Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENUGASAN KELOMPOK

FUNGSI ADVOKASI PERAWAT PADA PASIEN HEMATOLOGI

1. Advokasi Perawat
Hakikatnya profesi perawat menjadi profesi yang selalu berada
disamping pasien. Perawat memiliki kesempatan yang besar untuk
menjadi advokat bagi pasien. Dalam kata lain perawat memiliki
kesempatan yang besar untuk melindungi hak-hak pasiennya. Perawat
memang seharusnya menjadi pelindung bagi pasien, menjadi konseler
terkait dengan pengobatan dan proses kesembuhan yang akan diterima
pasien. Advokasi pasien menjadi salah satu peranan yang penting bagi
perawat. Ketika seseorang/pasien sakit, kekuatan fisik dan mentalnya
menurun pasien membutuhkan perlindungan dari perawat. Pasien dengan
kondisi lemah, kritis, dan mengalami gangguan seperti ini yang
membutuhkan seorang advokat untuk dapat melindungi kesejahteraannya.
Advokat tidak hanya ditunjukan untuk pasien dengan kondisi yang
lemah, namun juga ditunjukan pada pasien dengan pengetahuan yang
kurang berkaitan dengan pengobatan yang akan diterimanya. Perawat
dapat memberikan data-data yang dibutuhkan pasien dalam mengambil
keputusan tentang pengobatan dan proses terapi.
2. Pelaksanaan Tindakan Peran Advokasi Perawat
Menurut studi pendahuluan di Rumah Sakit Negeri Kabupaten
Semarang yang dikutip dari jurnal Etty Nurul Afidah dan Madya Sulisno
(2013) yang berjudul ‘’Gambaran Pelaksanaan Peran Perawat Di Rumah
Sakit Negeri Di Kabupaten Semarang’’ ditemukan bahwa peran advokasi
perawat masih belum optimal. Pada rumah sakit tersebut perawat sudah
memberikan informasi yang dibutuhkan pasien, berusaha memenuhi hak-
hak pasien dan menjadi penghubung dengan tenaga kesehatan lainnya.
Namun aspek-aspek dasar seperti pengetahuan tentang kondisi pasien,
bargaining posistion dan berkolaborasi dengan profesi lain masih lemah.
Menurut jurnal “ Gambaran Pelaksanaan Peran Advokasi Perawat Di
Rumah Sakit Negeri Di Kabupaten Semarang” pelaksanaan peran advokat
perawat di rumah sakit Negeri Kabupaten Semarang sudah terlaksana
yaitu seperti pemberian informasi tentang diagnosa, diit, latihan, dan
penyembuhan. Dirumah sakit tersebut perawat juga berperan
menjembatani antara pasien dan tim kesehatan lain. Perawat juga berperan
menjadi penengah antara dokter dan pasien. Dirumah sakit negeri
kabupaten semarang perawat juga menerapkan peran advokasinya dengan
melindungi pasien. salah satu informan mengatakan kadang-kadang ada
dokter yang mengintruksikan untuk meresusitasi bayi namun ternyata
perawat menemukan keadaan bayi yang berat badannya ekstrim rendah
sehingga jika tetap dilakukan resusitasi akan membahayakan nyawa bayi
tersebut. Sehingga perawat mengkomunikasikan kembali dengan dokter.
Ini adalah salah satu peran perawat melindungi pasiennya.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Peran Advokasi
Dalam pelaksanaan peran advokasi perawat ada faktor-faktor yang
menghambat terlaksananya peran tersebut. Salah satunya adalah
kepemimpinan dokter. Di rumah sakit negeri kabupaten semarang perawat
sudah mencoba untuk ikut memberi masukan terhadap terapi yang akan
diberikan pada pasien namun masih ada dokter yang salah mengerti
dengan maksud perawat. Ada dokter yang menganggap bahwa perawat itu
menyuruh dokter, padahal maksudnya hanya untuk mendiskusikan terapi
yang akan diberikaan.
Terbatasnya jumlah tenaga perawat juga menjadi faktor penghambat.
Misal satu perawat yang merawat satu atau dua pasien akan lebih memiliki
waktu untuk fokus pada pasiennya, ketimbang dengan perawat yang
merawat pasien banyak. Perawat akan susah fokus pada kesembuhan
pasiennya atau tidak optimal dalam perawatan karena harus membagi
fokusnya pada pasien lain.
Selain faktor penghambat ada juga faktor yang mendukung pelaksanaan
peran advokasi seperti yang dikutip dari jurnal Etty Nurul Afidah dan
Madya Sulisno (2013) yang berjudul ‘’Gambaran Pelaksanaan Peran
Perawat Di Rumah Sakit Negeri Di Kabupaten Semarang’’yaitu kondisi
pasien dan dukungan dari instansi. Kondisi pasien dengan ekonomi rendah
akan menerima apa yang perawat sampaikan namun berbeda dengan
pasien dengan ekonomi menengah keatas, mereka biasanya lebih
mendengarkan tim medis. Instansi selalu memberi motivasi untuk
melakukan peran advokasi pada pasien.
4. Hubungan Jurnal Advokasi Dengan Pasien Hipertensi
Pada pasien hipertensi peran advokasi yang dapat diberikan yaitu
dengan mengkomunikasikan kondisi pasien pada keluarga atau pun pasien.
Pasien dan keluarga memiliki hak untuk tahu kondisi dan keadaan pasien.
Perawat juga harus mengedukasi pasien seputar penyakitnya dan cara
menanganinya. Berikan informasi seputar diit dan latihan yang dapat
dilakukan pasien. Komunikasikan terapi apa yang akan diterima oleh
pasien, komunikasi sangat penting dalam terlaksananya peran advokasi
pada pasien. Perawat juga harus mampu menjadi penengah antara pasien
dan tenagga kesehatan lain. Perawat mendiskusikan dengan dokter
pengobatan apa yang paling baik diberikan pada pasien. Jika perawat
menemukan bahwa pengobatan yang sudah direncanakan dapat
membahayakan keadaan pasien maka komunikasikan kembali dengan
dokter, sebutkan keadaan pasien. Pada pasien hipertensi juga dapat
dilakukan latihan (exercise) seperti senam aerobik low impact.
Perawat dapat mengedukasi seputar senam ini, manfaat dan langkahnya
senam yang benar. Disini perawat juga dapat melaksanakan peran
advokasinya dengan mempengaruhi keputusan pasien. Jika latihan ini
memang bagus untuk pasien maka usahakan pasien setuju untuk
mengikuti senam tersebut, namun jika pasien tetap tidak setuju maka
perawat juga harus menghargai keputusan pasien.
5. Menurut Notoatmodjo, (2012) mengatakan bahwa, untuk mencapai dari
tujuan advokasi, terdapat empat kesatuan dalam tujuan itu sendiri, yaitu :
1. Komitmen Politik (Political Commitment)
Komitmen dalam hal ini para pembuat keputusan atau penentu kebijakan
dapat diwujudkan dengan penyataan dari pemerintah yang dukungan atau
persetujuan terhadap isu-isu kesehatan.
2. Dukungan Kebijakan (Policy Support)
Setelah adanya komitmen politik dari para eksekutif, maka perlu ditindak
lajuti dengan advokasi lagi agar dikeluarkan program yang telah memperoleh
komitmen politik tersebut. Perlu adanya aturan-aturan yang tertulis dalam
pelaksanaan advokasi di keperawatan.
3. Dukungan Masyarakat (Social Acceptance)
Komitmen politik dan dukungan kebijakan dari pemerintah, perlu
disosialisasikan untuk memperoleh dukungan masyarakat. Penerimaan sosial
artinya diterimanya suatu program atau kegiatan oleh masyarakat.
4. Dukungan Sistem (System Support)
Agar suatu program kesehatan berjalan baik, maka perlunya tercipta sebuah
lingkungan dan sistem (mekanisme) yang mendukung terlaksananya suatu
program secara efektif dan efisien.

6. Metode Advokasi
Menurut Notoatmodjo, (2012), dalam rangka melakukan sebuah advokasi
terhadap pihak yang bersangkutan, terdapat beberapa cara atau bentuk-bentuk
advokasi untuk mencapai tujuan itu bermacam-macam, antar lain :
1. Lobi Politik (Political Lobiying)
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal dengan para pejabat untuk
mengimpormasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang
akan dilaksanakan.
2. Seminar atau Persentasi
Seminar atau persentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas sektor. Petugas
kesehatan menyajikan masalah kesehatan diwilayah kerjanya, lengkap dengan
data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program pemecahannya,
diperoleh komitmen dan dukungan terhdapat program yang dilaksanakan.
3. Media
Advokasi media adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan
media khususnya media massa. Melalui media cetak maupun media
elektronik permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel,
berita, diskusi, penyampaian pendapat, dn sebagainya.
4. Perkumpulan Peminat (Asosiasi)
Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat atau interes
terhadap permaslahan tertentu atau perkumpulan propesi, juga merupakan
bentuk advokasi.

Anda mungkin juga menyukai