PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah suatu proses membiarkan bayi dengan
nalurinya sendiri untuk menyusu sesegera dalam satu jam pertama setelah lahir,
bersamaan dengan kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu (Depkes RI, 2008).
kepada semua bayi untuk mendapatkan kolostrum yaitu ASI pada hari pertama dan
kedua untuk melawan berbagai infeksi dan mendapatkan ASI eksklusif selama 6
juga diharapkan dapat menurunkan kematian bayi (AKB) sesuai dengan pencapaian
neonatus. Penelitian yang dilakukan oleh Ghana terhadap 10.947 bayi lahir
menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan menyusu dalam waktu satu jam
pertama dan membiarkan kontak kulit ke kulit antara bayi dengan ibu, maka dapat
melakukan inisiasi menyusu dini akan meningkatkan risiko kematian pada masa
melaporkan bahwa 95% anak di bawah umur 5 tahun di Indonesia telah mendapat
2
ASI. Namun, hanya 44% yang mendapat ASI dalam satu jam pertama setelah lahir
dan hanya 62% yang mendapat ASI dalam hari pertama setelah lahir (SDKI, 2007).
Data UNICEF tahun 2003 menyebutkan bahwa angka cakupan praktik inisiasi
menyusu dini di dunia sebesar 42% dalam kurun waktu 20052010. Prevalensi
inisiasi menyusu dini di Indonesia sendiri masih lebih rendah yaitu 39%. Angka ini
masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain di sebagian negara Asia
(UNICEF, 2013). Hal ini menunjukkan program inisiasi menyusu dini di Indonesia
Saat ini, pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sangat rendah, padahal
ASI eksklusif memiliki manfaat yang besar bagi ibu maupun bayi. Manfaat bagi ibu
salah satunya untuk menurunkan resiko kanker payudara serta sebagai alat
kontrasepsi alamiah sedangkan bagi bayi ASI mengandung nutrisi yang optimal,
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 angka cakupan ASI
eksklusif di Indonesia pada bayi umur 4-5 bulan hanya 27 %. Angka cakupan
inisiasi menyusu dini. Inisiasi menyusu dini dan ASI eksklusif sejak lahir hingga
usia enam bulan merupakan dua praktik pemberian ASI yang penting untuk
kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimal bayi (Noer, 2011). Inisiasi menyusu
Isapan bayi dapat meningkatkan kadar hormon prolaktin yaitu hormon yang
merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itulah yang akan
meningkatkan produksi susu 2 kali lipat (Yuliarti, 2010). Pemberian ASI secara dini
atau inisiasi menyusu dini, memberikan kemungkinan delapan kali lebih besar
yang berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dengan keberhasilan ASI eksklusif.
Penelitian di Jakarta pada tahun 2003 juga menunjukkan bahwa bayi yang diberikan
kesempatan menyusu secara dini lebih tinggi persentase menyusunya pada enam
pengetahuan, dan motivasi baik ibu hamil, tenaga kesehatan atau penolong
persalinan itu sendiri (Lin-lin Su, 2007). Selain itu salah satu aspek yang
mempengaruhi pelaksanaan praktik inisiasi menyusu dini antara lain banyak ibu
yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang manajemen laktasi, pengaruh
budaya dan norma yang berkembang di kalangan anggota keluarga, rekan, dan
masyarakat secara umum (Dinkes, 2005). Oleh karena itu sikap petugas kesehatan
khususnya perawat yang didasari pengetahuan tentang inisiasi menyusu dini besar
pengetahuan ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini adalah baik (17,2%) ,cukup
(57,1%), dan kurang (25,7%). Menurut Anggraini (2010) mayoritas ibu hamil
4
inisiasi menyusu dini. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dan
sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini yang kurang masih perlu ditingkatkan
keberhasilan inisiasi menyusu dini yaitu pengetahuan ibu hamil. Hasil penelitiannya
(76%) melakukan inisiasi menyusu dini karena memiliki pengetahuan yang baik.
Jadi, dapat disimpulkan semakin baik pengetahuan ibu bersalin maka semakin baik
kepada masyarakat belum menyebar secara luas pada masa sekarang ini.
informasi tentang ASI eksklusif atau isu-isu lain dalam kesehatan ibu dan bayi
padahal pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki delapan kali lebih
berhasil apabila diawali dengan menyusu dini (Anggraini, 2010). Oleh sebab itu
informasi mengenai inisiasi menyusu dini perlu ditingkatkan lagi salah satunya
dan media yang tepat dalam penyampaian informasi agar target atau subjek dapat
menerima asupan informasi dengan baik. Pemilihan metode dan media yang tepat
leaflet, poster, atau media audiovisual. Akan tetapi data yang dipaparkan
menyimpulkan bahwa media poster dan leaflet kurang efektif dalam meningkatkan
pengetahuan dan sikap. Menurut Roestiyar (2001) dan Adrian (2010) teknik
teknik diskusi kelompok informasi yang didapat terbatas dan biasanya hanya
dikuasai oleh orang-orang yang suka bicara. Penelitian oleh Pandiangan (2005)
ternyata tidak lebih baik dari media audiovisual. Oleh sebab itu, salah satu media
yang tepat sasaran, efektif, serta menarik untuk digunakan dalam memberikan
informasi pada masyarakat salah satunya adalah media audiovisual (Dermawan &
Setiawati, 2008).
manusia 75% diperoleh melalui indera penglihatan, sehingga apabila indra tersebut
informasi. Menurut Sadiman et al., (2009) kelebihan dari media ini antara lain dapat
inisiasi menyusu dini di Yogyakarta sebesar 47,19% dari total angka kelahiran
hidup sebesar 4.658 bayi. Hal ini menunjukkan bahwa cakupan inisiasi menyusu
Puskesmas Jetis, Yogyakarta bahwa masih banyak ibu hamil yang tidak mengetahui
tentang inisiasi menyusu dini karena pemberian edukasi yang kurang adekuat dari
tenaga kesehatan di puskesmas. Selain itu, kebanyakan ibu hamil tidak pernah
dilakukan kurang lebih dua kali dalam masa kehamilan. Menurut tenaga kesehatan
penelitian. Selain itu, puskesmas tersebut memiliki cakupan angka kelahiran tinggi
yaitu sebesar 395 pertahun sedangkan prevalensi inisiasi menyusu dini sebesar
B. Rumusan Masalah
dengan media audiovisual terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
b. Mengetahui sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini sebelum dan
D. Manfaat Penelitian
1) Manfaat teoritis
2) Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
ibu hamil mengenai manfaat dan pentingnya inisiasi meyusu dini untuk
d. Bagi Pemerintah
9
terealisasikan secara baik dan merata sehingga kualitas kesehatan ibu dan
menyusu dini.
E. Keaslian Penelitian
Adapun beberapa penelitian lain yang mirip dengan penelitian ini antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari pada tahun 2010 yaitu Gambaran
Dini oleh Bidan di Ruang Bersalin RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten.
dini sebagian besar dalam rentang baik. Sebagian besar bidan bersikap positif
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Selain itu, tindakan yang dilakukan bidan sudah
masih sangat rendah. Persamaan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah
penelitian ini terletak pada metode penelitian dan populasi yang digunakan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Setiyowati pada tahun 2011 yaitu Efektifitas
dengan tidak adanya kelompok kontrol. Penelitian ini diikuti oleh 46 responden
yang sebelumnya berjumlah 50 orang, hal ini dikarenakan 4 orang anak masuk
3. Penelitian yang dilakukan oleh Goma pada tahun 2012 yaitu Pengaruh
eksperimental posttest only control group design dengan responden terdiri dari
sehingga didapatkan jumlah total sampel 60 orang. Hasil dari penelitian ini
bermakna pada ibu hamil yang diberi pengetahuan mengenai inisiasi menyusu
pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang inisiasi menyusu dini. Sedangkan
4. Penelitian yang dilakukan oleh Khresheh, et.al. pada tahun 2011 di Jordan
pretest and posttest design. Penelitian ini diikuti oleh 90 wanita primigravida
yang telah melahirkan bayi secara normal, kemudian seluruh responden ini
dibagi menjadi dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi yang
prosedur rumah sakit. Dari hasil yang didapatkan menyatakan bahwa edukasi
informasi ASI Eksklusif selama 6 bulan serta memiliki prevalensi yang lebih
5. Penelitian yang dilakukan oleh Carfoot, et.al. pada tahun 2005 di rumah sakit
dengan diikuti oleh 204 ibu, yang terbagi menjadi dua kelompok secara acak
yaitu kelompok intervensi yang diberikan perlakuan inisiasi menyusu dini atau
early skin-to-skin care dan kelompok kontrol dengan perlakuan sesuai rutinitas