Anda di halaman 1dari 3

Kromatografi dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pemisahannya misalnya

kromatografi adsorpsi, afinitas, penukar ion, dsb. Kromatografi juga dapat


diklasifikasikan berdasarkan alat yang digunakan seperti Kromatografi Kertas
(KK), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
dan Kromatografi Gas (GC) (Marzuki, 2013). Marzuki, Asnah.. Kimia Analisis
Farmasi. Makassar: Dua Satu Press. 2013

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT
merupakan bentuk kromatografi planar, yang mana fase diamnya berupa lapisan yang
seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca,
plat aluminium atau plat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang
akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara
menurun (descending) (Rohman, 2007). Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman.
2007. Kimia Analisis Farmasi . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Metode ini dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang tidak volatil atau senyawa
yang sifat volatilitasnya rendah, senyawa dengan polaritas rendah hingga tinggi, bahkan
untuk memisahkan senyawa-senyawa ionik (Hahn-Deinstrop, 2007). Hahn-
Deinstrop,E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography Best Practice and Avoidance
of Mistakes, Second, Revised and Enlarged Edition. New York: John Wiley and Sons.

Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna
gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara
sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian
kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nm noda akan
berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm
adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan
emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula
sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang
karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. Beberapa
Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam (Gibbons, 2006). Gibbons, S., 2006, An
Intoduction to Planar Chromatography, Humana Press, Totowa New Jersey.
Alasan digunakan lampu UV 254 nm ialah untuk pengamatan pada lempeng atau dikatakan untuk melihat
flouresensi pada lempeng. Mekanisme kerja pada UV 254 nm ialah terjadinya flouresensi
pada lempeng ini dikarenakan cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang
dipancarkan oleh komponen tersebut. Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni perubahan
suatu energi rendah ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang dihasilkan
akan terlepas.
Keuntungan utama analisis secara KLT-densitometri adalah memerlukan waktu lebih singkat dan
lebih murah biaya operasionalnya dibandingkan KCKT (Jork et al., 1990). Jork, H., Funk,
W., Fischer, W. and Wimmer, H. 1990. Thin-Layer Chromatography, Reagents and Detection
Methods. Weinheim : VCH Verlagsgesellschaft mbH, 3-7.

Beberapa keunggulan metode kromatografi lapis tipis atau lebih dikenal dengan TLC (thin layer
chromatography) maupun kromatografi lapis tipis kinerja tinggi yang dikenal dengan HPTLC
(high performance thin layer chromatography) dengan kombinasi spektrofotodensitometri
dibandingkan dengan metode HPLC maupun GC (Sherma and Fried, 2003) diantaranya adalah:

1. Cepat, karena penggunaannya biasanya tidak membutuhkan preparasi khusus.


2. Dapat digunakan untuk analisis sampel dengan jumlah mencapai 30 sampel pada satu pelat
dan dapat memisahkan sampel-sampel tersebut secara bersamaan.
3. Adanya instrumen scanning modern yang dikontrol dengan komputer, instrumen aplikasi
sampel semi otomatis maupun otomatis, serta instrumen pengembangan dapat membantu
memberikan akurasi dan presisi yang setara dengan metode HPLC maupun GC.
4. Terdapat berbagai pilihan pelarut pengembang (fase gerak) untuk memisahkan sampel
seperti basa, asam, aqua-organik.
5. Setiap sampel dapat dipisahkan dengan pelat baru sehingga dapat menghindari masalah
kontaminasi silang sampel dan tidak perlu melakukan regenerasi sorben.
6. Dalam hal konsumsi pelarut pengembang, metode TLC maupun HPTLC tergolong hemat,
sehingga dapat meminimalkan biaya untuk pembelian pelarut.
7. Kombinasi TLC/HPTLC dengan densitometer adalah dapat dilakukan pengulangan pada
tahap scanning tanpa mengkhawatirkan gangguan pada proses lanjutan, ini dikarenakan
semua proses berjalan secara independen.

Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third Edition.


New York: Marcel Dekker Inc. P.147-149.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Analisis Farmasi . Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Gibbons, S., 2006, An Intoduction to Planar Chromatography, Humana Press, Totowa New
Jersey.

Hahn-Deinstrop,E. 2007. Applied Thin-Layer Chromatography Best Practice and Avoidance of


Mistakes, Second, Revised and Enlarged Edition. New York: John Wiley and Sons.

Jork, H., Funk, W., Fischer, W. and Wimmer, H. 1990. Thin-Layer Chromatography, Reagents and
Detection Methods. Weinheim : VCH Verlagsgesellschaft mbH, 3-7.

Marzuki, Asnah.. Kimia Analisis Farmasi. Makassar: Dua Satu Press. 2013

Sherma, J. and B. Fried. 1996. Handbook of Thin-Layer Chromatography. Third Edition. New
York: Marcel Dekker Inc. P.147-149.

Anda mungkin juga menyukai