Anda di halaman 1dari 4

Perbedaan Shalat Isyraq dan Shalat Dhuha

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Shalat Isyraq, menurut Syaikh Utsaimin adalah shalat yang dikerjakan setelah matahari meninggi satu
tombak, sekitar lima belas menit setelah matahari terbit. Disebut demikian karena dikerjakan sesudah
terbitnya matahari. Menurut Syaikh Utsaimin, Syaikh Ibnu Bazz, dan lainnya adalah Shalat Isyraq
termasuk Shalat Dhuha itu sendiri. Karena Shalat Dhuha dikerjakan sesudah matahari terbit dan
meninggi satu tombak, -sekitar 15 sampai 20 menit sesudah terbit- sampai matahari mendekati
dipertengahan, -sekitar 10 menit sebelum di pertengahan-.

Keutamaannya yang lebih dengan pahala yang besar, ditunjukkan oleh hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam,

"Siapa yang shalat Shubuh dengan berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari
terbit, kemudian shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah sempurna (diulang tiga
kali)." (HR. Al-Tirmidzi, dihassankan oleh Al-Albani dalam al-Misykah, no. 971)

Keutamaan ini didapatkan karena mampu memanfaatkan waktu istimewa dengan dzikir, tilawah, dan
shalat sebagai bentuk syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan diperolehnya keutamaan tersebut
apabila ditegakkan syarat-syarat yang disebutkan di dalamnya: Shalat Shubuh berjama'ah, berada di
tempat ia shalat (tidak berpindah dari tempat shalatnya), waktunya diisi dengan dzikir (bukan
membicarakan urusan duniawi atau menyakiti orang), masih dalam keadaan suci, sampai terbit
matahari, dan diakhiri dengan shalat dua rakaat di waktu Dhuha.
Kalau syarat-syarat ini ditegakkan, maka shalat tersebut berpahala besar. Namun, jika hanya shalat dua
rakaat sesudah masuk waktu dhuha dan tidak diawali dengan syarat-syarat tadi, mengakhirkannya (shalat
Dhuha) saat matahari sudah memanas (sekitar jama 10 sampai seperempat jam sebelum matahari
dipertengahan) adalah lebih baik. Itulah yang disebut dengan Shalat Awwabin.

Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam di atas,"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah pergi ke
penduduk Qubba' pada saat mereka mengerjakan shalat (Dhuha). Lalu beliau bersabda,

"Shalat Awwabin adalah apabila anak onta sudah merasa kepananasa di waktu Dhuha." (HR. Muslim)

Dalam riwayat Imam Ahmad, dari Zaid bin Arqam,

"Bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam datang ke masjid Qubba' atau masuk ke dalam masjid
Qubba' sesudah matahari terbit yang pada saat itu mereka sedang mengerjakan shalat. Lalu beliau
bersabda, "Sesungguhnya shalatnya awwaabin (orang yang banyak taan kepada Allah) yang mereka
mengerjakannya apabila anak onta sudah kepanasan."

Dan dari Al-Qasim al-Syaibani, bahwasannya Zaid bin Arqam melihat suatu kaum yang sedang
melaksanakan shalat di waktu Dhuha, maka ia berkata:

Tidakkah mereka mengetahui bahwasannya shalat di selain waktu ini lebih utama? Sesungguhnya
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda: Shalat Awwabiin dilakukan saat anak onta
kepanasan. (HR. Muslim)

Maksud
( anak onta sudah kepanasan) adalah matahari sudah sangat panas sampai
memanaskan tanah dan pasir sehingga panasnya itu dirasakan oleh kaki anak-anak onta. Hal itu tidak
terjadi kecuali pada saat matahari sudah meninggi dan mendekati pertengahan siang. Hal itu terjadi
beberapa menit menjelang tergelincirnya matahari, sekitar seperempat jam menjelang adzan Dzuhur.
Dan pada waktu inilah pelaksanaan shalat Dhuha yang paling utama. (Lihat: Shahih Fiqih Sunnah, Abu
Malik Kamal: 1/85-86)

Imam Nawawi rahimahullah berkata, "Dan faidah di dalamnya (hadits tersebut): utamanya shalat
(Dhuha) pada waktu ini. Para shahabat kami berkata: Ia merupakan waktu shalat dhuha yang paling
utama, walaupun boleh dikerjakan sejak terbitnya matahari hingga waktu zawal (tergelincirnya matahari
di tengah hari)." (Syarah Shahih Muslim li an-Nawawi, hadits no. 1237)

Syaikh Mubarakfuuri mengatakan, "Dan hadits tersebut memberi faidah untuk mengakhirkan shalat
Dhuha sampai menjelang pertengahan siang." (Lihat Bulughul maram dg ta'liqnya Ithaful Kiram: hal. 112)

Pengingkaran Zaid bin Arqam dalam haidts Muslim di atas bukan merupakan pengingkaran terhadap
keberadaan shalat Dhuha di awal siang. Akan tetapi pengingkaran Zaid bin Arqam ini adalah agar supaya
orang-orang melakukannya ketika matahari telah meninggi sehingga mereka mendapatkan pahala yang
lebih besar, karena waktu pelaksanaan shalat Dhuha (Shalat Awwabiin) yang paling utama adalah ketika
matahari telah memanas. Wallahu Ta'ala a'lam.

. . . pengingkaran Zaid bin Arqam ini adalah agar supaya orang-orang melakukannya ketika matahari telah
meninggi sehingga mereka mendapatkan pahala yang lebih besar, . .

Untuk menguatkan kesimpulan bahwa shalat Isyraq adalah shalat Dhuha itu sendiri, kami terjemahkan
beberapa fatwa dari para ulama:

Fatwa Syaikh Utsaimin

Pertanyaan: Shalat Isyraq, apakah itu shalat Dhuha, itu dikerjakan di rumah atau di masjid?
Jawaban: "Shalat Isyraq" adalah shalat yang dikerjakan sesudah matahari meninggi satu tombak. Ukuran
jam, sekitar seperempat jam (15 menit) setelah terbit matahari. Inilah yang disebut shalat Isyraq, ia itu
Shalat Dhuha juga. Karena shalat Dhuha itu sejak matahari meninggi satu tombak sampai menjelang
zawal. Shalat Dhuha dikerjakan di akhir waktunya itu lebih utama daripada di awalnya.

Ringkasnya, dua rakaat Dhuha adalah dua rakaat Isyraq, tapi dua rakaat itu dikerjakan di awal waktu,
yakni setelah matahari naik satu tombak, maka itu disebut Shalat Isyraq dan Shalat Dhuha. Dan jika
diakhirkan sampai akhir waktu, maka disebut Shalat Dhuha, bukan Shalat Isyraq. (Majmu' Fatawa wa
Rasail, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin: Jilid ke 14, Bab: Shalat Thathawwu'.

. . dua rakaat Dhuha adalah dua rakaat Isyraq, tapi dua rakaat itu dikerjakan di awal waktu, yakni setelah
matahari naik satu tombak, maka itu disebut Shalat Isyraq dan Shalat Dhuha.

Dan jika diakhirkan sampai akhir waktu, maka disebut Shalat Dhuha, bukan Shalat Isyraq. . .

Fatwa Syaikh Ibnu Bazz

Pertanyaan: Apakah Shalat Isyraq adalah Shalat Dhuha, dan berapa jumlah rakaat shalat Dhuha yang
paling utama?

Jawaban: Ya, Shalat Isyraq adalah shalat Dhuha. Waktu dimulainya adalah shalat Isyraq dan waktu
akhirnya menjelang matahari dipertengahan, (shalat) di antara terbitnya matahari yang meninggi satu
tombak sampai waktu ini, semuanya disebut Shalat Dhuha. Yang paling utama, shalat Dhuha dikerjakan
saat anak onta kepanasan, yakni saat matahari sudah menyengat, inilah yang paling utama. Apabila
mengerjakannya di awal waktu, saat matahari meninggi satu tombak di masjid atau di rumah, keduanya
adalah baik. Dan jika menambahnya dengan shalat empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, atau
lebih, maka semuanya adalah baik. (Sumber: www.binbaz.org.sa)

. . . (shalat) di antara terbitnya

Anda mungkin juga menyukai