Anda di halaman 1dari 20

Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang kronis dan sudah dikenal semua orang.
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium
tuberculosis. Tuberculosis paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis.
Tuberculosis paru memerlukan waktu pengobatan yang lama dan tidak boleh terputus, apabila
pengobatannya terputus maka dapat menyebabkan resistensi dari obat tersebut. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang lebih tentang tuberculosis paru dengan
pendekatan kedokteran keluarga pada pembacanya. Makalah ini ditulis sesuai dengan skenario yang
telah diberikan.
Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakitm kecacatanm dan kematian
dalam populasi manusia. Epidemiologi juga meliputi pemberian ciri pada distribusi status
kesehatan, penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan usia, jenis kelamin,
ras, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan , perilaku, waktu, tempat, dan orang. Karakterisasi ini
dilakukan guna menjelaskan distribusi suatu penyakit atau masalah yang terkait dengan kesehatan
jiga dihubungkan dengan faktor penyebab. Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan
dampak dari tinakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis,
dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang
berdampak pada status kesehatan penduduk.1 Epidemiologi dapat dikatagorikan sebagai berikut:
dilihat dari agen nya, host, faktor lingkungan, dan cara penularannya.
Pertama adalah agentnya. TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri
gram positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic. Karakteristik alami
dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu
bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Kedua adalah host nya.
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian:
pealing rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita; paling luas pada masa remaja dan
dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada
wanita; dan puncak sedang pada usia lanjut.
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada
golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung
dari risiko infeksi. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan

tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju
lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi
sosioekonomi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC,
tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat
resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC,
sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan
fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar.
Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit
untuk dievaluasi.2,3
Ketiga adalah lingkungan. Biasanya untuk kasus TBC, lingkungannya dapat dilihat
dari lingkungan tempat tinggal terutama rumahnya. Apa rumah pasien tersebut sesuai standard atau
tidak, apakah rumah tersebut dapat menjadi sarang perkembangannya kuman TB. Lingkungan
rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah. Lingkungan rumah terdiri dari
lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu
kepadatan penghuni.
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung. Lingkungan dari struktur tersebut juga semua fasilitas
dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani
serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat memberikan
tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta dapat menumbuhkan
kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial Menurut APHA (American Public
Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis

Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar kontruksinya
sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak dan agar kelembaban
udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus
diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela
tidak terlalu banyak.

Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu ruangan
mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika luas ventilasi
minimal 10 % dari jumlah luas lantai.

Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang cukup

untuk proses pergantian udara.

Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak terganggu oleh
suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah.

Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain, ruang
makan, ruang tidur, dll.

Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis
kelaminnya.

2. Perlindungan terhadap penularan penyakit

Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun kuantitas,
sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi, juga cukup tersedia
air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan penghuninya.

Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi syarat, juga
air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.

Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu
harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan mengkontaminasi permukaan
sumber air bersih.

Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran dan
gangguan binatang serangga dan debu.

Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus rat proof, fly fight, mosquito
fight.

Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

Luas kamar tidur minimal 8,5 m per orang dan tinggi langit-langit minimal 2.75 meter.2,3
Cara Penularan
Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala, pengobatan dan pencegahan TBC
sebagai suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari
faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.
1. Periode Prepatogenesis
a. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia
atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat
tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host.

Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi
moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber
infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui
kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.

b. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar
dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus
TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas
sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan
tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi
komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak
adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus
peningkatan epidemi penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

c. Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada
masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen
kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi
pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria
dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih
umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan
kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada
populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek
keturunan dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin
mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak
timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisikmental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas
spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk
dievaluasi.

2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent)


Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan
pencernaan Host. Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi
sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya
bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent, Host dan Lingkungan. Penderita TB BTA positif
merupakan sumber terjadinya penularan. Ketika batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman
ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman boleh bertahan
di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan, maka orang tersebut akan terinfeksi. Selama kuman tersebut masuk dalam tubuh
melalui saluran pernafasan, ia dapat menyebar dari paru ke bahagian tubuh lainnya.
Daya penuluran seorang penderita ditentukan oleh banyakknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, semakin tinggi penularan
penderita tersebut. Jika hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita
dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.4,5
Kedokteran Keluarga
Dokter Keluarga adalah Dokter praktek umum yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran
Keluarga (komprehensif, kontinu, koordinatif, kolaboratif), mengutamakan pencegahan, dengan
sasaran keluarga beserta segala aspek dan mengikuti perkembangan ilmu/teknologi Kedokteran
mutachir (Evidence Based Medicine,EBM).
Klinik adalah badan usaha satu jenis pelayanan kedokteran rawat jalan. Beberapa klinik
melengkapi dirinya dengan rawat inap. Misalnya: Klinik 24 jam, Klinik Dokter Keluarga, Klinik
Bedah, dsb. Klinik Dokter Keluarga adalah klinik yang diselenggarakan oleh Dokter Praktek Umum
yang menerapkan prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga. Klinik Dokter Kluarga sering disertai ruang
rawat inap sementara (One Day Care) sebelum mendapat tempat rawat inapdi Rumah Sakit rujukan.
Dalam teori administrasi, manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
penggerakpelaksanaan, dan pengontrolan (Planning, Onganizing, Actuating, Controling) terhadap
perangkat administrasi (Man, Money, Material, Mothode). Secara singkat, manajemen adalah
proses memfungsikan prangkat administrasi agar menghasilkan satu target (sesuatu yang
diharapkan). Manajemen Klinik Dokter Keluarga adalah proses perencanaan dan pengontrolan
tenaga, sarana prasarana, dana, metoda, pasar, dsb agar mencapai target. Singkatnya manajemen
Klinik Dokter Keluarga adalah proses memfungsikan perangkat Klinik Dokter Keluarga agar

mencapai target yang diharapkan.

Prinsip Kedokteran Keluarga

1. Dokter kontak pertama (first contact)


Dokter keluarga adalah pemberi layanan kesehatan (provider) yang pertama kali ditemui
pasien/klien dalam masalah kesehatannya.
2. Layanan bersifat pribadi ( personal care)
Dokter keluarga memberikan layanan yang bersifat pribadi dengan mempertimbangkan
pasien sebagai bagian dari keluarga.
3. Pelayanan paripurna ( comprehensive)
Dokter keluarga memberikan pelayanan menyeluruh yang memadukan promosi kesehatan,
pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik, psikologis, dan social
budaya.
4. Pelayanan bersinambungan (continuous care)
Pelayanan Dokter keluarga berpusat pada orangnya (pasient-centered) bukan pada
penyakitnya (diseases-centered).
5. Mengutamakan pencegahan (prevention first)
Karena berangkat dari paradigma sehat, maka upaya pencegahan oleh Dokter keluarga
dilaksanakan sedini mungkin.
6. Koordinasi
Dalam upaya mengatasi masalah pasien Dokter keluarga perlu berkonsultasi dengan disiplin
ilmu lainnya.
7. Kolaborasi
Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada diluar kompetensinya, Dokter keluarga
bekerjasama dan mendelegasikan pengelolaan pasiennya pada pihak lain yang berkompeten.
8. Family oriented
Dalam mengatasi masalah Dokter keluarga mempertimbangkan konteks keluarga, dampak
kondisi pasien terhadap keluarga dan sebaliknya.
9. Community oriented
Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien haruslah tetap memperhatikan dampak
kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.
Tujuan Pelayanan dokter keluarga
Tujuan pelayanan dokter keluarga secara umum dapat dibedakan atas dua macam, yakni :
1. Tujuan umum
Tujuan umum pelayanan dokter keluarga pada dasarnya adalah sama dengan tujuan

pelayanan kesehatan secara keseluruhan, yakni terwujudnya keadaan sehat bagi setiap
anggota keluarga.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus pelayanan dokter keluarga erat hubungannya dengan sejarah perkembangan
pelayanan dokter keluarga di satu pihak serta ciri-ciri pelayanan dokter keluarga di pihak
lain. Tujuan khusus yang dimaksud adalah terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan
kedokteran yang efektif dan efisien.2
Manfaat praktek dokter keluarga adalah sebagai berikut: akan dapat diselenggarakan
penanganan kasus penyakit sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang
disampaikan; akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan; apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan
lebih baik dan terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini; akan
dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga penanganan suatu masalah
kesehatan tidak menimbulkan pelbagai masalah lainnya; jika seluruh anggota keluarga ikut serta
dalam pelayanani maka segala keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan
ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah kesehatan yang
sedang dihadapi; dapat diperhitungkan pelbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit,
termasuk faktor sosial dan psikologis; dan akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit
dengan tatacara yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan
biaya kesehatan; dapat dicegah pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.6
Paradigma Sehat
Definisi paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembanguan
kesehatan yang memandang masalah kesehatan saling terkait dan mempengaruhi banyak faktor
yang bersifat lintas sektoral dengan upaya yang lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan,
serta perlindungan kesehatan, tidak hanya pada upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan
kesehatan. Paradigma sehat mengubah cara pandang terhadap masalah kesehatan baik secara makro
maupun mikro. Secara makro, berarti bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan
dampaknya dibidang kesehatan, minimal memberi sumbangan dalam pengembangan lingkungan
dan perilaku sehat. Secara makro, berarti bahwa pembangunan kesehatan harus menekankan pada
upaya promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilatif. Lebih dari itu,
paradigma sehat adalah bagian dari pembangunan peradaban dan kemanusiaan secara keseluruhan.
Paradigma sehat adalah perubahan mental dan watak dalam pembangunan. Paradigma sehat

berkaitan dengan lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan


Tiga pilar Indonesia sehat, antara lain : pertama adalah lingkungan sehat, adalah
lingkungan yang kondusif untuk hidup yang sehat, yakni bebas polusi, tersedia air bersih,
lingkungan memadai, perumahan-pemukiman sehat, perencanaan kawasan sehat, terwujud
kehidupan yang saling tolong-menolong dengan tetap memelihara nilai-nilai budaya bangsa. Kedua
adalah perilaku sehat, yaitu bersikap proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan (contoh:
aktifitas fisik, gizi seimbang), mencegah resiko terjadinya penyakit (contoh: tidak merokok),
melindungi diri dari ancaman penyakit (contoh: memakai helm dan sabuk pengaman, JPKM),
berperan aktif dalam gerakan kesehatan (contoh: aktif di posyandu). Ketiga adalah pelayanan
kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, yang menjangkau semua lapisan masyarakat tanpa
adanya hambatan ekonomi, sesuai dengan standar dan etika profesi, tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat, serta memberi kepuasan kepada pengguna jasa.7
Pada pelayanan kesehatan terdapat program pemberantasan penyakit menular TBC.
Tujuan dari program ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian tuberculosis paru
dengan memutuskan rantai penularan melalui upaya pengobatan penderita menular sampai sembuh.
Kegiatannya terdiri dari pengamatan epidemiologi dan tindakan pemebrantasan, penilaian
pengobatan, rujukan penderita, dan penyuluhan kesehatan. Pada kegiatan pengamatan epidemiologi,
penderita TBC yang ditemukan baik pada kunjungan dalam gedung maupun luar gedung puskesmas
harus dicatat dan dilaporkan kepada puskesmas yang berlaku. Setuap penderita tersangka TBC yang
berumur 15 tahun keatas harus diperiksa dahaknya sebanyak tiga kali berturut- turut dalam
seminggu. Bila pemeriksaan tiga kali berturut- turut tidak ditemukan BTA, penderita tersangka itu
harus berada dalam pengawasan dan dianjurkan kembali sebulan kemudian untuk pemeriksaan
dahak lagi. Bila pada dahaknya ditemukan BTA, harus dijelaskan tentang pengobatan yang harus
dijalaninya.
Lalu setelah melakukan pendekatan epidemiologi dan pengobatan, dilakukanlah
penilaian pengobatan. Untuk menilai keberhasilan setiap tahap pengobatan dan setelah selesai
pengobatan perlu diperiksa dahaknya pada awal bulan IV dan pada akhir masa pengobatan bulan ke
VI. Bila pada pemeriksaan dahak di temukan BTA, harus dilakukan biakan dahak. Bila biakan tidak
tumbuh berarti BTA yang ditemukan adalah Mycobacterium tuberculosis yang mati. Bila biakan
tumbuh harus dilakukan pemeriksaan kekebalan kuman dengan OAT paduan jangka yang
digunakan. Penderita diyatakan sembuh bila pada akhir masa pengobatan tidak ditemukan BTA
pada pemeriksaan dahaknya selama tiga kali berturut- turut dalam seminggu. Pengobatan

dinyatakan gagal bila pada akhir masa pengobatan ditemukan BTA. Bila pada akhir masa
pengobatan pemeriksaan dahak secara mikroskopis memberikan hasil BTA positif, dan biakannya
tumbuh tapi pemeriksaan kekebalan kuman memperlihatkan kuman masih sensitif terhadap obat
jangka pendek, maka pengobatan diulangi kembali awal degab menggunakan obat jangka pendek.
Bila pada akhir pengobatan pemeriksaan dahak secara mikroskopik memberikan hasil BTA positif
dan biakannya tumbuh dan pemeriksaan kekebalan kuman memperlihatkan kuman sudah kebal
terhadap panduan obat jangka pendek, maka pengobatan dinyatakan gagal dan penderita harus
dirujuk ke unit pelayanan kesehatan yang lebih ahli.
Lalu ketiga adalah kegiatan merujuk penderita. Indikasi rujukan adalah penderita
yang dalam pemeriksaan dahak berkala telah menunjukan terjadinya konvesi namun keluhan tetap
ada dan keadaan umum semakin berat. Lalu juga pada penderita yang mengalami kegagalan
pengobatan disertai dengan kekebalan kuman terhadap salah satu atau beberapa obat anti
tuberculosis yang pernah dipakai. Tahap yang terakhir adalah penyuluhan kesehatan. Pentingnya
penyuluhan kesehatan harus dimengerti dan dpahami secara mendalam oleh petugas kesehatan,
karena upaya ini berhubungan dengan perilaku manusia dan masyarakat.
Kedokteran Pencegahan
Kedokteran pencegahan berkaitan dengan pencegahan penyakit pada individu.
Dengan demikian, bidang ini terjadi dari emapt wilayah kerja yaitu: pencegahan dengan cara-cara
biologis pada penyakit tertentu, seperti penyakit menular spesifik dan penyakit defisiensi;
pencegahan beberapa konsekuensi pada penyakit yang dapat dicegah atau dapat diobati seperti
sifilis, tuberkulosis, kanker, diabetes, dan hipertensi; memperkecil beberapa konsekuensi pada
penyakit yang tidak dapat diceah dan tidak dapat disembuhkan seperti pada banyak kondisi genetik;
dan motivasi untuk meningkatkan kesehatan pada individu dengan mengubah gaya hidup yang
memperkecil dampak spotensial dari gangguan perilaku dan kesehatan yang lain. Karena semakin
banyak kemungkinan untuk menerapkan konsep-konsep pencegahan pada diagnosis dini dan terapi
padapenyakit yang masih dugaan atau telah dipastikan, kedokteran pencegahan harus dipandang
sebagai salah satu komponen dari praktik kedokteran klinis yang baik. Sebagai hasil dari semakin
banyaknya pengajaran tentan kedokteran keluarga dan masyarakat, berkembangnya sistem
perawatan komprehensif dan penekanan pada perawatan yang berkelanjutan, semakin besar
kecenderungan para dokter pribadi untuk memasukkan kedokteran pencegahan dalam praktik
mereka. Namun, masih ada kemungkinan untuk lebih maju lagi dna mendrong pengembangan
kesehatan promotif dan konstruktif yang pusat perhatiannya masih individu, tetapi sekarang sebagi
bagian dari masyarakat atau sosial, sudah mencakup anggota sebuah keluarga dan suatu kelompok

sosial.8
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari
TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan promosi kesehatan dan spesific protection. Dengan
promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung
tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Kedua, proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif,
melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi
dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung
Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika
kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3)
Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan diabetes,
silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terdiri dari early diagnose and prompt treatment. Dengan
diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3
komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk
kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi
maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi
obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah
kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC
negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi
penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga
ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui
usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat
dan menghindari tekanan psikis.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier terdiri dari disability limitation dan rehabilitasi. Rehabilitasi
merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma

yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut
dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu.
Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi
cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

Pencegahan terhadap tuberkulosis dilakukan oleh penderita, masyarakat dan petugas


kesehtan. Antaranya adalah seperti berikut: Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan.
Penderita perlu menutup mulut sewaktu batuk dan membuang dahak tidak disembarang
tempat.Masyarakat dapat melakukan tindakan pengawasan dengan cara bayi diberikan vaksinasi
BCG. Petugas kesehatan pula memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang meliputi bahaya
dan akibat yang ditimbulkan. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Disinfeksi, cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu perhatian
khusus terhadap muntahan dan luda, ventilasi rumah dan sinar matahari yang mencukupi. Orang
yang berkontak dilakukan tindakan imunisasi. Orang-orang yang berisiko tinggi dilakukan tindakan
pencegahan dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular. Penyelidikan terhadap
orang kontak. Seluruh keluarga penderita dengan foto rontgen yang bereaksi positif dilakukan
Tuberculin-test, dan jika negative perlu diulang setiap bulan selama 3 bulan dan dilakukan
penyelidikan intensif.
Penderita TBC perlu mendapatkan pengobatan tepat dengan kombinasi obat yang
ditetapkanminum secara teratur, waktu sekitar 6 hingga 12 bulan. Laporkan segera kepada instansi
kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB. Penderita TB
perlu dilaporkan jika hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes tuberkulinnya positif
atau didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen. Departemen Kesehatan mempertahankan
sistem pencatatan dan pelaporan yang ada bagi penderita yang membutuhkan pengobatan dan aktif
dalam kegiatan perencanaan dan monitoring pengobatan.
Cara pencegahan adalah sebagai berikut: perlindungan terhadap sumber penularan.
Semua anak yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TBC BTA positif berisiko
lebih besar untuk terinfeksi. Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak
erat dengan penderita TBC BTA positif perlu dilakukan pemeriksaan apabila anak mempunyai
gejala-gejala seperti TBC harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai dengan alur deteksi dini
TBC anak dan jika anak balita tidak mempunyai gejala gejala seperti TBC, harus diberikan
pengobatan pencegahan dengan Isoniasid (INH )dengan dosis 5 mg per kg berat badan per hari
selama 6 bulan Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG perlu diberi BCG setelah

pengobatan pencegahan dengan INH selesai. Dapat pula diberikan vaksinasi BCG. Vaksin ini
merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus, atau riketsia)
yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit yang menular. Vaksin BCG
merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur strain Mycobacterium bovis dan
digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan
tetapi efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia. Vaksin
BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya Tuberkulosis aktif dan kematian.
Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infant dan anak-anak yang hasil uji
tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi terinfeksi
TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap isoniazid atau
rifampin. Sebelum dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan)
setiap pasien harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk
pasien yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita tuberculosis aktif, karena
pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC. Pemberian
vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang mungkin sulit
menerima injeksi intradermal. Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk
10 15 tahun. Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada kulit seperti
dermatitis atopik, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada interval waktu setidaknya 3
minggu). Vaksin BCG juga tidak diberikan untuk :
Pasien dengan gangguan imunitas (immunosuppressed) seperti pasien HIV,
pasien yang mengkonsumsi obat-obat kortikosteroid (immunosuppressan),
atau baru saja menerima transplantasi organ.
Wanita hamil dan menyusui, walaupun belum ada data yang menunjukkan
efek bahaya dari pemberian vaksin BCG terhadap wanita hamil dan
menyusui.
Beberapa adverse reaction yang mungkin terjadi setelah pemberian vaksin BCG antara lain: nyeri
pada tempat injeksi, terjadi ulcer atau keloid karena kesalahan pada saat injeksi. Kelebihan dosis
dan pemberian vaksin pada pasien dengan tuberculin positif. Dan sakit kepala, demam, dan timbul
reaksi alergi.
Pengobatan preventif, yaitu sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif
dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan. Kemoprofilaksis terbagi menjadi primer

dan sekunder. Kemoprofilakskis Primer: cegah infeksi, kontak tidak aktif (BTA -). Anak yang
kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin(-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi(-) atau sumber penularan TB
aktif sudah tidak ada. Kemoprofilaksis sekunder : cegah aktifitas infeksi (Mt + ,klinis & rontgen
- ). Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis
diberikan selama 6-9 bulan.9
Diagnosis
Diagnosis dari kasus TB adalah dengan menggunakan cara case finding yang passif, karena
kita mendiagnosa pasien TB dari keluhan pasien tersebut yang datang berobat ke dokter. Case
finding dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari
pasien saat datang ke dokter. Gejalanya berupa batuk terus menerus selama 2 hingga 3 minggu,
dapat disertai sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam misalnya lupus vulgaris, kelainan
rontgen toraks, atau gangguan GIT. Efek sistemik yang timbul pula meliputi demam subfebris
selama 1 bulan atau lebih, keringat malam, anoreksia atau penurunan berat badan. Anamnesis yang
dapat ditanyakan adalah riwayat penyakit dahulu. Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?
Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)? Apakah pasien pernah menjalani
pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil abnormal ? Adakah riwayat vaksinasi BCG atau
Mantoux ? Adakah riwayat diagnosis TB ? Lalu dapat ditanyakan riwayat pengobatan. Mungkin
pasien tersebut telah menderita TB dan sedang dalam pengobatan tetapi tidak teratur. Pernahkah
pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya, bagaimana
kepatuhan pasien mengikuti terapi dan apakah dilakukan pengawasan terapi? Lalu dapat ditanyakan
riwayat keluarga dan sosial. Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial?10
Setelah mengetahui pasien menderita TBC, dapat dilakukan case finding positif
dengan kunjungan rumah untuk dilihat apakah adanya penyebaran TBC dirumahnya atau tidak.
Selain itu case finding aktif juga dapat dilakukan dengan cara mengadakan pertemuan dengan
masyarakat untuk menjelaskan tanda-tanda penyakit dan cara- cara pengobatannya (penyuluhan).
Kader kesehatan/ kader posyandu diharapkan dapat membantu menemukan masyarakat yang
terkena TBC.11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri beberapa hal. Yang pertama adalah pemeriksaan fisik secara
umum yaitu keadaan umum pasien, kesadaran, status gizi, dan tanda- tanda vital. Tanda- tanda vital
terdiri dari tekanan darah, frekuensi pernapasan, frekuensi nadi, dan suhu. Sebelum melakukan

pemeriksaan fisik, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajah,
gaya berjalan dan tanda- tanda fisik lainnya. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit
ringan atau sakit sedang atau sakit berat. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai apakah kurang,
cukup atau berlebih. Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur sebelum permeriksaan fisik
dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur Indeks Massa
Tubuhnya yaotu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (cm). IMT 18,5-25 menunjukkan
berat badan yang ideal, bila IMT <18,5 berarti berat badan kurang, IMT >25 menunjukkan berat
badan lebih dan IMT >30 adalah obesitas. Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan
melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang
sadar dapat tertidur, tetapi segera terbangun bila dirangsang. Tingkatan kesadaran dapat dibagi
menjadi beberapa tingkat. Kompos mentis adalah sadar sepenuhnya. Apatis adalah keadaan di mana
pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Derilium adalah penurunan
kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur. Somnolen adalah keadaan mengantuk yang
masih dapat pulih penuh bila dirangsang. Sopor adalah keadaan mengantuk yang dalam. Pasien
dapat bangun dengan rangsangan yang kuat. Koma adalah penurunan kesadaran yang sangat daam
tidak ada gerakan spoontan dan tidak ada respons terhadap rasa nyeri.
Pada pemeriksaan tanda- tanda vital, dapat diukur suhunya. Suhu tubuh yang normal
adalah 36-37C. Pada pagi hari suhu mendekati 36, sedangkan pada sore hari mendekati 37C.
Suhu merupakan indikator penyakit, oleh sebab itu pengobatan demam tidak cukup hanya
memberikan antipiretik, tetapi harus dicari apa etiologinya dan bagaimana menghilangkan etiologi
tersebut. Lalu kedua adalah tekanan darah. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter
yaitu dengan cara melingkarkan manset pada lengan kanan 1 cm di atas fossa kubiti anterior,
kemudian tekanan tensimeter dinaikan sambil meraba denyut A. Radialis samapi kira- kira 20
mmHg di atas tekanan sistolik, kemudian tekanan diturunkan perlahan- lahan sambil meletakan
stetoskop pada gosa kubiti anterior di atas A. Brakialis. Lalu ada pemeriksaan nadi yang biasanya
dilakukan dengan melakukan palpasi A. Radialis. Pada pemeriksaan nadi perlu diperhatikan
frekuensi denyut nadi, irama nadi, isi nadi, kualitas nadi dan dinding arteri. Pada orang dewasa
normal, kecepatannya 50-100 denyut/menit. Takikardia >100 denyut/menit, Bradikardia <50
denyut/menit. Lalu dapat juga diukur frekuensi pernapasannya. Dalam keadaan normal, frekuensi
pernapasan adalah 13-24 kali per menit. Bila frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali per menit
disebut bradipneu, sedangkan bila lebih dari 24 kali permenit disebut takipneu.
Pemeriksaan spesifik terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pada
inspeksi, kita hanya menilai apakah ada kelainan dengan cara hanya melihat. Pertama dapat dilihat

dari kulitnya: kelembaban kulit, turgor kulit, warna kulit, eflurosensi, dan lesi- lesi lainnya pada
kulit. Eflurosensinya bisa berupa seperti makula yaitu perubahan warna semata- mata, papula yaitu
benjolan padat berbatas tegas, atau bula yaitu gelembung berisi cairan serosa. Sedangkan lesi- lesi
kulit lainnya bisa berupa pruritus yang merupakan rasa gatal tanpa kelainan kulit yang nyata, atau
spider nervi yang merupakan arteriol yang menonjol dan kemerahan serta bercabang- cabang
dengan diameter 3-10 mm. Inspeksi juga dapat meliputi kepala dan wajah. Kepala dilihat ukuran
dan bentuknya. Pada rambut bila ada kerontokan rambut disertai tidak tumbuhnya rambut disebut
dengan alopesia. Dapat dilihat juga warnanya, apakah ada perubahan warna atau tidak. Pada wajah,
pucat, ikterus dan sianosis akan segera terlihat pada wajah pasien. Pada pasien lupus eritematosus
dapat terlihat butterfly rash pada kedua pipi. Lalu pada pemeriksaan mata dapat dimulai dengan
mengamati pasien waktu masuk ke ruang periksa, apakah ada rasa nyeri atau mata merah atau mata
berdarah. Dapat juga dilihat apakah ada eksoftalmus yaitu bola mata keluar karena fisura palpebra
melebar, enoftalmus yaitu bola mata tertarik ke dalam biasanya karena dehidrasi, atau apakah ada
perubahan warna pada sklera.
Lalu periksa mulut. Perhatikan warna bibir apakah pucat, merah, atau sianosis. Bibir
retak- retak terdaapt pada pasien demam. Apakah ada luka pada mulut, atau ada bercak- bercak
putih. Pada leher, lihatlah apakah ada pembesaran kelenjar getah bening atau kelenjar tiroid.
Pemeriksaan pungung apakah ata kifosis yaitu lengkung tulang belakang ke arah belakang, atau
lordosis yaitu lengkung tulang belakang ke arah depan, atau skoliosis yaitu tulang melengkung ke
arah samping; apakah ada gibus pada vertebra yang merupakan penonjolan tulang belakang seperti
pada pasien tuberkulosis. Pada sendi dapat dilihat cara berdirinya, waktu berjalan apakah ada rasa
nyeri atau bunyi. Pada infeksi dada dan paru dapat dilihat bentuk dadanya apakah ada carinatum,
excavatum atau barrel chest. Lalu pada palpasi dapat dilakukan untuk melihat apakah ada massa
atau rasa nyeri. Lalu untuk melihat gerakan pernapasan, membandingkan sisi kanan dan sisi kiri.
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidaksimetrisan gerakan pada dada dengan cara meletakan kedua
tangan. Fremitus vokal taktil merupakan cara pemeriksaan bunyi suara dengan perabaan tangan.
Lalu selanjutnya dapat dilakukan perkusi. Perkusi merupakan suatu metode
pemeriksaan keadaan jaringan yang terletak di bawahnya melalui kualitas suara yang dihasilkan.
Hasil perkusi adalah sebagai berikut: nada resonan di atas paru normal udara di dalam paru mejadi
jauh lebih banyak misalnya pada emfisema paru, nada hiperresonan di atas udara, frekuensi yang
sangat rendah atau pekak di atas cairan, redup bila bagian yang padat lebih banyak dari pada udara
misalnya pada efusi pleura. Perkusi paling baik dilakukan dengan jari yang terletak di sepanjang
sela iga karena perbedaan akan mudah terdengar antara nada perkusi yang dilakukan di atas iga dan

nada perkusi yang dilakukan di antara iga. Selanjutnya dapat dilakukan auskultasi. Beberapa dokter
mendengar bunyi paru hanya dengan menggunakan bagian sungkup stetoskop, sedangkan yang lain
lebih menyukai bagian diafragmanya. Suara napas pokok yang normal terdiri dari vesikular,
bronkovesikular, bronkial, dan trakeal. Vesikular adalah suara napas ang lembut dengan fase
inspirasi diikuti fase ekspirasi tanpa jeda, lalu bronkovesikuler dimana fase ekspirasinya lebih
panjang sehingga menyamai fase inspirasinya. Lalu pernapasan bronkial adalah suara napas yang
keras dan fase ekspirasinya lebih panjang dari inspirasinya. Lalu pernapasan trakeal adalah suara
napas yang sangat keras dan kasar yang dapat didengarkan pada daerah trakeal.
Selain suara napas pokok, dapat didengar suara napas tambahan. Suara napas
tambahan yang pertama adalah ronki basah. Siara napas yang terputus- putus dan biasanya
terdengar pada saat inspirasi. Ronki basah ini dapat terdengar pada pasien pneumonia. Kedua
adalah ronki kering yang merupakan suara napas kontinyu, dengan frekuensi yang relatif rendah
yang terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit misalnya pada bronkitis
akut. Ketiga adalah bunyi gesekan pleura atau pleural friction rub. Terjadi karena pleura parietal dan
viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lain. Bunyi gesekan ini terdengar pada
akhir inspirasi dan awal ekspirasi.10,12
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan radiologi dan
laboratorium. Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan
dengan pemeriksaan sputum. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru tetapi dapat
juga mengenai lobus bawah. Pada awal penyakit saat lesih masih merupakan sarang- sarang
pneumonia, gambar radiologis berupa bercak- bercak seperti awan dan dengan batas- batas yang
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan
batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma. Gambaran tuberkulosis milier terlihat
berupa bercak- bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran
radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura, masa cairan di
bagian bawah paru, bayangan hitam radiolusen di pinggir paru.
Lalu pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa darah dan sputum. Pemeriksaan
darah kurang dapat perhatian karena hasilnya kadang- kadang meragukan, hasilnya tidak sensirif
dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai akan didapatkan jumlah lekosit yang
sedikit meninggi dengan hitng jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.

Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh. Jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih tinggi. Lanju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Lalu ada
pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memebrikan ecaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan
murah. Pasien dianjurkan minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Untuk
perwarnaan sediaan dianjurakan mengunakan cara Kinyoun Gabbet. Pada pemeriksaan dengan
biaakan setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium biakan, koloni kuman tuberkulosis
mulai tampak. Medium biakannya menggunakan Lowenstein Jensen.
Lalu dapat dilakukan tes tuberkulin yang masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak- anak. Biasanya dipakai tes Mantoux yakini
dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivative) intrakutan. Tes
tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M.
Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkuin ini
adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan kuman patogen baik yang irulen ataupun
tidak tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi selular pada
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya akan
menekan antibodi selular. Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa
indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi
selular dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen
tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin
kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal- hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux dibagi
dalam: 1) Indurasi 0-5 mm mantoux negatif. 2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan. 3) indurasi 1015 mm: mantoux positif. 4) indurasi > 15 mm: Mantoux positif kuat. Biasanya hampir seluruh
pasien tuberkulosis memberikan reaksi Mantoux yang positif (99,8%). Kelemahan tes ini juga
terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi dengan Mycobacterium lain.13
Pentatalaksanaan
Terapi standar terdiri dari empat obat yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
etambutol yang diberikan selama 2 bulan diikuti dengan rifampisin dan isoniazid selama 4 bulan.
Terapi ini direkomendasikan utnuk semua pasien dengan tuberkulosis paru dan ekstraparu dengan
onset baru dan tanpa komplikasi. Obat harus diberkan dalam dosis tunggal sebelum makan pagi.
Preparat obat kombinasi (termasuk rifampisin dan isoniazid dengan atau tanpa pirazinamid)
mengurangi muatan obat dan memungkinkan skrining yang relatif sederhana untuk ketaatan minum

obat karena urin dapat dinilai secara visual dengan warna jingga- merah muda. Streptomisin saat ini
jarang digunakan di Inggris namun merupakan komponen penting dari regimen pengobatan jangka
pendek di negara berkembang. Pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya, empat obat
harus digunakan sampai didapatkan hasil sensitivitas. Di Inggris, resistensi obat pada pasien yang
baru didiagnosis jarang terjadi (<5%) dan lebih sering minoritas. Pasien harus diberi pengobatan
selama 9-12 blan bila terdapat penyakit meningeal, bila terdapat koinfeksi HIV, atau bila terjadi
intoleransi obat dan obat diganti dengan lini kedua. Kortikosteroid berperan dalam perikarditis,
penyakit pleura, dan meningitis, dan mungkin pada penyakit paru berat. Pembedahan kadangkadang tetap dibutuhkan.14
Obat- obatan TB dapat diklasifikasi menjadi dua jenis resimen yaitu obat- obat lapis
pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan basil,
pengurangan basil dorman dan pencegahan terjadinya resistensi. Obat- obat lapis pertama terdiri
dari isoniazin (INH), Rifampicin, Pyrazinamide, Ethambutol dan Streptomycin. Obat- obatan lapis
kedua mencakup Rifabutin, Ethionamide, Cycloserine, para Amino Saliculic acid, Clofazimine,
Aminoglycosides di luar Streptomucin dan Quinolones. Isoniazin mempunyai kemampuan
bakterisidal TB yang terkuat. Mekanisme kerjanya adalah menghambat cell-wall biosynthesis
pathway. INH memiliki efek sampung utama seperti hepatitis dan neuropati perifer. Rifampisin juga
merupakan obat anti TB yang ampuh, dia menghambat plimerase DNA- dependent ribonucleic acid
M. Tuberculosis. Efek samping yang sering adalah hepatitis, trombositopenia, dan flu like
syndrome. Pirazinamid merupakan obat bakterisidal utnuk organisme intraselular dan agen
antituberkulos ketiga yang kuga cukup ampuh. Pirazinamid hanya diberikan untuk 2 bulan pertama
pengobatan, efek samping yang sering diakibatkannya adalah hepatotolsosotas dan hiperurisemia.
Ethambutol satu- satunya obat lapis pertama yang mempunyai efek bakteriostatis tetapi bila
dikombinasikan dengan INH dan rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resisten obat.
Streptomisin merupakan salah satu obat antituberkulosis golongan aminoglikosida yang harus
diberikan secara parentral. Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang- kurangnya 6 bulan agar
dapat mencegah perkembangan resistensi obat.

Follow Up
Pemantauan kemajuan pengobatan dilaksanakan dengan memeriksa dahak secara

mikroskopik. Yang diperiksa adalah 2 spesimen dahak, untuk fase intensif diperiksa akhir bulan ke
2 untuk kategori I dan akhir bulan ke 3 untuk kategori II. Pemeriksaan dahak untuk melihat
terjadinya konversi, yaitu perubahan dari BTA positif menjadi BTA negatif. Konversi positif apabila
ke dua spesimen dahak BTA negatif.

Penilaian pengobatan TB
Penilaian dilakukan setelah penderita BTA positif menyelesaikan secara lengkap pengobatan
tahap intensif dan tahap lanjutan. Penilaian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan 3 spesimen
dahak secara mikroskopik. Apabila secara berurutan diperoleh hasil BTA negatif dua kali atau lebih
yaitu pada bulan ke 5 dan akhir pengobatan Kategori I dan bulan ke 7 dan akhir pengobatan
Ketegori II, penderita dinyatakan sembuh.2
Kesimpulan
TBC adalah suatu infeksi bakteri menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang utama menyerang organ paru manusia. TBC merupakan salah satu problem utama
epidemiologi kesehatan didunia. Agent, Host dan Lingkungan merupakan faktor penentu yang
saling berinteraksi, terutama dalam perjalanan alamiah epidemi TBC baik periode Prepatogenesis
maupun Patogenesis. Meningkatnya angka penderita TBC disebabkan berbagai faktor diantaranya
karakteristik demografi keluarga, social ekonomi, sikap keluarga itu sendiri, seperti ketidaktahuan
akan akibat, komplikasi dan cara merawat anggota keluarganya yang menderita TBC di rumah dan
sikap penderita TBC. Selain itu penularan dalam keluarga juga disebabkan kebiasaan sehari-hari
keluarga yang kurang memenuhi kesehatan seperti kebiasaan membuka jendela, kebiasaan
membuang dahak penderita. Faktor lain yang berpengaruh adalah keluarga yang pengetahuan
tentang TBC kurang. Akibatnya, terjadilah penularan penderita TBC dalam keluarga dan
masyarakat.

Daftar Pustaka
1. Timmreck TC. Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.
2. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi ke-2.
Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
3. Budiman Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan & komunitas / penulis, Budiman Chandra ;
editor penyelaras, Husny Muttaqin, Windriya Kerta Nirmala. Jakarta : EGC, 2009.
4. Batra V., Tuberculosis diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/969401-

overview , Juni 29, 2013.


5. Tuberculosis, diunduh dari http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57, 2011.

6. Dokter

keluarga.

2002.diunduh

dari:

http://www.ppjk.depkes.go.id/index.php?

option=com_content&task=view&id=61&Itemid=102.
7. Suparyanto.

Paradigma

sehat

menunju

indonesia

sehat

2010.

Diunduh

dari:

http://www.scribd.com/doc/57505995/Paradigma-Sehat-Menuju-Indonesia-Sehat-2010.
8. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2009.
9. Cahyono JBSB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius; 2010.
10. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2010.
11. Balai Pelatihan Kesehatan Salaman- Magelang. Pedoman praktis pelaksanaan kerja di
puskesmas; 2000.
12. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I.
Jakarta: Interna Publishing; 2010.
13. Amin Z, Bahar A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing;
2010.
14. Mandal, Wilkins, Dunbar, White M. Lecture notes: penyakit infeksi. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2008.

Anda mungkin juga menyukai