84.505.000 30.724.655,6 1.58
BT = Biaya Tetap (Penyusutan, Pajak) Per Tahun.

BV = Biaya Variabel (Perawatan, Upah ABK, Operasional) Per Tahun.


TBT = Total Biaya Tahunan (BT + BV) Per Tahun.
Pt = Penerimaan Per Tahun
K = Keuntungan Per Tahun {Pt (BT + BV)}.
Lampiran 12. Ukuran Ikan yang Tertangkap dengan Alat Tangkap Pancing
Layangan Pada Usaha Perikanan Pancing Layangan di Kecamatan
Banggae Kabupaten Majene.

Jenis Ikan
NO
Tuna (cm) Cakalang (cm) Tongkol (cm)

1 35 30 30 31
2 31,5 45,5 28,5 27,5
3 49,2 37 29,5 29,3
4 52,5 40 30 28
5 32 35 27 27
6 30 32 27,5 29,4
7 60,5 50 29,5 30
8 55 31 29,3 29,7
9 52 45 29 29
10 33 58 31 31
11 51,4 34,5 27,5 28
12 58 35 31,5 28,3
13 50,5 40 31,5 29,8
14 34 32 29,5 31,3
15 31 39 30 27
16 65 36 28 30,5
17 60 33 27 29,5
18 34,5 49 27,5 29
19 50 43 33 27,7
20 48,5 40,5 31 30
21 60 37 30 34
22 33,5 35 27,5 27,7
23 35,4 63 28 31
24 37,5 50 29 29
25 35 57 31,5 27

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai