Disusun oleh:
Ai Kholisoh
P17335113001
JURUSAN FARMASI
2014
Gel Natrium diklofenak
I. TUJUAN PERCOBAAN
II. PENDAHULUAN
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan
sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau
molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. (Farmakope Indonesia Edisi IV
halaman 7)
Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan massa lembek, berupa suspensi
yang dibuat dari zarah kecil senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-
masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan. Jika massa gel terdiri dari gumpalan zarah
kecil, gel digolongkan sebagai sistem dua fase: massanya bersifat toksotrofik, artinya massa
akan mengentak jika dibiarkan dan akan mencair kembali jika dikocok. Gel demikian disebut
magma. Jika massa gel mengandung banyak cairan, umumnya air, gel disebut jelli. Gel fase
tunggal terdiri dari makromolekul yang terdispersi merata keseluruh cairan sedemikian rupa
hingga tidak menunjukan batas antara makromolekul yang terdispersi dengan cairannya.
(Formularium Nasional halaman 315)
Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar dan saling diresapi cairan. (Ansel halaman 390)
Penggolongan Gel
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua yaitu:
1. Swelling : gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorpsi
larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks
gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna
bila terjadi ikatan silang antara polimer didalam matriks gel yang dapat menyebabkan
kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis : suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi didalam massa gel. Cairan
yang terjerat akan keluar dan berada diatas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel
terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme
terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada
saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak
antara matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.
Sineresis dapat terjadi pada hydrogel maupun organogel.
3. Efek suhu : mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur
tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer
seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air dingin yang membentuk larutan kental. Pada
peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
4. Efek elektrolit : konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada
dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi
elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun
diri sesudah pemberian tekanan geser.
5. Elastisitas dan rigiditas : sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan
nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan
elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten
terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat
bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi : Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non
Newton (menggunakan alat brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan
peningkatan laju aliran. (Lachman, halaman 496-499)
KULIT
Kulit adalah organ terbesar tubuh. Beratnya kurang lebih 4,5 kg dan menutupi area
seluas 18 kaki persegi (1,67 m2) pada laki-laki dengan berat badan 75 kg. lapisan dari kulit
meliputi:
1. Epidermis adalah bagian terluar kulit. Bagian ini tersusun dari jaringan epitel skuamosa
bertingkat yang mengalami keratinisasi; jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah; dan
sel-selnya sangat rapat. bagian epidermis yang mengalami stratifikasi menjadi lima
lapisan berikut:
a. Stratum basalis (germintivum) : lapisan tunggal sel-sel yang melekat pada jaringan
ikat dari lapisan kulit dibawahnya.
b. Stratum spinosum : lapisan sel spina atau tanduk, disebut demikian karena sel-sel
tersebut disatukan oleh tonjolan yang menyerupai spina. Spina adalah bagian
penghubung intraseluler yang disebut desmosome.
c. Stratum granulosum terdiri dari tiga atau lima lapisan atau barisan sel dengan
granula-granula keratohealin yang merupakan prekursor pembentukan keratin.
(1) Keratin : protein keras dan resilien. Anti air serta melindungi permukaan kulit
yang terbuka.
(2) Keratin pada lapisan epidermis merupakan keratin lunak yang berkadar sulfur
rendah, berlawanan dengan keratin yang ada pada kuku dan rambut.
(3) Saat keratohialin dan keratin berakumulasi, maka nukleus sel berdisintegrasi,
menyebabkan kematian sel.
d. Stratum lusidum : lapisan jernih dan tembus cahaya dari sel-sel gepeng tidak
bernukleus yang mati atau hampir mati dengan ketebalan empat sampai tujuh lapisan
sel.
e. Stratum korneum : lapisan epidermis teratas, terdiri dari 25 sampai 30 lapisan sisik
tidak hidup yang sangat terkeratinisasi dan semakin gepeng saat mendekati
permukaan kulit. (epidermis tipis yang melapisi seluruh tubuh, kecuali pada telapak
tangan dan telapak kaki, tersusun hanya dari satu lapisan basalis dan korneum)
(1) Permukaan terbuka dari stratum korneum mengalami proses pergantian ulang
yang konstan atau deskuamasi.
(2) Ada pembaharuan yang konstan pada sel yang terdeskuamasi melalui
pembelahan sel dilapisan basalis. Sel tersebut bergerak keatas kearah permukaan
mengalami keratinisasi dan kemudian mati. Dengan demikian, seluruh
permukaan tubuh terbuka ditutup oleh lembaran sel epidermis mati.
(3) Keseluruhan lapisan epidermis akan diganti dari dasar keatas setiap 15 sampai 30
hari.
2. Dermis dipisahkan dari lapisan epidermis dengan adanya membrane dasar, atau lamina.
Membrane ini tersusun dari dua lapisan jaringan ikat.
a. Lapisan papilar : jaringan ikat areolar renggang dengan fibroblas, sel mast, dan
makrofag. Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah, yang memberi nutrisi
pada epidermis diatasnya.
(1) Papilla dermal serupa jari, yang mengandung reseptor sensorik taktil dan
pembuluh darah, menonjol kedalam lapisan epidermis.
(2) Pada telapak tangan dan telapak kaki, papilla yang ada sangat banyak dan tinggi,
jumlahnya sekitar 65.000/inci persegi (10.400/cm2)
(3) Pada tonjolan dan guratan pada telapak tangan dan telapak kaki pada setiap orang
sangat unik dan mencerminkan pengaturan papilla dermal. Kegunaan guratan
tangan adalah untuk mempermudah penggenggaman melalui peningkatan friksi.
b. Lapisan letikular terletak lebih dalam dari lapisan papilar. Lapisan ini tersusun dari
jaringan ikat ireguer yang rapat, kolagen dan serat elastis. Sejalan dengan
penambahan usia, deteriorasi normal pada simpul kolagen dengan serat elastis
mengakibatkan pengeriputan kulit.
3. Lapisan subkutan atau hipodermis (fasia superfisial) mengikat kulit secara longgar
dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Lapisan ini mengandung jumlah sel
lemak yang beragam, bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi
banyak pembuluh darah dan ujung saraf.
(Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula, hal 84 - 86)
Efek farmakologi dari Natrium diklofenak adalah analgesik dan anti-inflamasi non
steroid (AINS) yang digunakan untuk pengobatan kelainan muskuloskeletas yaitu
osteoarthritis. (Martindale, hal 46)
Asteoarthritis adalah hasil klinis dan patologis dari berbagai gangguan yang
menyebabkan kegagalan struktural dan fungsional dari sendi sinovial. Ditandai dengan
kerugian erosi tulang rawan artikular, perubahan tulang subchondral, degenerasi meniscal,
peradangan sinovial ringan sampai sedang, dan perkembangan tulang rawan pada margin sendi
(osteofit). Perubahan ini mengakibatkan rasa sakit meskipun dangan perubahan karakteristik
osteoarthritis sering tanpa gejala. Sendi yang sering terkena adalah tangan, pinggang, dan lutut.
(Martindale, hal 10)
Mekanisme kerja dari natrium diklofenak adalah untuk menghambat enzim siklo-
oksigenase sehingga konversi asam arakidonat yang akan menjadi PGG2 terganggu. Obat ini
tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan
muskuloskeletat ini tetapi hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya. (Peresepan Obat, hal 64 dan Farmakologi dan Terapi Hal 233)
Natrium diklofenak dibuat sediaan gel karena penggunaan topikal pada obat ini, efek
yang dihasilakan untuk osteoarthrisis lebih sistemik dan efektif dibandingkan penggunaan oral.
Natrium diklofenak juga sedikit larut dalam air, maka dibuat sediaan gel.
Pemakaian Natrium diklofenak yaitu sehari 3 - 4 kali, dioleskan pada bagian yang
nyeri. Pengobatan harus diulang setelah 14 atau setelah 28 hari. (Martindale, hal 46)
III. FORMULASI
1. Natrium Diklofenak [C14H10CL2NNaO2]
Struktur
Rumus C14H10Cl2NNaO2
molekul
(British Pharmacopea, hal 1893)
Titik lebur -
Kelarutan Sedikit larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam
etanol 96%, sedikit larut dalam aseton.
Stabilita -
Inkompabilitas -
2. Natrium Alginat
Struktur -
Rumus -
molekul
Titik lebur -
Kelarutan Praktis tidak larut dalam etanol 95%, eter, kloroform, dan
campuran etanol/air dimana kadar etanol lebih dari 30%. Juga
praktis tidak larut dalam pelarut organik lain dan larutan asam
dimana pH kurang dari 3. Sedikit larut dalam air, dan larutan
koloid kental.
Kadar 1-5%
penggunaan
(6th Handbook Of Pharmaceutical Exipienst, hal 622)
Struktur
Rumus 7H5NaO2
molekul
(6th Hand Book Of Pharmaceutical Excipents, hal 627)
Titik lebur -
Pemerian Butiran putih atau kristal, bubuk higroskopis. Tidak berbau dan
memiliki rasa manis yang tidak menyenangkan.
Penyimpanan Harus disimpan dalam wadah kedap udah, ditempat sejuk dan
kering
4. Propilenglikol [C3H8O2]
Zat Propilenglikol
Struktur
Rumus C3H8O2
molekul
(6th Hand Book Of Pharmaceutical Excipients, hal 592)
Stabilita Stabil saat dicampur dengan etanol 95%, glyserin atau air,
larutan berair dapat disterilisasi dengan autoklaf.
Kadar 5 80%
penggunaan
(6th Hand Book Of Pharmaceutical Excipients, hal 592)
5. Aquadestilata [H2O]
Zat Aquadestilata
Rumus H2O
molekul
(FI III halaman 96)
Titik lebur -
Stabilita Air secara kimiawi stabil dalam semua keadaan fisik. Air yang
meninggalkan sisitem pemurnian farmasi dan memasuki tengki
penyimpanan harus memenuhi persyaratan tertentu. Tujuan
ketika merancang dan mengoperasikan penyimpanan dan
distribusi sistem adalah untuk menjaga air agar tidak melebihi
batas yang di izinkan selama penyimpanan.
Inkompabilitas Dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan
eksipien lain yang rentan tehadap hidrolisis pada suhu kamar.
Air dapat bereaksi dengan logam alkali. Air juga bereaksi
dengan garam anhidrat untuk membentuk hidrat berbagai
komposisidan dengan bahan-bahan organic tertentu dan kalium
karbida.
(6th Hand Book Of Pharmaceutical Excipients, hal 768)
Kadar -
penggunaan
VI. PENIMBANGAN
Penimbangan
Dibuat sediaan 8 pot (@15 ml) = 150 ml
C. Pembuatan sediaan
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang pot kosong
3. Dilakukan pengembangan gelling agent (Basis gel) yaitu Natrium Alginat
- Ditimbang Natrium alginate seberat 6 gram dengan menggunakan kertas perkamen.
Dimasukkan kedalam mortir
- Diukur aquadest sebanyak 59 ml dengan gelas ukur, dimasukkan kedalam mortir,
gerus ad homogen hingga mengembang.
4. Ditimbang Natrium diklofenak seberat 1,5 gram dengan menggunakan kertas
perkamen, lalu dispersikan kedalam Natrium alginate yang telah mengembang, gerus
ad homogen.
5. Ditimbang Natrium benzoate seberat 0,45 gram dengan menggunakan kertas
perkamen. Larutkan denngan 2 ml Aquadestilata didalam beaker glass. Masukkan
kedalam mortir, gerus ad homogen
6. Ditimbang propilenglikol seberat 7,5 gram dengan menggunakan cawan porselain.
Encerkan dengan 75 ml Aquadestilata, masukkan kedalam mortir, gerus ad homogen.
7. Ditimbang sediaan seberat 15 gam sebanyak 8 kali
8. Dikemas, diberi etiket dan label
VIII. DATA PENGAMATAN EVALUASI SEDIAAN
IX. PEMBAHASAN
Gel adalah semisolid transparan atau tembus cahaya yang terdiri dari larutan atau dispersi
dari satu atau lebih zat aktif dalam basis hidrofilik atau hidrofobik yang sesuai.
Gelling agent tidak mampu melarutkan seluruh bahan aktif artinya zat aktif hanya
terdispersi dalam bentuk koloid-koloid.
Gel berasal dari agregat yang terdispersi homogen artinya biasanya gelling agent berasal
dari golongan anorganik yang tidak larut.
Gelling agent mengadung fase minyak misalnya emulgel.
a. Penampilan gel : tranparan atau berbentuk partikel koloid yang terdispersi, dimana degan
jumlah pelarut yang cukup bayak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga
dimensi.
b. Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang bersifat kationik pada
kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan pembentukan gel yang bersifat
anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat kationik tersebut).
c. Gelling agents yang dipilih harus inert, aman dan tidak bereaksi denngan komponen lain
dalam formulasi.
d. Pengguanan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab polisakarida bersifat
rentan terhadap mikroba.
e. Viskositas sediaan gel yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tepi sifat soliditas
tersebut mudah diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan
topikal.
f. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak menimbulkan perubahan
viskositas saat disimpan dibawah temperature yang tidak terkontrol.
g. Konsentrasi polimer sebagai gelling agent harus tepat sebab saat penyimpanan dapat terjadi
penurunan konsentrasi polimer yang dapat menimbulkan sineresis (air mengembang diatas
permukaan gel)
h. Pelarut yang digunakan tidak bersifat melarutkan gel, sebab bila daya adhesi antar pelarut
dan gel lebih besar dari kohesi antar gel maka sistem gel akan rusak.
Sebelum dibuat sediaan gel yang sebenarnya, terlebih dahulu sediaan di optimasi.
Dilakukan optimasi dengan beberapa jenis basis gel supaya didapat basis gel yang baik dan sesuai
dengan zat aktif. Sebelumnya dioptimasi oleh basis gel yaitu Na CMC, HPC da Natrium Alginat.
Na CMC dilakukan pengembangan terlebih dahulu, setelah mengembang dan didapat bagus. Dan
HPC 5% dilakukan pengembangan terlebih dahulu, ternyata didapat basis gel tidak mengembang
tetapi malah encer. Setelah itu dilakukan pengembangan Natrium Alginat pada konsentrasi 4%
dan 5% didapat pengembaganya bagus tetapi pada konsentrasi 5% lebih tegar.
Dari ketiga basis gel yang dioptimasi dilakukan perbandingan. Pada Na CMC bagus untuk
digunakan tetapi terlalu tegar. Pada HPC didapatkan larutan encer dan tidak mengembang jadi
tidak digunakan. Dan pada Natrium Alginat pada konsentrasi 4% dan 5%, disini didapat pada
konsentrasi 4% lebih sesuai karena pada konsentrasi 5% lebih tegar. Maka yang sesuai yaitu
Natrium alginate 4%.
Setelah ditemukan basis gel yang sesuai dengan sediaan yaitu Natrium Alginat baru
dilakukan pembuatan sediaan baku. Untuk mengembangkan basis gel, pembuatan sesuai peraturan
pengembangan basis natrium alginate, yaitu dengan cara masukkan Natrium alginate yang telah
ditimbang seberat 6 gram kedalam mortir. Lalu ukur aquadest sebanyak 59 ml dibeaker glass,
masukkan kedalam mortir. Gerus ad mengembang.
Setelah dilakukan pegembangan basis gel, baru ditambahkan bahan aktif dan bahan
tambahan lainnya seperti pengawet, peningkat penetrasi dan pelarut. Pada sediaan ini ditambahkan
peningkat penetrasi yaitu propilenglikol, karna zat aktif pada sediaan bekerja pada lapisan kulit
bagian hypodermis maka perlu ditambahkan paningkat penetrasi ini supaya dapat menyerap
kedalam lapisan hypodermis.
Setelah sediaan dibuat sesaui prosedur pembuatan maka dikemas ke dalam masing-masing
pot gel. Setelah 7 hari selama penyimpanan, sediaan dilakukan evaluasi sebagai berikut :
1. Uji organoleptik
Dalam evaluasi dilakukan uji organoleptik yaitu uji warna, bau, dan struktur pada masing-masing
pot sediaan gel. Warna yang diuji dan terlihat oleh kasat mata harus terlihat seperti gel dengan
warna yang sesuai zat dan terlihat tranparan. Bau yang tercium harus sama seperti bau pada saat
pembuatan awal sediaan gel. Struktur pada masing-masing sediaan gel harus kental sesuai gel.
Hasil dari uji ini sediaan berwarna kuning jernih dan transparan, bau khas gel dan struktur kental
juga dingin saat dioleskan pada kulit.
2. Uji Homogenitas
Dalam evaluasi ini masing-masing sediaan dioleskan pada kaca arloji atau kertas perkamen
lalu dilihat dan dirasakan pada perkamen jika ada butiran yang kasar atau tidak, syaratnya tidak
boleh terdapat butiran-butiran zat aktif yang masih kasar yaitu sediaan harus homogen pada saat
dioleskan pada kulit. Hasil dari uji homogenitas dari ke 3 pot gel yang diuji semuanya homogen.
3. Uji pH
Penetapan pH yang diuji ini, dilakukan agar mengetahui nilai pH pada masing-masing
sediaan gel. Dengan syarat nilai pH harus sama pada masing-masing pot yang di uji sehingga pH
merata dan sama juga dapat mempertahankan keseragamannya. Pada pH Natrium Diklofenak
memiliki range pH 6, penetapan pH dengan menggunakan pH meter. Didapat nilai pH yaitu 6 dari
semua pot yang diuji.
2 14,971 g
3 14,980 g
X. KESIMPULAN
Formulasi yang tepat untuk sediaan yang dibuat adalah sebagai berikut.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Ed. 4. Terj. Dari
Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, oleh Farida Ibrahim. UI Press, Jakarta
Liberman, Herbert A., Martin M. R., Gilber S. 1989. Pharmaceutical Dossage Forms
Disperse System, Vol II, Macel Dekker Inc., New York
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC