Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN INFEKSI KECACINGAN DENGAN STATUS HEMOGLOBIN

PADA ANAK SEKOLAH DASAR DIWILAYAH PESISIR KOTA MAKASSAR


PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2013

RELANTIONSHIP BETWEEN WORM INFECTION AND HEMOGLOBIN


STATUS IN PRIMARY CHILD SCHOOL, COASTAL AREA OF MAKASSAR,
SOUTH SULAWESI PROVINCE, 2013
Nurhaitil Samudar1, Veni Hadju1, Nurhaedar Jafar1
1
Program Studi IlmuGizi FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
AlamatRespondensi: (tetis92@gmail.com/085299537137)

ABSTRAK
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menyebabkan kurang
gizi dan gangguan kognitif, dengan anak-anak sekolah biasanya mengalami beban penyakit terberat.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara infeksi kecacingan dengan
status hemoglobin pada anak sekolah dasar. Selain itu, tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui prevalensi anemia dan infeksi kecacingan serta jenis cacing yang paling banyak
menginfeksi pada anak sekolah dasar. Jenis penelitian ini adalah Cross sectional study. Teknik
pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan total sampel sebanyak 100. Penelitian ini
berlangsung di 5 sekolah dasar di wilayah pesisir kota Makassar pada bulan April sampai bulan Mei
2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi anemia sebesar 38% dan prevalensi infeksi
kecacingan sebesar 57%. Jenis cacing yang paling banyak menginfeksi yaitu Ascaris lumbricoides
sebesar 34%. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara infeksi
kecacingan (p=0,57)dan intensitas cacing Ascarislumbricoides (p=0,52)status hemoglobin.
Disimpulkan bahwa tingginya angka prevalensi pada siswa sekolah dasar di wilayah pesisir sehingga
disarankan untuk dilakukan pencegahan dan pengobatan dari infeksi kecacingan. Kelemahan dari
penelitian ini adalah pada saat pengukuran hemoglobin, tidak diperhitungkan keadaan menstruasi
koresponden perempuan.
Kata Kunci : Infeksikecacingan, anemia, anaksekoahdasar, wilayahpesisr

ABSTRACT
Worm infection are major public health problem and cause of under nutrition and cognitive
disorder, with school children usually suffer the heaviest disease burden. The main prupose of this
study was to know associated of helminthiasis infection with hemoglobin status in primary child
school. This study needed prevalence rate of anemia and worm infection, this study needed of the type
of worm infected most. Design of this study was cross sectional study. The sample was selected using
purposive sampling. The setting of this study was in coastal area of Makassar, South Sulawesi. A total
of sample in this study are 100 sample. This study showed were prevalence of anemia was 38%,
prevalence of worm infection was 57% and the type of worm was infected most was Ascaris
lumbricoides was 34%. In this study, there is not associated between worm infection (p=0,57) and
severity of Ascaris lumbricoides(p=0,52) with hemoglobin status. The counsultation, the data showed
that the prevalention of worm infection was high in primary child school and there was not associated
between worm infection and hemoglobin status. The recommended of this study, warm infection have a
high prevalence in coastal area of Makassar. To remember that the impact of worm infection, the
primary child school in coastal area of Makassar, South Sulawesi needed prevention and treatement
of helminth infection. The weakness of this study was not talking into a count wheather women
correspondent menstruating.
Keywords : worm infection, anemia, primary school children, coastal area

1
PENDAHULUAN
Anak sekolah merupakan sasaran strategi dalam perbaikan gizi masyarakat. Perihal ini
menjadi penting karena pertama, anak sekolah merupakan generasi penerus tumpuan bangsa
sehingga perlu dipersiapkan dengan baik kualitasnya. Kedua, anak sekolah sedang mengalami
pertumbuhan secara fisik dan mental yang sangat diperlukan guna menunjang kehidupannya di
masa datang. Ketiga, guna mendukung keadaan tersebut diatas, anak sekolah memerlukan
kodisi tubuh yang optimal dan bugar, sehingga memerlukan status gizi yang lebih baik.
Keempat, anak sekolah dapat dijadikan perantara dalam peyuluhan gizi pada keluarga dan
masyarakat sekitarnya (Ipa dan Sirajuddin, 2010).
Infeksi cacing merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan menyebabkan
kurang gizi dan gangguan kognitif, dengan anak-anak sekolah biasanya mengalami beban
penyakit terberat. Untuk setiap spesies cacing yang tingkat morbiditas terkait berkaitan dengan
intensitas Infeksi, sedangkan tingkat morbiditas mungkin juga terkait dengan jumlah infeksi
spesies yang berbeda (Brooker S et al, 2000). Berdasarkan data WHO (2008) diketahui bahwa
total keseluruhan penduduk dunia yang menderita anemia adalah 1,62 miliar orang dengan
prevalensi anak sekolah yaitu 25,4% dan menyatakan bahwa 305 juta anak sekolah di seluruh
dunia menderita anemia.
Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif), penyerapan (absorpsi),
dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi cacinganan dapat menimbulkan kurangan
gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan
tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.Khusus anak usia sekolah, keadaan
ini akan berakibat buruk pada kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah.
Sehubungan dengan tingginya angka prevalensi infeksi cacingan, ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi, yaitu pada daerah iklim tropik, yang merupakan tempat ideal bagi
perkembangan telur cacing, perilaku yang kurang sehat seperti buang air besar di sembarang
tempat, bermain tanpa menggunakan alas kaki, sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, mencuci
tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan perilaku individu, sanitasi makanan dan sanitasi
sumber air (Andaruni dkk, 2012).
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menilai prevalensi infeksi kecacingan, prevalensi
anemia dan jenis cacing yang paling banyak menginfeksi pada anak sekolah dasar diwilayah
pesisir Kota Makassar. Selain itu, penelitian ini juga menilai apakah terdapat hubungan antara
infeksi kecacingan yang terjadi pada anak sekolah dasar diwilayah pesisir Kota Makassar
dengan kejadian anemia.

2
BAHAN DAN METODE
Lokasi penelitian ini terletak di 5 sekolah yaitu SD Inp Mariso 2 di Kecamatan
Mariso, SDN Ujung Tanah I di Kecamatan Ujunng Tanah, SD Tallo Tua 69 di Kecamatan
Tallo, SDN Barombong di Kecamatan Tamalate dan SD Inp Lae-Lae 2 di Kecamatan
Bringkanaya.Pemilihan lokasi penelitian tersbut dikarenakan letak sekolah berada dipesisir
pantai dan drainase sekolah dan lingkungannya yang kotor. Murid-murid di sekolah tersebut
memiliki personal hygine yang kurang.Jenispenelitian ini adalah penelitian survei analitik
dengan rancangan cross sectional study.Populasidalampenelitianiniadalah100
siswasekolahdasarkelas IV, V dan VI. Sampel diambil dengan teknik purposive
sampling.Data penelitian diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder.
Data primer terbagi menjadi data kareteristik koresponden (diambil di lapangan),
pengambilan feses (pengambilan sampel feses dilakukan dilapangan dan pemeriksaan Kato
Katz di lab. FK UH) dan data kadar Hb (diambil dilapangan). Data sekunder adalah data
jumlah siswa kelas IV,V dan VI SD, keadaan dan gambaran umum wilayah serta lokasi
penelitia serta data lain yang mendukung penelitian. uji Independent Sampel T-Test. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui mean dan standar deviasi status hemoglobin terhadap infeksi
kecacingan. Dan dilakukan Uji Chi Square untuk melihat hubungan antara infeksi kecacingan
dan status hemoglobin. Kedua metode dalam mengukur prevalensi infeksi kecacingan dan
kejadian anemiadengan menggunakan program SPSS 16.0.Data yang
terkumpuldisajukandalambentuktabeldangrafikunutkmengetahuiproporsidanhubungandari
variable yang diteliti.

HASIL
Prevalensi dan Distribusi Anemia dan Infeksi Kecacingan
Gambar 1 terlihatbahwa, dari 150 korsponden, yang mengikuti tes kadar hemoglobin
dan uji feses sebanyak 100 orang. Sembilan koresponden tidak bersedia untuk diteskadar
hemoglobin dan 41 koresponden yang tidak bersedia untuk mengumpulkan sampel fesesnya.
Prevalensi anemia sebesar 38% dan prevaleni infeksi kecacingan sebesar 57%.Jenis cacing
yang paling banyak menginfeksi pada infeksi tunggal adalah cacing Ascaris lumbricoides
yaitu sebesar 34% dan pada infeksi ganda adalah cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris
Trichuria sebesar 14%.Distribusi status hemoglobin berdasarkan jenis kelamin, kejadian
anemia tinggi pada jenis kelamin perempuan dan kejadian tidak anemia tinggi pada jenis
kelamin laki-laki.Kategoriberdasarkanumur, kejadian anemia tinggi pada kelompok umur 11
tahun dan kejadian tidak anemia tinggi pada kelompok umur 10 tahun.Distribusi infeksi

3
kecacingan berdasarkan jenis kelamin, infeksi kecacingan tinggi pada jenis kelamin
perempuan dan tidak terinfeksi kecacingan tinggi pada jenis kelamin laki-laki.Kategori
berdasarkan umur, infeksi kecacingan tinggi pada kelompok umur 11 tahun dan tidak
terinfeksi kecacingan tinggi pada kelompok umur 10 tahun.
Tabel1terlihatbahwa, distribusi jenis cacing berdasarkan berdasarkan jenis kelamin dan
umur bahwa jenis cacing yang paling banyak menginfeksi pada kedua jenis kelamin dan
semua kelompok umur adalah cacing Ascaris lumbricoides sedangkan yang paling jarang
menginfeksi adalah cacing tambang. Kategori berdasarkan infeksi ganda jenis infeksi yang
paling banyak menginfeksi adalah kombinasi Ascaris lumbricoides dan Trichuris Trichuria
dan kombinasi cacing Ascaris lumbricoides dan cacing tambang.Tabel2terlihatbahwa,
distribusi intensitas cacing Ascaris lumbricoides berdasarkan jenis kelamin, bahwa intensitas
ringan, tinggi pada jenis kelamin laki-laki dan intesitas sedang tinggi pada jenis kelamin
perempuan. Distribusi intesitas cacing Ascaris lumbricoides berdasarkan umur, bahwa
intesitas ringan, tinggi pada umur 12 tahun dan intensitas sedang, tinggi pada kelompok umur
10 tahun.
Hubungan InfeksiKecacingandanIntensitascacingAscarislumbricoidesdenganKejadian
Anemia
Jumlah sampel yang positif terinfeksi cacing dan positif anemia sebanyak 40,4% dan
yang terinfeksi cacing dan tidak anemia sebanyak 59,6%. Presentase yang tidak terinfeksi
cacing dan anemia sebanyak 34,9% dan yang tidak terinfeksi cacing dan tidak anemia
sebanyak 56,1%. Nilai median dan standar deviasi dari kadar hemoglobin tidak jauh berbeda
dari yang positif terinfeksi cacing dan tidak terinfeksi cacing. Data tersebutmenunjukkan,
hubungan infeksi kecacingan dan anemia yang diteliti tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara hubungan infeksi kecacingan dan anemia dimana nilai hubungan 0,57.
Hubungan intensitas cacing Ascaris lumbricoides dengan kejadian anemia. Presentase
kejadian anemia pada intensitas ringan sebesar 40% dan pada intensitas sedang sebesar 50%.
Presentase kejadian tidak anemia pada intensitas ringan sebesar 60% dan pada intensitas
sedang sebesar 50%. Nilai mean dan SD kadar hemoglobin pada intensitas ringan dan sedang
tidak jauh berbeda. Data tersebutmenunjukkan, hubungan intensitas cacing Ascaris
lumbricoides dengan kejadian anemia yang diteliti, tidak terdapat hubungan dimanan nilai
p=0.52 (lebih tinggi dari 0.05)sepertiterlihatpadatabel 3.

PEMBAHASAN

4
Data yang terkumpul memperlihatkan prevalensi anemia sebesar 38% dan tidak
anemia sebesar 62%.Hal ini sesuai dengan karya ilmiah dari Manampiring (2008) dari
Univesitas Sam Ratulangi Manado menunjukkan hasil bahwa jumlah anak berdasarkan
keadaan ada tidaknya anemia menunjukkan 60.58% tidak menderita anemia dan 39.42% yang
menderita anemia. Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Nahdiyati (2011) memberikan hasil bahwa pada daerah
endemik rendah malaria sebanyak 30% yang anemia sedangkan pada daerah endemik tinggi
sebanyak 66% yang anemia.Prevalensi infeksi kecacingan dari hasil penelitian yaitu
57%.Hasilinilebihtinggijikadibandingkandengan penelitian yang dilakukanolehSalsabilah
(2008) memberikan hasil prevalensi infeksi cacing sebanyak 53.8%.Hasil
penelitianmenunjukkan, jenis cacing yang paling banyak menginfeksi adalah cacing Ascaris
lumbricoides. Hal ini dikarenakan infeksi dengan Ascaris lumbricoides adalah infeksi cacing
yang paling sering di dunia, dengan lebih dari satu milyard manusia terinfeksi. Infeksi paling
sering di daerah tropis atau subtropis, ditempat dengan sanitasi jelek dan penghuni yang
berjejal-jejal, tetapi tidak jarang di daerah beriklim sedang(Shulman dkk, 1994). Hasil
penelitian pada jenis cacing, sesuai dengan hasil penelitian lain dimana cacing yang paling
banyak menginfeksi adalah Ascaris lumbricoides (FakhiradanWulandari, 2007).Hasil
penelitianmenunjukkan, distribusi status hemoglobin berdasarkan jenis kelamin koresponden,
distribusi status hemoglobin, kejadian anemia tinggi pada jenis kelamin perempuan.Kejadian
tidak anemia lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki.Kategori distribusi berdasarkan umur,
kejadian anemia tinggi pada kelompok umur 11 tahun dan tidak anemia tinggi pada kelompok
umur 10 tahun.Hasil penelitianmenunjukkan, infeksi kecacingan yang tinggi pada jenis
kelamin perempuan dan yang tidak mengalami infeksi kecacingan yang tinggi adalah laki-
laki.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Tekeste et al (2013) bahwa tingkat infeksi
kecacingan tinggi pada jenis kelamin perempuan sebanyak 25.64% sedangkan pada jenis
kelamin yang terinfeksi kecacingan sebanyak 21.18%.Kategoriuntuk distribusi infeksi
kecacingan berdasarkan umur, infeksi kecacingan yang tinggi terjadi pada kelompok umur 11
tahun sedangkan yang tidak mengalami infeksi kecacingan yang tinggi adalah kelompok umur
10 tahun. Hasil penelitian hubungan ini, tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tanner et al (2009) di daratan rendah Bolivia menunjukkan hasilbahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara infeksi cacing dengan jenis kelamin dan umur.
Distribusi jenis cacing berdasarkan jenis kelamin dan umur bahwa jenis cacing yang
paling banyak menginfeksi pada kedua jenis kelamin dan semua kelompok umur adalah
cacing Ascaris lumbricoides dan kombinasi cacing Ascaris lumbricoides dan Trichuris

5
Trichuria sedangkan yang paling jarang menginfeksi adalah cacing tambang dan kombinasi
cacing Ascaris lumbricoides dan caicng tambang. Distribusi intensitas cacing Ascaris
lumbricoides berdasarkan jenis kelamin, bahwa intensitas ringan, tinggi pada jenis kelamin
laki-laki dan intesitas sedang, tinggi pada jenis kelamin perempuan. Kategoriuntuk distribusi
intesitas cacing Ascaris lumbricoides berdasarkan umur, bahwa intesitas ringan, tinggi pada
umur 12 tahun dan intensitas sedang, tinggi pada kelompok umur 10 tahun.
Hasil uji Chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara infeksi kecacingan (p=0,57) dan intensitas cacing Ascaris lumbricoides (p=0,52)
dengan status hemoglobin. Hal ini dikarenakan zat pembentuk hemoglobin adalah protein
yang kaya akan zat besi (Pearce, 2009).Hemoglobin merupakan suatu molekul yang
berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yng
berkonjugasi dengan suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivate porifin yang mengandung
besi sedangkan polipeptida secara kolektif disebut bagian globin dari molekul hemoglobin
(Ganong, 2002).
Tidak adanya hubungan antara anemia dan infeksi kecacingan dikarenakan konsumsi
protein pada anak sekolah diwilayah pesisir cukup tinggi. Konsumsi protein yang tinggi
dikarenakan hasil komunitas utama dari daerah tersebut adalah ikan. Ikan merupakan sumber
protein hewani dan memiliki nilai biologis yang cukup tinggi yaitu 76 (Almatsier, 2009).
Salah satu penyebab anemia adalah asupan protein yang kurang dari kebutuhan.
Hasil pemeriksaan Kato-Katz jenis cacing yang banyak menginfeksi pada anak sekolah
adalah cacing Ascaris lumricoides, sebanyak 38% koresponden anemia yang terinfeksi cacing
Ascaris lumbricoides, 17% koresponden mengalami anemia yang terinfeksi Trichuris
Trichuria, 50% koresponden mengalami anemia yang terinfeksi cacing tambang, 57%
koresponden mengalami anemia yang terinfeksi ganda oleh cacing Acaris lumbricoides dan
Trichuris Trichuria dan tidak ada koresponden yang mengalamin anemia yang terinfeksi
ganda oleh cacing Ascaris lumbricoides dan cacing tambang.
Kejadian anemia pada anak sekolah dasar di wilayah pesisir Kota Makassar paling
banyak dikarenakan infeksi ganda oleh cacing Trichuris Trichuria dan Ascaris
lumbricoidessepertiterlihatpadatabel4. Perhitungan EPG untuk jenis cacing Ascaris
lumbricoides pada intensitas sedang sebanyak 29% dan intensitas ringan sebanyak 71% untuk
jenis cacing Trichuris Trichuria sebanyak 100% intensitas ringan sepertiterlihatpadatabel5.
Manifestasi klinik dari cacing Trichuris Trichuria pada infeksi ringan biasanya tidak memilki
gejala klinik yang jelas atau tanpa gejala sama sekali (Depkes, 2006). Sedangkan untuk cacing
Ascaris lumbricoides,manifestasi dari cacing Ascaris lumricoides adalah eosinofilia perifer,

6
Pneumonia, bronkospasme (asma), urtikaria kulit, nyeri abdomen, diare, anoreksia dan
malnutrisi (malnutrisi yang disebabkan oleh terganggunya absorpsi karbohidrat dan lemak di
usus kecil) (Shulman dkk, 1994).
Hasil penelitian hubungan infeksi kecacingan dan intensitas cacing Ascaris lumbricoides
dengan kejadian anemia ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukanoleh Ahmed
(2002), Knopp et al (2010), Shang et al (2010), Ezeamama et al (2008), Magalhaes dan
Archie C. A. Clements (2011), Nguyen et al (2006) danpenelitian yang dilakukanolehAiniet al
(2006).

KESIMPULAN
Prevalensi anemia pada anak sekolah dasar kelas IV,V dan VI di wilayah pesisir kota
Makassar tahun 2013 sebanyak 38%. Prevalensi infeksi kecacingan pada anak sekolah dasar
kelas IV,V dan VI di wilayah pesisir kota Makassar tahun 2013 sebanyak 57%. Prevalensi
jenis cacing yang menginfeksi anak sekolah dasar kelas IV,V dan VI di wilayah pesisir kota
Makassar adalah pada infeksi tunggal yaitu cacing Ascaris lumbricoides sebanyak 34% dan
pada infeksi ganda, jenis cacing sebanyak 14% untuk cacing Ascaris lumbricoides
danTrichuris Trichuria. Selain itu, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi
kecacingan dan kejadian anemia pada anak sekolah dasar kelas IV,V dan VI di wilayah pesisir
kota Makassar
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, tingginya angka prevalensi kecacingan pada anak sekolah
dasar diwilayah pesisir Kota Makassar dan dampak dari infeksi kecacingan pada anak sekolah
sehingga penelitian ini menyarankan untuk dilakukan pencegahan dan pengobatan untuk
penyakit infeksi kecacingan.

DAFTAR PUSTAKA
Aini, U Nor et al. 2006. Serum Iron Status in Orang Asli Children Living in Endemic Areas
Of Soil-Trasmitted Helminths. Asia Pac J Clin Nutr 2007;16 (4):724-730, hal
1.Available athttp://211.76.170.15/server/APJCN/Volume16/vol16.4/Finished/724-
730Norhayati.pdf.Diaksespada 15 Mei 2013.
Ahmed, Abulhamid., et al. 2012. The Nutritional Impact of Soil-Transmitted-Helminths
Infections Among Orang Asli Schoolchildren in Rural Malaysia. Hal 1.Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3419660/.Diaksespada 16 Mei 2013.
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama :Jakarta:
Andrauni, Adisti., dkk. 2012. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Infeksi Cacingan pada
Anak di SDN 01 Pasirlangu Cisarua. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran
dan Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung.Available at

7
http://www.journals.unpad.ac.id/index.php/ejournal/article/view/597.Diaksespada 16 Mei
2013.
Brooker S., et al, 2000. Epidemology Single and Multiple Species of Helminth Infection
Among School Children In Busia District, Kenya. East African Medicak Journal Vol.77
No. 3 March 2000, hal 1.Available at
http://www.ajol.info/index.php/eamj/article/view/46613.Diaksespada 15 Mei 2013.
Depkes RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang Pedoman
Pengendalian Cacingan. Jakarta. Indonesia. Available at
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20424%20ttg%20P
edoman%20Pengendalian%20Cacingan.pdf.Diaksespada 1 Mei 2013.
Ezeamama, Amara E, et al. 2008. The Synergistic Effect of Contamitant Schistosomiasis,
Hookworm, and Trichuris Infection on Childrens Anemia Burden. Plos Negl Trop Dis 2
(6):e245.doi:10.1371/journal.pntd.0000245, hal 1.Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2390851/.Diaksespada 17Maret 2013.
Fakhrina, Aulia dan Tri Wulandari Kesetyaningsih. 2007. Infestasi Nematoda Usus pada
Balita di Desa Timbulharjo, Kecamatan Sewon, Kabupatan Bantul, Yogyakarta,
Hubungannya dengan Faktor-Faktor Resiko Pasca GempaI. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Available at
http://publikasi.umy.ac.id/index.php/pend-dokter/article/view/4754/4061.Diaksespada 16
Mei 2013.
Ganong, 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC : Jakarta
Ipa, Agustina dan Sirajuddin. 2010. Status Gizi Anak Sekolah Keluarga Nelayan di SDN 40
Lumpangang Desa Biangkeke Kabupaten Bantaeng. Media Gizi Pangan, vol. IX, Edisi1,
Januari-Juni 2010. Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan. Makassar.Available at
https://jurnalmediagizipangan.files.wordpress.com/2012/03/10-status-gizi-anak-sekolah-
keluarga-nelayan-di-sdn-40-lumpangang-desa-biangkeke-kabupaten-
bantaeng.pdf.Diaksespada 16 Mei 2013.
Knopp, Stefanie et al. 2010. Patterns and Risk Factors of Helminthiasis and Anemia in a
Rural and Peri-Urban Community in Zanzibar, in the Context of Helminth Control
Programs. PloS Negl Trop Dis 4(5): e681. Doi:10.1371//journal.pntd.0000681, hal 1 dan
4.Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2867941/.Diaksespada 15
Mei 2013.
Magalhaes, Ricardo J. Soares dan Archie C. A. Clements. 2011. Mapping the Risk of Anaemia
in PreSchool-Age: The Contribute of Malnutrition, Malaria, and Helminth Infection in
West Africa. PLoS Med 8(6): e1000438. doi:10.1371/journal.pmed.1000438, hal
1.Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3110251/.Diaksespada 15
Mei 2013.
Manampiring, Aaltje E.2008. Prevalensi Anemia dan Tingkat Kecukupan Zat Besi pada
Anak-Anak Sekolah Dasar di Desa Minaesa Kecamatan Wori Kabupaten
MinahasaUtara. Universitas Sam Ratulangi. Manado.Available at
http://repo.unsrat.ac.id/252/1/PREVALENSI_ANEMIA_DAN_TINGKAT_KECUKUP
AN_ZAT_BESI_PADA_ANAK_SEKOLAH_DASAR.pdf.Diaksespada 16 Mei
2013.Diaksespada 15 Mei 2013.
Nahdiyati. 2011. Studi Infeksi Kecacingan dan Kejadian Anemia pada Siswa Sekolah Dasar
di Daerah Endemik Malaria di Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Barat. Program
Pascasarjarna Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nguyen, Phuong H et al. 2006. Risk Factor for Anemia in Vietnam. Vol 37 No. 6 November
2006, hal 1.Availableat
http://imsear.hellis.org/bitstream/123456789/35800/3/1213.pdf.Diaksespada 15 Mei
2013.

8
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta
Salsabiah. 2008. Hubungan Kareteristik Siswa dan Sanitasi Lingkungan dengan Infeksi
Cacingan Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Medan Belawan. Tesis. Universitas
Sumatera Utara: Medan.Availableat
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6776/1/057023018.pdf.Diaksespada 15
Mei 2013.
Shulman, Stanford T, M.D., dkk. 1994. Diterjemahkan Dasar biologis dan Klinis penyakit
infeksi edisi keempat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Takeste, Zinaye et al. 2013. Epidemiology of Intestinal Schistosomiasis and Soil Transmitted
Helminthiasis Among Primary School Children in Gorgora, NorthwestEthiopia, hal
2.Availableat http://www.apjtcm.com/zz/20131/13.pdf.Diaksespada 15 Mei 2013.
Tanner S., et al. 2009. Influence of Helminth Infection on Childhood Nutritional Status in
Lowland Bolivia. American Jounalof Human Biology 21: 651-656 (2009), hal 3,1 dan 4.
Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19402038.Diaksespada 15 Mei 2013.
Shang, Yu., et al. 2010. Stunting and Soil-Transmitted-Helminth Infection Among School-Age
Pupils in Rural Areas of Southern China. Hal 1. Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2965140/.Diaksespada 15 Mei 2013.
WHO[World Health Organitation]. 2008. Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005.
Dikutip dari http://www.who.int. Diakses pada tanggal 2 Februari 2012.

9
LAMPIRAN

Ket : JK (jeniskelamin), LK (laki-laki), PR (perempuan), umur (dalamtahun).


Sumber: Data Primer 2013

Gambar 1: kareteristiksampel, prevalensidandisrtibusi anemia


daninfeksikecacingansertahubunganinfeksikecacingandan anemia.

10
Tabel 1. Distribusi Jenis Cacing Berdasarkan Jenis Kelamin dan umur pada anak
Ascarislumbr TrichurisT Tambang Alumbricoidesda A.lumbricoides
InfeksiKecac
icoides richuria nT.Trichuia dantambang N
ingan
n % n % n % n % n %
JenisKelamin
Laki-Laki 16 64 1 4 1 4 6 24 1 4 25
Perempuan 18 56 5 16 1 3 8 25 0 0 32
Umur
10 9 56 2 13 0 0 5 31 0 0 16
11 11 58 1 5.3 1 5.3 5 26.1 1 5.3 19
12 14 64 3 14 1 4 4 18 0 0 22
Total 34 6 1 14 1 56
sekolah dasar kelas IV, V dan VI wilayah pesisir kota Makassar tahun 2013
Sumber data primer 2013

Tabel 2. Distribusi intensitas cacing Ascaris lumbricoides berdasarkan jenis kelamin dan
umur pada anak sekolah dasar kelas IV,V dan VI wilayah pesisir kota
Makassar tahun 2013
IntensitasCacingAscarislumbr Ringan Sedang
Total
icoides n % n %
JenisKelamin
Laki-Laki 19 82.6 4 17.4 23
Perempuan 16 61.5 10 38.5 26
Umur (Tahun)
10 8 57.1 6 42.9 14
11 12 70.6 5 29.4 17
12 15 83.3 3 16.7 18
Total 35 14 49
Sumber data primer 2013

11
Tabel 3. Hubungan infeksi kecacingan dan intensitas cacing Ascaris lumbricoides dengan
status hemoglobin pada anak sekolah dasar kelas IV,V dan VI wilayah pesisir
kota Makassar tahun 2013
Tidak
Anemia Total
Kecacingan Anemia mean SD p
n % n % N %
Infeksikecacingan
Positf 23 40.4 34 59.6 57 57 11.8 0.93 0.57
Negatif 15 34.9 28 56.1 43 43 11.9 0.96
IntensitascacingAscarislumbricoides
Sedang 7 50 7 50 14 29 11.5 0.91
0,52
Ringan 14 40 21 60 35 71 11.8 0.97
Sumber data primer 2013

Tabel 4. Distribusi Jenis Cacing Berdasarkan Kejadian Anemia pada anak sekolah
dasar kelas IV,V dan VI wilayah pesisir kota Makassar tahun 2013
JenisCacing kejadian Anemia
Total
Anemia Tidak anemia
Ascarislumbricoides 13 21 34
TrichurisTrichuria 1 5 6
Tambang 1 1 2
AscarilumbricoidesdanTricurisTrichuria 8 6 14
Ascarislumbricoidesdantambang 0 1 1
Total 23 34 57
Sumber data primer 2013

Tabel 5. Frekuensi Intensitas Cacing Trichuris Trichuria pada anak sekolah dasar kelas
IV,V dan VI wilayah pesisir kota Makassar tahun 2013
Intensitas n %
Ringan 20 100
Sedang 0 0
Total 20 100
Sumber data primer 2013

12

Anda mungkin juga menyukai