Anda di halaman 1dari 21

ACARA IV

PEMURNIAN MINYAK

A. Tujuan
Tujuan Praktikum Acara IV Pemurnian Minyak ini adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan pemurnian minyak dengan cara netralisasi dan bleaching serta
mengetahui rendemennya.
2. Menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik
dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.
B. Tinjauan Pustaka
Minyak kelapa merupakan salah satu komponen sembilan bahan pokok.
Pengolahan kelapa untuk minyak kelapa merupakan bagian yang paling besar,
baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Ada tiga metode dalam
pengolahan minyak kelapa, yaitu metode basah (wet method atau wet process),
ekspresi (tekanan atau press), dan ekstraksi minyak dengan solven. Metode
yang banyak digunakan, yaitu metode basah karena prosesnya sederhana dan
dapat dilakukan dalam industri rumah tangga (Suwarto dkk., 2014).
Lemak dan minyak merupakan komponen makanan utama dan sumber
energi yang utama dari tubuh manusia. Penggunaan istilah-istilah berikut:
lemak, minyak, dan lipid bisa sering terkemuka. Dalam tulisan ini, istilah-
istilah ini akan dipertukarkan dan akan merujuk triasil pada gliserol. Lipid
adalah asam lemak dan turunannya, dan zat terkait atau fungsional kepada
senyawa ini. Lemak dan minyak yang digunakan dalam nutrisi manusia secara
langsung sebagai produk alami atau, lebih sering, setelah modifikasi yang
sesuai. Lemak dan minyak tidak selalu memenuhi semua rekomendasi gizi atau
memiliki sifat fisikokimia yang diinginkan. Modifikasi komposisi asam lemak
serta struktur kimia gliserol meningkatkan nilai gizi dan perubahan sifat
fisikokimia mereka. Asupan berlebihan lipid dan konsumsi yang disebut buruk,
lemak dapat menghasilkan masalah kesehatan, yaitu penyakit jantung,
arteriosklerosis atau neoplasma. Faktor resiko pada penyakit jantung, termasuk
yang mengganggu proporsi kualitatif antara cholesterol hadir dalam LDL dan
HDL, dapat ditekan atau dihilangkan dengan mengganti sumber, jumlah dan
oleh struktur kimia dari lemak dan minyak yang dikonsumsi
(Adamczak, 2004).
Bleaching melibatkan konsentrasi massa pigmen warna pada antarmuka
antara cairan dan agen pemutihan. Itu dicapai sebagai hasil dari gaya
antarmolekul antara molekul padat dan zat teradsorpsi dan reversibel.
Pemutihan di mana berbagai adsorben seperti karbon, silika gel, alumina aktif
dan tanah liat diaktifkan. Agen pemutihan harus menjadi salah satu yang akan
mengubah warna dari minyak tanpa mengubah sifat kimia dari minyak
(Kamalu et al., 2012).
Pada degumming dan netralisasi satuan, beberapa perbaikan harus
dievaluasi mengenai efisiensi campuran, yang bisa menjadi menguntungkan
pada mengurangi kerugian minyak netral dan konsumsi bahan baku. Tiga
campuran yang harus dievaluasi: asam fosfat Selain itu, soda kaustik dan air
aglomerasi. Namun, lingkungan yang sangat rentan untuk membentuk emulsi
harus dipertimbangkan, oleh karena itu harus dinilai sejauh apa yang
bermanfaat, yang meningkatkan campuran efisiensi. Pada titik pencampuran
soda kaustik dan air aglomerasi, lebih baik kontak antara air dan minyak, lebih
baik penghapusan dari fosfatida, namun perlu dipertimbangkan bahwa karena
netralisasi asam lemak bebas sabun terbentuk, yang menghasilkan
pembentukan emulsi dan selanjutnya dapat menempatkan reaksi samping,
seperti saponifikasi trigliserida. Mengingat potensi pembentukan emulsi
demikian relevan untuk menilai apakah itu menguntungkan untuk
mempromosikan peningkatan pencampuran dan sejauh mana peningkatan ini
menguntungkan (Sara et al., 2011).
Minyak sawit kasar mengandung trigliserida sebagai penyusun utama,
dan sebagian kecil komponen nontrigliserida. Dalam usaha memperoleh
minyak yang dapat dikonsumsi, komponen non trigli-serida harus dipisahkan
atau dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diterima melalui proses
pemurnian. Salah satu tahapan dari pemurnian minyak sawit tersebut adalah
pemucatan (bleaching). Pemucatan dilakukan dengan tujuan memisahkan
secara proses fisik pengotor-pengotor dari minyak berupa sisa-sisa getah (gum),
residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen seperti klorofil.
Pemucatan minyak sawit di industri pengolahan minyak sawit, umumnya
dilakukan dengan adsorben berupa bleaching earth. Pemucatan minyak sawit
dengan bleaching earth secara komersial dilakukan pada suhu 100-130oC
selama 30 menit, dengan kadar bleaching earth sebanyak 6-12 kg/ton minyak
sawit atau sekitar 0,6-1,2% (Haryono dkk., 2012).
Tahap akhir dari pembuatan minyak kedelai dimakan adalah
penyulingan, fase paling halus dari yang pemutihan. Untuk menghindari ini
negatif perubahan minyak, parameter pemutihan seperti konsentrasi pemutihan
tanah liat, suhu dan durasi harus dioptimalkan. Karena kondisi pemutihan
bergantung pada sifat-sifat tanah liat pemutihan serta pada jenis minyak
mentah, parameter bleaching harus dioptimalkan dengan berbagai jenis tanah
liat untuk setiap minyak sayur. Optimasi parameter bleaching, terutama suhu,
waktu, dan konten tanah liat, diperlukan untuk meminimalkan perubahan
minyak yang tidak diinginkan. Jika hanya sifat adsorben tanah liat yang
penting untuk pemutihan, pemutihan yang paling efektif akan terjadi pada suhu
yang lebih rendah karena pada suhu yang lebih tinggi kesetimbangan adsorpsi
bergerak menuju desorpsi dan beberapa molekul teradsorpsi larut kembali ke
dalam minyak. Waktu bleaching yang optimal tergantung pada pemutihan suhu
dan kualitas tanah liat. Warna penghapusan meningkat dengan waktu dan suhu,
meskipun kontak lagi minyak dan tanah liat dapat menyebabkan pembalikan
warna, yang juga meningkat dengan suhu. Pemutihan untuk waktu yang lama
waktu pada suhu tinggi serius kerusakan oksidatif yang stabilitas minyak nabati.
waktu pemutihan untuk sebagian besar jenis dari minyak di kisaran 20-30
menit pada 90-100 C (Skevin et al., 2012).
Degumming merupakan tahap awal proses pemurnian dimana
prinsipnya yaitu menghilangkan atau memisahkan gum (getah atau lendir)
tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dalam
lemak. Hal ini dikarenakan keberadaan gum dalam lemak dapat menghambat
proses pemurnian berikutnya. Umumnya proses degumming menggunakan
metode acid-degumming. Pada metode acid-degumming, asam yang digunakan
harus terdispersi dengan baik sehingga dapat mengendapkan gum secara
optimal. Asam fosfat dan asam sitrat dinilai paling cocok untuk proses
degumming (Gustin dan Zulnely, 2015).
KOH dan NaOH merupakan pelarut alkali yang dapat melarutkan asam
lemak. NaOH merupakan jenis alkali yang sering digunakan pada proses
netralisasi. Selain harga yang relatif murah NaOH juga lebih efisien jika
digunakan dalam proses netralisasi. Akan tetapi, NaOH memiliki satu
kekurangan pada proses pemurnian, yaitu mengurangi rendemen minyak lebih
banyak. Dengan penggunaan KOH diharapkan minyak yang tersabunkan lebih
sedikit, sehingga didapatkan rendemen minyak yang lebih banyak. Hasil
penelitian Havidz (2008), menunjukkan bahwa proses netralisasi menggunakan
NaOH dengan konsentrasi NaOH 20Be menghasilkan kadar asam lemak
bebas dalam minyak paling rendah dibandingkan dengan konsentrasi 10Be
dan 15Be. Akan tetapi pemakaian NaOH 20Be menghasilkan penurunan
rendemen yang cukup signifikan dari berat minyak (Dewi, 2013).
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolase
enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak
dengan kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan
flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Lemak
dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan terasa
membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun
intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas
(Purba, 2008).
Oksidasi lipid dan pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan
dalam produk makanan dapat mengakibatkan pembusukan, pengurangan rasa,
tengik, dan rusak, sehingga tidak dapat diterima manusia untuk dikonsumsi.
Oksidasi lipid menghasilkan banyak senyawa yang berkontribusi pada
patogenesis kanker, penyakit jantung, dan alergi. Dalam upaya untuk
menghambat proses ini, beberapa bahan aditif makanan sintetis telah banyak
digunakan dalam industri daging untuk memperpanjang umur simpan,
menghambat oksidasi lipid, dan menghambat pertumbuhan patogen. Namun
penerapan antioksidan sintetis perlu dibatasi karena ada kecurigaan bahwa
sifatnya karsinogenik (Baker et al, 2013).

C. Metodologi
1. Alat
a. Batang Pengaduk
b. Corong pemisah
c. Erlenmeyer
d. Gelas beker
e. Gelas ukur
f. Hot plate
g. Kertas saring
h. Statif
i. Stopwatch
j. Termometer
k. Timbangan Analitik
2. Bahan
a. Arang aktif 0,1%
b. Lemak ayam
c. Lemak sapi
d. Minyak Kelapa basah
e. Minyak Kelapa kering
f. NaOH 0,1N (14 ml)
3. Cara Kerja
a.

Minyak kasar

Penimbangan

Pemasukkan ke dalam erlenmeyer

o
Pemanasan sampai suhu 60 65 C

NaOH Penambahan
14 ml

Pengadukan selama 10 menit

o
Penaikkan suhu selama 70 C dan
pengadukkan dihentikan

Pendiaman hingga terbentuk sabun


o
(suhu dipertahankan 70 C)

Pemisahan dengan corong pemisah

Penghitungan rendemen

Gambar 4.1 Diagram alir proses netralisasi lemak dan minyak


b.
Minyak hasil
netralisasi

Pemindahan ke dalam
tangki pemucat
(erlenmeyer)

Pemanasan sampai suhu


mencapai 70-80oC

Arang aktif 1%
berat minyak Pemasukkan

Pemanasan sampai suhu


100-150oC (selama 15
menit)

Penyaringan dengan kain


saring

Penimbangan

Gambar 4.2 Diagram alir proses pemucatan lemak dan minyak


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 Data Proses Netralisasi

ml Berat Awal Berat Akhir Rendemen


Kelompok Bahan
NaOH (gr) (gr) (%)
1 dan 4 Kelapa basah 38 200 32,62 16,310
Kelapa
2 dan 4 28 200 21,88 10,940
kering
3 dan 6 Lemak ayam 32 200 21,45 10,725
5 dan 6 Lemak sapi 52 200 14,43 7,215
7 dan 11 Kelapa basah 19 100,56 15,240 15,155
Kelapa
8 dan 11 14 100,20 0,296 0,295
kering
9 dan 12 Lemak ayam 16 100,17 8,440 8,426
10 dan 12 Lemak sapi 26 100,43 0,375 0,373
Sumber: Laporan Sementara
Pemurnian minyak merupakan proses adsorbsi, kemampuan adsorben
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain waktu adsorbsi, kecepatan
pengadukan, serta massa adsorben. Mutu minyak pangan ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain warna dan bilangan peroksida. (Hartini, 2011).
Tujuan pemurnian adalah menghilangkan asam lemak bebas, fosfatida, bahan-
bahan resin dan protein (Buckle at al., 1987). Proses pengolahan CPO menjadi
minyak goreng dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu proses secara kimia dan
proses secara fisika. Perbedaan utamanya yaitu cara menghilangkan kandungan
asam lemak bebas (ALB) dan impuritis yang dikandung dalam CPO. Proses
pemurnian secara kimia ialah proses pemurnian CPO, dimana proses
menghilangkan kandungan ALB dan impuritisnya dengan jalan reaksi kimia,
yaitu mereaksikan NaOH dengan ALB yang berada dalam CPO. Sedangkan
proses pemurnian secara fisika ialah proses pemurnian CPO dengan cara
menghilangkan kandungan ALB dan impuritisnya secara distilasi
(penyulingan), yaitu dengan jalan memanaskan CPO pada keadaan vacuum
pada temperatur dimana ALB bisa diuapkan. Secara garis besar proses
pengolahan Pabrik Minyak Goreng Secara Kimia terdiri dari dua proses, yaitu
proses rafinasi (pemurnian) dan proses fraksinasi (pemisahan). Proses rafinasi
terdiri dari proses degumming, proses netralisasi, proses bleaching dan proses
deodorisasi. Minyak yang diperoleh dari proses rafinasi terdiri dari olein dan
stearin, dalam proses fraksinasi stearin dipisahkan dari olein (Ketaren, 1986).
Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap,
yaitu: a) proses pemisahan gum (degumming), b) proses pemisahan asam lemak
bebas (netralisasi) dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, c) proses pemucatan
(bleaching) yang merupakan proses penghilangan komponen warna coklat
seperti karotenoid & tokoferol, dan d) proses penghilangan bau (deodorisasi)
yang merupakan proses penghilangan asam lemak bebas dan komponen
penyebab bau tidak sedap seperti peroksida, keton dan senyawa hasil oksidasi
lemak lainnya (Ristianingsih dkk., 2011).
Proses netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Kandungan asam lemak jenuh yang paling banyak
adalah asam lemak laurat yaitu 50% (Aisyah, 2010). Tujuan proses netralisasi
adalah menghilangkan asam lemak bebas (FFA) yang dapat menyebabkan bau
tengik (Ketaren, 1986).
Netralisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
menggunakan basa, natrium karbonat, ammonia ataupun dengan menggunakan
uap. Pada umumnya, dikenal 4 macam metode netralisasi minyak dan lemak
yang sering digunakan dalam industri yaitu metode kimia, fisik, fisiko kimia
dan dengan cara esterifikasi. Netralisasi secara kimia dapat dilakukan dengan 2
macam cara yaitu cara kering dan cara basah. Cara kering dilakukan dengan
menggunakan larutan basa pekat dan suhu yang relatif rendah. Sedangkan cara
basah dilakukan dengan menggunakan larutan basa yang relatif encer dan suhu
yang relatif tinggi. Suhu yang digunakan antara 60-65OC, tetapi dapat juga

digunakan suhu yang lebih tinggi (hingga 98oC). Sabun yang terbentuk dicuci

dengan air dan diulang beberapa kali sampai sabun terpisah dari minyak dan
pH air hasil pencucian menjadi netral. Netralisasi secara fisik dilakukan dengan
pemisahan melalui destilasi dengan steam terinjeksi dari asam lemak dalam
minyak (Mardiyah, 2011).
Pemurnian minyak dapat dilakukan dengan metode fisika ataupun kimia.
Metode pemurnian secara fisika dilakukan dengan penggunaan adsorben dan
perlakuan sentrifugasi. Pemurnian minyak secara fisika yang telah dilakukan
antara lain dengan zeolit, magnesol xl, arang aktif, bagasse, dan sentrifugasi.
Metode pemurnian minyak secara kimia dilakukan dengan proses netralisasi
dengan alkali. Pemurnian minyak dengan alkali yang telah dilakukan antara
lain dengan NaOH (Feryana dkk., 2014).
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa hasil dari netralisasi yang
dilakukan pada sampel minyak kelapa kering, minyak kelapa basah, lemak
ayam, dan lemak sapi telah mengalami penyimpangan hasil. Hasil yang
didapatkan pada shift pertama, untuk sampel minyak kelapa terjadi
penyimpangan yaitu bahwa semakin banyak ml NaOH maka rendemen yang
dihasilkan juga semakin tinggi sedangkan pada shift kedua hasil yang
didapatkan sama dengan shift pertama. Menurut teori Nuansa (2016),
Penggunaan konsentrasi larutan kaustik soda (NaOH) perlu diperhatikan dalam
netralisasi. Apabila konsentrasi NaOH yang digunakan terlalu tinggi maka
menyebabkan makin banyak trigliserida yang tersabunkan sehingga akan
menurunkan rendemen minyak, namun apabila konsentrasi NaOH terlalu
rendah maka menyebabkan makin banyak emulsi yang sulit dipisahkan dari
minyak. Adapun lama waktu proses juga harus ditentukan sedemikian rupa
karena berpengaruh pada efektifitas proses netralisasi.
Pada sampel lemak ayam dan lemak sapi, untuk shift pertama dan
kedua mendapatkan hasil yang sama yaitu semakin banyak ml NaOH maka
semakin sedikit rendemen yang dihasilkan. Konsentrasi dari alkali yang
digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman
dalam minyak. Makin besar kadar asam lemak bebas, maka makin besar pula
konsentrasi alkali yang digunakan. Rendemen miyak kelapa pasca netralisasi
cenderung menurun dengan penigkatan konsentrasi basa NaOH dan
penggunaan kadar ALB yang rendah. Semakin rendah kadar ALB dan semakin
tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk pasca netralisasi, maka
rendemen minyak kelapa pasca netralisasi akan semakin rendah. Konsentrasi
alkali yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas.
(Kurniati dan Wahono. 2015).
Pada proses pemurnian minyak dengan menggunakan alkali dapat
berlangsung melalui tahapan proses. Proses pertama adalah tahap pencampuran
minyak dengan larutan alkali dan diaduk dalam waktu yang telah ditentukan.
Tahap kedua dilakukan dengan setelah terjadinya reaksi antara asam lemak
dan alkali yang disebut dengan hidrasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
pemisahan fraksi tersabunkan dan fraksi tidak tersabunkan, setelah itu fraksi
tersebut dipisahkan (Dewi, 2013).
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri,
karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi
lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat
warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak. Sabun yang
terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatidan
dan protein, dengan cara mementuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk
dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan
dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi
dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein,
rennin, dan suspense dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan
proses pemisahan gum. Komponen minor (minor component) dalam minyak
berupa sterol, klorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat
dikurangi dengan proses netralisasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda
akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan digliserida
lebih mudah bereaksi dengan persenywaan alkali (Ketaren, 1986). NaOH
bersifat korosif dan dapat merusak serat apabila digunakan berlebihan, maka
dalam pemakaiannya harus diperhitungkan konsentrasinya supaya tepat
(Widihastuti, 2005).
Tabel 4.2 Data Proses Pemucatan
Kelompok Bahan Berat Awal Berat Akhir Rendemen
(gr) (gr) (%)
1 dan 4 Kelapa basah 32,62 7,30 22,379
2 dan 4 Kelapa kering 21,88 - -
3 dan 6 Lemak ayam 21,45 - -
5 dan 6 Lemak sapi 14,43 - -
7 dan 11 Kelapa basah 15,240 7,43 48,753
8 dan 11 Kelapa kering 0,296 - -
9 dan 12 Lemak ayam 8,440 2,44 2,910
10 dan 12 Lemak sapi 0,375 - -
Sumber: Laporan Sementara
Proses pemucatan (bleaching earth) dengan menggunakan adsorben,
pada prinsipnya adalah merupakan proses adsorbsi, dimana minyak yang akan
dipucatkan merupakan kombinasi antara adsorben dan pemanasan. Untuk
produk pengolahan minyak kelapa, proses pemucatan tidak selalu sama, tetapi
tergantung pada kondisi minyak kelapa dan sifat adsorben yang digunakan.
Penggunaan adsorben adalah 1 sampai 5% dari massa minyak dengan
pemanasan pada suhu 120oC selama 1 jam (Moeljaningsih, 2009). Adsorben
yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat
(bleaching earth) dan arang (carbon earth). Zat warna dalam minyak akan
diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan
resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida (Ketaren, 1986).
Dari percobaan yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan dapat
dilihat pada Tabel 4.2. Berdasarkan tabel tersebut, hanya terdapat tiga
kelompok yang rendemennya dapat dihitung, yaitu kelompok 1 dan 4, 7 dan 4,
serta 9 dan 12. Masing-masing mendapatkan rendemen sebesar 22,379%,
48,753%, dan 2,910%. Untuk kelompok yang lain telah terjadi penyimpangan
hasil, sehingga sampel yang digunakan habis dan tidak dapat dihitung. Hal
tersebut dikarenakan ketidaktelitian praktikan dan keterbatasan alat, sehingga
memakan waktu yang lama. Menurut Ketaren (1986), absorben yang paling
banyak digunakan dalam proses bleaching minyak dan lemak adalah tanah
pemucat (bleaching earth) dan arang (karbon). Arang sangat efektif dalam
penghilangan pigmen warna merah, hijau dan biru, tetapi karena harganya
terlalu mahal, maka dalam pemakaiannya biasanya dicampur dengan tanah
pemucat dengan jumlah yang disesuaikan terhadap jenis minyak sawit kasar
yang akan dipucatkan. Proses bleaching secara kimia pada dasarnya adalah
reaksi oksidasi zat warna oleh suatu zat kimia, sehingga terbentuk senyawa
tanpa warna, mungkin juga terjadi oksidasi terhadap gliserida, sehingga proses
ini jarang digunakan dalam pemucatan minyak untuk bahan makanan. Bahan-
bahan yang biasa dipakai sebagai oksidator antara lain adalah chlorine,
hypochloride, ozone, peroksida, sinar ultra violet dan lain-lain. Bleaching
dengan hidrogenisasi dan pemanasan biasanya dilakukan terhadap minyak
yang mengandung pigmen carotenoid.
Adsorben yang biasa digunakan untuk pemucatan minyak terdiri dari
bleaching clay, arang, dan arang aktif. Bleaching clay (bleaching earth), bahan
pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari
SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida.
Kelemahan adsorben ini adalah jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk
menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam
minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. Adsorben
terlalu kering menyebabkan daya kombinasinya dengan air telah hilang,
sehingga menurunkan daya penyerapan terhadap zat warna. Pemakaian asam
mineral untuk untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay menimbulkan bau
lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada proses
deodorisasi. Activated clay yang bersifat asam akan menaikkan kadar asam
lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya tahan kain saring yang
digunakan. Sedangkan kelebihannya adalah daya penyerapan terhadap warna
akan lebih aktif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah,
kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral
(Ketaren, 1986).
Menurut Ketaren (1986), aktivasi karbon (arang aktif) bertujuan untuk
memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup,
sehingga memperbesar kapasitas adsorbs terhadap zat warna. Keuntungan
menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih
efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga
arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan
sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah kurang lebih 0,1-0,2 persen dari
berat minyak. Arang aktif dapat juga menghilangkan sebagian bau yang tidak
dikehendaki dan mengurangi jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu
minyak. Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang
aktif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal di
dalam activated clay dan proses otooksidasi lebih cepat dengan minyak yang
dipucatkan dengan menggunakan arang aktif.
Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan muatan listrik
antara arang dan zat atau ion yang diserap. Bahan yang mempunyai muatan
listrik positif akan diserap lebih efektif oleh arang dalam larutan yang bersifat
basa dan sebaliknya, sedangkan penyerapan terhadap bahan non elektrolit tidak
dipengaruhi oleh keasaman atau sifat kebiasaan arang sebagai adsorben.
Pemucatan minyak bertujuan untuk menghasilkan kualitas dan mutu minyak
yang lebih menarik dilihat tanpa mengurangi kandungan karoten di dalam
minyak, dengan menggunakan adsorben, kandungan karoten dapat
diminimalisir (Ketaren, 1986).
Rendemen adalah perbandingan jumlah minyak setelah dan sebelum
proses pemucatan. Waktu proses merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi adsorbsi. Semakin lama waktu proses, adsorbsi berjalan lebih
optimal. Kenaikan rendemen seiring waktu proses kemungkinan dipengaruhi
proses desorbsi, yaitu kembalinya minyak yang telah diadsorbsi disebabkan
oleh kejenuhan adsorben. Proses desorbsi dapat mempengaruhi rendemen
karena pengukuran rendemen berdasarkan berat minyak. Selain itu,
peningkatan kadar kotoran dalam waktu 40 menit juga merupakan faktor yang
dapat mempengaruhi perhitungan rendemen minyak pasca pemucatan
(Suryani dkk., 2016).
E. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tujuan proses netralisasi adalah menghilangkan asam lemak bebas (FFA)
yang dapat menyebabkan bau tengik.
2. Proses pemurnian minyak nabati pada umumnya terdiri dari 4 tahap, yaitu:
proses pemisahan gum (degumming), proses pemisahan asam lemak bebas
(netralisasi), proses pemucatan (bleaching) dan proses penghilangan bau
(deodorisasi).
3. Rendemen netralisasi yang didapat kelapa kering adalah 0,295 sedangkan
pada proses pemucatan kelapa mengalami kegagalan karena tidak ada
minyak yang tersisa.

DAFTAR PUSTAKA

Adamczak, Marek. 2004. The Application of Lipases in Modifying the


Composition, Structure and Properties of Lipids-a Review. Polish Journal
of Food and Nutrition Sciences. Vol. 13/54, No 1, Page: 3-10.
Aisyah, Siti., Eny Yulianti dan A. Ghanaim Fasya. 2010. Penurunan Angka
Peroksida dan Asam Lemak Bebas (FFA) pada Proses Bleaching Minyak
Goreng Bekas Oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Moringa Oliefera.
Lamk) dengan Aktivasi NaCl. ALCHEMY, Vol. 1, No. 2, Hal: 93-103.
Baker, Ibrahim A., Alkass, Jalal E., Saleh, Hatem. 2013. Reduction of Oxidative
Rancidity and Microbial Activities of the Karadi Lamb Patties in Freezing
Storage Using Natural Antioxidant Extracts of Rosemary and Ginger.
International Journal of Agricultural and Food Research. Vol. 2, No.1,
Page: 31-42.
Buckle, K. A., R. A. Edwards., G. H. Feet dan M. Woston. 1987. Ilmu Pangan. UI
Press. Jakarta.
Dewi, Ratih Ratna. 2013. Karakterisasi Dan Penentuan Komposisi Asam Lemak
Dari Hasil Pemurnian Limbah Pengalengan Ikan Dengan Variasi Alkali
Pada Proses Netralisasi. Skripsi, Universitas Jember . Hal: 1-37.
Feryana, I Wayan Kukuh., Sugeng Heri Suseno dan Nurjanah. 2014. Pemurnian
Minyak Ikan Makerel Hasil Samping Penepungan Dengan Netralisasi
Alkali. JPHPI, Vol. 17, No.3, Hal: 207-214.
Hartini, Yustinah. 2011. Adsorbsi Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang
Aktif dari Sabut Kelapa. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Kejuangan ISSN 1693 4393. Pengembangan Teknologi Kimia untuk
Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Hal: 1-5.
Haryono., Muhammad Ali, dan Wahyuni. 2012. Pemucatan Minyak Sawit Mentah
Menggunakan Arang Aktif. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 6, No. 2, Hal: 41-45.
Kamalu C.I.O., E.C Osoka and Nwakaudu, M.S. 2012. Bleaching Of Crude Palm
Kernel Oil Using Activated Snail Shell. Research Journal in Engineering
and Applied Sciences, Vol. 1, No.5, Page: 323-326.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI press.
Jakarta.
Kurniati, Yeni dan Wahono Hadi Susanto. 2015. Pengaruh Basa Naoh Dan
Kandungan Alb Cpo Terhadap Kualitas Minyak Kelapa Sawit Pasca
Netralisasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 3, No 1, Hal: 193-203.
Mardiyah, Sausan Anbar. 2011. Pengaruh Metode Netralisasi Dan Kecepatan
Pengadukan Terhadap Mutu Faktis Gelap Dari Minyak Jarak (Castor oil).
Skripsi, Hal: 1-68.
Moeljaningsih. 2009. Kajian Penggunaan Bahan Pemucat Terhadap Kualitas
Minyak Goreng Bekas Keripik Buah. Peneliti pada Baristand Industri
Surabaya, Hal: 1-6.
Nuansa, Maria Pesona., Wahono Hadi Susanto dan Novita Wijayanti. 2016.
Karakteristik Kimia Fisik Minyak Kacang Tanah (Arachis Hypogaea L.)
Pasca Netralisasi (Kajian Konsentrasi Naoh Dan Lama Waktu Proses).
Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 4, No 1, Hal: 1-10.
Purba, Kartinatra. 2008. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Palm
Kernel Oil (PKO) Pada Tangki Penimbunan Di PT. Sarana Argo
Nusantara. Karya Ilmiah. Program Studi Diploma 3 Kimia Analis
Departemen Kimia Fakultas MIPA. Universitas Sumatera Utara. Hal: 1-21.
Ristianingsih, Yuli., Sutijan dan Arief Budiman. 2011. Studi Kinetika Proses
Kimia Dan Fisika Penghilangan Getah Crude Plam Oil (Cpo) Dengan
Asam Fosfat. Reaktor, Vol. 13, No. 4, Hal: 242-247.
Sara, Oliveira., Alves Sebastiao and Carvalho Renato. 2011. Study of degumming
and neutralization units. Department of Chemical Engineering, Instituto
Superior Tcnico, Technical University of Lisbon, Lisbon, Portugal, Page:
1-9.
Skevin, Dubravka Tomislav Domijan, Klara Kraljic, Jasenka Gajdos Kljusuric,
Sandra Nederal and Marko Obranovic. 2012. Optimization of Bleaching
Parameters for Soybean Oil. Food Technol. Biotechnol, Vol. 50, No. 2,
Page: 199-203.
Suryani, Eni., Wahono Hadi Susanto dan Novita Wijayanti. 2016. Karakteristik
Fisik Kimia Minyak Kacang Tanah (Arachis hypogaea) Hasil Pemucatan
(Kajian Kombinasi Asdorben Dan Waktu Proses). Jurnal Pangan dan
Agroindustri, Vol. 4, No 1, Hal: 120-126.
Suwarto., Yuke Octavianty dan Silvia Hermawati. 2014. Top 15 Tanaman
Perkebunan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Widhihastuti. 2005. Pengaruh Konsentrasi Naoh Pada Proses Pemasakan Serat
Daun Nanas Non Buah (Agave) Terhadap Sifat-Sifat Fisis Serat. Prosiding
Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005, Hal:
1-12.

LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Rendemen Netralisasi
( )
Minyak kelapa basah = 100%
( )
15,240
= 100,56 100%

= 15,155%
( )
Minyak kelapa kering = 100%
( )
0,296
= 100,20 100%

= 0,295%
( )
Lemak ayam = 100%
( )
8,440
= 100,17 100%

= 8,426%
( )
Lemak sapi = 100%
( )
0,375
= 100,43 100%

= 0,373%
2. Rendemen Pemucatan
( )
Minyak kelapa basah = 100%
( )
7,430
= 15,240 100%

= 48,753%
( )
Lemak ayam = 100%
( )
2,440
= 8,440 100%

= 2,910%

B. Dokumentasi
Gambar 4.3 Pemisahan dengan Gambar 4.4 Pemanasan minyak
corong pemisah dengan arang aktif

Gambar 4.5 Pendiaman agar sabun Gambar 4.6 Pemanasan minyak


terpisah

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LEMAK DAN MINYAK


DISUSUN OLEH :

Kelompok 8:
1. Isna Desmawanti (H3115039)
2. Nur Ida Handayani (H3115051)
3. Rizkyana Tisni A (H3115063)
4. Sandy Tri Wibowo (H3115065)
5. Veshtia Prihastuti D (H3115070)

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016

Anda mungkin juga menyukai