Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Suhu Annealing pada Program PCR Terhadap Keberhasilan Amplifikasi DNA

Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Laguna Segara Anakan, Cilacap,
Jawa Tengah.

Ayu Ludyasari (09620007)


Pembimbing Biologi: Dr. RetnoSusilowati, M.Si.
Pembimbing Agama: Dr. H. Munirul Abidin, M.Ag.

Abstrak

Penurunan ekosistem yang terjadi di Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah telah
mengakibatkan masalah terhadap penurunan jumlah produksi Udang Jari (Metapenaeus
elegans). Menurunnya jumlah produksi Udang Jari (Metapenaeus elegans) juga akan
mempengaruhi keragaman genetik yang dianggap penting karena sumberdaya genetik
merupakan kunci penting bagi suatu individu untuk bertahan hidup sampai generasi yang akan
datang. Informasi mengenai keragaman genetik digunakan sebagai dasar seleksi genotip yaitu
DNA. Analisis DNA semakin terbantu dengan adanya amplifikasi PCR yang memanfaatkan cara
replikasi DNA. Namun keberhasilan amplifikasi PCR dipengaruhi oleh suhu annealing yang
optimal dalam proses penempelan primer. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu annealing pada program PCR terhadap keberhasilan amplifikasi
DNA Udang Jari (Metapenaeus elegans).
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 5 individu udang jari (Metapenaeus elegans) bagian kaki jalan dan ekor
yang diambil dari hasil tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah. Sampel
tersebut diekstraksidan diamplifikasi dengan metode PCR. Parameter penelitian adalah kadar
kemurnian DNA pada absorbansi A260/280, ukuran DNA total (bp) hasil ekstraksi, ukuran mtDNA
(bp) hasil PCR.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu annealing mempengaruhi
keberhasilan amplifikasi PCR yaitu suhu 44C. Pengaruh tersebut ditunjukkan dari kadar
kemurnian DNA pada absorbansi A260/280 berkisar antara 1,65-2,07 g/l dan dari hasil
elektroforesis berupa pita DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans) yang didapatkan
berukuran 12000 bp dan pita tunggal mtDNA berukuran 950 bp dan sedikitnya smear yang
terbentuk.
Kata Kunci : Udang Jari (Metapenaeus elegans), Annealing, PCR

PENDAHULUAN windu (Penaeus monodon), udang pacet


(Penaeus semisulcatus) dan udang krosok
Segara Anakan merupakan (Parapenaopsis sp). Metapenaeus elegans
ekosistem bakau dengan laguna yang unik merupakan spesies yang seluruh daur
dan langka yang terletak di antara Pantai hidupnya berada di Segara Anakan,
Selatan Kabupaten Cilacap dan Pulau sedangkan spesies lain umumnya akan
Nusakambangan (Saputra, 2005). Salah satu bermuara kembali ke laut (Dudley, 2000).
sumberdaya alam yang terdapat di Segara Beberapa faktor yang menyebabkan
Anakan adalah sumberdaya udang air menurunnya ekosistem di perairan Segara
payau. Ada berbagai jenis udang air payau Anakan diantaranya adalah menerima
yang menempati perairan Segara Anakan, endapan lumpur dari Sungai Citanduy,
antara lain udang jari (Metapenaeus Kayumari, Cikujang, Cibereum, Cikonde,
elegans), udang dogol (Metapenaeus ensis), Muaradua, Ujunggalang dan Donan yang
udang pasir (Metapenaeus affinis), udang
mencapai sekitar 3.000.000 m3 setiap yaitu DNA. Penelitian tentang udang jari
tahunnya (ECI-ABD 1994, dalam Saputra secara khusus diperairan Laguna Segara
2008). Pengendapan ini mengakibatkan Anakan sejauh ini masih sangat sedikit.
terjadinya pendangkalan perairan Laguna Penelitian udang jari baru dilkukan oleh
Segara Anakan. Disamping itu, penebangan Saputra (2005) yang mencakup aspek-aspek
bakau ilegal juga menjadi penyebab biologi reproduksi dan dinamika populasi
turunnya ekosistem perairan Laguna Segara udang jari (Metapenaeus elegans) di Laguna
Anakan. Dengan adanya faktor-faktor Segara Anakan dan penelitiannya Hidayat
tersebut menyebabkan sumberdaya udang (2007) mengenai keragaman genetik udang
terutama udang jari di Segara Anakan jari (Metapenaeus elegans) berdasarkan
mengalami penurunan jumlah produksi karakter morfometrik di Laguna Segara
udang. Hal ini diperkuat dengan adanya Anakan.
penangkapan intensif dan eksploitasi yang Sifat genetik yang ada pada udang
dilakukan secara terus-menerus pada jari (Metapenaeus elegans) di Laguna Segara
Metapenaeus elegans dengan ukuran udang Anakan sejauh ini hanya diketahui
yang tertangkap adalah juvenil dan udang berdasarkan pada sifat fenotipnya
muda sehingga lambat laun sumberdaya sedangkan sifat genotipnya belum banyak
tersebut akan semakin berkurang (Dudley, diketahui. Sifat genotip merupakan ciri-ciri
2000). yang disimpan sebagai informasi genetik
Udang jari (Metapenaeus elegans) di dalam gen-gen yang secara molekuler
perairan Segara Anakan merupakan spesies tersusun atas asam nukleat DNA yang akan
yang sangat dominan dan sebagai tersimpan dalam kodon-kodon. DNA
komoditas utama hasil tangkapan bagi (Deoxyribonucleic Acid ) merupakan
nelayan apong. Udang jari memiliki rasa persenyawaan kimia yang terpenting pada
yang cukup enak dan digemari terutama makhluk hidup yang membawa keterangan
oleh masyarakat lokal karena harganya genetik dari generasi ke generasi
yang relatif lebih murah dibandingkan berikutnya. Dengan susunan kimia
udang Penaeidae lainnya. Udang jari molekuler yang kompleks dan terdiri atas
biasanya dipasarkan dalam bentuk segar banyak nukleotida yang terangkai menjadi
dan asin-kering (ebi). Udang jari yang sudah polinukleotida yang panjang.
diolah menjadi ebi dijual ke Jakarta dan Beberapa teknik molekuler yang
sekitarnya sehingga harganya lebih mahal dapat digunakan untuk mengetahui genotip
dibandingkan udang jari segar (Warintek, suatu individu salah satunya adalah dengan
2003). PCR (Polymerase Chain Reaction). Analisis
Berdasarkan uraian di atas yang genetik dengan menggunakan metode PCR
menjelaskan bahwa penurunan ekosistem yang memanfaatkan cara replikasi DNA
perairan Segara Anakan juga menyebabkan dengan bantuan primer yang mengapit
menurunnya produksi udang jari daerah tertentu dan optimasi suhu
(Metapenaeus elegans). Menurunnya jumlah dilakukan untuk mendapatkan kondisi PCR
produksi Udang Jari (Metapenaeus elegans) yang optimal, sehingga dihasilkan produk
juga akan mempengaruhi keragaman PCR spesifik yaitu terbentuk pita DNA tebal.
genetik yang dianggap penting, karena Untuk mendapatkan kondisi PCR yang
sumberdaya genetik merupakan kunci optimal secara umum dapat dilakukan
penting bagi suatu individu untuk bertahan dengan cara memvariasikan kondisi yang
hidup sampai generasi yang akan datang. digunakan pada proses PCR tersebut.
Informasi mengenai keragaman genetik Muladno (2010) mengemukakan bahwa
digunakan sebagai dasar seleksi genotip PCR merupakan reaksi yang menggandakan
jumlah molekul DNA pada target tertentu, METODE PENELITIAN
dengan cara mensintesis molekul DNA yang Penelitian tentang Pengaruh Suhu
baru yang berkomplemen dengan molekul Annealing pada Program PCR terhadap
DNA target tersebut. Keberhasilan Amplifikasi DNA Udang Jari
PCR ini dimulai dengan proses denaturasi (Metapenaeus elegans) Laguna Segara
yaitu pemisahan dua utas DNA yang saling Anakan Cilacap Jawa Tengah, merupakan
bergabung (double helix) menjadi dua utas penelitian eksperimental dengan 5 sampel
tunggal DNA yang dilakukan pada suhu dari 5 individu Udang Jari (Metapenaeus
tinggi. Setelah proses denaturasi kemudian elegans). Percobaan yang dilakukan
dilanjutkan dengan proses annealing yaitu dirancang perlakuan suhu annealingyang
penempelan primer pada DNA template berbeda (41C, 42C, 43C, 44C, 45C)
untuk awal pembentukan basa nitrogen dengan primer DNA yang digunakan adalah
pasangannya. Setelah proses annealing primer spesifik COIL reverse dengan untai
kemudian dilanjutkan dengan proses (5 TCG AGG TAT TCC ATT AAG TA 3) dan
extension yaitu perpanjangan pembentukan COIH forward dengan untai (5 ATA TTA
basa nitrogen dari DNA template (Wahyudi, GCC ATT GGT GTC TTA 3).
2007). Alat dan Bahan
Pada tahap annealing salah satu Alat-alat yang digunakan dalam
faktor yang mempengaruhi keberhasilan penelitian ini antara lain vortex mixer,
amplifikasi adalah suhu karena proses sentrifuge, mikropipet BioRad (1000 ul, 200
penempelan primer pada utas DNA yang ul, 10 ul), mikrotube PCR, sarung tangan,
sudah terbuka memerlukan suhu optimal. tube ependorf volume 1,5 ml dan 2 ml, alat
Jika suhu terlalu tinggi akan menyebabkan elektroforesis BioRad, UV transiluminator
gagalnya amplifikasi karena tidak terjadi BioRad, spektrofotometer BioRad dan PCR
penempelan primer sebaliknya jika suhu BioRad konfensional.
terlalu rendah menyebabkan primer Bahan-bahan yang digunakan adalah
menempel pada sisi lain genom akibatnya spesimen udang jari (Metapenaeus elegans)
DNA yang terbentuk memiliki spesifisitas bagian ekor dan kaki jalan (pleopod), larutan
rendah, sehingga sangat penting untuk EDTA (etilen diamin trichloro asetat), Nuclei
mencari suhu annealing yang optimum bagi Lysis Solution, larutan Proteinase-K,
proses amplifikasi (Rybicky, 1996). Oleh isopropanol, ethanol 70%, TE buffer, DNA
karena proses annealing merupakan proses Rehydration Solution, enzim Taq
yang sangat penting maka cukup beralasan polymerase, larutan TBE (TrisBoratEDTA)
adanya pencarian suhu optimum, sehingga 1x, gel agarose 0,8%, primer forward COIH
diharapkan bisa diperoleh DNA hasil dalam (5) TCG AGG TAT TCC ATT AAG TA yang
jumlah yang maksimum pada daerah yang memiliki melting temperature 48,8C dan
ditargetkan sehingga cukup memudahkan reverse COIL (5) ATA TTA GCC ATT GGT
bagi analisis DNA. Dengan tujuan untuk GTC TAA yang memiliki melting temperature
mengetahui pengaruh suhu annealing pada 47,4C.
program PCR terhadap keberhasilan Prosedur Penelitian
amplifikasi DNA udang jari (Metapenaeus 1. Tahap persiapan, yaitu tahap yang
elegans) sehingga didapat suhu annealing meliputi pembuatan larutan-larutan
yang paling optimum untuk mendapatkan ekstraksi DNA (Lysis solution), dan
kualitas DNA hasil PCR yang cukup banyak pengambilan sampel udang jari
dengan spesifisitas yang cukup tinggi. (Metapenaeus elegans) bagian ekor dan kaki
jalan (pleopod) di Segara Anakan Cilacap
Jawa Tengah.
2. Tahap pelaksanaan, yaitu tahap yang berisi larutan sampel disentrifus dengan
meliputi tahap ekstraksi DNA, amplifikasi kecepatan 12000 rpm selama 10 menit.
DNA dengan perlakuan suhu annealing yang Setelah kering tambahkan 50-100l buffer
berbeda (41C, 42C, 43C, 44C, 45C) dan TE, kemudian disimpan genom pada suhu
menggunakan primer COIL dan COIH, uji 2C - 8C (untuk penyimpanan jangka
kualitatif elektroforesis, uji kuantitatif pendek) atau -70C (untuk penyimpanan
spektrofotometer. jangka panjang) sebelum dilakukan
3. Tahap pengambilan data, yaitu tahap pengecekan hasil ekstraksi melalui
yang meliputi pengukuran pita/band genom elektroforesis pada gel Agarose 1% dan UV
(bp) Metapenaeus elegans dari hasil ektraksi transiluminator.
dan amplifikasi PCR dengan menggunakan Analisa PCR
elektroforesis, kadar DNA genom (g) Sekuens DNA dari udang jari
udang jari hasil isolasi DNA yang diukur diamplifikasi mengikuti protokol PCR yang
dengan spektrofotometer. mengacu pada Nugroho (1997) dengan
Ekstraksi DNA sedikit modifikasi. Komposisi reaksi PCR
Sumber sel yang digunakan untuk dalam satu mikrotube PCR antara lain 7,5
ekstraksi DNA adalah bagian ekor dan kaki Master Mix; DNA genom 1,0 l; 1,5 l primer
jalan (pleopod) dari udang jari dengan COIL, 1,5 l primer COIH, dan ddH2O sampai
masing-masing sampel yang digunakan 15 l. Jumlah komponen dapat diubah-ubah
sebanyak 20-25 mg dengan menggunakan tergantung pada keperluan analisa.
metode lysis solution yang telah Reaksi amplifikasi pada mesin PCR
dikembangkan pada udang vannamei berlangsung sebanyak 35 siklus setelah pra-
(Tamayo, 2006). PCR selama 5 menit pada suhu 94C.
Sampel organ diambil sebanyak 20- Masing-masing siklus terdiri dari : 1 menit
25 mg per sampel, kemudian dimasukkan dengan suhu 94C untuk denaturasi, 1 menit
ke dalam tube ependof 1,5 ml yang sudah dengan beberapa suhu (41C, 42C, 43C,
berisi 300 l larutan TE buffer untuk 44C, 45C) untuk penempelan DNA
menghilangkan etanol dan dibuang kembali (annealing), dan 1 menit pada suhu 72C
TE buffer. Selanjutnya sampel ditambahkan untuk pemanjangan fragmen DNA (ekstensi).
8l proteinase-K, lysis buffer (10 mM Tris- Reaksi amplifikasi diakhiri dengan pasca
HCl, pH 7,5, 125 mM NaCl, 10 mM EDTA, pH PCR selama 10 menit dengan suhu 72C dan
7,5 dan 4 M Urea), 20% SDS lalu diinkubasi normalisasi pada suhu 4C selama 5 menit.
50C selama 24 jam untuk mempercepat Analisa Data
proses lisis sel. Jenis data yang didapatkan dalam
Pada tahap eliminasi RNA penelitian ini adalah data deskriptif dengan
selanjutnya larutan sel hasil inkubasi cara membandingkan hasil elektroforesis
ditambah dengan 350 l larutan NaCl pada setiap perlakuan :
kemudian sentrifus pada kecepatan 12000 1. Kadar DNA genom (g) Metapenaeus
rpm selama 10 menit. Setelah itu larutan elegans hasil ekstraksi DNA yang didapat
supernatan (lapisan paling atas) diambil dari pengukuran dengan spektrofotometer
300 l, kemudian dimasukkan ke dalam pada rasio absorbansi 260 nm dan 280 nm.
tube ependorf 2 ml yang baru dan ditambah 2. Pita/band DNA genom (bp) Metapenaeus
1ml isopropanol kembali disentrifus. elegans hasil ekstraksi DNA yang didapat
Tahap selanjutnya yaitu tahap dari elektroforesis gel agarose 0,8% dan
pengendapan DNA. Supernatan yang divisualisasikan dengan UV transiluminator.
diperoleh ditambahkan 250 l ethanol 70% 3. Pita/band (bp) Metapenaeus elegans hasil
dingin. Selanjutnya tube ependorf yang amplifikasi PCR dengan perlakuan suhu
annealing yang berbeda (41C, 42C, 43C, diuji, terdapat 2 sampel yang menghasilkan
44C, 45C) dengan jumlah siklus 35 siklus DNA murni dengan nilai rasio A260/280
dengan menggunakan primer COIL dan berkisar antara 1,65 2,07 g/l dan 3
COIH. sampel menghasilkan DNA yang masih
mengandung kontaminan. Sampel-sampel
PEMBAHASAN yang menghasilkan DNA murni yakni pada
Pengujian kualitas DNA udang jari sampel 1 (1,81 g/l) dan sampel 5 (1,87
(Metapenaeus elegans De Man, 1907) g/l), sedangkan sampel-sampel yang
Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa masih mengandung kontaminan yakni pada
Tengah dilakukan dengan menggunakan sampel 2 (2,07 g/l), 3 (1,65 g/l),
spektrofotometer, kemurnian DNA dilihat sampel 4 (1,76 g/l). Sampel 2 memiliki
dari rasio A260/280. Rata-rata kemurnian (R) nilai rasio A260/280 lebih besar dari 2,0 yang
DNA yang diperoleh dari hasil penelitian ini mengindikasikan sampel telah
berkisar antara 1,65-2,07 g/l dapat terkontaminasi protein atau senyawa lain
dilihat pada Tabel 4.1. sedangkan sampel 3 dan 4 memiliki nilai
Sambrook dan Ruslle (2001) rasio A260/280 lebih kecil dari 1,8 yang
mengatakan bahwa hasil isolasi DNA mengindikasikan sampel telah
dikatakan murni jika nilai rasio A260/280 terkontaminasi dengan fenol dan memiliki
antara 1,8 hingga 2,0. Jika nilai rasio A260/280 DNA yang terlalu sedikit.
melebihi 2,0 maka larutan yang diuji masih Salah satu penyebab sedikitnya DNA
mengandung kontaminan dari protein yang terekstraksi dan kemurnian yang tidak
membran atau senyawa lainnya dan kadar mendekati 100% diduga adalah dari aspek
DNA yang didapat belum murni. Sedangkan, teknis pelaksanaan dari setiap tahap yang
jika nilai rasio A260/280 kurang dari 1,8 maka dilakukan seperti halnya dalam pemisahan
larutan yang diuji masih mengandung supernatan dengan endapannya pada tahap
kontaminan fenol dan pelarut yang penghilangan sisa protein dan bahan lain
digunakan terlalu banyak sedangkan DNA dalam sel yang kemungkinan terlalu sedikit
yang diambil terlalu sedikit. yang terambil sehingga DNA berbobot berat
tidak terambil dan jumlah DNA yang
Sa terambil pun menjadi sedikit. Pengeringan
A260:A2
m
80 Keterangan alkohol yang kurang sempurna juga
pe
(g/l) memungkinkan terjadinya kontaminasi
l
yang dapat memberikan efek pada
1 1,81 DNA murni
penghitungan DNA dengan
Kontaminasi protein atau
2 2,07 spektrofotometer (Fatchiyah et al., 2011).
senyawa lain
Kontaminasi fenol dan DNA Nilai kuantitas DNA total yang tidak merata
3 1,65 ini diduga karena perlakuan sampel organ
terlalu sedikit
Kontaminasi fenol dan DNA kaki jalan dan ekor yang kurang optimal
4 1,76
terlalu sedikit selama penyimpanan dan pada saat proses
5 1,87 DNA murni ekstraksi. Hal ini dapat memberikan
pengaruh terhadap keberhasilan
Tabel 4.1 Tingkat kemurnian DNA total amplifikasi.
udang jari (Metapenaeus elegans De Man, Hasil isolasi sampel DNA Udang Jari
1907) dengan Spektrofotometer. (Metapenaeus elegans De Man, 1907) hasil
Berdasarkan hasil pengukuran tangkapan dari Laguna Segara Anakan,
tingkat kemurnian DNA pada Tabel 4.1 di Cilacap, Jawa Tengah pada penelitian ini
atas menunjukan bahwa dari 5 sampel yang telah dikonfirmasi menggunakan metode
elektroforesis gel agarose dengan tidak memiliki kualitas yang bagus.
konsentrasi gel 0,8% (Mandayasa, 2007). Ketebalan pita DNA total udang jari yang
Hasil karakter genetik udang jari paling bagus terdapat pada sampel 2, 3 dan
(Metapenaeus elegans) dapat dilihat pada 4. Sedangkan ketebalan pita DNA total
Gambar 4.1. udang jari yang kurang bagus terdapat pada
sampel 1 dan 5. Kualitas DNA total akan
sangat berpengaruh terhadap analisis
karakter genetik selanjutnya.
Menurut Irmawati (2003)
mengatakan bahwa pita DNA yang tebal dan
mengumpul (tidak menyebar) menunjukan
konsentrasi yang tinggi dan DNA total yang
diekstrak dalam kondisi utuh, sedangkan
pita DNA yang terlihat menyebar
menunjukan adanya ikatan antar molekul
DNA yang terputus pada saat proses
ekstraksi berlangsung, sehingga genom DNA
Gambar 4.1 Elektroforegram hasil ekstraksi terpotong menjadi bagian-bagian yang lebih
DNA total udang jari (Metapenaeus elegans kecil. Terputusnya ikatan antar molekul
De Man, 1907) dengan menggunakan tersebut dapat disebabkan oleh adanya
metode Elektroforesis gel Agarose. gerakan fisik yang berlebihan yang dapat
Keterangan : M (marker 1Kb) ; 1, 2, 3, 4, 5 terjadi dalam proses pemipetan, pada saat
(nomor sampel) dibolak-balik dalam ependorf, disentrifus,
Berdasarkan hasil pengamatan yang atau bahkan karena temperatur yang terlalu
dilakukan pada ekstraksi 5 sampel yang tinggi dan karena aktivitas bahan-bahan
diambil dari kaki jalan dan ekor udang jari kimia tertentu.
(Metapenaeus elegans) hasil tangkapan dari DNA total udang jari (Metapenaeus
Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa elegans) yang berukuran sekitar 12000 bp
Tengah menggunakan metode menunjukan materi genetik (DNA inti dan
elektroforesis gel Agarose 0,8% (Gambar DNA mitokondria) yang terdapat di dalam
4.1), terletak pada ukuran yang sama yaitu udang jari (Metapenaeus elegans). DNA inti
12000 bp dan ketebalan pita DNA yang (nukleus) berperan sebagai materi genetik
terbentuk akan menunjukan kualitas yang diwariskan dari kedua orang tua dan
karakter genetik dari sampel yang mengatur segala sel. Sedangkan DNA
dianalisis. mitokondria berperan menyandi kompleks
Pada sumur 1 (sampel dari individu protein tertentu yang sangat diperlukan
1) dan sumur 5 (sampel dari individu 5) untuk produksi ATP dalam tubuh
terlihat pita DNA yang terbentuk tipis dan (Susminarsih, 2010). Ukuran DNA total
mengumpul (tidak menyebar), sumur 2 pada udang jari (Metapenaeus elegans)
(sampel dari individu 2), sumur 3 (sampel berukuran 12000 bp lebih rendah
dari individu 3) dan sumur 4 (sampel dari dibandingkan dengan ukuran DNA total
individu 4) terlihat pita DNA yang terbentuk pada udang yang lain, seperti udang galah
tebal dan mengumpul (tidak menyebar). dan udang vanname. Pada udang galah
Tingkat ketebalan pita DNA ditentukan dari (Marchobrachium rosenbergii) memiliki
kemurnian atau proses ekstraksi yang DNA total dengan ukuran lebih dari 15.000
kurang tepat pada sampel yang diamati, bp (Mandayasa, 2007), udang vanname
sehingga menyebabkan sampel tersebut (Litopenaeus vannamei) memiliki DNA total
dengan ukuran 10.000-13.000 bp (Annisa,
2008).

Optimasi Amplifikasi PCR DNA daerah


kotrol DNA udang jari (Metapenaeus
elegans) menggunakan primer COIL dan
COIH.
PCR atau reaksi polimerase berantai
merupakan cara untuk mengamplifikasi
(melipat gandakan) suatu fragmen DNA
secara in vitro dengan menggunakan suatu
primer tertentu (Taylor et al., 1995). Produk
PCR yang akan diamplifikasi berasal dari
hasil ekstraksi DNA total dan telah memiliki
nilai kuantitas DNA total yang berasal dari
pengamatan spektrofotometer. Pada
penelitian ini amplifiksi PCR mtDNA udang
jari (Metapenaeus elegans) menggunakan
primer COIL (5-TCG AGG TAT TCC ATT AAG
TA-3) dan COIH (5-ATA TTA GCC ATT GGT
GTC TTA-3).Primer COIL mempunyai 20
panjang basa, sedangkan primer COIH
mempunyai 21 panjang basa (Williams dan
Benzie, 1997). Primer COI (Cytochrome c
oxydase subunit I) merupakan primer
universal yang digunakan untuk amplifikasi
Gambar 4.2 Elektroforegram hasil PCR
fragmen gen mitokondria pada daerah
dari ekstraksi DNA genom udang jari
sitokrom c oksidase yang berperan sebagai
(Metapanaeus elegans) dengan Primer
gen penyandi protein dalam genom
COIL dan COIH. Keterangan : M (marker);
mitokondria hewan (Folmer et al., 1994).
A (suhu annealing 41C), B (suhu
Keberhasilan amplifikasi fragmen
annealing 42C), C (suhu annealing
DNA dipengaruhi oleh beberapa faktor,
43C), D (suhu annealing 44C), E (suhu
yaitu DNA template, primer, buffer PCR,
annealing 45C); nomor sampel (a1-5,
MgCl2, enzim polymerase, suhu, waktu dan
b1-5, c1-5, d1-5, e1-5)
jumlah siklus (Sambrook dan Russell, 2001).
Gambar A dengan suhu annealing
Optimasi PCR perlu dilakukan terlebih
41C dan B dengan suhu annealing 42C
dahulu untuk mendapatkan kondisi PCR
tidak terbentuk pita, hal ini menunjukkan
yang tepat sehingga dihasilkan produk PCR
bahwa suhu annealing ini kurang sesuai
yang spesifik. Hasil amplifikasi PCR
dengan primer yang diberikan sehingga
menggunakan primer COIL dan COIH
proses amplifikasi PCR tidak berhasil
dengan berbagai suhu annealing yang
dilakukan disebabkan oleh terlalu rendah
berbeda (41C, 42C, 43C, 44C, 45C)
suhu annealing sehingga proses
dengan jumlah siklus sebanyak 35, yang
penempelan primer menjadi sulit. Hsu et al
dideteksi dengan elektroforesis dalam gel
(1996) menyatakan bahwa suhu
agarose konsentrasi 0,8% dapat dilihat pada
penempelan primer tidak melebihi atau
Gambar 4.2, elektroforegram yang didapat
kurang dari suhu diasosiasi primer tersebut,
kemudian dibandingkan antar perlakuan.
dengan tidak menempelnya primer maka ditunjukkan dengan adanya fragmen
enzim polimerase tidak bisa mengkatalis tambahan yang berbeda ukurannya dengan
pemasangan basa nitrogen komplemen yang fragmen DNA target dan sering kali
ada dalam reagen ke dalam DNA template fragmennya lebih besar dari fragmen DNA
yang pada akhirnya tidak akan terbentuk target diantaranya melalui peningkatan
DNA baru. suhu annealing dan menggunakan primer
Gambar D memperlihatkan bahwa yang lebih panjang sehingga dengan
suhu annealing dengan suhu 44C dapat panjangnya primer spesifisitasnya cukup
mengamplifikasi DNA pada sample d1, d2, baik.
d4 dan d5, dimana pada suhu ini terlihat Berdasarkan amplifikasi PCR
bahwa ketebalan pita yang terbentuk relatif mtDNA udang jari (Metapenaeus elegans)
sama, sedangkan pada sampel d3 pita yang yang terlihat pada Gambar C, D dan E,
terbentuk sangat tipis, hal ini menunjukkan menunjukkan amplifikasi PCR mtDNA
bahwa kurangnya kehomogenan DNA yang menggunakan primer COIL dan COIH
terambil pada saat proses PCR. Intensitas menghasilkan pita tunggal mtDNA yang
pita yang semakin meningkat berarti bahwa terletak pada ukuran sekitar 950 bp. Dari 5
kuantitas DNA yang terbentuk menjadi lebih sampel DNA total udang jari (Metapenaeus
banyak serta terbentuknya smear yang elegans) pada masing-masing gambar
sangat tipis juga menandakan bahwa DNA dengan suhu berbeda yang berhasil
non target pada suhu aannealing 44C yang diekstraksi dan dispektrofometer, semua
terbentuk lebih sedikit dibandingkan sampel menghasilkan produk PCR dengan
dengan suhu 43C dan 45C. ketebalan pita yang berbeda-beda. Dari
Keadaan yang demikian ini ketebalan pita yang terbentuk, terlihat
menunjukkan bahwa suhu annealing yang bahwa gambar C sampel 2 dan 4, gambar D
diberikan sesuai untuk primer yang sampel 1, 2, 4 dan 5, gambar E sampel 1, 2
digunakan yang memiliki suhu disosiasi dan 3 memiliki ketebalan pita yang lebih
(melting temperature) sebesar 48,8C untuk tebal dibandingkan dengan sampel yang
primer forward dan 47,4C untuk primer lain. Ketebalan pita yang sama
reverse, berarti bahwa suhu ini tidak terlalu menunjukkan bahwa kehomogenan DNA
tinggi dan tidak terlalu rendah, sehingga yang relatif sama dan adanya smear juga
untuk memperoleh DNA dalam jumlah masih terlihat pada sampel. Wahyudi
banyak dengan spesifisitas tinggi sangat (2007) menjelaskan hal ini menunjukkan
besar. Hal ini sesuai dengan yang bahwa proses amplifikasi masih bisa
dinyatakan Erlich (1989) bahwa untuk berlangsung baik, namun diikuti dengan
meningkatkan spesifisitas DNA hasil PCR terbentuknya DNA non target yang tidak
bisa dilakukan salah satunya dengan cara diinginkan yang ditunjukkan oleh smear
meningkatkan suhu annealing-nya. yang terbentuk.
Hasil elektroforesis pada gambar C Panjang genom mtDNA udang jari
dan E memiliki ketebalan pita yang (Metapenaeus elegans) yang teramplifikasi
terbentuk sangat tipis, hal ini menunjukkan menghasilkan pita tunggal daerah kontrol
bahwa suhu annealing yang kurang sesuai (D-loop) mtDNA dengan ukuran 950 bp.
dengan primer yang diberikan sehingga Ukuran tersebut relatif sama dengan
proses amplifikasi sedikit terhambat serta ukuran daerah kontrol (D-loop) mtDNA
adanya smear yang tebal berarti bahwa ada pada jenis udang yang lain. Amplifikasi pada
DNA non target yang terbentuk. Erlich udang Vanname berukuran 600 bp (Annisa,
(1989) menyatakan bahwa untuk mengatasi 2008) dan udang galah memiliki panjang
masalah adanya DNA non target yang susunan basa antara 700-1500 bp
(Mandayasa, 2007). Hal ini sesuai dengan g/l dengan DNA total Udang Jari
ukuran daerah kontrol (D-loop) mtDNA (Metapenaeus elegans) yang
pada udang dengan genus Metapenaeus, didapatkan berukuran 12000 bp.
yakni berkisar antara 200 1.900 bp SARAN
(www.ncbi.nlm.nih.gov/nucore/2013).Hal 1. Hasil optimasi suhu annealing pada
ini menunjukan bahwa tingkat keberhasilan penelitian ini mendapatkan hasil
amplifikasi dengansuhu annealing 44 C dan yang optimal, namun masih
menggunakan primer COIL dan COIH diperlukan optimasi lebih lanjut
berhasil mengamplifikasi daerah kontrol (D- pada faktor lain yang
loop) pada udang jari (Metapenaeus mempengaruhi proses amplifikasi,
elegans). antara lain optimasi templat DNA,
Irmawati (2003) menjelaskan waktu amplifikasi dan jumlah siklus
bahwa keberhasilan penggandaan DNA pada proses amplifikasi PCR dengan
tergantung pada konsentrasi dan primer COIL dan COIH, sehingga
kemurnian sampel DNA, Taq polimerase, diperoleh hasil DNA yang lebih
ukuran panjang primer, komposisi primer banyak dan terjamin spesifitasnya.
dan tingkat homologi primer dengan DNA 2. Sebaiknya menggunakan DNA
target, sehingga faktor-faktor tersebut harus leader (marker) lebih dari 10000 bp
dikontrol secara hati-hati. Fatchiyah et al., untuk mengetahui ukuran DNA
(2011) menambahkan bahwa kemurnian genom Udang Jari (Metapenaeus
DNA target sangat penting karena ketidak elegans.
murnian suspensi DNA dapat
mempengaruhi reaksi amplifikasi dan dapat DAFTAR PUSTAKA
menghambat kerja enzim DNA polimerase. Annisa, D. 2008. Studi Karakteristik Genetik
Meskipun demikian, pada kondisi tertentu, Populasi Induk Udang Vanname
amplifikasi PCR masih dapat bekerja dalam (Litopenaeus vannamei) F1 dan F2
Asal Hawaii Berdasar Metode RFLP
suspensi kasar.
(Restriction Fragment Lenght
Polymorphism). Skripsi. Malang:
KESIMPULAN Universitas Brawijaya.
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat Dudley RG. 2000. Segara Anakan Fisheries
disimpulkan bahwa: Management Plan. Specialist
1. Ada pengaruh suhu annealing pada Fisheries Consultant Report.
program PCR terhadap keberhasilan BCEOM-DITJEN BANGDA, Jakarta.
amplifikasi DNA Udang Jari ECI (Engineering Consultant Inc) Asian
(Metapenaeus elegans De Man, Development Bank. 1994. Segara
1907) Laguna Segara Anakan Anakan Conservation And
Cilacap Jawa Tengah. Development Projet. Final Report.
2. Suhu annealing yang berpengaruh Jakarta.
terhadap keberhasilan amplifikasi Erlich, H.A. 1989. PCR Technologi :
Peinciples and Application for DNA
DNA Udang Jari (Metapenaeus
Amplification. USA.
elegans De Man, 1907) Laguna Fatchiyah, Estri Laras A, Sri Widyarti dan Sri
Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah Rahayu. 2011. Biologi Molekular:
adalah suhu 44 C yang Prinsip Dasar Analisis. Jakarta:
menghasilkan pita tunggal mtDNA Erlangga.
yang terletak pada 950 bp, selain itu Folmer O, M. Black, W. Hoeh, R. Lutz, and R.
hasil penelitian menunjukan kadar Vrijenhoek. 1994. DNA Primers for
Amplification of Mitocondrial
kemurnian DNA pada absorbansi
Cytochrome COxidase Subunit I
A260/280 berkisar antara 1,65-2,07
from Diverse Metazoan Pengolaannya di Laguna Segara
Invertebrates. Molecular Marine Anakan Cilacap Jawa Tengah.
Biology and Biotechnology. 3 (5). Skripsi. Bogor: IPB.
294-299. Saputra, Suradi Wijaya. 2008. Distribusi dan
Hidayat, Ahmad. 2007. Keragaman Genetik Ruaya Udang Jari (Metapenaeus
Udang Jari (Metapenaeus elegans elegans de Man 1907) di Laguna
De Man, 1907) Berdasarkan Segara Anakan Cilacap Jawa
Karakter Morfometrik di Laguna Tengah. Jurnal Saintek Perikanan.
Segara Anakan, Cilacap, Jawa Vol. 3(2): 1-8.
Tengah. Skripsi. Bogor: IPB. Susminarsih, T. 2010. Peran Genetik DNA
Hsu, J.T., S. Das dan M. Satish. 1996. Mitokondria (mtDNA) Pada
Polymerase Chain Reaction Motilitas Spermatozoa. Majalah
Engineering. Bhiopharmacertical Kesehatan PharmaMedika. Vol
Thecnology Institute. Department 2(2): 178-184.
of Chemical Engineering. Tamayo, Roman J. Machado. 2006.
Bethlehem: Lehigh University. Assessment of Genetic Variability
Irmawati. 2003. Perubahan Keragaman in Two Lots of White Shrimp
Genetik Ikan Kerapu Tikus (Litopenaeus vannamei)Introduce
Generasi Pertama Pada Stok to Cuba. Norway : University of
Hatchery. Thesis. Bogor: IPB. Tromso.
Mandayasa, I Wayan Gede. 2007. Studi Taylor, G. R, M. J. McPherson, B. D. Hames.
Keragaman Genetik Populasi 1995. PCR 2: A Practical Approach.
Udang Galah (Marcobrachium New York: Oxford University Press.
rosenbergii) Berdasarkan Wahyudi, Tri Harsono. 2007. Pengaruh Suhu
Polimorfisme Mitokondria DNA. Annealing dan Jumlah Siklus yang
Skripsi. Bogor: IPB. Berbeda Pada Program PCR
Muladno, 2010. Teknologi Rekayasa Genetik Terhadap Keberhailan Iolasi dan
Edisi Kedua. Bogor : IPB Press. Amplifikasi mtDNA Ikan Patin
NCBI (=National Center for Biotechnology (Pangasius hypothalmus). Skripsi.
Bioinformation). 2013. The BLAST Bogor: ITB.
sequence analysis tool : 1 hlm. Warintek. 2003. Udang (Penaeidae). www.
http:// Warintek. Progression.or.id /
www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/, perikanan/ udang.html
15 November 2013, pk. 20.15.
Nugroho, E. 1997. Practical Manual on Williams ST, JAH Benzie. 1997. Indo-West
Detection of DNA Polymorphisme Pacifict Patterns of Genetic
in Fish Population Study. In: Differntiation in High-Dispersal
Bulletin of Marine Science and Starfish Linckialaevegata. Mol. Ecol.
Fisheries No. 17/1997. Pp, 109- 6: 559-573.
129. Kochi University, Japan.
Rybicky, E.P. 1996. PCR Primer Design and
Reaction Optimisation. In Molecular
Biology Techniques Manual. Ed.
V.E. Coyne, M.D. James, S.J. Reid &
E.P.Rybicki. Dept.of Microbiology.
Univ. Cape Town.
Sambrook, Joseph and David W. Russell.
2001. Molecular Clonning: A
Laboratory Manual. 3th ed. Cold
Spring Harbor Laboratory Press.
Book 1&2.
Saputra, Suradi Wijaya. 2005. Dinamika
Populasi Udang Jari (Metapenaeus
elegans de Man 1907) Dan

Anda mungkin juga menyukai