PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan sampah permukiman seharusnya memenuhi standar. Standar ini meliputi
persyaratan dan pengelolaan sampah permukiman di perkotaan untuk jenis sampah domestik
non B3 dan B3 dengan menerapkan 3R mulai dari kegiatan di sumber sampai dengan TPS.
Pengangkutan sampah merupakan salah satu komponen penting dan membutuhkan
perhitungan yang teliti, dengan sasaran mengoptimalkan waktu angkut yang diperlukan
dalam sistem pengelolaan sampah, khususnya bila beberapa faktor pendukung terpenuhi.
Jika pengelolaan pada suatu daerah buruk maka akan timbul beberapa dampak yang
ditimbulkan. Sampah dapat menimbulkan banyak hal negatif bagi lingkungan hidup. Tidak
hanya lingkungan hidup saja, sampah juga dapat menimbulkan hal negatif bagi manusia.
Dampaknya akan mengenai kesehatan tubuh secara langsung dan tidak langung. Dampak
sampah bagi lingkungan hidup seperti adanya pencemaran udara, pencemaran air, gangguan
estetika, hingga dampak sosial yang lain.
Adanya sampah yang berlebih, dapat menyebabkan penyakit diare, kolera, dan tifus
yang dapat menyebar dengan cepat. Hal tersebut dikarenakan adanya sampah yang tidak
dikelola dengan benar atau pengelolaan sampah disuatu daerah tidak mencukupi. Selain itu
juga bisa menyebabkan adanya penyakit demam berdarah, karena sampah biasanya menjadi
sarang berkembang biaknya nyamuk pada daerah yang berkubang air. Sampah yang tidak
dikelola dengan benar, juga dapat menimbulkan jamur dan bakteri. Jamur tersebut bisa
menjadi suatu penyakit, seperti jamur yang dapat berkembang pada kulit tubuh. Dampak lain
yang sangat tidak diinginkan tentu adanya penyakit yang dapat menyebar pada makanan.
Penyakit tersebut ditimbulkan oleh cacing pita atau yang juga disebut dengan taenia. Cacing
tersebut masuk kedalam tubuh binatang ternak melalui makanannya, jika makanan hewan
tersebut tidak sengaja berasal dari sampah atau sisa makanan.
1.2. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang diatas diperoleh beberapa tujuan, yaitu:
Secara umum, sampah merupakan sisa dari kegiatan sehari-hari yang sudah tidak
dapat dimanfaatkan atau dipergunakan lagi. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah bersumber dari berbagai kegiatan yang
menghasilkan sampah. Sumber sampah berasal dari: kegiatan penghasil sampah seperti pasar,
rumah tangga, pertokoan (kegiatan komersial/perdagangan), penyapuan jalan, taman atau
tempat umum lainnya, dan kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah yang sejenis
sampah. Sampah yang dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung limbah
berbahaya, seperti sisa batere, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas pemusnah nyamuk, sisa
biosida tanaman dan sebagainya (Damanhuri dan Tripadmi, 2010). Sampai saat ini paradigma
pengelolaan sampah yang digunakan adalah KUMPUL-ANGKUT- dan BUANG, dan
andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan permasalahan sampahnya adalah
pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA.
1 Plastik sampah
Keadaan TPS:
Data pada tabel di atas merupakan data yang diperoleh dari Laporan Bulanan
Kegiatan Kerja Seksi Dinas Kebersihan Kecamatan Setiabudi. Baris yang diberi warna
kuning merupakan kelurahan yang menjadi fokus pengamatan.
0.800
0.600
Heru
0.400
0.200 Ivan
0.000 Arleen
Hari
1.500
(L/orang) 1.000
Heru
0.500 Ivan
0.000 Arleen
Hari
Densitas
1.200
1.000
0.800
kg/L
0.600
Heru
0.400
Ivan
0.200 Arleen
0.000
Hari
Hari
60.00
Heru
40.00
Ivan
20.00
Arleen
0.00
Hari
Gambar 4.4. Hubungan Antara Komposisi Sampah Non Organik dan Hari
Tabel 4.5. Data Kuisioner
Pertanyaan 1 Pertanyaan 2
20 10
10 5
Pertanyaan 1 Pertanyaan 2
0 0
A B C A B
Pertanyaan 3 Pertanyaan 4
10 9
8
5 Pertanyaan 4
Pertanyaan 3 7
0 6
A B C D E A B
Pertanyaan 5 Pertanyaan 7
20 15
15
10
10 Pertanyaan Pertanyaan
5 5 5 7
0 0
A B A B
Pertanyaan 6 Pertanyaan 8
15 20
10
Pertanyaan 10 Pertanyaan
5 6 8
0 0
1 Kali 3 Kali A B
Perminggu Pertanyaan 6
1 Kali 2
3 Kali 13
4.2. Pembahasan
Pengamatan sampah rumahan (tempat tinggal) dilakukan oleh setiap anggota masing-
masing. Pengamatan dilakukan terhadap timbulan sampah dan komposisi sampah, baik
organik dan non organik. Setiap orang memiliki pola timbulan sampah yang berbeda-beda
setiap hari. Namun, timbulan sampah yang lebih banyak terjadi pada akhir pekan. Hal ini
dikarenakan aktivitas di rumah lebih banyak dibandingkan dengan hari-hari kerja.
Pengambilan data melalui kuisioner diambil pada responden sebanyak 15 orang yang
bertempat tinggal di Kelurahan Menteng Atas secara acak. Kuisioner berisi beberapa
pertanyaan mendasar untuk mengetahui karakter penghasil sampah dan mengetahui
bagaimana pengelolaan sampah pada kelurahan Menteng Atas berdasarkan pengalaman dan
keseharian responden tersebut.
Dari kuisioner yang telah dijawab oleh responden, rata-rata kebiasaan dalam
menangani sampah oleh masyarakat cukup baik. Misalnya dalam hal menangani sampah.
Mayoritas warga menangani sampah di rumah mereka dengan cara membuang ke tempat
sampah. Walaupun memang terdapat beberapa warga yang menangani sampah rumah tangga
dengan cara dibakar atau dibuang ke sungai, dan sedikit sekali jumlah warga yang menangani
sampah dengan cara didaur ulang dan composting.
Terlihat pada kelurahan Menteng Atas sebenarnya memiliki beberapa fasilitas
pengelolaan sampah seperti, Bank Sampah, TPS, gerobak pengumpul, dan sebagian
pengolahan kompos. Namun, banyak dari hal tersebut masih belum efektif dan mengikuti
standar yang ada. Misalnya banyak dari rumah warga di Kelurahan Menteng Atas tidak
memiliki bak penampungan sampah, armada pengumpul sampah dinilai kurang karena
seringnya gerobak para pengumpul yang penuh hingga sampah yang ada tumpah/berjatuhan
dijalanan, TPS yang dekat dengan pemukiman dan pasar menimbulkan bau dan pemandangan
yang tidak sedap, TPS juga lambat dalam masalah pengangkutannya ke TPA, TPS yang ada
juga tidak sesuai standar, Bank Sampah yang belum efektif karena kurangnya penyuluhan
kepada masyarakat untuk mengajak, selain itu ditambah lagi ketidakpedulian masyarakat dan
juga paradigma pemikiran masyarakat yang masih berpegang pada paradigma lama.
Paradigma pengelolaan sampah masyarakat Menteng Atas yang digunakan adalah kumpul-
angkut- dan buang, dan dalam menyelesaikan permasalahan sampahnya adalah pemusnahan
dengan landfilling pada sebuah TPA.
Gambar 1 : Pengelolaan sampah kumpul angkut buang
Dampak negatif akibat pengelolaan sampah yang buruk tidak hanya terjadi pada
kesehatan dan lingkungan saja, dapat juga berdampak pada ekonomi. Kerugian tidak
langsung karena rusaknya lingkungan, prasarana dan lain-lain, kemudian kerugian akibat
rusaknya air tanah atau air permukaan yang merupakan sumber air minum penduduk dalam
bentuk peningkatan biaya pengolahan atau proteksi yang harus diberikan.
Potensi untuk melakukan recycle pada sampah yang dihasilkan masyarakat Kelurahan
Menteng Atas sangat besar. Jumlah sampah yang dihasilkan dapat diolah untuk dijadikan
barang recycle misalnya, melaui bank sampah. Mayoritas dan bahkan semua barang yang
diterima di bank sampah merupakan barang yang dapat didaur ulang/recycle. Dari bank
sampah tersebut, barang yang dapat didaur ulang bisa dijadikan kerajinan atau juga bisa
dijual ke pengepul lainnya untuk diolah kembali menjadi bijih plastik dan lain-lain. Selain hal
tersebut dapat berguna untuk mengurangi timbulan sampah, hal itu juga dapat menjadi
penghasilan tambahan masyarakat sekitar dan dapat menjadikan semangat untuk mau
menabung di bank sampah.
Sampah organik yang dihasilkan dapat diolah menjadi kompos melalui komposter
sederhana rumahan. Namun dapat juga dikelola komunal, yang dapat digunakan untuk pupuk
tanaman disekitaran perumahan warga atau taman, juga dapat di jual dan dijadikan uang kas
warga.
Pengelolaan sampah pada masyarakat modern bertambah lama bertambah kompleks
sejalan dengan kekomplekan masyarakat itu sendiri. Pengelolaan sampah pada masyarakat
modern membutuhkan keterlibatan beragam teknologi dan beragam disiplin ilmu. Termasuk
di dalamnya teknologi-teknologi yang terkait dengan bagaimana mengontrol timbulan
(generation), pengumpulan (collection), pemindahan (transfer), pengangkutan
(transportation), pemrosesan (processing), pembuangan akhir (final disposal) sampah yang
dihasilkan pada masyarakat tersebut. Pendekatannya tidak lagi sesederhana menghadapi
masyarakat non-industri, seperti di perdesaan. Seluruh proses tersebut hendaknya
diselesaikan dalam rangka bagaimana melindungi kesehatan masyarakat, pelestarian
lingkungan hidup, namun secara estetika dan juga secara ekonomi dapat diterima. Beragam
pertimbangan perlu dimasukkan, seperti aspek adminsitratif, finansial, legal, arsitektural,
planning, kerekayasaan. Semua disiplin ini diharapkan saling berkomunikasi dan berinteraksi
satu dengan yang lain dalam hubungan interdipliner yang positif agar sebuah pengelolaan
persampahan yang terintegrasi dapat tercapai secara baik.
Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan
teknik-teknik, teknologi, dan program-program manajemen yang sesuai, untuk mencapai
sasaran dan tujuan yang spesifik dari pengelolaan sampah. USEPA di Amerika Serikat
mengidentifikasi 4 (empat) dasar pilihan manajemen strategi, yaitu:
a. Reduksi sampah di sumber
b. Recycling dan pengomposan
c. Transfer ke enersi (waste-to-energy)
d. Landfilling
Negara Bagian Kalifornia mengartikan konsep integrasi tersebut dengan menerapkan secara
hierarkhi pilihan teknologi tersebut, yaitu :
a. Reduksi sampah di sumber
b. Recycling dan pengomposan
c. Transformasi limbah
d. Landfilling
yang artinya transformasi sampah baru dipertimbangkan bila telah dilakukan upaya-upaya
recycling atau pengomposan sebelumnya, guna mengurangi secara kuantitatif sampah.
Gambar 2 merupakan konsep pengelolaan sampah permukiman secara terintegrasi.
5.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Tersedia fasilitas pemilahan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam
penanganan sampah serta peningkatan efektivitas program 3R (reuse, reduce, recycle) di
Bank Sampah pada Kelurahan Menteng Atas namun masih belum efektif dalam
pengerjaan;
2. Pengangkutan/pengumpulan sampah sulit dijangkau oleh angkutan sampah;
3. Rumah Masyarakat tidak memiliki bak sampah untuk menyimpan sampah sebelum
dikumpulkan oleh pengumpul.
4. Bau yang tidak sedap dan debu timbul akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
5. Aestetika menjadi persoalan juga akibat pengelolaan sampah yang tidak benar, karena
sampah berserakan, TPS yang dekat dengan pemukiman dan pasar.
6. Peroalan air lindi dapat menjadi persoalan bagi air tanah dan air permukaan karena dapat
mencemari.
7. Saluran air/sanitasi terbuka (paret) masyarakat mentas sering tersumbat dan menyebabkan
banjir karena adanya sampah yang menyumbat.
5.2. Saran
Berdasarkan simpulan yang ada, kami menyerankan beberapa hal diantaranya:
1. Setiap rumah wajib memiliki bak sampahyang tertutup.
2. Lebih sering dalam memberikan penyuluhan tentang pengelolaan sampah yang benar,
terutama yang dapat dilakukan dalam skala rumah tangga seperti memisahkan jenis
sampah sesuai dengan jenisnya.
3. Lebih mengefektifkan fungsi Bank Sampah.
4. Memperhatikan aspek estetika dan arsitektur lingkungan/kawasan;
5. Memperhitungkan volume sampah dan jangkauan pelayanan;
6. Mencegah perembesan air lindi ke dalam air tanah, mata air dan badan air;
7. Mengendalikan dampak akibat bau, lalat, tikus dan serangga lainnya; dan
8. Memperhitungkan dampak kesehatan terhadap lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Murtadho, Djuli dan Gumbira Said, E. 1988, Penanganan Dan PemanfaatanLimbah Padat,
Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.
SNI 3242. 2008. Pengelolaan Sampah Permukiman. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.
DATA PENDUKUNG
Pekerjaan responden :
Pekerjaan kepala rumah tangga :
Pendidikan kepala keluarga :
Penghasilan kepala rumah tangga (per bulan) :
a. < Rp1.000.000
b. Rp1.000.000 Rp5.000.000
c. > Rp5.000.000
Jumlah anggota keluarga berdasarkan usia
a. Usia 0-5 tahun :
b. Usia 6-17 tahun :
c. Usia 17-55 tahun :
d. Usia di atas 55 tahun :