Disusun Oleh :
UNIVERSITAS BENGKULU
2017
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT., karena berkat karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan proposal psikolinguistik yang berjudul Perencanaan Konstituen
Bahasa Pada Sistem Kekerabatan masyarakat Jawa di Desa Kampung Jawa, Curup
Timur dengan tepat waktu. Penyusun juga berterima kasih kepada ibu Dr. Dian Eka Candra
selaku dosen pengampu matakuliah Psikolinguistik yang telah memberi tugas proposal ini
kepada penyusun.
Proposal ini jauh dari yang namanya kesempurnaan, oleh karena itu penyusun meminta
maaf jika terdapat kesalahan yang tidak disengaja dalam penyusunan proposal ini. Penyusun
tentu sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan porposal ini
kedepannya. Semoga porposal ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan pembacanya. Amin.
II
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... II
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
1. Latar Belakang ....................................................................................................................................... 1
2. Rumusan masalah ................................................................................................................................. 2
3. Tujuan penelitian .................................................................................................................................. 3
4. Manfaat Penelitian................................................................................................................................ 3
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................................................................... 4
1. Deskripsi Teoritis ................................................................................................................................... 4
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................................................ 8
1. Metode penelitian ................................................................................................................................ 8
2. Tempat dan waktu penelitian ............................................................................................................... 8
3. Populasi dan Sampel ............................................................................................................................. 8
4. Teknik pengumpulan data .................................................................................................................... 8
5. Instrument penelitian ........................................................................................................................... 9
6. Analisis data .......................................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 12
III
IV
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi setiap manusia. Dengan
adanya bahasa maka seorang penutur dapat dengan mudah mengungkapkan sesuatu. Dalam
proses mengungkapan sesuatu ini lah sebenarnya kita memerlukan perencanaan mental yang
rinci dari tingkat wacana sampai pada pelaksanaan artikulasinya (Dardjowidjojo, 2014, p. 115)
Ketika berujar kita seolah dapat dengan mudah mengucapkan berbagai kata, kalimat
hingga paragrap seolah-olah tanpa harus berpikir. Apalagi ketika kita berbincang didalam
kehidupan sehari-hari baik itu dalam lingkungan masyarakat, pendidikan, hingga dalam sistem
kekerabatan sekalipun. Padahal sebenarnya sebelum berujar kita mengalami proses produksi
ujaran. Didalam produksi ujaran inilah kita akan memilih kata-kata yang tepat yang sesuai
dengan makna yang kita kehendaki.
Akan tetapi, produksi ujaran yang di lakukan oleh seorang penutur terkadang tidak
diucapakan sesuai pada tempatnya dan terkadang mengesampingkan norma kesantunan
(Suryadi, 2015). Padahal dalam proses produksi ujaran dibutuhkan proses berfikir yang
mendalam agar ujaran yang dihasilkan sesuai dengan makna yang ingin diucap, untuk siapa
ujaran itu diucapakn dan pada konteks yang sesuai. Maka untuk itu dalam proses produksi ujaran
perlu dilakukannya latihan dan pengetahuan.
Begitu pula dengan bahasa Jawa. Bahasa jawa merupakan salah satu bahasa yang begitu
memperhatikan adat kesopaan dan kesantunan. (Suryadi, 2015) Bahasa jawa dipandang memiliki
kerumitan yang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan zaman. (Yuliastuti, 2015). Kerumitan
tersebut dapat dilihat pada pengguaan bahasa jawa yang masih mengenal sistem bahasa ngoko
(dalam kehidupan sehari-hari) dan karma (dalam acara adat tertentu). Karena bahasa Jawa yang
masih mengenal sistem ragam bahasa seperti ini maka, seseorang yang bersuku jawa haruslah
teliti dalam memilih kata yang tepat sesuai dengan konteknya. Mulai dari siapa mitra tuturnya,
apa yang ingin disampaikan hingga pemilihan katanya pun akan terasa lebih sulit. Bahkan pada
masyarakat jawa mengalami Ketidaktepatan penggunaan tingkat tutur/unggahungguh dalam
bahasa Jawa dapat dikarenakan penguasaan yang kurang terhadap leksikon-leksikon bahasa
1
Jawa, atau kurangnya pemahaman terhadap konsep ragam ngoko dan ragam krama. (Yuliastuti,
2015, p. 41)
Oleh karena pentingnya perencanaan konstituen bahasa, maka saya akan mengambil
penelitian tentang Perencanaan Konstituen Bahasa Pada Sistem Kekerabatan masyarakat Jawa di
Kampung Jawa, Curup Timur. Sesuai dengan namanya, masyarakat yang tinggal dikampung
jawa merupakan masyarakat yang menggunakan banyak menggunakan bahasa jawa didalam
kehidupan sehari-hari. Tentunya dalam proses komunikasi ini masyarakat kampong jawa akan
memperhatikan norma-norma kesantunan yang harus selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat
jawa. sesuai dengan situasi dan kondisinya. Apalagi dengan kondisi masyarakat jawa yang
sesungguhnya memiliki ragam bahasa ngoko dan karma tentunya masyarakat jawa akan benar-
benar memperhatikan norma-norma ini dalam sistem kekerabatannya.
Dengan kondisi masyarakat jawa yang sebagain besar menggunakan bahasa jawa, maka
peneliti akan melakukan penelitian mengenai perencanaan produksi ujaran pada sistem
kekerabatan masyarakat jawa di Kampong Jawa, Curup Timur.
2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat diindentikasikan beberapa masalah
diantaranya:
2
b. Apakah masyarakat jawa didesa kampong jawa juga memperhatikan ragam bahasa
ngoko dan karma dalam sistem kekerabantannya?
3. Tujuan penelitian
Tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui gambaran mengenai
perencanaan konstituen bahasa pada Sistem Kekerabatan masyarakat Jawa di Kampung
Jawa, Curup Timur dan untuk mengetahui penggunaan dan pemilihan kata yang sesuai
dengan ragam bahasa ngoko dan karma dalam sistem kekrabatan masyarakat jawa di
kampong Jawa, Curup Timur
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan untuk generasi muda pada
umumnya dan terkhusus masyarakat jawa dalam perencanaan konstituen bahasa pada
sistem kekerabatan masyarakat Jawa.
3
BAB II KAJIAN TEORI
1. Deskripsi Teoritis
Perencanaan produksi konstituen adalah suatu perencanaan produksi ujaran yang
dilakukan ketika tahapan perencanaan produksi bahasa dan produksi kalimat selesai dilakukan.
Pada tahapan ini, pembicara memilih kata yang maknanya tepat seperti yang dikehendaki
(Dardjowidjojo, 2014, p. 132). Pemilihan kata yang tepat dipengaruhi oleh:
a. Sinonim
d. Sistem honorifik
Sinonim menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan kata. Sinonim adalah
persamaan kata. Seseorang/suatu objek terkadang memiliki sebutan yang lebih dari satu atau
memiliki sinonim.
Pemilihan kata kadang-kadang ditentukan pula oleh prinsipel keberadaan. Maksud dari
prinsipel keberadaan adalah sesuai dengan konteks/ posisi pengujaran itu dilakukan. Bila ada dua
referen atau lebih yang wujud fisiknya berbeda, maka permbicara akan memilih kata yang fitur
semantiknya membedakan kedua benda tersebut. maksud dari ftur semantik adalah jenis makna
kata yang membedakan kedua benda tersebut.
Selain itu, pembicara juga cenderung untuk memilih kata yang memiliki derajat
kemanfaatan yang optimal (optimal level of utility). (Dardjowidjojo, 2014) Derajat kemanfaatan
yang optimal adalah pemilihan kata yang memiliki manfaat yang optimal menjelaskan suatu
objek.
4
dalam berbahasa. Kesantunan dalam berbahasa. Seperti pada penggunaan bahasa basilek,
akrolek, vulgar, slang, kolokial dan sebagainya (Chaer, 2004, p. 90). Pembahahasan mengenai
variasi bahasa ini akan dijelaskan lebih terinci pada ranah sosiolinguistik. Sistem honorifik dapat
kita lihat pada penggunaan bahasa pada masyarakat jawa. Dimana mereka masih mengenal
sistem ngoko, kromo dan madya. Didalam proses perencanaan konstituen bahasa pada
masyarakat jawa tentunya terjadi suatu proses mental. Akan tetapi belum ada orang yang
meneliti bagaimana proses mental tersebut.
Menurut Sasangka (2009 : 92) dalam (Yuliastuti, 2015, pp. 37-39) disebutkan bahwa
unggah-ungguh bahasa Jawa yang secara jelas dapat dibedakan, pada prinsipnya hanya ada dua
macam, yaitu unggah-ungguh yang berbentuk ngoko dan yang berbentuk krama. Kedua unggah-
ungguh itu dibedakan secara jelas karena leksikon (kosakata) yang dirangkaikan menjadi sebuah
kalimat dalam kedua unggah-ungguh itu dapat dikontraskan satu sama lain secara tegas. Unggah-
ungguh bahasa Jawa dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yakni ngoko (ragam ngoko) dan
krama (ragam krama). Ragam ngoko mempunyai dua bentuk varian, yaitu ngoko lugu dan ngoko
alus.
a) Ngoko Lugu
Ngoko Lugu adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua kosakatanya
berbentuk ngoko dan netral (leksikon ngoko dan netral) tanpa terselip leksikon krama, krama
inggil, atau karma andhap, baik untuk O1, O2, maupun (O3).
b) Ngoko Alus
Ngoko Alus adalah bentuk unggah-ungguh yang di dalamnya bukan hanya terdiri atas
leksikon ngoko dan netral saja, melainkan juga terdiri atas leksikon kram inggil, krama andhap.
Namun, leksikon krama inggil, krama andhap yang muncul di dalam ragam ini sebenarnya hanya
digunakan untuk menghormati mitra tutur (O2 atau 03).
2. Ragam Krama
Yang dimaksud ragam krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan
leksikon krama, atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam krama adalah leksikon krama
bukan leksikon yang lain. Ragam krama digunakan oleh mereka yang merasa dirinya lebih
5
rendah status sosialnya daripada mitra tuturnya. Ragam karma mempunyai dua bentuk varian
yaitu krama lugu dan krama alus.
a) Krama Lugu
Istilah lugu pada krama lugu tidak didefinisikan seperti lugu pada ngoko lugu. Makna
lugu pada ngoko lugu mengisyaratkan makna bahwa bentuk leksikon yang terdapat di dalam
unggahungguh tersebut semuanya berupa ngoko. Sementara itu, lugu dalam krama lugu tidak
diartikan sebagai suatu ragam yang semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama, tetapi
digunakan untuk menandai suatu ragam yang kosakatanya terdiri atas leksikon krama, madya,
dan/atau ngoko serta dapat ditambah leksikon krama inggil atau karma andhap. Meskipun begitu,
yang menjadi leksikon inti dalam ragam krama lugu adalah leksikon krama, madya, dan atau
netral, sednagkan leksikon krama inggil atau karma andhap yang muncul dalam ragam ini hanya
digunakan untuk menghormati mitra tutur. Secara semantis ragam krama lugu dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk ragam krama yang kadar kehalusannya
b) Krama Alus
Yang dimaksud dengan krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang
semua kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan dapat ditambah dengan leksikon krama inggil
atau krama andhap. Meskipun begitu, yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah
leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya dan leksikon ngoko tidak pernah muncul dalam
tingkat tutur ini. Selain itu, leksikon krama inggil atau karma andhap secara konsisten selalu
digunakan untuk penghormatan terhadap mitra tutur. Secara semantis ragam krama alus dapat
didefinisikan sebagai ragam karma yang kadar kehalusanya tinggi.
Faktor-faktor situasional dan social berpengaruh terhadap penggunaan ragam ngoko atau
ragam krama, yaitu:
1. Jenis Kelamin
Dalam budaya Jawa, seorang istri kepada suami menggunakan ragam krama dan tidak
sebaliknya.
6
2.Usia
Usia yang lebih muda harus menggunakan ragam krama kepada yang lebih tua dan tidak
sebaliknya.
3. Status Sosial
Status sosial lebih rendah harus menggunakan krama kepada orang yang status sosialnya
lebih tinggi. Misalnya tuturan atasan kepada bawahannya.
4. Hubungan Kekerabatan
7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
kualitatif adalah metode penelitian yang dilakukan dengan menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dan lisan dari objek yang diamati. Untuk itu data yang dianalisi dengan metode
ini adalah berbentuk deskriptif fenomena.
Populasi adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan
sampel atau sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat sampel. (Susetyo, 2015, p. 59)
Sampel adalah bagian dan jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
(Sugiyono, 2016, p. 157)
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat kelurahan Kampung Jawa ,Curup timur.
Sedangkan sampel yang diambil adalah 4 keluarga nasyarakat di kelurahan kampung jawa,
Curup Timur
a. Observasi
8
Observasi adalah cara yang dilakuka peneliti dengan pengamatan langsung terhadap
suatu peristiwa untuk mendapatkan informasi. (Susetyo, 2015, p. 83) Peneliti akan melakukan
pengamatan langsung pada keluarga masyarakat jawa di kelurahan Kampung Jawa, Curup
Timur.
b. Wawancara terbuka
Wawancara terbuka adalah proses wawancara yang dilakukan secara fleksiber dan tidak
terikat dengan struktur pertanyaan. (Zakapedia, 2013) Wawancara terbuka pada penelitian ini
dilakukan pada beberapa anggota keluarga di kelurahan kampong jawa, curup timur
c. Angket
5. Instrument penelitian
a. Pedoman observasi
b. Angket
c. Pedoman wawancara
6. Analisis data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data menurut miles dan Hubberman yang
terdiri dari tiga komponen, yaitu data reduction, data display, dan data conclusion. (Sugiyono,
2016, pp. 334-337)
9
Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2016) mengatakan bahwa reduksi dapat diartikan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis selama di lapangan. Emzir
mengatakan bahwa sebagaimana pengumpulan data diproses, terdapat beberapa episode
selanjutnya dari reduksi data (membuat rangkuman, pengodean, membuat tema-tema membuat
gugus-gugus, membuat pemisahan-pemisahan, menulis memo-memo) dan reduksi data terus
menuerus setelah proses kerja lapangan hingga laporan akhir lengkap. (Emzir, 2011)
Data yang akan direduksi pada penelitian ini adalah data yang bersumber dari hasil
wawancara, observasi dan angket.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian ujaran
singkat, bagan , hubungan antar kategori, flowcart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Akan
tetapi tidak jarang juga berbentuk table, namun sajiannya tidak berbentuk angka. Demikian juga
tahap tabulasi (penyatuan data) dan rekapitulasi (penjumlahan seragkaian data) juga dapat
digunakan asalkan yang ditabulasi dan direkapitulasi tersebut berupa pernyataan naratif
informan. Selain naratif data dapat juga disajikan dalam bentuk deskriptif maupun eksplanatoris
(Soeprapto, 2011).
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,
merencanaka kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. looking of displays help
us to understand what is happening and to do some thing-further analisis or caution on that
understanding.
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah
penarikan kesimpulan/ verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara
dan akan berubah bila bertemu dengan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Apabila kesimpulan yang dirumuskan pada tahap awal didukung
10
oleh bukti-bukti yang valid dan konsistem saat penelitian kembali ke lapangan mengumpulkan
data, maka kesimpulan yang dikemukakan menjadi kesimpulan yang kredibel.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang
sebelumnya masih kurang jelas sehingga setelah diteliti menjadi lebih jelas, dapat berupa
hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Menurut Emzir, Penarikan kesimpulan juga
diverifikasi sebagaimana peneliti memproses.
11
DAFTAR PUSTAKA
Emzir. (2011). Metode Penelitian Kualitatif, Analisis Data. Jakarta: PT Rajografindo Persada.
Ilyas, M. A. (2014, November 28). Yuli Nesti Mah. Retrieved november 4, 2017, from Produksi Ujaran:
yulinesti.blogspot.co.id
Soeprapto. (2011). Materi Pokok Metode Penelitian Kualitatif; 1-9. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suryadi, M. (2015). Kelonggaran Pemilihan dan Penempatan Leksikon Sebagai Fitur Kesantunan Bertutur
MAsyarakat Jawa Pesisir. Humanika, 34.
Susetyo. (2015). Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas. Bengkulu: FKIP Universitas
Bengkulu.
Yuliastuti, B. I. (2015). Fenomena Tindak Tutur dalam Bahasa Jawa Akibat Tingkat Sosial Masyarakat.
Bahasa Indonesia, 37-39.
Zakapedia. (2013, 10). pengertian wawancara dan Jenis wawancara. Retrieved november 4, 2017, from
Situs Pustaka Belajar: www.Zakapedia.com
12