Anda di halaman 1dari 14

Epilepsi Umum Tonik Klonik

Pendahuluan
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten
yag disebabkan oleh muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara
paroksimal, didasadari oleh berbagai factor etiologi.
Bangkitan epilepsy adalah manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di
otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.
Sindrom epilepsy adalah sekumpulan gejala atau tanda klinik epilepsy yang
terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan (onset),
jenis bangkitan, factor pencetus, dan kronisitas.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis
menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-obatan
tertentu. Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:

Pola atau bentuk serangan

Lama serangan

Gejala sebelum, selama dan paksa serangan

Frekuensi serangan

Faktor pencetus

Ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

Usia saat serangan terjadinya pertama

Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga.1

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari
adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih,
dan adenoma seboseum pada muka pada skelrosi tuberose.
Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Struge-Weber.
Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis.
Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh, ekstremitas.1
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum
dalam

darah.

hipoglikemia,

Yang

memudahkan

hypokalemia,

timbulnya

kejang

hipomagnesemia,

ialah

keadaan

hypernatremia,

hiperbilirubinemia, uremia. Penting pula diperiksa pH dadrah karena alkalosis


mungkin pula disertai kejang.
Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau
selaputnya, toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang
otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan
subaraknoid.

2. Pemeriksaan EEG
EEg sangat berguna untuk mendiagnosis berbagai macam jenis seizure.
Epileptiform EEG pada umumnya dapat ditemukan pada 50% pasien yang
mengalami epilepsy.
Rekaman EEG dapat dikatakan abnormal bila terdapat:
o Asimetri irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak.
o Irama gelombang tidak teratur.
o Irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya, misalnya
gelombang delta.
o Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk serangan epilepsy tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas,
misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsy
petit mal mempunyai gambaran EEG gelombang paku-ombak 3 siklus per
detik,

epilepsy

mioklonik

mempunyai

gambaran

EEG

gelombang

paku/tajam/lambat dan paku majemuk yang timbul secara serempak (sinkron).


3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) juga dapat digunakan untuk mendeteksi
kelainan lobus temporal pada otak. CT-scan dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya tumor otak atau perdarahan otak yang mungkin dapat menyebabkan
terjadinya epilepsy.
4. Foto polos kepala, dapat dilihat adanya tanda peningkatan tekanan intra
kranial, adanya asimetri tengkorak dan adanya pengkapuran abnormal. Foto
polos kepala biasanya dibuat pada posisi antero-posterior dan lateral.
Lakukan pemeriksaan darah untuk mencari bukti kecanduan alcohol (kadarny
dalam

darah),

hipoglikemia,

atau

hipokalsemia.

EEG

bisa

membantu

menunjukkan jenis epilepsy, letak focus epileptic (aktivitas gelombang yang


lambat bisa menunjukkan adanya tumor), dan menjadi pedoman untuk terapi obat.
3

Diagnosis epilepsy tak dapat ditegakkan hanya dari EEG. Epilepsy merupakan
diagnosis klinis bukan elektrik. Sekitar 10-15% populasi memiliki EEG yang
abnormal. Jika kemungkinan aritmia jantung transien sebagai penyebab kejang,
pemantauan EKG 24-jam terus-menerus harus dilakukan. Lakukan CT-scan
kepala untuk menyingkirkan penyakit otak fokal. Sangat bernilai pad epilepsy
onset lambat, kejang parsian, dan pada pasien dengan kejang umum di mana EEG
mengungkapkan adanya kelainan fokal, khususnya jika disertai oleh adanya
gelombang lambat.1
Diagnosa Kerja
Diagnose epilepsy didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.1,2
Klasifikasi
Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against
Epilepsy (ILAE) 1981:
I . Kejang Parsial (fokal)
a. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran) dengan :

1. Dengan gejala motoric


2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
b. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
c. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik,
tonik atau klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum3. Kejang
parsial

sederhana

berkembang

menjadi

parsial

kompleks,dan

berkembang menjadi kejang umum


II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)

a.
b.
c.
d.
e.
f.

lena/ absens
mioklonik
tonik
atonik
klonik
tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan Klasifikasi Epilepsi berdasarkan


Sindroma menurut ILAE 1989 :
I.
a.

b.

II.
a.

b.

c.

Berkaitan dengan letak focus


Idiopatik
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Childhood epilepsy with occipital paroxysm
Simptomatik
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
Lobus oksipitalis
Epilepsi Umum
Idiopatik
Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
Other generalized idiopathic epilepsies
Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
Wests syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndromeEpilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences
Simtomatik
Etiologi non spesifik Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures.2

Gejala Klinik
Kejang parsial simplek
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:

Deja vu: perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.

Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat
dijelaskan.

Perasaan seperti kebas tersengat listrik atau ditususk-tusuk jarum pada bagian
tubuh tertentu.

Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu halusinasi.

Kejang parsial (psikomotor) kompleks


Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasannya bertahan lebih
lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan
mengingat waktu serangan.
Gejala meliputi:

Gerakan seperti mencucur dan mengunyah

Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya

Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti sedang bingung

Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang

Berbicara tidak jelas seperti menggumam.

Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal)


Merupakan tipe kejang yang paling sering, dimana terdapat dua tahap:
1. Tahap klonik atau kaku diikuti diikuti tahap klonik atau kelojotan. Pada
serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja.
Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang
dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunangkunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan
kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang,
berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah.

2. Pada saat fase klonik: terjadi otot yang berulang dan tidak terkontrol,
mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak
sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur
setelah serangan semacam ini.1,4
Diagnosa Banding
Berdasarkan gejala klinis dari hasil anamnesis yang dilakukan oleh pemeriksa,
kemungkinan diagnosis banding dari diagnosis kerja pemeriksa, antara lain:
1. Bangkitan umum sekunder e.c trauma kapitas. Hal ini didasari dari persamaan
pola kejang dari gejala kliniknya dan riwayat kejang yang timbul paksa trauma
yang sering pada kepala pasien.
2. Bangkitan akibat kejadian metabolik akut/ hiperglikemia non ketotik.
Pemeriksamenduga adanya kemungkinan kejadian kejang yang dialami oleh
pasien disebabkan oleh ketidak seimbangan elektrolit/ kondisi gula darah
pasien.
3. Ensefalopati. Hal ini didasari adanya riwayat peradangan pada telinga kanan
pasien yang kronis, sehingga pemeriksa mencurigai adanya perjalanan
penyakit dari peradangan tersebut ke otak sehingga menyebabkan manifestasi
klinis kejang pada pasien.1
Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi adalah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi
(inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Di antara neurotransmiter neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,
norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal adalah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listri tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh

sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik,
dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah
dilampaui oleh ionCa dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan
mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak
teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron
secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan
epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu
juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.1,2,4

Etiologi
1. Idiopatik
2. Faktor herediter, ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai
bangkitan kejang seperti skelrosis tuberose, neurofibromatosis, angiomatosis
ensefalotrigeminal, fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
3. Faktor genetik: pada kejang demam dan breath holding spells.
4. Kelainan kongenital otak: atropi, paronsefali, agenesis korpus kalosum.
5. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.
6. Infeksi: radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,
toxoplasmosis.
7. Trauma: kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.
8. Neoplasma otak dan selaputnya.

9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen


10. Keracunan: timbale (Pb), kapur barus, fenotiazin, air.
11. Lain-lain: penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone, degenerasi
serebral, dan lain-lain.4
Faktor pencetus
Faktor-faktor pencetusnya dapat berupa: kurang tidur, stress emosional,
infeksi, obat-obat tertentu, alkohol, perubahan hormonal, terlalu lelah, dan
fotosensitif.1,5
Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi
lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara majuditemukan sekitar
50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. Di negara
berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan
uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). Menurut Irawan Mangunatmadja dari
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada
anak cukup tinggi,yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per
100.000.1,5
Penatalaksanaan
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun
kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan
tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit.
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip
terapi farmakologi epilepsi yakni:

OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat


minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah

mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.


Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis
efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan

bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.


Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar

terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.


Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat
diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama. Pasien
dengan

bangkitan

tunggal

direkomendasikan

untuk

dimulai

terapi

bilakemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang


jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma
kepaladisertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status
epileptikus.
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :

Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)


Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+,K+, dan CLatau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE


Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2
tahun bebas serangan .Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:

Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah

minimal 2 tahun bebas bangkitan


Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula,

setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan


Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai darisatu OAE
yang bukan utama

Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai
pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi

10

mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada
obat kejang lainnya seperti retensi urin. Hal inilah yang menyebabkan US Food and
Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.

Tabel 1. Pemilihan obat berdasarkan jenis.3


Beberapa contoh obat yang sering digunakan dalam penggunaan kejang spesifik:

Seizure parsial : terapi pilihan pertama karbamazepin, fenitoin, lamotrigin,


asam valproat, okskarbanzepin. Terapi alternatif gabapentin, topiramat,
levetiracetam, zonisamid, tiagabin, primidon, fenobarbital, felbamat.

Kejang umum absens : terapi pilihan pertama asam valproat, etosuksimid.


Terapi alternatif lamotrigin, levetiracetam.

Kejang umum mioklonik : terapi pilihan pertama asam valproat,


klonazepam. Terapi alternatif lamotrigin, topiramat, felbamat, zonisamid,
levetiracetam.

Kejang umum tonik-klonik : terapi pilihan pertama fenitoin, karbamazepin,


asam valproat. Terapi alternatif lamotrigin, topiramat, primidon,
fenobarbital, okskarbanzepin, levetiracetam.3

Anjuran bagi pasein yang mengidap epilepsi

11

Tidak ada aturan, namun masuka kal bila menghindari ketinggian, tangga,
berenang tanpa pengawasan, dan bersepeda selama 2 tahun setelah episode terakhir.
Penggunaan api harus diawasi dan anak-anak tidak boleh ditinggalkan di kamar
mandi tanpa ditemani. Pasien epilepsi tak mampu pemalkukan pekerjaan tertentu
(misalnya angkatan bersenjata, pekerjaan yang mengharuskan seseorang mengemudi),
namun epilepsi seharusnya tidak menjadi halangan bagi sebagian besar jenis
pekerjaan lain.3
Komplikasi

Komplikasi kehamilan
Wanita epilepsi lebih cenderung memperoleh komplikasi obstetrik dalam masa
kehamilan dari pada wanita penduduk rata-rata. Pengaruh epilepsi terhadap
kehamilan yaitu:
1. Melahirkan bayi prematur, didapat 4-11%
2. Berat badan lahir rendah, kurang dari 2500 gr, ditemukan pada 7-10%
3. Mikrosefali
4. Apgar skor yang rendah

Komplikasi persalinan baik untuk ibu dan bayi adalah:


1. Frekuensi bangkitan meningkat 33%
2. Perdarahan post partum meningkat 10%
3. Bayi mempunyai resiko 3% berkembang menjadi epilepsi
4. Apabila tanpa profilaksis vitamin K yang diberikan pada ibu, terdapat
resiko 1% terjadi perdarahan perinatal pada bayi.3

Prognosis
Enam tahun setelah ditegakkannya diagnosis, 40% pasien akan telah
mengalami keadaan bebas kejang selama 5 tahun. Prognosis yang relatif buruk
dikaitkan dengan kombinasi antara grand mal dengan jenis kejang yang lain, epilepsi
traumatika, kumpulan episode, tanda-tanda fisik, dan retardasi mental. Upaya
12

menghentikan pengobatan pada pasien yang bebas gejala harus dipertimbangkan


secara individual.6
Kesimpulan
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang
sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten yag disebabkan
oleh muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksimal,
didasadari oleh berbagai factor etiologi. Pada kasus diatas, berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien menderita epilepsy tonikklonik.

Daftar Pustaka
1. Lumbantobing, S.M. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.
2. Utoyo Sunaryo, Diagnosis Epilepsi, Jurnal ilmiah kedokteran Wijayakusuma,
vol 1, no 1 januari 2007.
3. Departemen Farmakologi FKUI. Farmakologi dan Terapi Ed.5. Jakarta: BAlai
Penerbit FKUI.2008.
4. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta:
Erlangga;2008.
5. Markam, Soemarmo. Penuntun Neurologi. Edisi kedua. Jakarta : Binarupa
Aksara;2000.
6. Arif M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wardhani W, Wiwik S. Kapita selekta
kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius;2001.

13

14

Anda mungkin juga menyukai