Laurencya Lunarizky
Nama Wahana : RS Krakatau Medika
Topik : Congestive Heart Failure
Tanggal (kasus) : 20 Januari 2019
Nama Pasien : Tn. S No. RM : 0030-56-xx
Tanggal Presentasi : Januari 2018 Pendamping : dr. Fathiah
Tempat Presentasi : RS Krakatau Medika
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Laki- laki, 38 tahun dengan sesak napas
Tujuan : Mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan CHF
Bahan Bahasan : Tinj. Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi & Email Pos
diskusi
Data pasien: Nama : Tn. S No. Registrasi: 0030-56-xx
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien datang ke poli spesialis jantung RSKM dengan keluhan sesak napas, sesak
dirasakan terus menerus memberat sejak 1 hari SMRS. Sesak diperberat dengan aktivitas
sedang- berat dan diperingan dengan istirahat. Batuk dirasakan sesekali tidak berdahak
dan demam disangkal. Pasien mengaku lebih enak tidur dengan 2 bantal, merasa sesak
jika tidur terlentang.
2. Pengobatan :
Furosemide 1 x 20mg po
Minisaspi 1 x 80 mg po
ISDN 5 mg SL jika nyeri dada
1
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol. Riwayat DM (-), riwayat merokok (+), riwayat
sakit jantung sebelumnya (+) dirawat di RSKM dengan CAD.
4. Riwayat Keluarga :
Keluhan serupa, riwayat DM dan penyakit lainnya disangkal.
5. Lain-lain : -
6. Pemeriksaan :
Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : CM, GCS E4V5M6 (15)
Tanda vital
Nadi : 90 x/menit, regular, kuat, penuh
Tensi : 120/90 mmHg
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,5 C (aksilla)
SpO2 : 100% dengan nasal canul 4 lpm
Akral : Hangat, CRT < 2 detik
Status Generalis
Kepala
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tidak
langsung +/+
Leher : jejas (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
THT : faring/laring tidak hiperemis, T1/T1 tidak hiperemis
Thorax
Paru : vesikuler +/+, rhonki basah halus +/+, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak cembung, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
2
Perkusi : timpani (+), ascites (+)
Ekstremitas:
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai inferior bilateral (+)
Pemeriksaan Penunjang
EKG: sinus takikardia, HR 103x/m, reguler, T inverted di V3-V5, ST change (-)
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal
Gula Darah Sewaktu 109 g/dL 80-200
Hemoglobin 15.8 g/dL 13.0 – 16.0
Leukosit 7.500 /mm3 5.00 – 10.00
Trombosit 184,000 /mm3 150 – 400
Natrium 138 mmol/L 135 – 155
Kalium 3.7 mmol/L 3.6 – 5.0
Ureum 0.9 mg/dL 15-45
Kreatinin 30 mg/dL 0.5-1.5
Daftar Pustaka :
1. Mansjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Penerbit Media Ausculapius
FKUI, 2001.
2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan
tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
3. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison`s Manual of
Medicine,16thed, 2005.
4. Mariyono H, Santoso A. Gagal Jantung.FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar
5. Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku
2, Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Congestive Heart Failure
2. Etiologi Congestive Heart Failure
3. Patofisiologi Congestive Heart Failure
4. Klasifikasi Congestive Heart Failure
5. Tanda dan Gejala Congestive Heart Failure
6. Pemeriksaan Penunjang Congestive Heart Failure
3
7. Tatalaksana Congestive Heart Failure
2. Obyektif
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Nadi : 90 x/menit, regular, kuat, penuh
Tensi : 120/90 mmHg
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,5 C (aksilla)
SpO2 : 100% dengan nasal canul 4 lpm
Edema paru (+), ascites (+), edema tungkai inferior bilateral (+)
EKG: sinus takikardia, HR 103x/m, reguler, T inverted di V3-V5
3. Assesment
Definisi Congestive Heart Failure
Gagal jantung kongestif (CHF) suatu sindroma klinik yang disebabkan oleh
berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh disertai hilangnya
curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena. Gagal jantung kongestif muncul
ketika jantung gagal untuk menyediakan aliran darah yang mencukupi untuk jaringan
sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tidak terpenuhi.
4
menurunkan curah jantung.
Malfungsi katup, dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan beban
tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang seperti stenosis katup aortik atau
stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban volume yang menunjukan peningkatan
volume darah ke ventrikel kiri.
Abnormalitas otot jantung, menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark miokard,
aneurisme ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari aterosklerosis koroner jantung atau
hipertensi lama), fibrosis endokardium, penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau
hipertrofi luas karena hipertensi pulmonal, stenosis aorta, atau hipertensi sistemik.
Faktor predisposisi gagal jantung antara lain: keadaan penurunan fungsi ventrikel
(hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, penyakit
jantung congenital), dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral,
kardiomiopati dan penyakit pericardial).
Faktor presipitasi/pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,
hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan
endokarditis infektif.
5
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti
kulit dan ginjal, agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan:
1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
2) pelepasan renin dari apparatus juksta glomerulus,
3) interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I,
4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
5) perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau
bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel
miokardium; tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,
sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban
volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal
dinding.
6
berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik,
ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah
(wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold)
dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat
kelas, yaitu:
- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)
New York Heart Association (NYHA) membagi klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
1. Kelas 1; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhaN
2. Kelas 2; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari
hari tanpa keluhan
3. Kelas 3; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
4. Kelas 4; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus
tirah baring.
7
Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat
latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala. Pada permulaan, secara khas gejala-gejala
hanya muncul pada latihan atau aktivitas fisik; toleransi terhadap latihan semakin menurun
dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
8
c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram Doppler) dapat menunjukkan dimensi
pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan
kontraktilitas ventrikular.
d. Kateterisasi jantung.
e. Rongent dada dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung
(cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di
zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat
timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut
kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan
gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru
bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila
unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.2,4
Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air
sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan
adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk
mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila
terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin convertingenzyme
inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.
Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan
obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan
fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung
kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti
hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai
kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar
BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection
fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan
dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui
tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary
artery capillary wedge pressure.
9
Tatalaksana Congestive Heart Failure
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara
sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban
akhir.
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart Failure adalah:
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/pembatasan aktivitas.2
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
Digitalisasi;
a. Dosis digitalis.
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam
dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam. Cedilanid iv 1,2 1,6 mg dalam
24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia
lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
3. Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan vasodilator
a) Diet rendah garam Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan
diuretic,digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE),
diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.Untuk gagal jantung kelas
II dan III diberikan;
1) Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
2) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
3) Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara
penghambat ACE yang lain,dosis ditingkatkan secara bertahap dengan
memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan
10
kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap,dosis
dimulai 3 X 10-15 mg. Semua obat harus dititrasi secara bertahap.
b) Diuretik yang digunakan furosemid 40-80 mg (dosis penunjang rata-rata 20 mg).
Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian garam kalium
atau diuretic diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan
antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid, dan asam etakrinat.
c) Vasodilator
1) Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
2) Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
3) Prazosin per oral 2-5 mg
4) Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.
Prosedur Tetap Penanganan Gagal Jantung
1. Segera baringkan ke tempat tidur, dengan posisi ½ duduk
2. Berikan O2 3-6 liter/menit
3. Digitalisasi
a. cedilanid IV 1,2-1,6 mg/24 jam,
b. digoxin IV 0,75– 1mg dalam 4 dosis/24 jam atau oral 0,5-2mg dalam 4 dosis/24
jam dilanjutkan 2x0,5mg selama 2-4 hari
4. Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dapat ditambahkan aminofilin 1-2 ampul. Aminofilin dapat
juga diberikan bolus 1 ampul IV
5. Dapat diberikan lasix 1-2 ampul IV (40-80mg) dosis penunjang rata-rata 20mg
6. Beri tablet Kalium (Aspar K atau KSR)
7. Untuk NYHA kelas III dan IV dirawat di ICU
4. Plan
Diagnosis :
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, maka
diagnosis pasien ini adalah Congestive Heart Failure
Tatalaksana:
Non-Medikamentosa :
O2 4 lpm via nasal kanul SpO2 100%
Non Medikamentosa dan Medikamentosa (Advis dr. xxx, SpJP) :
Furosemide drip 10 mg/ jam
Digoxin 1 x 0,25 mg po
11
Spironolakton 1 x 25 mg po
Candesartan 1 x 16 mg po
ISDN 3 x 2,5 mg po
Pasang kateter urine (hitung UO per jam)
Edukasi :
Menjelaskan kondisi pasien, kemungkinan penyebabnya, dan tatalaksananya.
Konsultasi :
Menjelaskan indikasi rawat inap dan konsultasi dengan spesialis jantung untuk diagnosis
definitif, observasi dan tatalaksana lebih lanjut.
12