Appendicitis
Appendicitis
PENDAHULUAN
Penyakit inflamasi pada sistem pencernaan sangat banyak, diantaranya appendisitis dan
divertikular disease. Appendisitis adalah suatu penyakit inflamasi pada apendiks diakibanya
terbuntunya lumen apendiks. Divertikular disease merupakan penyakit inflamasi pada saluran
cerna terutama kolon. Keduanya merupakan penyakit inflamasi tetapi penyebabnya berbeda.
Appendisitis disebabkan terbuntunya lumen apendiks. dengan fecalit, benda asing atau karena
terjepitnya apendiks, sedang diverticular disebabkan karena massa feces yang terlalu keras dan
membuat tekanan dalam lumen usus besar sehingga membentuk tonjolan-tonjolan divertikula dan
divertikula ini yang kemudian bila sampai terjepit atau terbuntu akan mengakibatkan diverticulitis.
Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang, namun
dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan
pola makan, yaitu Negara berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data
epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang
dewasa. Sedangkan insiden diverticulitis lebih umum terjadi pada sebagian besar Negara barat
dengan diet rendah serat. Lazimnya di Amerika Serikat sekitar 10%. Dan lebih dari 50% pada
pemeriksaan fisik orang dewasa pada umur lebih dari 60 tahun menderita penyakit ini.
Apendisitis dan divertikulitis termasuk penyakit yang dapat dicegah apabila kita mengetahui
dan mengerti ilmu tentang penyakit ini. Seorang perawat memiliki peran tidak hanya sebagai care
giver yang nantinya hanya akan bisa memberikan perawatan pada pasien yang sedang sakit saja.
Tetapi, perawat harus mampu menjadi promotor, promosi kesehatan yang tepat akan menurunkan
tingkat kejadian penyakit ini.
Sehingga makalah ini di susun agar memberi pengetahuan tentang penyakit apendisitis dan
diverticulitis sehingga mahasiswa calon perawat dapat lebih mudah memahami tentang pengertian,
etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, asuhan keperawatan, penatalaksanaan medis pada pasien
dengan apendisitis dan diverticulitis.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses asuhan keperawatan pada apendisitis.
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran
usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya
sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya
banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. Apendisitis merupakan peradangan pada usus
buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)
2.3 Etiologi
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus apendisitis. Sumbatan pada lumen apendiks merupakan faktor
penyebab dari apendisitis akut, di samping hiperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, timbuan tinja/feces yang keras
(fekalit), tumor apendiks, cacing ascaris, benda asing dalam tubuh (biji cabai, biji jambu, dll) juga dapat menyebabkan
sumbatan.
Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat dugaannya sebagai penyebab
appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces dan hyperplasia jaringan limfoid. Penyumbatan atau
pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces
manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali
mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.(Anonim,2008)
2.5 Patofisiologi
Pada umumnya obstruksi pada appendiks ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
e. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
f. Laki laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh
karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
g. Tergantung pada bentuk appendiks
h. Appendik yang terlalu panjang.
i. Messo appendiks yang pendek.
j. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
k. Kelainan katup di pangkal appendiks.
Akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces) atau benda asing, apendiks
terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi tersebut menyebabkan aliran cairan limfe dan darah tidak
sempurna, meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara
progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus. Appendiks mengalami kerusakan dan terjadi pembusukan (gangren) karena sudah tak
mendapatkan makanan lagi. Pembusukan usus buntu ini menghasilkan cairan bernanah, apabila tidak segera
ditangani maka akibatnya usus buntu akan pecah (perforasi/robek) dan nanah tersebut yang berisi bakteri menyebar
ke rongga perut. Dampaknya adalah infeksi yang semakin meluas, yaitu infeksi dinding rongga perut (Peritonitis).
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat
appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri
terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan
sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi
usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina.
Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan dan mendiagnosa
adanya penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Diantaranya adalah pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiology:
Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi: akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana dinding perut
tampak mengencang (distensi).
b. Palpasi: didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga
akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.
c. Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa
nyeri di perut semakin parah (psoas sign)
d. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau
vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
e. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi adanya radang
usus buntu.
f. Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator
sign akan positif dan tanda perangsangan peritoneum akan lebih menonjol.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium darah, yang dapat ditemukan adalah kenaikan dari sel
darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih
dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah).
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit. Namun pemeriksaan ini jarang
membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Ultrasonografi (USG) cukup membantu
dalam penegakkan diagnosis apendisitis, terutama untuk wanita hamil dan anak-anak. Tingkat
keakuratan yang paling tinggi adalah dengan pemeriksaan CT scan (93 98 %). Dengan CT scan
dapat terlihat jelas gambaran apendiks. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto
abdomen, USG abdomen dan apendikogram.
2.7 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendisitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra
vena dan antibiotik diberikan intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam
sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop.
Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan selalu
menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena
dianggap sulit dibuat dan klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi
klien memerlukan antibiotik dan drainase.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat apendisitis yang tak tertangani yakni:
1. Perforasi dengan pembentukan abses
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
2.8 Pathway
Idiopatik
Kerja fisik yang keras
Konsumsi makan
Fekalit/Masa keras feses
Nyeri
Distensi Abdomen
Menekan Gaster
Mual,Muntah
Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Perforasi
Abses
Peritoneum
Appendiktomy
Insisi Bedah
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDISITIS
3.1 PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan,
Agama, Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut
kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu. Nyeri dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang
B. Pemeriksaan Fisik
(Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan nyeri
abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan
sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan
awal dan kadang-kadang terjadi diare.
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
3.3 PLANNING
3.4 IMPLEMENTASI
No Dx Hari/tgl Implementasi Paraf
1. 1 Senin, 23 Menghindari infeksi
April 2012
Melakukan pencucian tangan yang baik dan
Jam 08.00-
08.05 perawatan luka aseptic
Jam 08.05- Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda
08.15 infeksi
Jam 08.15- Memberikan antibiotic sesuai indikasi
08.20
2. 2 Selasa, 24 Mempertahankan keseimbangan cairan
April 2012
Jam 08.00- Mempertahankan catatan intake dan output yang
08.05 akurat.
Jam 08.05- Memonitor vital sign dan status hidrasi.
08.10 Memonitor status nutrisi
Jam 08.10- Mengawasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht,
08.15 Na+ albumin dan waktu pembekuan.
Jam 08.15-
Berkolaborasikan pemberian cairan intravena
08.25
sesuai terapi.
Jam 08.25-
08.30 Mengatur kemungkinan transfusi darah.
Jam 08.30-
08.35
3. 3 Rabu, 25 Memenuhi kebutuhan nutrisi
April 2012
Jam 08.00- Menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi
08.05 kebutuhan nutrisi.
Jam 08.05- Memantau kandungan nutrisi dan kalori pada
08.10 catatan asupan.
Jam 08.10- Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
08.20 nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Jam 08.20-
Meminimalkan faktor yang dapat menimbulkan
08.25
mual dan muntah.
Jam 08.25-
08.35 Mempertahankan higiene mulut sebelum dan
sesudah makan.
3.5 EVALUASI
No Evaluasi
1 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak ada tanda infeksi
O: Menunjukan tidak ada tanda infeksi: Luka sembuh tanpa tanda infeksi, Cairan yang keluar
dari luka tidak purulen
A: Masalah teratasi
P : Intervensi di hentikan
2 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa haus lagi
O: Cairan tubuh seimbang: Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal, Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, Tidak
ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
3 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak merasa lapar
O: Nutrisi terpenuhi: Mempertahankan berat badan, Toleransi terhadap diet yang
dianjurkan, Menunjukan tingkat keadekuatan tingkat energi dan Turgor kulit baik
A: Masalah teratasi
P: Intervensi di hentikan
4 Jam:
S: Pasien mengatakan tidak nyeri lagi
O: Melaporkan berkurangnya nyeri: Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol dan Klien
tampak rileks, mampu tidur/istirahat
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks).
Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa
pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal
usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di
perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
4.2 Saran
Mahasiswa keperawatan harus benar-benar memahami konsep dasar penyakit apendisitis dan
diverkulitis ini sebelum benar-benar mempraktekkannya di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Burner and suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.volume 2. Jakarta : EGC.
Engram, Barbara, 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC.
Perry & Potter, 2006, Fundamental Keperawatan volume 2.Jakarta : EGC.
Marylin E. Doenges.2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Mansjoer. A.dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius
Johnson, Marion,dkk.2000. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis, Missouri: Mosby Yearbook,Inc