Anda di halaman 1dari 16

REFRESHING

STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


PARTUS LAMA

Disusun oleh :
Ventine Augustina Masro Sianturi
2013730116

Dokter Pembimbing
dr. Edy Purwanta Sp.OG

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
A. Definisi
Persalinan macet atau persalinan lama disebut juga distosia,
didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit.
Partus lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum
dimaksudkan persalinan yang abnormal atau sulit. Sementara itu, WHO
secara lebih spesifik mendefinisikan partus lama (prolonged labor/partus
lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Hal
tersebut didukung juga oleh pernyataan Manuaba mendefinisikan partus
lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam, artinya
persalinan harus dapat diselesaikan dalam waktu 24 jam. Waktu
pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah penambahan antara
kala I dan kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu, terdapat
variasisebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam
penentuan partus lama adalah 18 jam.

B. Etiologi
Partus lama secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang
disebabkan oleh 3 faktor:

1. Kelainan tenaga atau his (Power)

Power mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja kontraksi


yang kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi dengan baik
sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran bukaan serviks.Dalam
kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan volunter ibu saat kala
II.His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kesulitan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak
dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan
1. Distosia karena kelainan tenaga (his)
Distosia karena kelainan tenaga (his) adalah his yang tidak normal,
baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran
persalinan. Satu sebab yang penting dalam kelainan his, khususnya inersia
uteri, ialah apabila bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan

1
segmen bawah uterus misalnya pada kelainan letak janin atau disproporsi
sefalopelvik. Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda
maupun hidramnion juga dapat merupakan penyebab dari inersia uteri
yang murni.
Jenis-jenis kelainan his :
- Inersia uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih
kuat dan lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap
menonjol. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman,
singkat dan jarang daripada biasa.
Inersia uteri dibagi atas 2 keadaan :
1). Inersia uteri primer. Kelemahan his timbul sejak permulaan persalinan.
2). Inersia uteri skunder. Kelemahan his yang timbul setelah adanya his
yang kuat, teratur dan dalam waktu yang lama.
Inersia uteri menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan
akibat-akibatnya terhadap ibu dan janin
- Tetania uteri (hypertonic uterine contaction)
Adalah his yang terlampau kuat dan terlampau sering sehingga tidak
ada relaksasi rahim. His yang terlampau kuat dan terlampau efisien
menyebabkan persalinan selesai dalam waktu singkat. Partus yang sudah
selesai kurang dari 3 jam dnamakan partus presipitatus: sifat his normal,
tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada kekuatan his.
Akibatnya dapat terjadi perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks
uteri, vagina, dan perineum, pada bayi dapat terjadi perdarahan
intrakranial.
- Incoordinate uterine action
Di sini sifat his berubah-ubah, tonus otot uterus meningkat juga diluar
his, tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara kontraksi dan bagian-
bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan
apalagi pengeluaran janin.

2. Kelainan janin (Passengger)

2
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan
dalam letak atau dalam bentuk janin, presentasi, posisi atau perkembangan
janin.
1. Distosia karena kelainan janin
Abnormalitas pada presentasi, posisi atau perkembangan janin antara lain ;
Presentasi bokong
Presentasi muka
Presentasi dahi
Presentasi puncak
Letak lintang
Presentasi majemuk
Makrosomia feetalis
Hidrosefalus
Perut bayi yang besar penyebab distosia (distensi hebat vesika urinaria,
pembesaran ginjal dan hati)
Kembar siam
Distosia bahu pada kala II ;
- Kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut dan tidak dapat
dilahirkan
- Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva
- Dagu tertarik dan menekan perineum
- Tarikan pada kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap
dibelakang simfisis pubis

2. Kelainan jalan lahir (Passage)


Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
- Distosia akibat kesempitan panggul
a. Kesempitan pintu atas panggul, pintu atas panggul dikatakan sempit jika
ukuran konjugata vera kurang dari 10 cm atau diameter transversa
kurang dari 12 cm.

3
b. Kesempitan panggul tengah, bila jumlah diameter interspinarum ditambah
diameter sagitalis posterior 13,5 cm (normalnya 10,5 +5 cm =15,5 cm )
c. Kesempitan pintu bawah panggul, diartikan jika distansia intertuberum
8 cm.
d. Kesempitan panggul umum, mencakup adanya riwayat fraktur tulang
panggul, poliomielitis, kifoskoliosis, wanita yang bertubuh kecil, dan
dismorfik, pelvik kifosis.
Abnormalitas pada jalan lahir yang bukan tulang panggul :
1. Abnormalitas vulva ( atresia vulva, inflamasi vulva, tumor dekat vulva)
2. Abnormalitas vagina (atresia vagina, seeptum longitudinalis vagina,
striktur anuler)
3. Abnormalitas serviks (atresia dan stenosis serviks, Ca serviks)
4. Kelainan letak uterus (antefleksi, retrofleksi, mioma uteri, mioma serviks)
5. Tumor ovarium (jinak atau ganas)

C. Klasifikasi
Adapun distosia/partus lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola
persalinannya.Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi
tiga kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten
memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang
disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase aktif
terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya.Jenis kelainan pertama
pada kala I fase aktif disebut protraction disorder.Kelainan kedua, disebut
arrest disorder.
Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami
pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang lebih
lama menjadi dua kelompok utama, yaitu cephalopelvic disproportion/ CPD
dan kelompok lainnya adalah failure to progress. Kelompok pertama
memaksudkan lamanya persalinan yang memanjang disebabkan oleh faktor
pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada kelompok kedua disebabkan
secara murini oleh gangguan kekuatan persalinan.

4
Kelainan Kala I
1. Fase laten memanjang
Friedman mengembangkan konsep tiga tahap fungsional pada
persalinan untuk menjelaskan tujuan-tujuan fisiologis persalinan.
Walaupun pada tahap persiapan (preaptory division) hanya terjadi sedikit
pembukaan serviks,cukup banyak perubahan yang terjadi pada komponen
jaringan ikat serviks. Tahap pembukaan/ dilatasi (dilatational division)
adalah saat pembukaan paling cepat berlangsung.Tahap panggul (pelvic
division) berawal dari fase deselerasi pembukaan serviks. Mekanisme
klasik persalinan yang melibatkan gerakan-gerakan dasar janin pada
presentasi kepala seperti masuknya janin ke panggul, fleksi, putaran paksi
dalam, ekstensi dan putaran paksi luar terutama berlangsung dalam fase
panggul.Namun dalam praktik, awitan tahap panggul jarang diketahui
dengan jelas.

Gambar perjalanan persalinan

Pola pembukaan serviks selama tahap persiapan dan pembukaan


persalinan normal adalah kurva sigmoid. Dua fase pembukaan serviksa
adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan fase aktif yang
sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif
menjadi fase akselerasi, fase lereng (kecuraman) maksimum, dan fase
deselerasi.

5
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai
merasakan kontraksi yang teratur. Selama fase ini, orientsi kontraksi uterus
berlangsung bersama pendataran dan pelunakan serviks. Kriteria minimum
Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan
pembukaan serviks 1,2 jam baginulipara dan 1,5 cm untuk ibu multipara.
Kecepatan pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu.
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan
sebagai apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam
pada multipara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase laten antara lain
adalah anestesia regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks
yang buruk (misal: tebal, tidak mengalami pendataran atau tidak
membuka) dan persalinan palsu. Friedman mengklaim bahwa istirahat atau
stimulasi oksitosin sama efektif ndan amannya dalam dalam memperbaiki
fase laten berkepanjangan. Istirahat lebih disarankan karena persalinan
palsu sering tidak disadari.Karena adanya kemungkinan persalinan palsu
tersebut, amniotomi tidak dianjurkan.
2. Fase Aktif Memanjang
Kemajuan peralinan pada ibu nulipara memiliki makna khusus
karena kurva-kurva memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman
pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam hal ini, fase aktif persalinan dari
segi kecepatan pembukaan serviks tertinggi. Secara konsistensi berawal

6
dari saat pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, diserati kontraksi uterus,
dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif.
Demikian pula kurva-kurva ini memungkinkan para dokter mengajukan
pertanyaan, karena awal persalinan dapat secara meyakinkan di diagnosis
secara pasti, berapa lama fase aktif harus berlangsung.
Kecepatan pembukaan yang dianggap normal untuk persalinan
pada nulipara adalah 1,2cm/jam, maka kecepatan normal minimum adalah
1,5 cm/jam. Secara spesifik, ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan
pembukaan 3 4 cm dapat diharapkan mencapai pembukaan 8 - 10 cm
dalam 3 - 4 jam.Pengamatan ini mungkin bermanfaat.Sokol dan rekan
melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit kelainan fase aktif,
sedangkan pada multigravida angkanya adalah 15%.
Memahami analasisi Friedman mengenai fase aktif bahwa
kecepatanpenurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan
serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan.Penurunan dimulai pada
saat tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada pembukaan sekitar 7-8 cm.
Friedman membagi lagi masalah fase aktif menjadi gangguan protraction
(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arest (macet, tak maju).
Ia mendefinisikan protraksi sebagai kecepatran pembukaan atau
penurunan yang lambat, yang untuk nulipara, adalah kecepatan
pembukaan kurang dari 1,2 cm/jam atau penurunan kurang dari 1 cm per
jam. Untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan
pembukaan kurang dari 1,5 cm per jam atau penurunan kurang dari 2 cm
per jam. Sementar itu, ia mendefinisikan arrest sebagai berhentinya secara
total pembukaan atau penurunan. Kemacetan pembukaan didefinisikan
sebagai tidak adanya perbahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan
penurunan sebagai tidak danya penurunan janin dalam 1 jam.
Prognosis kelainan berkepanjangan dan macet ini cukup berbeda,
dimana disproporsi sepalopelvik terdiagnosa pada 30% dari ibu dengan
kelainan protraksi.Sedangkn disproporsi sefalopelfik terdiagnosa pada
45% ibu dengan persalinan macet. Ketertkaitan atau faktor lain yang
berperan dalampersalinan yang berkepanjangan dan macet adalah sedasi

7
berlebihan, anestesi regional dan malposisi janin. Pada persalinan yang
berkepanjang dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik
untuk mendiagnosis disproporsi sefalopelvik.Terapi yang dianjurkan
untuk persalinan yang berkepanjangan adalah penatalaksanaan menunggu,
sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa
disproporsi sefalopelvik.
Untuk membantu mempermudah diagnosa kedua kelainan ini,
WHO mengajukan penggunaan partograf dalam tatalksana
persalinan.Dimana berdasarkan partograf ini, partus lama dapat didagnosa
bila pembukaanserviks kurang dari 1cm/ jam selama minimal 4 jam.
Sementara itu, American College of Obstetrician and Gynecologists
memiliki kriteria diagnosa yang berbeda,.Kriteria diagnosa tersebut
ditampilkan pada tabel dibawah ini.

Kriteria diagnosis kelainan persalinan akibat partus lama atau partus macet

Kelainan Kala II
Kala II memanjang
Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan
berakhir dengan keluarnya janin. Median durasinya adalah 50 menit unutk
nulipara dan 20 menit untuk multipara. Pada ibu dengan paritas tinggi
yang vagina dan perineumnya sudah melebar, dua atau tiga kali usaha
mengejan setelah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk
mengeluarkan janin sebaliknya pada seorang ibu, dengan panggul sempit
atau janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif akibat anestesia

8
regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat memanjang. Kala II
pada persalinann nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam
apabila menggunakan anestesi regional. Untuk multipara 1 jam
diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan anestesia regional.

D. DIAGNOSIS
Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi partus lama dan terapi yang
disarankan ditampilkan pada tabel dibawah ini.

Selain kriteria diatas, terdapat pula sebuah alat bantu yang dapat mebantu
dalam mempermudah diagnosa partus lama. Alat bantu tersebut adalah
partograf.
Partograf terutama membantu dalam pengawasan fase aktif persalinan.
Kedua Jenis gangguan dalam fase aktif dapat didagnosa dengan melihat
grafik yang terbentuk pada partograf. Protraction disorder pada fase aktif
(partus lama) dapat didagnosa bila bila pembukaan serviks kurang dari 1cm/
jam selama minimal 4 jam. Sedangkan arrest disorder (partus macet)
didiagnosa bila tidak terjadi penambahan pembukaan serviks dalam jangka
waktu 2 jam maupun penurunan kepala janin dalam jangka waktu 1 jam.

9
Adapun contoh gambaran partograf untuk mendiagnosa partus lama
(protraction disorder) ditampilkan pada gambar dibawah ini.

Kelainan protraksi pada fase aktif persalinan (partus lama)

Sementara persalinan macet atau partus tak maju (arrest disorder) dpat
dilihat pada table dibawah ini.

Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju/ macet)

10
E. KOMPLIKASI
Partus lama dapat menimbulkan konsekuensi, baik bagi ibu maupun bagi
anak yang dilahirkan Antara lain yakni:
1. Maternal
a. Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya
pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban.Bakteri
dalam cairan amnion menembus amnion dan menginvasi desidua serta
pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan
janin. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan memasukkan
bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama
persalinan, terutama apabila terjadi partus lama.
b. Ruptura Uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya
serius selama partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan
pada mereka dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara
kepala janin dan panggul semakin besar sehingga kepala tidak engaged
dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus dapat menjadi
sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini,
mungkin terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai
sebuah krista transversal atau oblik yang berjalan melintang di uterus
antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai keadaan ini,
diindikasikan persalinan perabdominam segera.
Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandle,
yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang berlebihan.Cincin ini
sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan
penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini,
cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu identasi abdomen dan
menandakan akan rupturnya seegmen bawah uterus. Pada keadaan ini,
kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesia umum yang sesuai

11
dan janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio
sesarea yang dilakukan dengan segera menghasilkan prognosis yang
lebih baik.
c. Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat pintu atas panggul,
tetapi tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, jalan lahir
yang terletak diantaranya dan dninding panggul dapat mengalami
tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi
nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan
dengan timbulnya fistula vesikovaginal, vesikorektal atau rektovaginal.
Umumnya nekrosis akibat penekanan ini pada persalinan kala dua
yang berkepanjangan.Dahulu pada saat tindakan operasi ditunda
selama mungkin, penyulit ini sering dijumpai, tetapi saat ini jarang,
kecuali di negara-negara yang belum berkembang.
d. Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Suatu anggapan yang telah lama dipegang adalah bahwa cedera
otot-otot dasar panggul atau persarafan atau fasi penghubungnya
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan
pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit.saat kelahiran bayi,
dasar panggul mendapatkan tekanan langsung dari kepala janin dan
tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu.Gaya-gaya ini
meregangkan dan melebarkan dari panggul, sehingga terjadi perubahan
anatomik dan fungsional otot, saraf dan jaringan ikat. Terdapat
semakin besar kekhawatiran bahwa efek-efek pada otot dasar panggul
selama melahirkan ini akan menyebabkan inkontinensia urin dan alvi
serta prolaps organ panggul.
2. Neonatal
a. Caput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput
suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin.Kaput ini
dapat berukuran cukup besar dan menyebabkan kesalahan diagnosis
yang serius.Kaput dapat hampir mencapai dasar panggul sementara

12
kepala belum engaged. Dokter yang kurang berpengalaman dapat
melakukan upaya secara prematur dan tidak bijak untuk melakukan
ekstraksi forceps. Biasanya caput suksedaneum bahkan yang besar
sekalipun akan menghilang dalam beberapa hari.
b. Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak
saling bertumpang tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu
proses yang disebut molase (molding, moulage). Perubahan ini
biasanya tidak menimbulkan kerugian yang nyata.Namun, apabila
distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan ribekan
tentorium, laserasi pembuluh darah janin dan perdarahan intrakranial
pada janin.

F. TATALAKSANA
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan partus lama
adalah mengetahui penyebab kondisi partus lama itu sendiri. Partus lama
adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah
kondisi patologis penyebab partus lama telah ditemukan, dapat ditentukan
metode yang tepat dalam mengakhiripersalinan.Apakah persalinan tetap
dilakukan pervaginam, atau akan dilaukan per abdominam melalui seksio
sesarea.
Secara umum penyebab partus lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu
disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya
disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan partus lama merupakan indikasi
utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila
dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit
(misal: tinggi badadan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin
diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus,
riwayat berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak
ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan.
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah
menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa

13
sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat
menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang
mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan seksio sesaria yang
tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti
maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan
bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien diaktakan berada dalam
fase laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi peerubahan dalam
penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase
aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin
dilahirkan secara seksio sesarea.
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah
kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder
(partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam
kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi
sefalopelvik.Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Bila yang terjadi
adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Bila kontraksi
efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan malpresentasi. Bila
kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah kontraksi
uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi
persalinan dengan oksitosin.
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya
pengeluaran janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang
dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke
plasenta.Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang
adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal
tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan
oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan
janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut
tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari
1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di bawah

14
station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan
forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau
ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station ) dan station -2,
maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan simfisiotomi. Namun jika
kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan
tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin dilahirkan secara
seksio sesaria.

G. PROGNOSIS
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak
memperburuk mortalitas dan morbiditas janin atau ibu, namun Chelmow dkk
membantah anggapan bahwa pemanjangan fase laten tidak berbahaya.

REFERENSI

1. Cunningham, F.G, et al. 2010. Williams Obstetric, 23rd edition. Mc Graw


Hill: New York
2. Enkin, et al. 2000. A Guide to Effective care in Pregnancy and Child
Birth, 3rd Edition. Oxfod University Press: London
3. Manuaba I. A, et al. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta
4. Mose, J.C dan Alamsyah, M. 2010. Bab I Persalinan Lama dalam Ilmu
Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, edisi keempat. PT Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo: Jakarta
5. Yulianti, D. 2006. Buku Saku Manajemen dan Komplikasi Kehamilan dan
Persalinan. EGC : Jakarta

15

Anda mungkin juga menyukai