Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air didayagunakan untuk kehidupan serta penghidupan manusia dan

lingkungannya. Setiap makhluk hidup di bumi ini tidak akan dapat bertahan hidup

tanpa air. Air merupakan sumber daya vital yang sekaligus paling berlimpah di muka

bumi, dimana sekitar 71% permukaan bumi tertutupi oleh air. Namun air yang dapat

dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat hanya tersedia secara

terbatas. Dari seluruh air yang ada di bumi, 97,2% nya adalah air laut dan hanya 2,8%

yang berupa air baku (fresh water). Sebanyak 70% dari air baku tersebut berbentuk

benua dan gunung es di kutub bumi sedangkan sisanya berada di tanah dan sebagian

lagi berada jauh di dalam akuifer di perut bumi (Kodoatie, 2012).

Masalah air bersih dan air minum saat ini menjadi perhatian khusus bagi

negara-negara maju maupun negara yang sedang berkembang. World Health

Organization (WHO) melaporkan bahwa lebih dari 884 juta orang di dunia memiliki

akses yang rendah terhadap air minum (WHO/UNICEF, 2010). Di Indonesia,

masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Basic Human

Services (BHS) di Indonesia menunjukkan bahwa 12% masyarakat mencuci tangan

setelah buang air besar, 9% setelah membersihkan tinja bayi dan balita, 14% sebelum

makan, 7% sebelum memberi makan bayi, dan 6% sebelum menyiapkan makanan.

Sementara studi lain yang dilakukan oleh BHS tentang perilaku pengelolaan air

1
Universitas Sumatera Utara
2

minum rumah tangga menunjukan bahwa 99,20% masyarakat merebus air untuk

mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air yang direbus tersebut masih

mengandung Eschericia coli (Depkes RI, 2008).

Air minum yang mengandung E. coli merupakan penyebab utama penyakit

diare. Di Indonesia angka morbiditas dan mortalitas diare masih tinggi. Berdasarkan

survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan pada

tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens diare naik. Pada tahun 2000 IR

penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374/1000 penduduk,

tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 naik menjadi 411/1000

penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR

yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah

kasus 8.133 orang, kematian 239 orang dengan CFR 2,94%. Tahun 2009 terjadi KLB

di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang

(CFR 1,74%), sedangkan pada tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan

jumlah penderita 4.204 dan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Subdit Pengendalian

Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI, 2011).

Kesepakatan internasional Millenium Development Goals (MDGs) secara

umum ditujukan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan tingkat

kesejahteraan masyarakat di berbagai belahan dunia. Dalam tujuan ketujuh target ke

sepuluh dijelaskan bahwa MDGs bertujuan untuk menjamin keberlanjutan

lingkungan, dimana salah satu sasaran utamanya adalah mengurangi separuh dari

proporsi penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar.

Universitas Sumatera Utara


3

Berkaitan dengan hal tersebut, hasil perhitungan BPS tahun 2010 menunjukkan

bahwa data nasional pada tahun 2009 untuk cakupan pelayanan air minum adalah

sebagai berikut: (1) Perkotaan dan Pedesaan sebesar 47,71% (110,39 juta jiwa); (2)

Perkotaan sebesar 49,82% (62,48 juta jiwa); dan (3) Pedesaan sebesar 45,72% (48,45

juta jiwa). Dengan demikian berarti untuk mencapai target pada MDGs 2015 masih

dibutuhkan 21,16% untuk perkotaan dan pedesaan, atau 25,47% untuk perkotaan dan

20,69% untuk target pedesaan (Direktorat Penyehatan Lingkungan, 2013).

Pemerintah dalam hal ini telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan

sanitasi. Pemerintah juga telah melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain

melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) atau

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di 6 Kabupaten pada tahun 2005,

kemudian dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri

Kesehatan pada tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci

tangan secara nasional oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat bersama

Menteri Prendidikan Nasional dan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan tahun

2007 (Depkes RI, 2008).

Khusus dalam bidang air minum, promosi dan kampanye pentingnya

mengolah air minum yaitu dengan cara direbus atau dengan cara lain seperti

penggunaan chlorine telah dilakukan dalam jangka waktu yang lama baik oleh

pemerintah Indonesia melalui departemen dan Dinas Kesehatan serta berbagai

organisasi serta lembaga swadaya masyarakat (Depkes RI, 2008). Selain itu Yayasan

Dian Desa bekerja sama dengan Swiss Federal Institute of Aquatic Science and

Universitas Sumatera Utara


4

Technology (EAWAG)/Departemen Air dan Sanitasi di Negara Berkembang

(SANDEC) juga telah memperkenalkan suatu alternatif pengelolaan air minum yaitu

Solar Water Disinfection (SODIS).

SODIS adalah teknologi sederhana yang memanfaatkan sinar matahari untuk

membunuh mikroorganisme patogen dalam air sehingga diperoleh air layak minum

yang bebas bakteri. Berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh Swiss Federal Istitute

of Aquatic Science And Technology (EAWAG) / Departemen Air dan Sanitasi di

Negara Berkembang (SANDEC) bekerja sama dengan Yayasan Dian Desa

Yogyakarta diketahui bahwa SODIS merupakan alternatif pengolahan air minum

yang cukup menjanjikan bagi masyarakat Indonesia (Aristanti, 2005).

Untuk memberdayakan masyarakat agar dapat memanfaatkan SODIS sebagai

alternatif pengolahan air minum rumah tangga, masyarakat disarankan untuk

menggunakan botol bekas air kemasan yang bening atau transparan (tidak berwarna)

berkode Polyethylene Terephthalate (PET) sebagai wadah SODIS. Hal ini didasari

pada hasil percobaan yang dilakukan bersama oleh Yayasan Dian Desa dan

masyarakat bahwa botol bekas air kemasan merupakan wadah yang paling mudah,

murah, dan aman untuk digunakan sebagai wadah SODIS (Aristanti, 2005).

Desa Sei Rejo merupakan salah satu desa yang pernah diintervensi program

STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat). Desa Sei Rejo ini terletak di Kecamatan

Sei Rampah Kabupaten Serdang Badagai. Pada tahun 2010, Dinas Kesehatan melalui

Puskesmas setempat mensosialisasikan program STBM ini kepada masyarakat. Pada

program ini, selain upaya mengajak masyarakat tidak buang air besar sembarangan

Universitas Sumatera Utara


5

sebagai fokus utama, juga disosialisasikan tentang SODIS sebagai salah satu cara

pengelolaan air minum rumah tangga yang aman.

Pelaksanaan SODIS di Desa Sei Rejo bertujuan untuk memberikan satu

alternatif pengolahan air minum selain merebus, sehingga masyarakat setempat yang

sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dapat terbantu dalam hal ekonomi,

mengingat biaya mahal yang harus dikeluarkan untuk membeli gas/ mencari kayu

untuk bahan bakar merebus air atau biaya untuk membeli air minum isi ulang. Selain

itu, kondisi wilayah setempat Desa Sei Rejo juga mendukung pelaksanaan SODIS.

Desa Sei Rejo ini memiliki intensitas cahaya matahari dan suhu udara yang tinggi,

memiliki beberapa ruang terbuka seperti lapangan sepak bola dan lahan kosong untuk

menjemur air SODIS, dan air sumur yang kekeruhannya < 30 NTU sehingga di desa

ini cocok dilakukan SODIS.

Namun berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui

ternyata aplikasi SODIS di Desa Sei Rejo ini tidak bersifat langgeng. Banyak

masyarakat yang akhirnya lebih memilih untuk kembali ke kebiasaan lama mereka

dalam pengolahan air minum rumah tangga, yaitu merebus air sumur, membeli air

minum isi ulang, atau bahkan memasukkan air sumur hasil penjernihan dengan

saringan pasir langsung ke dalam dispenser untuk kemudian diminum. Hal ini terjadi

karena masyarakat khawatir air yang dihasilkan dari teknologi SODIS ini belum

benar-benar bebas dari kuman dan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Menurut

pandangan masyarakat, kuman atau bakteri dalam air hanya dapat mati ketika air

dimasak sampai mendidih pada suhu 100oC dan proses pengolahan air minum seperti

Universitas Sumatera Utara


6

itu tidak dapat dilakukan dengan menggunakan wadah botol plastik karena wadah

botol plastik tidak tahan terhadap panas dan akan meleleh jika suhu air di dalamnya

tinggi. Sedangkan pada SODIS mereka melihat botol PET tidak meleleh sehingga

mereka beranggapan bahwa suhu di dalam wadah tidak terlalu tinggi yang berarti

kuman dan bakteri belum mati.

Kaca adalah salah satu produk industri kimia yang merupakan gabungan dari

berbagai oksida anorganik yang tidak mudah menguap, yang dihasilkan dari dekomposisi

dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya.

Jika dibandingkan dengan wadah botol plastik PET, kaca tidak mengalami fotodegradasi

dan dapat digunakan lebih lama karena lebih tahan terhadap efek penuaan botol. Selain

itu, kaca merupakan isolator yang baik yang memiliki sifat tembus pandang, kuat, tahan

panas, tidak tembus gas, cairan, dan padatan, serta dapat dipakai kembali (returnable)

(McGuigan, 2013). Oleh karena sifat-sifat tersebut, botol kaca diasumsikan dapat

digunakan sebagai wadah untuk SODIS.

Penerapan SODIS didasarkan pada prinsip bahwa mikroorganisme atau bakteri

sangat peka terhadap sinar ultraviolet dan panas yang berasal dari sinar matahari.

Penyinaran oleh sinar ultraviolet akan menyebabkan bakteri pada permukaan yang

terpapar langsung oleh sinar ultraviolet atau bakteri yang dekat dengan permukaan

medium transparan mengalami gangguan replikasi DNA. Sedangkan panas yang

berasal dari sinar matahari akan diserap oleh wadah SODIS sehingga suhu air di

dalamnya meningkat dan bakteri tertentu yang sensitif terhadap suhu yang dicapai

akan mati. Pada dasarnya setiap benda dapat memancarkan dan menyerap radiasi

Universitas Sumatera Utara


7

panas. Penyerapan radiasi panas tersebut sangat tergantung pada suhu dan warna

benda, benda-benda berwarna hitam lebih banyak menyerap kalor dan memantulkan

sebagian kecil kalor jika dibandingkan dengan benda yang berwarna terang

(Arizenjaya, 2011). Sinergi antara sinar ultraviolet dan panas ini akan menghasilkan

kekuatan yang lebih besar untuk membunuh mikroorganisme atau bakteri.

Untuk memastikan bahwa air yang dihasilkan dari teknologi SODIS dengan

menggunakan wadah botol kaca benar-benar tidak mengandung mikroorganisme dan

dapat diminum, maka air harus diuji kualitas mikobiologisnya. Indikator yang

digunakan untuk menguji efisiensi dan efektivitas SODIS dalam hal ini adalah

Escherichia Coli (E.coli). Dipilihnya E.coli sebagai indikator karena E.coli

memenuhi syarat sebagai suatu organisme indikator untuk mengetahui adanya

kontaminasi faecal (tinja) dalam air minum dan telah diakui secara universal (WHO,

2010; McGuigan, 2013). Air yang memenuhi syarat sebagai air minum tidak boleh

mengandung bakteri E. coli (0 per 100 ml sampel).

Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh

wadah (botol kaca bening, botol kaca berwarna hijau, botol kaca berwarna cokelat)

dan lama penjemuran dalam pengolahan air dengan teknologi Solar Water

Desinfection (SODIS) terhadap kualitas mikrobiologis air minum di Desa Sei Rejo

Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai untuk memperoleh alternatif

wadah dan lama penjemuran air baku air minum pada teknologi SODIS sehingga

dapat dihasilkan air minum yang memenuhi syarat mikrobiologis air minum.

Universitas Sumatera Utara


8

1.2. Permasalahan

Teknologi Solar Water Desinfection (SODIS) telah disosialisasikan kepada

masyarakat Desa Sei Rejo Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

sebagai salah satu cara pengelolaan air minum rumah tangga yang aman. Namun

berdasarkan survei awal yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui ternyata aplikasi

SODIS di Desa Sei Rejo ini tidak bersifat langgeng. Banyak masyarakat yang

akhirnya lebih memilih untuk kembali ke kebiasaan lama mereka dalam pengolahan

air minum rumah tangga, yaitu merebus air sumur, membeli air minum isi ulang, atau

bahkan memasukkan air sumur hasil penjernihan dengan saringan pasir langsung ke

dalam dispenser untuk kemudian diminum.

Hal ini terjadi karena masyarakat khawatir air yang dihasilkan dari teknologi

SODIS ini belum benar-benar bebas dari kuman dan bakteri yang berbahaya bagi

kesehatan. Menurut pandangan masyarakat, kuman atau bakteri dalam air hanya

dapat mati ketika air dimasak sampai mendidih pada suhu 100oC dan proses

pengolahan air minum seperti itu tidak dapat dilakukan dengan menggunakan wadah

botol plastik karena wadah botol plastik tidak tahan terhadap panas dan akan meleleh

jika suhu air di dalamnya tinggi. Sedangkan pada SODIS mereka melihat botol PET

tidak meleleh sehingga mereka beranggapan bahwa suhu di dalam wadah tidak terlalu

tinggi yang berarti kuman dan bakteri belum mati.

Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu

bagaimana pengaruh wadah (botol kaca bening, botol kaca berwarna hijau dan botol

kaca berwarna cokelat) pada beberapa waktu penjemuran dalam pengolahan air

Universitas Sumatera Utara


9

dengan teknologi SODIS terhadap kualitas mikrobiologis air minum di Desa Sei Rejo

Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh wadah (botol kaca bening, botol kaca berwarna hijau, botol

kaca berwarna cokelat) dan lama penjemuran dalam pengolahan air dengan teknologi

Solar Water Disinfection (SODIS) terhadap kualitas mikrobiologis air minum.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho : Tidak terdapat perbedaan rata-rata kualitas mikrobiologis air minum pada

setiap kombinasi perlakuan wadah dan lama penjemuran dalam pengolahan

air dengan teknologi Solar Water Disinfection (SODIS) di Desa Sei Rejo

Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

Ha : Terdapat perbedaan rata-rata kualitas mikrobiologis air minum pada setiap

kombinasi perlakuan wadah dan lama penjemuran dalam pengolahan air

dengan teknologi Solar Water Disinfection (SODIS)di Desa Sei Rejo

Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai

Universitas Sumatera Utara


10

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Dapat berguna sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk memilih wadah

dan lama penjemuran yang paling efektif dalam pengolahan air dengan

teeknologi Solar Water Disinfection (SODIS) sebagai salah satu alternatif

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAM-RT).

2. Sebagai bahan informasi bagi penelitian atau studi sejenis dan studi lebih lanjut

tentang teknologi Solar Water Disinfection (SODIS) dan pengolahan air minum.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai