Anda di halaman 1dari 17

Konseling Genetik pada Pasien Thalasemia Alfa

Minor
Johanes Hansen
102012156
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

PENDAHULUAN
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin (komponen darah).Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter
yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan
beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor. Ketidakseimbangan
dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin,
disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang
harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1gen yang diturunkan, maka orang
tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena. 2 jenis yang utama
adalah Alfa-thalassemia (melibatkan rantai alfa) dan Beta-thalassemia (melibatkan rantai
beta).Thalasemia alpha terjadi karena adanya penurunan secara sintesis dari rantai alpha
globulin. Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai thalassemia alfa.
ANAMNESIS
Pertanyaan yang diberikan adalah:
1. Identitas pasien
Nama, tanggal lahir / umur, tempat lahir, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, dan pendidikan.
2. Keluhan utama dan penyerta
- Keluhan apa yang dirasakan oleh pasien? Lelah, malaise, sesak napas, nyeri dada,
atau tanpa gejala? Pada talasemia, umumnya pasien muncul pada usia sekitar 3-6
bulan atau kurang lebih dalam usia 1 tahun pertama, gejala diawali dengan pucat
disusul splenomegali, demam, dan sakit berat.
- Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?

0
- Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Kelelahan dan berkurangnya
kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan berat biasanya dapat disebabkan
berkurangnya Hb yang beredar. Tanyakan apakah ada rasa ingin memakan bahan
yang tidak lazim seperti es, tanah, dan sebagainya. Gejala tersebut dapat ditemukan
pada anemia defisensi Fe (pica).
- Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe,Folat dan B12? Riwayat makanan
penting ditanyakan. Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe untuk
menyingkirkan diagnosis bandingnya.
- Adakah gejala yang konsisten dengan malabsorpsi? Adakah tanda-tanda kehilangan
darah dari saluran cerna (tinja gelap, darah per rektal, muntah darah)?
- Adakah terlihat warna kulit dan sclera mata yang kuning?
- Adakah riwayat demam?
3. Riwayat penyakit dahulu

- Adakah riwayat penyakit kronis sebelumnya?


- Adakah tanda-tanda perdarahan sebelumnya (memar, pendarahan, dan infeksi,
epistaksis)?
- Adakah tanda-tanda defisiensi vitamin seperti neuropati perifer ?
- Adakah riwayat anemia sebelumnya?
- Apakah pernah mengkonsumsi obat-obatan?1
4. Riwayat keluarga
Adakah riwayat anemia dalam keluarga? Khususnya penyakit sel sabit, talasemia, dan
anemia hemolitik yang diturunkan. Pada talasemia merupakan penyakit yang diturunkan
secara resesif.
5. Riwayat Bepergian
Tanyakan riwayat bepergian dan pertimbangkan kemungkinan infeksi parasit
(misalnya cacing tambang dan malaria).
6. Riwayat sosial, ekonomi1

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada kasus kelainan darah tidaklah banyak, karena untuk mendiagnosa
suatu kelainan darah dibutuhkan kelengkapan dan kecocokan antara gejala klinis yang
muncul dengan hasil temuan pemeriksaaan laboratorium penunjang. Namun jika pemeriksaan

1
dan anamnesis dilakukan dengan baik maka hanya dibutuhkan beberapa pemeriksaan untuk
menegakan diagnosis. Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan:
1. Pemeriksaan keadaan umum (KU) & TTV
Pemeriksaan KU pasien ialah melihat kondisi pasien langsung ketika datang ke klinik
atau rumah sakit. Hal-hal yang perlu diperhatikan ialah kesadaran dan keaktifan pasien.
Kemudian pada pemeriksaan TTV (tanda-tanda vital), yang perlu diperiksa ialah tensi,
laju nafas, frekuensi nadi, dan suhu tubuh. Kedua pemeriksaan ini merupakan
pemeriksaan yang wajib dilakukan bagi seluruh pasien.
2. Inspeksi terhadap warna kulit wajah dan sklera
Inspeksi dilakukan dengan memperhatikan wajah & sclera,
karena pada pasien yang memiliki kelainan darah biasanya
akan tampak anemis atau ikterik. Bila pasien dalam keadaan
anemia maka akan muncul gambaran wajah pucat dengan
sclera anemis. Namun bila pasien tersebut mengalami
gangguan metabolic misalnya hepatitis maka sclera & kulit Gambar 1. Pemeriksaan
Fisik Mata
akan tampak ikterik.

3. Palpasi region abdomen


Palpasi pada region abdomen bertujuan untuk memeriksa ada atau tidaknya
hepatomegali, splenomegali, dan cirrochis karena yang biasanya muncul dalam kasus
pasien kelainan darah ialah munculnya anomaly pada kedua organ ini. Hal ini
dikarenakan kedua organ ini masing-masing memegang peran dalam proses pembentukan
serta perombakan SDM. Pemeriksaan hepar dilakukan pada garis axilla anterior kanan
dan midclavicula kanan dimulai dari daerah SIAS, yang dinilai ialah ukuran teraba/tidak,
konsistensi lunak/keras, permukaan rata/berbenjol, dan ada/tidaknya nyeri saat palpasi.
Sedangkan pemeriksaan limpa dilakukan menurut pembagian garis Schuffner yang
dimulai dari arcus costae kiri melewati umbilicus hingga ke SIAS kanan. Hal yang
diperhatikan sama dengan pemeriksaan hepar.2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin lengkap
Untuk melihat keadaan darah secara umum, yaitu pemeriksaan Hb, Hematokrit (Ht),
jumlah SDM, leukosit, dan trombosit. Nilai normal Hb (laki-laki >13 g/dL wanita

2
>12g/dL), Ht (37-42%), SDM (4-5,5 juta sel/uL), leukosit (4.500-11.000 sel/uL), dan
trombosit (150.000-350.000 sel/uL). Dari pemeriksaan keadaan umum darah terkadang
sudah dapat menjawab apakah seseorang menderita kelainan darah ataupun tidak. Anemia
biasannya berat, dengan kadar hemoglobin berkisar antara 3-9 g/dl.
2. Sediaan Hapus Darah Tepi (SHDT)
Apusan darah digunakan untuk menilai ukuran/bentuk sel darah merah; gambaran dan
diferensial sel darah putih; sel abnormal; ukuran dan morfologi trombosit, dan lainnya.
Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan mikrositer hipokromia berat.
Sering ditmukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak
ditemukan terutama pasca splenektomi. Leukosit dan trombosit normal.
3. Elektroforesis
Pemeriksaan ini digunakan hanya untuk kasus-kasus hemoglobinopati seperti
talasemia. Pemeriksaan ini menggunakan agar elekroforesis dan darah, dengan bahan
yang ada akan dibentuk suatu gambaran kurva yang menunjukan kadar masing-masing
globin dalam suatu SDM. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Barts
dan HbH. Pada talasemia beta, kadar HbF bervariasi antara 10-90 %, sedangkan dalam
keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1% .3

4. Pemeriksaan hitung besi serum/ferritin dan transferrin.


Pemeriksaan yang menghitung jumlah besi dalam serum dan protein aktif pengangkut
zat besi dalam darah. Pada beberapa kasus anemia, bisa disebabkan oleh karena
kekurangan asupan zat besi yang sangat lama. Sehingga hal ini membuat kadar ferritin
dalam plasma darah akan menurun sedangkan transferrin akan meningkat.
5. Aspirasi sumsum tulang
Pemeriksaan ini jarang digunakan bila tidak ada indikasi khusus karena pemeriksaan
ini bersifat invasive dan berisiko tinggi serta membuat pasien merasa tidak nyaman.
Pemeriksaan ini digunakan hanya pada pasien yang kooperatif dan memiliki indikasi
anemia defisiensi besi berat, anemia sideroblastik, anemia aplastik, keganasan, limfoma,
monitor pasca kemoterapi, dan untuk melihat keadaan hematopoesis sumsum tulang.
Gambaran sumsung tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding
dengan anemianya.3

3
No Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan (Anak-anak)

1 4.00 5.20 x 106 /ul


Eritrosit

2 6.000 17.000 l
Leukosit

3 200.000 475.000 l
Trombosit

4 0,5% - 2,0% dari seluruh SDM


Retikulosit

5 11 16 g/dl
Hb

6 29% - 40%
Ht

7 0 10 mm/jam
LED

8 82 92 cu
MCV

9 27 -31 pg
MCH

Tabel 1. Berbagai Nilai Normal Hasil Uji Laboratorium pada Anak4

WORKING DIAGNOSIS
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat
pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan
produksi rantai globin. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan antara talasemia mayor dan minor. Talasemia mayor
sangat tergantung pada transfuse dan talasemia minor (karier) biasa tanpa gejala. Talasemia
diturunkan berdasarkan Hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa
gejala omozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat daripada talasemia alfa atau
beta.

Talasemia Alfa
Biasanya disebabkan oleh delesi gen. Pada talasemia , terjadi penurunan sintesis dari
rantai globulin. Sandi pembentukan rantai terdiri dari dua pasang gen yang terletak di

4
lengan pendek kromosom 16. Dengan demikian, talasemia dapat dibagi menjadi 4 sindrom:
1. Silent carrier (Dengan genotip /)
Kelainan ini sering dijumpai di Asia Tenggara dan Melanesia. Secara klinis, kelainan
ini tidak menimbulkan gangguan. Mungkin ditemukan pada anak yang salah satu orang
tuanya menderita HbH. Kadar HbH2 dan HbF normal, tidak terjadi anemia tetapi nilai-
nilai NER menurun.
2. Talasemia trait (minor) dengan genotip --/ (0 heterozigot) atau /- (+ homozigot)
3. Hb H (4 disease) dengan genotip --/-, terjadi penghapusan (deletion) 3 gen alfa.
Derajat anemianya bervariasi. Kelainan ini lebih banyak dijumpai pada orang Asia
daripada orang Mediterania dan sangat jarang pada orang-orang Afro Amerika.
Akumulasi HbH akan menyebabkan eritrosit lisis. Adanya presipitat HbH di dalam
eritrosit dapat mudah dilihat dengan pewarnaan supravital menggunakan zat warna New
Metilen Blue. Pada kelainan ini anemia bervariasi dari ringan sampai sedang dan
dijumpai splenomegali.
4. Hidrops fetalis dengan genotip --/-- berarti gen nihil.
Ditemukan Hb Barts dengan tetramer gamma4 dan sedikit Hb Portland 1 dan Hb
Portland 2. Kedua Hb yang terakhir ini yang memungkinkan kehamilan berlanjut,
meskipun akan berakhir dengan prematuritas dan kematian janin. Baik Hb Barts maupun
HbH, mempunyai afinitas terhadap oksigen 10 kali lebih kuat daripada HbA, sehingga
oksigenasi jaringan tidak mungkin berlangsung.5

Talasemia Beta
Thalasemia beta disebabkan karena penurunan sintesis rantai beta yaitu sepasang Gen
beta di kromosom 11.
Berdasarkan gambaran klinisnya, talasemia beta dibagi menjadi:
1. Talasemia mayor dengan karakteristik anemia berat dan ketergantungan pada transfusi
darah. Talasemia mayor disebut Coolish anemia atau Mediterania anemia. Kelainan ini
terjadi pada anak yang berasal dari perkawinan sepasang suami istri talasemia trait.
Pada kasus talasemia mayor Hb sama sekali tidak diproduksi. Dengan berkurangnya
sintesis -globin, sebagian besar rantai yang diproduksi tidak dapat menemukan
pasangannya rantai untuk berikatan, sehingga menyebabkan kekurangan pembentukan
22 (Hb A). Kelebihan rantai- akan berikatan dengan rantai- yang secara
kompensatoir Hb F meningkat.

5
2. Talasemia intermedia: tidak memerlukan transfuse darah
3. Talasemia minor: heterozigot, asimptomatik

Talasemia beta mengenai rantai beta hemoglobin yang berjumlah 2 buah, 1 dari ayah dan
1 dari ibu. Jika 1 gen yang terkena, gejala akan ringan, disebut talasemia beta minor. Jika
kedua gen terkena, gejala dapat sedang hingga berat, disebut talasemia beta mayor atau
anemia Cooleys.
Kelebihan rantai alfa mengendap pada membrane sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini
menyebabkan pengerusakan precursor eritrosit yang hebat intrameduler. Kemungkinan
melalui proses pembelahannya atau proses oksidasi pada membrane sel precursor. Eritrosit
yang mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien
dan oksidasi membrane sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada talasemia beta disebabkan oleh
berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit.
Kombinasi anemia pada talasemia beta dan eritosit yang kaya HbF engan afinitas okigen
tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini
mengakibatkan peningkatan massa eritoid yang tidak efektif dengan perubahan tulang,
peningkatan absorbsi besi, metabolisme rate yang tinggi, dan gambaran klinis talasemia beta
mayor. Penimbunan lien dengan eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran lien.5

6
Gambar 2.Alur Diagnosis Thalassemia6

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoesis. Karena cadangan besi kosong (deplated iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi
ditandai oleh anemia hiprokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang menentukan
cadangan makanan besi dari system retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi
masih normal. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai,
terutama di negara tropik karena sangat berkaitan dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini
mengenai lebih dari 1/3 penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat
merugikan serta dampak sosial yang cukup serius. Gejala anemia defisiensi besi digolongkan
menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Gejala umum anemia7
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia dijumpai pada anemia
defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dL Gejala ini berupa badan
lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga mendenging. Pada

7
pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di
bawah kuku.
2. Gejala khas akibat anemia defisiensi besi
- Koilonychia (kuku sendok) : kuku menjadi rapuh ber garis-garis vertical dan menjadi
cekung sehingga mirip sendok
- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papillidah
menghilang
- Stomatitis angularis : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai
bercak berwarna pucat keputihan
- Dysfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
3. Gejala penyakit dasar
Pada Anemia Defisiensi Besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dyspepsia, karotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning

Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosis


1. Penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat
2. MCV dan MCH menurun
3. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama
4. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan
poikilositosis
5. Lekosit dan trombosit pada umumnya normal
6. Konsentrasi besi serum menurun
7. TIBC (total iron binding capacity) meningkat

Anemia Penyakit Kronik


Anemia sering dijumpai pada pasien dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun
keganasan. Anemia ini umumnya ringan atau sedang, disertai oleh rasa lemah dan penurunan
berat badan dan disebut anemia pada penyakit kronis.
Derajat anemia sebanding dengan berat ringannya gejala, seperti demam, penurunan
berat badan dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia memerlukan waktu 1-2 bulan

8
setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah terjadi keseimbangan antara produksi dan
penghancuran eritrosit dan Hb menjadi stabil.
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada pasien yang menderita berbagai
penyakit keganasan dan radang kronik. Gambaran khasnya adalah:
1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normokrom atau hipokrom ringan (MCV jarang
< 75 fL);
2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (Hb jarang < 9,0 g/dL) beratnya anemia
terkait dengan beratnya penyakit;
3. Baik kadar besi serum maupun TIBC menurun; kadar sTfR normal;
4. Kadar ferritin serum normal atau meningkat; dan
5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikuloendotel) normal tetapi kadar besi dalam
eritroblas berkurang.7
Patogenesis anemia ini tampaknya terkait dengan menurunnya pelepasan besi dari
makrofag ke plasma, memendeknya umur eritrosit, dan respon eritropoietin yang tidak
adekuat terhadap anemia yang disebabkan oleh efek sitokin seperti IL-1 dan TNF pada
eritropoiesis. Anemia ini hanya terkoreksi dengan keberhasilan pengobatan penyakit yang
mendasari dan tidak berespons terhadap terapi besi walaupun kadar besi serum rendah.
Pemberian eritropoietin rekombinan memperbaiki keadaan anemia pada beberapa kasus. Pada
banyak keadaan, anemia ini dipersulit oleh anemia yang disebabkan oleh penyebab lain,
seperti defisiensi besi, vitamin B12, atau folat, gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang,
hipersplenisme, kelainan endokrin, anemia leukoeritroblastik, dan lain-lain.7

Anemia ec.
Perbandingan Talasemia Anemia Defisiensi Besi Penyakit Kronis

Mikrositik + + N

Hipokrom + + +

Besi Serum N turun/- N/turun

Transferrin N turun/- N

Hemosiderin N turun/- N

Daya Ikat Besi N + turun

9
Terapi Besi - + -

Elektroforesis Abnormal N N

Hepatosplenomegali + - +/-

SHDT sel target, Glositis, koilonikia, Keganasan,


Tanda-tanda lain inflamasi kronis
terdapat HbF stomatitis, & pica

Tabel 2. Perbandingan laboratorium

ETIOLOGI

Sindrom talasemia akibat tidak adanya sintesis satu atau lebih rantai polipeptida
globin yang bergabung membentuk hemoglobin. Sindrom thalassemia- biasanya disebabkan
oleh delesi satu gen globin atau lebih. Thalassemia- dapat juga karena delesi gen, tetapi
lebih lazim merupakan akibat kelainan pembacaan atau pemrosesan DNA. Pada tingkat
molekular, sekurang-kurangnya diketahui 100 mutasi yang mengakibatkan kelainan ini.
Mutasi ini dapat mengurangi produksi atau mengubah pemrosesan mRNA. Cara lain
pergeseran kerangka atau mutasi nonsense dapat menggambarkan mRNA nonfungsional.
Pada tingkat fenotip, tidak dibuat -globin (thalassemia-0) atau pengurangan jumlah -
globin. normal yang dihasilkan (thalassemia-+). Hanya rantai globin normal yang dihasilkan
pada kelainan ini, tetapi ada bentuk thalassemia tidak biasa lain yang secara struktural
disintesis rantai globulin abnormal.8

EPIDEMIOLOGI
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit
genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan
Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara.
Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitarn
Amerika membawa gen untuk thalassemia. Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40%
dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Daerah geografi di mana tha-
lassemia merupakan prevalen yang sangat paralel dengan daerah di mana Plasmodium
falciparum dulunya merupakan ende-mik. Resistensi terhadap infeksi malaria yang
mematikan pada pembawa gen thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang
kuat yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemik penyakit ini.9

10
PATOFISIOLOGI
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, talasemia merupakan suatu penyakit
kelainan hemoglobinopati yang bersifat herediter dan terkait autosomal kromosom. Jika
seseorang menerima gen dari orang tua yang sama-sama carrier atau bahkan salah satu adalah
penderita maka akan ada kemungkinan menjadi anak dengan kromosom autosom yang
homozigot & mengandung gen talasemia akan terjadi keadaan yang disebut talasemia mayor.
Kelainan ini disebabkan adanya lesi/defek pada kromosom 11 atau 16, jika defek terdapat
pada 1 dari 200 titik gen pada kromosom 11 maka akan menghasilkan orang dengan
talasemia beta. Bila lesi tersebut terdapat pada kromosom 16 maka akan menghasilkan orang
dengan talasemia alfa.
1. Thalassemia- Heterozigot (Thalassemia Minor/Ciri Bawaan)
Sejumlah kelainan sintesis rantai -globin yang berbeda secara genetik dapat
menghasilkan gambaran klinis thalassemia minor. Derajat penekanan sintesis rantai -
globin normal dan jumlah sisa sintesis rantai- tampak merupakan penentu yang penting
terhadap keparahan heterozigot Harapan hidup pada talasemia- minor normal.9
Adanya thalassemia biasanya dapat dibedakan pada heterozigot dengan penentuan
hemoglobin A2 dan F kuantitatif, darah lengkap dengan indeks eritrosit dan pewarnaan
benda inklusi eritrosit. Tidak mungkin pemeriksaan sintesis in vitro untuk membedakan
ciri thalassemia-0, tidak adanya rantai- yang disintesis, dari ciri thalassemia-+, dengan
beberapa rantai- disintesis. Namun, kedua orang tua mungkin mempunyai bentuk 0 ciri
thalassemia jika keturunan homozigot secara total tidak mampu mensintesis rantai-.
2. Thalassemia-
Delesi gen globin- menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen
globin- pada individu normal, dan empat bentuk thalassemia- yang berbeda telah
diketahui sesuai dengan delesi satu, dua, tiga, atau semua empat gen ini. Delesi gen
globin- tunggal menghasilkan pengidap tenang fenotipe thalassemia- (silent carrier).
Biasanya tidak ada abnormalitas hematologi yang nyata, kecuali mikrositosis ringan.
Individu yang kekurangan dua gen globin- memperlihatkan gambaran pengemban
bakat thalassemia-, dengan anemia mikrositik ringan. Pada bayi baru lahir yang terkena,
sejumlah kecil Hb Barts (4) dapat ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu
bulan, Hb Barts tidak lagi terlihat, dan kadar Hb A2 dan Hb F secara khas normal.
Bentuk thalassemia- yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen globin-,
disertai dengan tidak ada sintesis rantai sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2

11
semuanya mengandung rantai , maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4)
merupakan sebagian besar dari Hb pada bayi yang menderita, dan karena 4 mempunyai
afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya
juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen. Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati dan kebanyakan dari bayi
yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan
gagal jantung kongestif dan edema anasarka berat. 9

GEJALA KLINIK
Gejala klinis talasemia pada anak-anak biasanya menimbulkan anemia berat, ikterus
karena peningkatan destruksi SDM oleh limpa, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang
terlambat, dan terkadang ada gambaran overload besi.
untuk mendiagnosa seseorang menderita talasemia cukup sulit, karena membutuhkan
pemeriksaan penunjang laboratorium dikarenakan talasemia merupakan penyakit
keturunan/herediter yang terdapat pada autosomal dan bersifat resesif. Gejala klinis talasemia
biasanya muncul pada saat bayi berusia 3-6 bulan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut bayi
berusaha meningkatkan jumlah Hb dewasa lewat proses eritropoesis di sumsum tulang. Pada
fase inilah HbF mulai berkurang jumlahnya diiringi kenaikan HbA.
Namun pada keadaan talasemia, bergantung pada kromosom yang mengalami defek.
Bila terdapat defek pada gen pembentuk alfa globin maka akan terjadi talasemia alfa dan
demikian seterusnya. Berat ringannya gejala bergantung seberapa besar wilayah lesi/defek
pada komosom tersebut, semakin luas wilayahnya akan semakin fatal akibatnya, seperti kasus
hidrops fetalis dimana keseluruhan alfa globin tidak dapat terbentuk sehingga janin akan mati
in utero. Tidak hanya itu bila defek terjadi pada kromosom 11 maka akan menyebabkan
kelainan talasemia beta atau lebih sering disebut talasemia mayor dimana pasien akan sering
menerima transfuse darah karena usia SDM yang juga memendek sehingga terjadi
eritropoesis yang inefektif.
Gejala klinis yang umum muncul pada penderita talasemia ialah pucat, terkadang
lesu, mudah lelah, Hb dan Ht menurun, tidak membaik dengan pemberian zat besi, jumlah
besi ferritin dalam batas normal, ditemukannya jumlah SDM yang meningkat namun
mikrositik hipokrom, pditemukannya sel target, ada kasus tertentu ditemukan trombositosis
ringan, sering disertai dengan hepatosplenomegali.9

12
KOMPLIKASI
Komplikasi dari penyakit talasemia ialah lebih mengarah kepada kerusakan multi organ
sistemik seperti hepar dan limpa, anemia berat kronis, mudahnya terjadi infeksi, ekspansi
sumsum tulang yang berlebihan sehingga terjadi osteoporosis, dan mengalami overload zat
besi karena destruksi SDM yang lebih cepat dari seharusnya. Pertumbuhan lambat terutama,
akibat kegagalan maturasi tulang, terutama selama tahun-tahun remaja. Maturasi seksual juga
terlambat, atau tidak ada dan hipogonadisme lazim pada anak laki-laki dan perempuan.
Kelainan pertumbuhan dan perkembangan ini diduga akibat hemosiderosis transfusi
bukannya talasemia. Namun pertumbuhan tinggi dan berat badan cukup normal selama umur
4-5 tahun pertama pada anak yang ditransfusi secara teratur dan perkembangan intelektual
normal.
Kematian pada sebagian besar penderita yang ditransfusi secara .teratur dianggap
berasal dari kelebihan besi. Penyerapan besi saluran cerna meningkat sebagai akibat anemia
hemolitik kronis. Lagi pula, terjadi peningkatan beban besi tubuh yang progresif sekitar 250
mg pada setiap unit darah yang ditransfusikan (besi tubuh total 3,5 g pada laki-laki dewasa
normal). Akumulasi besi menyebabkan penggelapan kulit karena melanin dan besi
diendapkan di dermis. Akumulasi besi pada jaringan lain, terutama hati, pankreas, kelenjar
endokrin, dan jantung, dapat mengakibatkan fibrosis dan kerusakan organ permanen.
Diabetes melitus, insufisiensi hati, dan gangguan kelenjar endokrin dapat terjadi. Komplikasi
yang paling serius adalah gagal jantung yang sering mematikan yang mengikuti aritmia
atrium dan ventrikel yang aneh pada beberapa remaja dan dewasa muda.8,9

PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
1. Terapi Khelasi Besi
Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari karena
seliap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat
diekskreksikan secara fisiologis. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan dicegah dengan
pemberian parenteral obat pengkhelasi besi (iron-chelating drugs), deferoksamin, yang
membentuk kompleks besi yang dapat diekskresikan dalam urin. Obat ini diberikan
subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selama
tidur), 5 atau 6 malam/minggu. Penderita yang menerima regimen ini dapat
memperlahankan kadar feritin serum kurang dari 1.000 ng/mL, yang benar-benar di bawah
nilai toksik.8,9

13
2. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah

Non-Medika Mentosa
1. Transfusi Darah
Transfusi teratur sangat penting untuk ketahanan hidup kebanyakan thalassemia-
homozigot. Terapi diberikan secara teratur uniuk memperta-hankan kadar Hb di atas 10
g/dL. Regimen "hipertransfusi" ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata. Hal memungkinkan pasien
dapat lebih nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang
terkait dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan osteoporosis.
Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya diperlukan
seliap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencegah
reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu dalam
antikoagulan CPD). Walapun dengan kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat tranfusi
lazim ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari
darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pem-berian antipiretik sebelum
transfusi.
2. Splenektomi
Splenektomi dipertimbangkan pada penderita yang kebutuhan transfusinya bertambah
di luar porporsi pertumbuhan atau proporsi yang mengurangi gejala tekanan yang
disebabkan oleh hipertrofi limpa masif. Splenektomi meningkatkan risiko sepsis yang
parah sekali, dan oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas
dan harus ditunda selama mungkin. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml/kg PRC/tahun
biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.9
3. Cangkok sumsum tulang
Cangkok sumsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita ini dan telah terbukti
keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi
sangat ba-nyak. Namun, prosedur ini membawa cukup risiko morbiditas dan mortalitas
dan biasanya hanya dapat digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung
yang sehat (yang tidak terkena) yang histokampatibel.8,9

14
PENCEGAHAN
Tidak ada pengobatan definitif yang tersedia dengan luas untuk talasemia, penekanan
utama telah ditempatkan pada penapisan populasi yang berisiko agar dapat diberikan
konseling genetik. Ada beberapa cara yaitu hindari menikah dengan orang yang memiliki
riwayat talasemia dan skrining sebelum menikah & ketika memiliki anak. Penapisan
pembawa sifat talasemia- lebih berdaya guna bila dikerjakan dengan penilaian indeks sel
darah merah.
Di Indonesia program pencegahan thalassemia- mayor telah dikaji oleh Departemen
Kesehatan melalui program "Health Technology Assesment" (HTA), di mana beberapa butir
rekomendasi, sebagai hasil kajian, diusulkan dalam program prevensi talasemia, termasuk
tekhnik dan metoda uji saring laboratorium, strategi pelaksanaan, psikososial, dan agama.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung tipe thalassemia yang menyerang seseorang. Tanpa terapi
penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6 tahun, dan selama
hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja penderita dapat mencapai
dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan
dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai usia dewasa meskipun
kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat. Namun pada kasus dalam skenario ini
prognosis penderita adalah dubia at malam.8,9

KESIMPULAN
Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif
menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi
suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang
disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang
paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot
diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia, sedangkan
bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi penyakit tersebut
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan
penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di dalam
kandungan atau mati setelah lahir seperti pada thalassemia- Hb barts hydrop fetalis.

15
Thalasemia alfa dan beta juga memerlukan skrining thalasemia serta konseling genetic
apalagi bagi pasangan yang ingin memiliki anak dengan risiko thalasemia yang besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Gleadle Jonathan, Mehta A, Hoffbrand V. Anemia dalam buku At a Glance anamnesis dan
pemeriksaan Fisik. Alih bahasa, Rahmalia Annisa; editor, Safitri Amalia. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2005. h.18-25,83-4
2. Brashers VL. Anemia. In: Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen. Trans
Kuncara HY, Yulianti D. 2nd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. 171-82.
3. Mansjoer A, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta kedokteran. Edisi ke 3. Jlid 2. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.497-8
4. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Alih bahasa, Sari
Kurniansih, et all; editor bahasa Indonesia, Ramona P.Kapoh .Edisi 6. Jakarta. EGC;
2007. h.813-7
5. Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M. Buku ajar
hematologi-onkologi anak. Cetakan ke-2. Ikatan Dokter Anak Indonesia;2006.h.64-73
6. Sudiono H, et all. Penuntun patologi klinik hematolog. Jakarta: Bagian Patologi Klinik
FK UKRIDA; 2009.h.138
7. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta hematologi; alih bahasa: Lyana
Setiawan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.h. 67-87
8. Mentzer WC. Talasemia dalam Buku Ajar Pediatrik Rudolf; editor, Abraham M.
Rudolph, et all; alih bahasa, A. Samik Wahab, Sugiarto; editor bahasa Indonesia, Natalia
Susi, et all. Ed.20 Vol.2. Jakarta: EGC; 2006. h. 1331-34
9. Honig GR. Kelainan hemoglobin dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Nelson; editor
Richard E. Behrnab, et all; Alih bahasa, A. Samik Wahab; editor bahasa Indonesia, A.
Samik Wahab, et all. Ed.15 Vol.2. Jakarta: EGC; 2000. h. 402-20

16

Anda mungkin juga menyukai