Anda di halaman 1dari 16

RISKA OKTAFIANI

240210150060
KELOMPOK 9

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Karbohidrat merupakan komponen pangan yang menjadi sumber energi
utama dan sumber serat makanan. Kedudukan karbohidrat sangatlah penting pada
manusia dan hewan tingkat tinggi lainnya, yaitu sebagai sumber kalori.
Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam
tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan
protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu
metabolisme lemak dan protein, berdasarkan sifat-sifat sakarida dan reaksi-reaksi
kimia yang spesifik, karbohidrat dapat dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Karbohidrat dengan zat tertentu akan menghasilkan warna tertentu yang dapat
digunakan untuk analisis kualitatif (Winarno, 1984).
Praktikum ini dilakukan percobaan mengenai karbohidrat beserta
pengujiannya. Menurut Winarno (1984), karbohidrat merupakan sumber kalori
utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, walaupun jumlah kalori yang dapat
dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 Kal (kkal) bila dibandingkan protein
dan lemak, karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah, selain itu beberapa
golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat (dietary fiber) yang berguna bagi
pencernaan.
Pengujian yang digunakan dalam praktikum untuk menguji karbohidrat
dibedakan menjadi beberapa macam yaitu diantaranya uji benedict, uji barfoed,
uji selliwanoff, uji kemanisan relatif sakarida, identifikasi pati secara mikroskopis
dan gelatinisasi pati. Sampel yang digunakan berupa golongan monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida seperti glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan
sukrosa. Untuk identifikasi pati secara mikroskopis digunakan sampel yaitu
tepung beras, tepung maizena, tepung ketan, tepung tapioka, dan tepung terigu.
4.1 Uji Benedict
Uji Benedict karbohidrat atau monosakarida bertujuan untuk menentukan
ada tidaknya kandungan gula pereduksi pada sampel yang diujikan
(Winarno,1984). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan
oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Sampel yang
digunakan adalah glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan sukrosa. Benedict
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

adalah pereaksi atau reagen yang terbuat dari natrium sitrat, natrium karbonat, dan
kupri sulfat. Cara pembuatan larutan benedict yaitu padatan kristal 173 g Natrium
Sitrat dimasukkan ke dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan 100 g Na2CO3
anhidrous dan 800 ml air. Di aduk dan disaring menggunakan kertas saring dan
corong. Kemudian, tambahkan kupri sulfat sebanyak 17,3 g yang telah dilarutkan
dalam 100 ml air ke dalam gelas kimia tersebut. Lalu, diencerkan sampai 1 L
dengan air suling.
Uji Benedict dilakukan dengan memasukkan 2 ml Benedict ke dalam
tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes sampel, lalu sampel tersebut dipanaskan
selama lima menit. Pemanasan bertujuan untuk mempercepat laju reaksi. Setelah
dipanaskan larutan ini perlu didinginkan agar endapan yang akan diamati terlihat
jelas, apabila terbentuk endapan berwarna hijau, kuning atau merah orange
menunjukkan adanya gula pereduksi (Winarno, 2004). Perubahan warna menjadi
merah kekuningan/orange menunjukkan kandungan Cu2O rendah, sedangkan
perubahan warna menjadi merah bata menunjukkan kandungan Cu2O yang tinggi.
Hasil pengamatan A2 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Benedict
Warna Warna
Sampel Endapan Gambar
Awal Akhir
Glukosa Biru Merah Bata Merah Bata

Fruktosa Biru Merah Bata Merah Bata

Sukrosa Biru Biru -


RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

Maltosa Biru Merah Bata Merah Bata

Sukrosa Biru Merah Bata Merah Bata

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)

Gambar 1. Struktur maltosa


(Sumber: Fessenden,1986)
Endapan merah bata itu sendiri merupakan endapan Cu2O. Monosakarida
seperti glukosa dan fruktosa serta disakarida seperti maltosa dan laktosa
merupakan gula pereduksi karena mempunyai gugus karbonil yang berpotensial
bebas dan dapat dioksidasi dalam reaksi uji benedict. Sukrosa tidak mengalami
perubahan warna dan tidak terdapat endapan setelah dipanaskan karena sukrosa
bukan merupakan gula pereduksi. Disakarida sukrosa tidak mempunyai atom
karbon anomer bebas karena kedua karbon anomernya saling berikatan satu sama
lain, sehingga setiap unit monosakarida tidak lagi terdapat gugus aldehida atau
keton yang dapat bermutarotasi menjadi rantai terbuka, hal ini menyebabkan
sukrosa hasilnya negatif.
4.2 Uji Barfoed
Larutan Barfoed berfungsi untuk membedakan jenis karbohidrat
monosakarida dan disakarida. Larutan Barfoed (campuran kupri asetat, dan asam
asetat glasial) akan bereaksi dengan gula reduksi monosakarida sehingga
menghasilkan endapan merah kupri oksida (Soedarmadji, 2007). Sampel yang
digunakan sama dengan sampel uji benedict. Cara pembuatan larutan barfoed
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

yaitu sebanyak 13,3 g kristal kupri asetat dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambahkan 200 ml. Kemudian disaring menggunakan corong dan kertas saring.
Tambahkan pula asam asetat glasial sebanyak 1,9 ml.
Untuk uji barfoed, langkah pertama yang dilakukan yaitu memasukkan 1
ml larutan barfoed ke dalam tabung reaksi. Kemudian dimasukkan 2 tetes sampel,
setelah itu sampel dipanaskan selama 10 menit dan setelah itu sampel diamati.
Pemanasan yang dilakukan bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Hasil
positif monosakarida ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata atau
orange campuran sampel dan barfoed setelah dipanaskan selama 10 menit.
Endapan merah bata yang ditimbulkan berdasarkan pada reduksi ion Cu2+ menjadi
Cu+. Berikut tabel hasil pengamatan A2:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Barfoed
Warna Warna
Sampel Endapan Gambar
Awa Akhir
Glukosa Biru Biru Merah

Fruktosa Biru Biru Cincin Merah

Sukrosa Biru Biru -

Maltosa Biru Biru Cincin Merah


RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

Laktosa Biru Biru Cincin Merah

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)


Menurut tabel uji barfoed diatas, menunjukkan bahwa sukrosa tidak ada
endapan karena memiliki rantai siklik, sehingga sulit untuk dhidrolisis. Menurut
Nurul (2013), pereaksi barfoed merupakan pereaksi yang bersifat asam lemah dan
hanya dapat direduksi oleh monosakarida dan disakarida meskipun terdapat
perbedaan kecepatan mereduksi diantara keduannya. Glukosa dan fruktosa adalah
monosakarida, sedangkan untuk maltosa dan laktosa adalah disakarida yang
memberikan reaksi (endapan merah bata), artinya hanya kedua larutan tersebut
yang ada sifat mereduksi.
4.3 Uji Seliwanoff
Uji ini dilakukan untuk membedakan adanya ketosa monosakarida atau
disakarida dilihat dari perubahan warna larutan. Pereaksi Seliwanoff dibuat dari
campuran resorsinol dan HCl pekat menghasilkan hidroksimetilfurfural dengan
penambahan resorsinol akan mengalami kondensasi membentuk senyawa
kompleks berwarna merah jingga yang selanjutnya diencerkan dengan aquades,
jika gula tersebut mempunyai gugus keton, gula tersebut adalah ketosa, sebaliknya
jika gula mengandung gugus aldehida, gula adalah aldosa. Reaksi yang terjadi
adalah :
CH2OH OH
O OH OH
+HCl
H CH2OH H2C CH + kompleks
berwarna
OH H OH merah jingga
5-hidroksimetil furfural resorsinol
Uji ini didasarkan bahwa ketika dipanaskan, ketosa lebih cepat
terdehidrasi daripada aldosa. Terbentuknya warna merah setelah sampel
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

dicampurkan dan dipanaskan menunjukkan adanya ketosa. Uji Selliwanoff ini


menunjukkan ada tidaknya ketosa, fruktosa juga memiliki gugus keton.
Menurut Winarno (1991), pereaksi selliwanoff harus dibuat segera
sebelum diuji. Pereaksi ini dibuat dengan mencampur 3,5 ml resorsinol 0,5%
dengan 12 ml HCl pekat, kemudian diencerkan menjadi 35 ml dengan air suling.
Uji ini dilakukan dengan menambahkan 1 ml larutan sampel ke dalam 5 ml
pereaksi kemudian ditempatkan dalam air mendididh selama 10 menit.
Prosedur pertama yang dilakukan pada pengujian seliwanoff adalah 2 ml
larutan seliwanoff dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan
beberapa tetes sampel setelah itu dididihkan selama 30 detik dan diamati. Sampel
yang digunakan pada praktikum ini masih sama seperti pengujian benedict yaitu
glukosa, fruktosa, laktosa, maltose dan sukrosa. Berikut hasil pengamatan A2
pengujian seliwanoff:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Seliwanoff
Sampel Warna Awal Warna Akhir Endapan Gambar
Glukosa Bening Bening -

Fruktosa Bening Merah Ceri -

Sukrosa Bening Merah Muda -

Maltosa Bening Bening -


RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

Laktosa Bening Bening -

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)


Menurut tabel pengamatan uji seliwanoff, sampel glukosa, maltosa, dan
laktosa menghasilkan warna bening. Sedangkan sampel fruktosa dan ketosa
menghasilkan warna merah ceri dan merah muda. Hal ini sesuai literatur bahwa
glukosa, maltosa dan laktosa temasuk ke dalam golongan aldosa karena ikatan
kimia terdapat poli alkohol dan gugus aldehid. Sedangkan fruktosa dan sukrosa
termasuk ke dalam golongan ketosa karena susunan ikatannya mengandung gugus
karbonil dari keton. Jadi, untuk frukotsa dan sukrosa positif mengandung gugus
ketosa. Glukosa, maltosa, dan laktosa positif mengandung gugus aldosa. Semua
sampel tidak ditemukan endapan.
4.4 Uji Kemanisan Relatif
Percobaan ini dilakukan untuk menguji tingkat kemanisan sampel yang
diberi label A, B, C, D, E. Derajat kemanisan suatu sakarida sangat ditentukan
oleh kadar gula dalam setiap sakarida tersebut. Kemanisan beberapa gula
dibandingkan dengan kemanisan sukrosa = 1,00, maka kemanisan D-galaktosa =
0,4-0,6; maltose = 0,3-0,5; laktosa = 0,2-0,3; dan rafinosa 0,15; sedang D-fruktosa
sekitar 1,32 serta xylitol hampir sama kemanisannya dengan sukrosa yaitu 0,96-
1,18 (Winarno, 1992). Berikut ini tingkat kemanisan gula lainnya:
Tabel 4. Tingkat Kemanisan Beberapa Gula Terhadap Sukrosa
Tingkat Tingkat
Gula Gula
kemanisan kemanisan
Sukrosa 100 D-Mannitol 69
Galactitol 41 D-Mannosa 59
D-Fruktosa 114 Raffinosa 22
D-Galaktosa 63 D-Rhamnosa 33
D-Glukosa 69 D-Sorbitol 51
Gula invert 95 Xylitol 102
Laktosa 39 D-Xylose 67
Maltosa 46
Keterangan : 10 % larutan
(Sumber: Nugrohob, 2007)
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

Percobaan ini dilakukan dengan mengandalkan daya indera pengecap dari


praktikan. Prosedur yang dilakukan yaitu larutan gula 10% tuangkan pada wadah
atau gelas plastik sebanyak 250 ml. Kemudian dicicipi satu persatu. Setiap
sebelum pencicipan sebaiknya minum air putih terlebih dahulu, karena agar rasa
dari setiap sampel benar-benar bisa dirasakan dengan baik. Berikut hasil
pengujian kemanisan relative setiap sampel yang digunakan:
Tabel 5. Hasil Pengamatan Uji Kemanisan Relatif
Sampel Skor
Glukosa 65%
Fruktosa 110%
Sukrosa 100%
Maltosa 30%
Laktosa 20%
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)
Menurut tabel hasil pengamatan uji kemanisan relatif di atas, menujukkan
bahwa gula yang paling manis yaitu fruktosa, dimana skornya yaitu 110%. Hal ini
disebabkan adanya sifat-sifat dan jumlah molekul ikatan hidrogen pada fruktosa.
Suatu senyawa yang manis dengan atom-atom elektronegatif A dan B, dengan
sebuah atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada A, kemungkinan besar
akan membentuk pasangan ikatan hidrogen dengan struktur yang sama dari
reseptor pada ujung syaraf rasa, sehingga menghasilkan respon manis (Winarno,
1992). Namun, kemanisan fruktosa akan menurun jika suhu dinaikkan. Sedangkan
untuk tingkat kemanisan terendah ditunjukkan oleh sampel laktosa 20%, hal ini
karena laktosa tersusun dari gula susu.
4.5 Identifikasi Pati secara Mikroskopis
Menurut Hutagalung (2004), pati termasuk ke dalam golongan
polisakarida, dapat mengandung lebih dari 60.000 molekul monosakarida yang
tersusun membentuk rantai lurus ataupun bercabang. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui bagaimana bentuk granula pati yang terdapat dalam sampel.
Sampel tepung-tepungan yang diujikan adalah tepung terigu (berasal dari
gandum), tepung maizena, tepung beras (berasal dari beras), tepung ketan (berasal
dari beras ketan), dan tepung tapioka.
Prosedur yang dilakukan yaitu 1 sendok spatulla sampel tepung
dimasukkan ke beaker glass kemudian ditambahkan aquades dan diaduk. Setelah
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

itu dibuat preparat dari larutan sampel tersebut. Pengamatan dilakukan pada 2
preparat dimana salah satu preparat diberi penambahan KI 0,01 N sebanyak 1-2
tetes. Preparat kemudian diamati menggunakan mikroskop. Penggunaan
mikroskop cahaya biasa karena pati memiliki bentuk granula, ukuran, letak hilum
dan sifat birefringent yang berbeda-beda. Berikut hasil pengamatan identifikasi
pati A2:
Tabel 6. Hasil Pengamatan Identifikasi Pati secara Mikroskopis
Kelompok Sampel Ditambahkan KI Keterangan
6 Tepung Perbesran: 4x
Beras

7 Maizena Perbesaran: 100x

8 Tepung Perbesaran: 100x


Ketan
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

9 Tepung Perbesaran: 100x


Tapioka

10 Tepung Perbesaran: 100x


Terigu

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)


Larutan yang digunakan untuk mengidentifikasi granula patinya adalah
larutan KI, yang akan menghasilkan warna biru jika bereaksi dengan pati. Sifat
inilah yang dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati, hal ini disebabkan
struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul
iodin dan terbentuklah warna biru.
Sebenarnya setiap pati memiliki bentuk granula yang berbeda-beda.
Bentuk granula pati tiap sampel berbeda-beda. Namun, saat diamati bentuk
granula setiap tepung hampir sama, hal ini terjadi kendala dimana kurang telitinya
praktikan dalam mengatur perbesaran mikroskop atau mikroskop yang digunakan
kurang berfungsi dengan baik. Namun, bentuk granula pati yang terlihat menurut
hasil pengamatan terdapat pada tepung ketan dengan perbesaran 100 kali di
mikroskop.
4.6 Gelatinisasi Pati
Gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula
pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula (Winarno, 1984). Uji
gelatinasi pati ini dilakukan untuk mengetahui pada suhu berapa sampel
mengalami proses gelatinasi. Gelatinasi dapat terjadi karena granula pada pati
mengalami pembengkakan hingga 5 kali lipat. Granula pati yang membengkak
tidak dapat kembali lagi seperti semula dan bila granula pati sudah pecah, maka
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

pati akan keluar dan membentuk suatu gel bila dicampur dengan air, dan dapat
bersifat menjendal bila didinginkan. Suhu dimana granula pati pecah disebut suhu
gelatinasi. Bahan yang digunakan pada percobaan gelatinasi pati adalah tepung
tapioka, tepung beras, tepung maizena, tepung ketan, dan tepung terigu.
Pratikum ini menggunakan sampel yaitu tingkat persen 5%. Salah satu
bahannya menggunakan tepung tapioka dengan perbedaan konsentrasi tersebut
bertujuan untuk membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi tepung tapioka
yang digunakan, maka granula dari patinya juga semakin rapat, begitupun
sebaliknya. Masing-masing sampel tepung 5% dimasukkan kedalam beaker glass
kemudian ditambahkan 200 ml akuades. Lalu diamati warna, kekeruhan, dan
kekentalan, dan larutan dibuat preparat basahnya dan diamati menggunakan
mikroskop. Setelah itu sisa larutan panaskan dengan api kecil dan diukur suhunya
menggunakkan termometer, kemudian amati perubahan, catat suhu saat tampak
kekentalan, lalu ambil sedikit sampel, buat preparat dan kemudian amati di
mikroskop. Setelah itu sampel dibiarkan hingga suhu 70oC dan dibuat preparat
basahnya kemudian diamati kembali menggunakan mikroskop. Setiap dilakukan
pengamatan menggunakan mikroskop dilakukan juga pengamatan terhadap
perubahan warna, kekeruhan dan kekentalan dari sampelnya. Berikut hasil
pengamatan gelatinisasi pati:

Tabel 7. Hasil Pengamatan Gelatinisasi Pati


Sebelum Dipanaskan Setelah Dipanaskan
Sampel Gambar
Warna Kekeruhan Kekentalan Warna Kekeruhan Kekentalan
Tepumg Putih + + Putih ++ ++
Beras
Maizena Putih ++ + Putih ++ +
Pucat

Tepung Putih + + Putih ++ ++


Tapioka Susu Gading

Tepung Putih +++ + Lebih ++ +++


RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

Ketan Santan Kuning


(++)
Tepung Putih +++ + Putih ++++ +++
Terigu Kekuni Keruh
ngan
(Sumber: Dokumentai Pribadi, 2016)
Menurut tabel hasil pengamatan diatas, gambar yang diamati hanya tepung
maizena dan tepung tapioka. Tepung tapioka memliki tingkat gelatinissi pati yang
cukup stabil, dimana setelah dipanaskan kekeruhan dan kekentalan meningkat
sama. Sedangkan tepung maizena sebelum dan sesudah dipanaskan, tingkat
kekeruhannya lebih tinggi dibandingkan tingkat kekentalannya. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa tepung terigu memiliki gelatinisasi pati tertinggi, dimana
setelah dipanaskan kekeruhan dan kekentalannya semakin meningkat.
Gelatinisasi merupakan penamaan dari proses pemanasan pati dengan air.
Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk membentuk gelatin. Pembengkakan
muncul selama gelatinasi sehingga mengubah suspensi pati untuk sementara
menjadi koloid permanen (gel/sol bergantung pada kondisi). Saat pemanasan,
beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati, mula-mula
suspensi pati yang keruh seperti tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu,
tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusi larutan pati tersebut
biasanya diikuti pembengkakan granula, bila energi kinetik molekul-molekul air
menjadi lebih kuat daripada tarik menarik antar molekul pati didalam granula, air
dapat masuk ke dalam butir-butir pati, hal inilah yang menyebabkan bengkaknya
butir-butir granula tersebut. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak itu
mendekati indeks refraksi air dan hal inilah yang menyebabkan sifat translusen.
Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati, makin kental larutan,
suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak
bertambah, bahkan kadang-kadaang turun. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi
tiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Suhu gelatinisasi juga dapat
ditentukan dengan polarized microscope.
Tahap awal gelatinisasi terjadi saat pati yang bersifat tidak larut dalam air
dingin mulai mengasorbsi air saat dipanaskan pada suhu gelatinisasi (60-85C),
apabila pemanasan dilanjutkan sampai 10C di atas suhu gelatinisasi maka
granula makin membengkak sehingga sebagian pati berdifusi keluar granula.
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

Jumlah gugus hidroksil yang sangat banyak dalam molekul pati memudahkan pati
menyerap air juga menyebabkan sebagian pati berdifusi keluar. Pati yang
berdifusi keluar granula inilah yang meningkatkan viskositas. Sifat fisik yang
terlihat setelah pemanasan dapat dilihat seperti yang didapat pada hasil
pengamatan praktikan. Suhu pada gelatinasi bergantung pada konsentrasi dari
pati, semakin kental larutan pati maka tercapainya suhu yang diinginkan semakin
lambat dicapai.
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Glukosa, fruktosa, maltosa, dan laktosa menunjukkan hasil positif pada uji
benedict yang merupakan termasuk ke dalam gula pereduksi.
2. Sukrosa tidak termasuk gula pereduksi karena tidak mempunyai gugus OH
bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat.
3. Sampel yang positif pada uji barfoed yang sesuai dengan literature hanya
sampel glukosa dan fruktosa yang merupakan monosakarida, golongan
disakarida yaitu maltosa dan laktosa.
4. Sampel yang seharusnya positif uji seliwanoff yaitu fruktosa dan sukrosa.
5. Tingkat kemanisan relatif pada sakarida yang paling tinggi yaitu sampel
fruktosa.
6. Bentuk granula pati tiap sampel berbeda-beda. Namun, saat diamati bentuk
granula setiap tepung hampir sama, hal ini terjadi kendala dimana kurang
telitinya praktikan dalam mengatur perbesaran mikroskop atau mikroskop
yang digunakan kurang berfungsi dengan baik.
7. Perbedaan karakteristik pada gelatinisasi pati dipengaruhi oleh konsentrasi
pati tersebut.

5.2 Saran
1. Sebelum melakukan praktikum, praktikan sebaiknya mempelajari terlebih
dahulu materi yang akan dipraktikumkan.
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

DAFTAR PUSTAKA
Hart, H., Craine, L. E., dan Hart, D. J. 2003. Kimia Organik Edisi
Kesebelas. Erlangga, Jakarta.
Hutagalung, Halomoan. 2004. Karbohidrat Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan. Terdapat Pada:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3561/1/gizi-halomoan.pdf
(diakses pada tanggal 24 September 2014).
Lehninger, A. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.
Nurul, Siti. 2013. Artikel Umum Karbohidrat. Terdapat pada : http://siti-nurul-
fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-79177-Umum-karbohidrat.html
(Diakses pada 04 Oktober 2016).
Patong, A.R., dkk. 2012. Biokimia Dasar. Lembah Harapan Press, Makassar.
Pine, S. H., J. B. Hendrickson, D. J. Cram, dan G. S. Hammond. 1988. Kimia
Organik 2 edisi keempat. ITB, Bandung.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI-Press, Jakarta.
Ralp J. essenden, dan Joan S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Soedarmadji, S. 2007. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta.
Tim Dosen Kimia. 2013. Penuntun dan Laporan Praktikum Biokimia. Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Winarno. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
RISKA OKTAFIANI
240210150060
KELOMPOK 9

JAWABAN PERTANYAAN

1. Mengapa fruktosa memiliki kadar kemanisan yang tinggi?


Jawab:
Fruktosa memiliki susunan atom hidrogen dan oksigen di sekitar atom-atom
karbon yang lebih banyak daripada gula yang lainnya.
2. Mengapa terbentuk kompleks merah bata pada uji benedict?
Jawab:
Adanya kompleks merah bata yang terbentuk diakibatkan karena larutan
benedict akan direduksi oleh gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton
bebas dengan membentuk kuprooksida yang berwarna. Gula pereduksi
bereaksi dengan pereaksi menghasilkan endapan merah bata (Cu2O).
3. Mengapa pada gula non-pereduksi tidak tebentuk kompleks merah bata?
Jawab:
Gula non-pereduksi tidak dapat mereduksi larutan benedict sehingga tidak
dihasilkan endapan merah bata Cu2O karena pada gula non-pereduksi tidak
terdapat gugus aldehid atau keton yang terdapat ikatan glikosidik.
4. Apa fungsi dari penambahan KI pada identifikasi pati?
Jawab:
Penambahan KI berfungsi untuk memperjelas pengamatan di mikroskop.
Struktur molekul pati terbentuk spiral dan akan mengikat iodin dan
membentuk warna biru. Setelah ditambahkan KI, pati yang diamati akan
berwarna biru dan menjadi lebih renggang.
5. Mengapa terjadi gelatinisasi pada pati?
Jawab:
Ketika suspensi tepung dipanakan di dalam air, maka energi panas akan
menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati.
Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan
amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya
pembengkakan granula pati.

Anda mungkin juga menyukai