Anda di halaman 1dari 36

LBM 1

Sariawan Sering Kambuh

STEP 1

Halitosis: bau mulut, tercium saat berbicara

Eritematous: kemerahan

Karies: penumpukan plak pada gigi

Demam subfebris: demam dengan suhu 37-38 derajat

Ulserasi: lesi berbentuk ulkus

STEP 2

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi dari rongga mulut?


2. Mengapa anak susah makan dan minum?
3. Mengapa pasien panas subfebril dan badan lemah?
4. Apa hubungan penderita tidak ASI eksklusif, tidak suka makan buah buah an dan sayuran,
masih minum susu botol?
5. Mengapa pada PF ditemukan bibir kering, bau mulut (halitosis), karies, dan ulserasi?
6. Apa maksud dari karies pada gigi 51,52,61,62,71,81?
7. Apa etiologi dan manifestasi klinis dari skenario?
8. Bagaimana klasifikasi dari ulserasi di mulut?
9. Apa patogenesis dari keluhan di skenario?
10. Mengapa sariawan sering kambuh?
11. Apa faktor resiko dari skenario?
12. Apa DD dari skenario?
13. Apa pemeriksaan fisik dan penunjang dari skenario?
14. Apa penatalaksanaan dari penyakit di skenario?

STEP 3

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi dari rongga mulut?


Anatomi
Cavum oris dibagi
Vestibulum oris: dibatasi di depan bibir, bucal, gigi geligi
Cavitas oris propria: atap palatum: durum (bagian atap yg keras), mole ( yg lunak)
Dipayungi arcus
Glosus: apex, dorsum, facies inferior, lateral
2/3 anterior lidah dan 1/3 posterios dipisahkan sulcus terminalis
Bawah lidah: prenulum , sekitar: glandula2
Gigi dewasa 32
Anak anak (desidua) 20
Erupsi 2 tahun pada anak anak
Fisiologi
Mengunyah: bolus masuk rongga mulut menekan rahang bawah lidah melempar ke atap
dipantulkan ke bawah mendorong ke oro faring bolus menekan coanae menutup cavum
nasi agar tidak kembali masuk orofaring proses deglutitio (menelan)
1. fase disadari: menelan ke orofaring
2. tidak disadari: ke esofagus - lambung

Histologi
Bibir:
1. pars cutaneus: epitel squamos kompleks berkeratin
2. pars intermedia: epitel squamos kompleks non keratin, banyak pembuluh darah
3. pars mukosa: epitel squamos kompleks non keratin, banyak kelenjar labialis
Lidah:
1. papila filiformis: bentuk kerucut
2. papila fungiformis: bentuk jamur, anterior lidah
3. papila circumfalata: posterior lidah
4. papilla foliate

Anatomi Rongga Mulut

Mulut meluas dari bibir ke sampai isthmus faucium, yaitu perbatasan mulut dengan pharyng.
Dibagi menjadi vestibulum oris yaitu bagian di antara bibir dan pipi terluar dengan gusi dan
gigi di dalam, cavitas oris propia yaitu bagian di antara arcus alveolares, gusi, dan geligi
Vestibulum oris adalah rongga mirip celah yang berhubungan dengan dunia luar
melalui rima oris. Vestibulum berhubungan dengan cavitas oris di belakang gigi molar
ke tiga pada ke dua sisi ,di atasnya dan di bawahnya vestibulum dibatasi lipatan balik
membran mukosa bibir dan pipi pada gusi. Pipi membentuk dinding lateral vestibulum.
Cavitas oris propia memiliki atap yang di bentuk oleh palatum durum di depan
palatum molle di belakang. Dasar mulut sebagaian besar di bentuk oleh bdua pertiga
anterior lidah dan lipatan balik membran mukosa lidah pada gusi di atas mandibula.
Pada garis tengah lipat membran mukosa yang disebut frenulum linguae
menghubungkan permukaan bawah lidah pada dasar mulut. Di kiri kanan frenulum
terdapat papila kecil pada puncaknya di temukan muara duktus glandula
submandibularis. Dari papila rabung membran mukosa yang membulat meluas ke
belakang dan lateral rabung di timbulkan oleh glandula sublingualis di bawahnya dan
disebut plika sublingualis
(Anatomi klinik R. Snell)

I. Palatum (Langit-langit)
- Membentuk atap mulut dan lantai kavum nasi
- Mengandung palatum durum (2/3 anterior) dan palatum mole (1/3 posterior)

A. Palatum Durum
- Membentuk bagian tulang rawan antara kavum nasi dan kavum oris.
- Terdiri atas prosesus palatinus osis maksillaris dan pars horisontalis osis
palatini.
- Mengandung foramen insisivum pada bidang median ke arah anterior, dan
foramin palatina mayor dan minor ke arah posterior.
B. Palatum Mole
- Merupakan plika fibromuskular yang merentang dari tepi posterior palatum
durum.
- Bergerak ke arah posterior berlawanan dengan didnding faring untuk menutup
isthimus orofaringeal (fausial) pada waktu menelan selama berbicara.
C. Otot-Otot
Otot Origo Insersio Nervus Fungsi
Tensor veli Fossa skafoidea;
Kait tendo yang Rami Mengangkat
palatini spina mengelilingi hamulus mandibullaris palatum mole
sfenoidalis;kartilago
pterigoidea untuk insersio N. Trigeminus
tuba auditiva pada aponeurosis palatum
mole
Levator veli Pars petrosa osis Aponeurosis palatum mole N. Vagus via Mengangkat
palatini temporalis; kartilago pleksus palatum mole
tuba auditiva faringeus
Palatoglossus Aponeurosis palatum Sisi dorsolateal lidah N. Vagus via Mengangkat
mole pleksus lidah
faringeus
Palatofaringeu Aponeurosis palatum Kartilago tiroid dan sisi N. Vagus via Mengangkat
s mole faring pleksus faring;
faringeus menutup
nasofaring
Muskulus Spina nasalis Membrana mukosa uvula N. Vagus via Mengangkat
uvulae posterior; pleksus uvula
aponeurosis palatina faringeus

II. Lidah (Lingua)


- Dilekatkan oleh otot-otot os hioid, mandibula, prosesus stiloideus dan faring.
- Dibagi oleh sulkus terminalis yang berbentuk V menjadi dua bagian: 2/3
anterior dan 1/3 posterior yang berbeda perkembangannya secara struktural
dan persarafannya.
- Memiliki foramen sekum pada apeks dari V yang menandakan tempat asal
duktus tiroglossus pada waktu embrio.
A. Papilae Lingualis
- Kecil, penonjolan berbentuk puting susu pada 2/3 anterior dorsum lingua.
- Termasuk papilae valata, fungiformis dan filiformis.
B. Tonsila Lingualis
- Merupakan kumpulan massa nodular folikel limfoid pada 1/3 posterior dorsum
lingua.

C. Inervasi
- Otot-otot ekstrinsik dan intrinsiknya dipersrafi oleh nervus hipoglossus,
kecuali muskulus palatoglossus yang dipersarafi nervus vagus.
- 2/3 anterior dipersarafi nervus lingualis untuk sensasi umum dan oleh korda
timpani oleh sensasi khusus (pengecap).
- 1/3 posteriornya dan papila valata dipersarafi nervus glossofaringeus untuk
sensasi umum dan khusus.
- Akarnya dekat epiglotis dipersarafi nervus laringeus internus dari nervus vagus
untuk sensasi umum dan khusus.
D. Arteri Lingualis
- Berasal dari arteri karotis eksterna pada level ujung kornu mayor osis hioid pada
trigonum karotikum

E. Otot-otot
- Stiloglossus Retraksi dan elevasi lidah
- Hioglossus Depresi dan retraksi lidah
- Genioglossus Protrusi dan depresi lidah
- Palatoglossus Elevasi lidah

III. Geligi-geligi dan Gusi (Gingiva)


A. Struktur Gigi-Geligi
1. EnamelSubstansi yang paling keras yang membungkus mahkota.
2. DentinSubstansi keras yang dipelihara melalui tubuli dentalis yang halus
dari barisan odontoblas ruang pulpa sentralis.
3. PulpaMengisi ruang sentralis yang dilanjutkan dengan kanalis radiks dan
mengandung sejumlah pembuluh darah, saraf, dan limfatik yang memasuki
foramen pulpa melalui suatu foramen apikalis pada apeks radiks.
B. Bagian-bagian Gigi-Geligi
1. Mahkota (Crown)
2. Leher (Kolum)
3. Akar (Radiks)
C. Jenis Gigi-Geligi
1. Insisivus
2. Kaninus
3. Premolar
4. Molar
D. Persarafan Gigi
1. Gigi maksilarisRami anterior, medius dan posterior nervus maksilaris.
2. Gigi mandibularisRamus alveolaris inferior nervus mandibularis.
E. Persarafan Gingiva
1. Permukaan Luar
a. Gingiva maksilarisnervi alveolaris superior posterior, medius dan
anterior nervus infraorbitalis.
b. Gingivs mandibularisnervus bukalis dan mentalis.

2. Permukaan Dalam
a. Gingiva maksilarisnervus palatinus mayor dan nasoplatinus.
b. Gingiva mandibularisnervus lingualis.
IV. Glandula Salivatorius
a. Glandula submandibularis
b. Glandula sublingualis
V. Nervus Otonom
(Seri Ringkasan Gross Anatomi, Kyun Won Chung, Binarupa Aksara, Jakarta:1993)

Fungsi gigi :
1. Gigi incisifus/seri/depan : memotong makanan
2. Gigi caninus/taring : merobek dan mencabik makanan
3. Gigi premolar: menghancurkan makanan
4. Gigi molar : untuk menghaluskan makanan

Mahkota/crown : enamel ( substansi yang plg keras ), dentin, pulpa


Leher
Akar

Lidah : jaringan ikat dan jaringan berkas otot lurik untuk membolak balikkan makanan
Indra pengecap : kuncup kecap
Depan : manis
Kanan/ kiri : asin dan asam
Beakang : pahit
Sumber: Sheerwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel Edisi 6
Nomenklatur Gigi
Sumber : Satish chandra at all. 2007. Textbook of Operative Dentistry. Fist edition. Ajanta
Office : New Delhi.

FISIOLOGI Mulut

Dibagi menjadi mekanisme mengunyah dan menelan

Mengunyah

adanya bolus didalam rongga mulut pd awalnya menimbulkan penghambatan reflek


gerakan mengunyah pada otot,yg mnyebabkan rahang bawah turun kebawah
penurunan ini menimbulkan reflek regang pada otot2 rahang bawah yang menimbulkan
kontraksi rebound(respon berlawanan pd penghentian suatu rangsangan) keadaan ini
scr otomatis mengangkat rahang bwh yang menimbulkan pengatupan gigi,tetapi juga
menekan bolus melawan dinding mulut,yg menghambat otot rahang bwh sekali
lagi,menyebabkan rahang bwh turun dan kembali rebound pd saat yg lain,dan ini
berulang2 terus
Liur yang diskresikan oleh kelenjar liur, terdiri atas sekitar 99,5% air. Liur mengandung
suatu glikoprotein, musin, yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan
makanan. Menambah air pada makanan kering akan memberi media pada tempat melarutnya
molekul makanan dan tempat hidrolase dapat memulai pencernaan. Gerakan mengunyah
(mastikasi) berfungsi memecah makanan sehingga terjadi peningkatan kelarutan dan
peluasan daerah perluasan bagi kerja enzim. Liur juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan obat-obat tertentu (misal: etanol serta morfin), ion-ion organik seperti k+,
ca2+, hco3-, tiosianat (scn), iodium, dan imunoglobin (iga).

-amylase liur mampu membuat saripati dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan
oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosidat (1-4).

Enzim pencernaan dibagi menjadi enzim yang bekerja pada karbohidrat, protein, dan lemak.

Enzim yang bekerja pada karbohidrat, dihasilkan oleh kelenjar ludah, pankreas, dan usus kecil.
Enzim ini ada yang memecah karbohidrat kompleks seperti amilase ludah dan amilase
pankreas. Ada pula yang bekerja pada karbohidrat yang lebih sederhana (misalnya
oligosakarida) yang disebut sebagai oligosakaridase seperti maltose dan laktose. Hasil akhir
pemecahan karbohidrat adalah glukosa. Dan glukosa ini yang diserap oleh usus dan
bertanggung jawab sebagai penyedia energi bagi tubuh.

Enzim pemecah protein disebut dengan protease, mulai dikeluarkan di dalam lambung, sebagian
besar dihasilkan oleh pankreas dan usus halus. Enzim-enzim pemecah protein dikeluarkan dalam
bentuk tidak aktif dan diaktifkan dalam lambung dan usus. Protease bekerja secara aktif
dalam suasana yang sangat asam (PH 1-2), dan proses pencernaan protein sebagian besar
terjadi pada lambung. Bila terdapat gangguan pada pengeluaran asam lambung, maka terjadi
pula gangguan pencernaan protein. Hal ini dapat terjadi pada orang yang mengunakan obat
penetral asam lambung yang berlebihan.

Enzim yang bertanggung jawab dalam pemecahan lemak adalah lipase, dihasilkan terutama oleh
pankreas. Kelenjar ludah di lidah dan lambung juga mengeluarkan lipase. Lipase lambung tidak
terlalu penting. Jika terdapat kekurangan enzim pankreas, baru enzim tersebut memegang
peranan dalam mencerna lemak. Lipase lidah yang masih aktif bekerja di lambung dapat
memecah sekitar 30% lemak yang dikonsumsi. Sebagian besar lemak memulai proses
pemecahannya di bagian usus halus yang disebut duodenum. Tidak seperti kerja protease yang
didukung oleh suasana asam, kerja lipase pankreas malah dihambat oleh keadaan yang asam.
Produk akhir dari lemak adalah asam lemak dan gliserol yang sudah memiliki molekul yang lebih
kecil, sehingga dapat diserap oleh usus.
(BIOKIMIA HARPER)

KONTROL DAN KOORDINASI AKTIFITAS SALURAN PENCERNAAN


Saraf pleksus mienterikus (Auerbachs) terletak di antara lapisan otot sirkuler &
longitudinal. Fungsi koordinasi gerakan otot polos dinding usus
Pleksus Meisners di submukosa, fungsi mengontrol aliran darah & mendeteksi sensasi
keregangan usus.
Saraf parasimpatis Vagus (dari brain stem) mengatur kecepatan gerakan dan sekresi
getah usus serta hormon-hormon (Gastrin, Kolesistokinin (CCK) dan sekretin).
INGESTI DAN MASTIKASI
Di dalam mulut makanan dihancurkan melalui:
Mastikasi / pengunyahan
Pelumasan oleh air liur/saliva
Netralisasi asam dalam makanan dengan bikarbonat
Saliva diproduksi oleh sel-sel asini dari:
Kelenjar parotis: mengeluarkan air liur encer
Kelenjar submandibularis
Kelenjar sublingualis
Kelenjar-kelenjar lain pada mukosa mulut.
DIGLUTISI (PENELANAN)
1. Tahap bukal : makanan dikumpulkan dipermukaan atas lidah sebagai bolus yang lembab.
Kemudian bolus didorong ke dalam faring.
2. Tahap faringeal : faring tertarik ke atas di bawah dasar lidah, inlet laringeal
berkonstriksi, dan epiglotis menutupi laring untuk mencegah makanan masuk trakea. Otot-
otot faring kemudian mendorong bolus ke dalam esofagus bagian atas.
3. Tahap esofagus: gelombang peristaltik membawa bolus ke bawah terus ke lambung.
Pencegahan Regurgitasi (Refluks) Kembali Ke Esofagus
Kontraksi otot pada ujung bawah esofagus
Lipatan mukosa pada esofagus bagian bawah
Jepitan esofagus oleh diafragma
Jalan masuk yang bertonjolan dari esofagus ke dalam lambung

HISTOLOGI
Esofagus sampai anus mempunyai struktur dasar yang sama:
1. Lapisan mukosa: jaringan epitel yang tersusun di atas lamina propria & l muskularis mukosa
fungsi:
Sekresi kelenjar
Absorbsi zat gizi
Pelindung terhadap bakteri

R. Bowen, 2004

2. Lapisan submukosa
Disini terdapat arteriole,venule dan jaringan saraf pleksus submukosa & Meissners.
3. Dua lapis otot polos, dari dalam keluar:
Otot sirkular yang berbentuk spiral rapat, berfungsi kontriksi saluran pencernaan.
Otot longitudinal, berbentuk spiral panjang, berfungsi memendekkan saluran
Kedua lapisan ini bekerja sama untuk mengaduk makanan agar pencernaan secara kimiawi
dapat berlangsung.
Di antara kedua lapisan otot ini terdapat jaringan saraf yang disebut pleksus
mienterikus (pleksus auerbachs).

2. Mengapa anak susah makan dan minum?


Disebabkan karena sariawan rasa terbakar di mulut
Proses inflamasi produksi TnF anoreksi di pusat nafsu makan hambatan pengosongan di
lambung rasa kenyang

3. Mengapa pasien panas subfebril dan badan lemah?


Panas reaksi sistem perahanan tubuh
Badan lemah anoreksi tidak makan
Karena peradangan
Panas ada bakteri yang masuk reaksi pirogen endogen histamin prostaglandin IL1
mempengaruhi set poin di otak suhu naik
Bakteri masuk makrofag TnF
Didinding fosfolipid reaksi siklooksigenase histamin prostaglandin tromboxan
Reaksi lipooksigenase IL, mediator inflamasi, leukotrien
Semakin banyak mediator inflamasi dikeluarkan semakin tinggi set poin
Demam Subfebris
Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan sakit lebih dikarenakan oleh zat
toksin yang masuk kedalam saluran cerna ( mulut ). Umumnya, keadaan sakit terjadi karena
adanya proses peradangan (inflamasi). Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan
mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan
fisiologis tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin (mikroorganisme).
Mikroorganisme (MO) yang masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu
yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha
melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa
leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit). Dengan adanya proses
fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang
dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen
endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar dengan
adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus
akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari termostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh
(di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini dikarenakan termostat tubuh
(hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Biasanya sekitar 37.
38 0 tidak sampai 40 0.
Sumber : Fisiologi Sheerwood

4. Apa hubungan penderita tidak ASI eksklusif, tidak suka makan buah buah an dan sayuran,
masih minum susu botol dengan keluhan?
Kandungan ASI lengkap , mengandung IgA menyempurnakan sistem imun, integritas mukosa
Kandungan susu bool kurang
Tidak suka makan buah dan sayur vitamin dan nurisi yang dibutuhkan kurang daya tahan
tubuh kurang
Vit c berperan dalam pembentukan kolagen pembuluh darah pecah sariawan

5. Mengapa pada PF ditemukan bibir kering, bau mulut (halitosis), karies, dan ulserasi?
Bau mulut
Disebabkan saliva berkurang kebersihan mulut berkurang plak nambah bateri nambah
bau mulut
Secara fisiologis : bau nafas pagi hari
Patologis: karena adanya kuman bakteri anaerob (menginfeksi, membutuhkan protein
menyimpan polisakarida) inflamasi mediator inflamasi
Karies : gangguan fungsi kelenjar saliva, faktor usia, imunodefisiensi
Bibir kering
Tidak suka makan buah dan sayur imunodefisiensi
Gas VSCS terdiri dari dimetil sulfit dll (normal)
Ulserasi : dalam rongga mulut terjadi metabolisme, tidak ada vitamin imun menurun kuman
meningkat lebih mudah luka ulserasi
Salah satu stadium stomatitis
Flora normal berkembang biak banyak
Menyerang karena trauma (tergigit)
Stadium
1. Rasa terbakar
2. udem, penunggian
3. ulserasi, tengahnya nekrosis

Sumber : Signs and Symptoms Oleh Scott Kahan

Sumber : A Color Handbook of Oral Medicine, by Richard C.K. Jordan and Michael A.O. Lewis

Halitosis Fisiologis

Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan.
Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi patologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya
adalah morning breath, yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya
otot pipi dan lidah serta berkurangnya aliran saliva selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan
merangsang aliran saliva dan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat
gigi atau berkumur.

Halitosis Patologis

Hali tosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan
pemeliharaan oral higiene saja, tetapi membutuhkan suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan
sumber penyebab halitosis. Adanya pertumbuhan bakteri yang dikaitkan dengan kondisi
oral higiene yang buruk merupakan penyebab halitosis patologis intraoral yang paling sering
dijumpai. Tongue coating, karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama halitosis
berkaitan dengan kondisi tersebut.Infeksi kronis pada rongga nasal dan sinus paranasal, infeksi
tonsil(tonsilhlith), gangguan pencernaan, tukak lambung juga dapat menghasilkan gas berbau. Selain
itu, penyakit sistemik seperti diabetes ketoasidosir, gagal ginjal, dan gangguan hati juga dapat
menimbulkan bau nafas yang khas. Penderita diabetes ketoasidosis mengeluartan nafas berbau aseton.
Udara pernafasan pada penderita kerusakan ginjal berbau amonia dan disertai dengan
keluhan dysgeusi, sedangkan pada penderita gangguan hati dan kantung empedu seperti sirosis hepatis
akan tercium bau nafas yang khas, dikenal dengan istilah foetor hepaticus.

2. Pseudo Halitosis (Halitosis Semu)

Pada kondisi ini, pasien merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun hal ini tidak dirasakan
oleh orang lain disekitarnya ataupun tidak dapat terdeteksi dengan tes ilmiah. Oleh karena tidak ada
masalah pernapasan yang nyata, maka perawatan yang perlu diberikan pada pasien berupa konseling
untuk memperbaiki kesalahan konsep yang ada (menggunakan dukungan literature, pendidikan dan
penjelasan hasil pemeriksaan) dan mengingatkan perawatan oral hygiene yang sederhana.

3. Halitophobia

Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine halitosis maupun telah mendapat
konseling pada kasus pseudo halitosis, pasien masih kuatir dan terganggu oleh adanya halitosis. Padahal
setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan umumnya
ternyata baik dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis, begitu pula
dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan hasil bahwa orang tersebut menderita halitosis. Pasien
juga dapat menutup diri dari pergaulan sosial, sangat sensitif terhadap komentar dan tingkah laku
orang lain. Maka dari itu, diperlukan pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah kejiwaan yang
melatar belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh seorang ahli seperti psikiater ataupun
psikolog.

Penyebab Halitosis

Bau mulut (Halitosis) dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor fisiologis dan patologis.

1. Faktor fisiologis terdiri dari :

a. Kurangnya aliran ludah selama tidur


Air liur sangat penting untuk menjaga kesegaran nafas. Pengeluaran air liur akan berkurang ketika
tidur, hal ini menyebabkan mulut kering dan menimbulkan bau mulut.

b. Makanan

Bau mulut dapat terjadi karena pengaruh makanan. Beberapa jenis makanan yang dapat menyebabkan
bau mulut (Halitosis), diantaranya adalah makanan yang mengandung sulfur seperti bawang putih,
kubis, brokoli serta makanan yang berbau khas seperti petai, jengkol, dan durian .

c. Minuman atau alkohol

Alkohol dapat mengurangi produksi air ludah sehingga mengiritasi jaringan mulut yang akhirnya
semakin memperparah bau mulut.

d. Kebiasaan merokok

Merokok dapat memperburuk status kebersihan gigi dan mulut sehingga bisa memicu terjadinya
radang gusi dan dapat berakibat terjadinya bau mulut (Soemantri, 2008).

e. Menstruasi

Wanita dalam masa haid (menstruasi) dapat mengalami bau mulut (halitosis) disebabkan karena sekresi
air ludah dalam mulut berkurang sebagai akibat kekacauan endokrin yang pada kenyataannya
menguntungkan pertumbuhan kuman anaerob, sehingga halitosis sudah pasti akan terjadi

2. Faktor patologis terdiri dari :

a. Oral hygiene buruk

Kebersihan mulut yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya halitosis, misalnya karena sisa-sisa
makanan yang menempel dan sulit dibersihkan terutama pada gigi berbehel.

b. Plak

Plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembangbiak diatas suatu
matrik yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi apabila seseorang mengabaikan
kebersihan gigi dan mulutnya.

c. Karies

Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari 4 faktor
yaitu:Host (penjamu), Agent (penyebab), Enviorenment (lingkungan) dan Time (waktu) yang
menghasilkan kerusakan pada jaringan keras gigi yang tidak bisa pulih kembali yaitu email, dentin dan
sementum.

Gigi yang terserang karies (rusak atau berlubang) dapat menjadi salah satu sumber bau mulut. Lubang
pada gigi tersebut dapat menjadi penyimpanan makanan yang menjadi tempat kuman memperoleh
media untuk proses makanan serta menjadi tempat kuman memperoleh media
untuk proses pembusukan dan berkembangbiak. Bau dari gigi berlubang secara langsung dapat
dirasakan sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah terjadinya karies gigi :

Menjaga kebersihan mulut : Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi setelah
sarapan dan sebelum tidur malam serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing)
setiap hari.

Makanan : Semua karbohidrat dapat menyebabkan kerusakan gigi, tetapi yang paling jahat
adalah gula. Gula sederhana termasuk gula meja (sukrosa), gula didalam madu (levulosa
dan dekstrosa), buah-buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek yang sama
terhadap gigi.

Fluor : Fluor menyebabkan gigi terutama email tahan terhadap asam yang menyebabkan
terbentuknya karies. Efektif mengkonsumsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan
mengeras yaitu sampai usia 11 tahun.

Penambalan : Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan pada gigi belakang
yang sulit dijangkau.

Terapi antibakteri : Orang-orang yang cenderung menderita karies gigi perlu diberikan
terapi antibakteri. Daerah yang rusak dibuang dan semua lubang di tambal serta lekukan
ditambal maka diberikan obat kumur yang kuat (chlorhexidine) selama beberapa minggu
untuk membunuh bakteri didalam plak yang tersisa.

d. Bakteri

Bakteri adalah penyebab utama Halitosis. Bakteri ini hidup dan berkembangbiak di dalam mulut dengan
memakan sisa protein makanan yang melekat di celah gigi dan gusi.

Bakteri dalam ludah bukan karena kuman tersebut ikut diproduksi bersama ludah dalam kelenjar
ludah, tetapi oleh karena mulut selalu berhubungan dengan udara terbuka maka memudahkan masuknya
berbagai kuman dari udara luar tersebut. Kuman di dalam mulut yang terbanyak adalah berada didalam
plak. Kuman plak terdapat 100 kali lebih banyak dibanding yang ada dalam ludah.

e. Gingivitis

Gingivitis adalah awal penyakit gusi akibat kuman yang berada dalam plak ditandai dengan gusi merah,
bengkak dan berdarah. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang menunjukkan adanya tanda-
tanda penyakit/kelainan pada gingiva. Gingivitis disebabkan oleh plak dan di percepat dengan
adanya faktor-faktor iritasi lokal dan sistemik

4) Rongga hidung dan sinus, baik oleh benda asing yang tertinggal di dalam maupun dari infeksi yang
menghasilkan nanah. Jika infeksi dalam sinus, pernanahan dalam sinus bisa berkepanjangan, bau yang
dihasilkan sebenarnya dari rongga hidung tapi bisa terkesan dari mulut. Dibutuhkan antibiotika jangka
panjang, atau irigasi sinus sampai bersih.

f. Tonsil (amandel)

Ada 2 tipe bau asal tonsil: @ infeksi tonsil, bau busuk; dikelola dengan antibiotika dan kumur
kerongkongan dengan air garam. @ endapan di dalam celah (cekungan kecil) pada permukaan tonsil,
serupa pengapuran; baunya tajam. Dikelola dengan kumur kerongkongan dengan air sirih disusul dengan
air garam, dengan harapan dapat menyebabkan pengerutan mukosa tonsil dan mendesak endapan itu
keluar, yang akan dibasuh air garam. Jika tak berhasil terpaksa harus dilakukan evakuasi (endapan
dicungkil keluar dengan sonde). Sering bau dari endapan tonsil ini menjengkelkan karena berkali-kali
timbul, sulit dikelola tuntas, dan baunya yang tajam dan khas itu bisa sampai menimbulkan rasa rendah
diri. Dalam kondisi begini perlu pertimbangan pengambilan tonsil, terutama jika ada pembengkakan.

g. Esofagus (kerongkongan) dan lambung (maag)

Seharusnya antara esophagus dan maag ada klep yang mencegah asam lambung naik, tapi beberapa
kasus ada kebocoran misalnya pada kasus hernia, atau fungsi klep terganggu misalnya pada kasus stres
yang berkepanjangan atau adanya kelainan esophagus misalnya adanya kantong yang menahan sebagian
makanan sebelum masuk lambung. Bau nafas menjadi nyata pada orang yang berpuasa atau beberapa
jam tidak makan/minum karena asam lambung yang tidak teralirkan ke dalam usus. Pada kasus begini
bau hilang ketika makan dan minum walau dalam porsi kecil saja. Bau petai dan bawang disebabkan
karena sebagian hasil metabolismenya disekresi lewat air liur sehingga hanya bisa hilang dengan makan
mentimun, yang sama-sama disekresi air liur sehingga bisa membantu menetralkan. Hanya saja
mentimun harus segera dimakan (bersamaan) dengan petai dan bawangnya.

Kedelai dan produk kedelai (tahu, tempe) hasil metabolismenya juga bisa menimbulkan bau jika orang
tidak mempunyai ensim pemecah kedelai, seperti halnya susu dan keju pada mereka yang tidak cukup
ensim pemecah susu.

h. Bau karena penyakit umum

gangguan hati

infeksi jalan nafas/paru, terutama pada kasus bronki-ektasis

gangguan ginjal

diabetes

kanker

gangguan penyakit lain berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan bau
mulut antara lain: a) gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, b) mukositis ulseratif nekrotisasi
akut, c) penyumbatan usus, d) infeksi tenggorokan, e) sinusitis.
Sumber : Pharmacology ReCap 2.0 for Bachelor of Dentistry Students Oleh Dr. J. G. Buch

6. Apa maksud dari karies pada gigi 51,52,61,62,71,81?


Nomenclatur international
Depan: gigi desidua / gigi tetap
Belakang: jenis gigi nya
51: insisifus 1 rahang kanan atas
52: insisifus 2 rahang kanan atas
61: insisifus 1 rahang kiri atas
62: insisifus 2 rahang kiri atas
71: insisifus 1 kiri bawah
81: insisifus 1 kanan bawah

7. Apa etiologi dan manifestasi klinis dari skenario?

Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah adhesi,
perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan
proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa
diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host.
Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan
dengan patogenitas Kandida albikan.

Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk
faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah
saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan
dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan
berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren
syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva.
Faktor sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti
HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti
antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi

1. Stres

Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres dapat mengganggu proses kerja

dari tubuh sehingga mengganggu proses metabolism tubuh dan menyebabkan tubuh rentan terhadap

serangan penyakit, tidak hanya kejadian stomatitis bahkan gangguan-gangguan lainnya dapat dapat

dipicu oleh stres.11

Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa fakta menunjukkan hal tersebut.
Namun, stres sulit untuk diukur dan beberapa penelitian belum dapat menemukan hubungan antara
sters dengan munculnya ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres) juga merupakan faktor
penyebab terjadinya stomatitis.12

Etiologi

Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS

Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling
banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat
menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi
yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebihsedikit. Penurunan ini ditemukan
setinggi 81% dalam satu penelitian. Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek
penelitian merasa bahwa sariawan yang mereka alami kurang menyakitkan daripada pada saat
mereka menggunakan pasta gigi yang menggandung SLS.3,8,24

2.1.4.2 Trauma

Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser
terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi
karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan
gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukanmerupakan
faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi
trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.

2.1.4.3 Genetik

Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR.
Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen
(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui
mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus
(1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan
timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak
usia muda dan lebihberat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.9,24

2.1.4.4 Gangguan Immunologi

Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya
disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian
mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga
menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari
limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. Menurut
Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya
SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran
IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkanmenurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat
karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.

2.1.4.5 Stres

Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres
dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap
ulser stomatitis rekuren ini. Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada
subbab selanjutnya.

2.1.4.6 Defisiensi Nutrisi

Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderitadefisiensi
nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi
vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam

folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin
B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut
mengalami perbaikan.

Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari
60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin
tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33%
kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan
memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang. Dilaporkan
adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50
mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi
SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu
tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada
pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan,
walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal.

2.1.4.7 Hormonal

Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal.
Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
20,26progesteron.

Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga
suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan
sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga
menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap
iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam
mengatur pergantian epitel mukosa mulut.

2.1.4.8 Infeksi Bakteri

Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya
hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR denganpenelitian
lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky
dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer
antibodi terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.

2.1.4.9 Alergi dan Sensitifitas

Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan


(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen
dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi
dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.

SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahanpokok yang
ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan
tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang
sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-
kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara
dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang
menjadi SAR.

2.1.4.10 Obat-obatan

Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi


dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih
besar untuk terjadinya SAR.3,24 2.1.4.11 Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien
yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan
adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh
dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga
mulut adalah penyakit Behcets, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal,
HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.

2.1.4.12 Merokok

Adanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok.


Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan
keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanandengan
yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti
merokok.3,24

Tanda-tanda dan Gejala

Stomatitis herpetik akut diawali dengan mulut yang nyeri tiba-tiba, ludah berlebih, bau mulut,
menolak makan, dan demam kadang-kadang tinggi (40-40,6C). Puncak terjadinya adalah
demam dan rewel yang ditunjukkan dengan lesi (ujud kelainan) mulut dalam 1-2 hari. Lesi awal
berupa gelembung isi cairan yang jarang terlihat karena cepat pecah. Lesi sisa berdiameter 2-
10 mm dan ditutupi dengan lapisan kuning keabuan. Pada saat lapisan terkelupas, yang tersisa
adalah luka. Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening sekitar mulut. Fase akut
terjadi 4-9 hari dan sembuh sendiri. Nyeri biasanya hilang dalam dua sampai empat hari
sebelum luka sembuh sempurna. Jika bayi yang menderita stomatitis menghisap jempolnya,
luka bisa menjalar ke tangan.
Pada stomatitis aphtosa luka tunggal atau multipel yang nyeri pada mukosa bibir, pipi lidah dan
bawah lidah, langit-langit, dan gusi. Lesi awal ditunjukkan dengan kemerahan, tonjolan (papul) keras
yang cepat erosi menjadi bentuk yang berbatas jelas, luka nekrotik dengan dikelilingi daerah
merah.

8. Bagaimana klasifikasi dari ulserasi di mulut?


1. akut: ulkus timbul mendadak (< 2 minggu), nyeri inflamasi, tertutupnya eksudat, dikelilingi
oleh haloerimatous, batas tidak lebih tinggi dari permukaan mukosa, lesi gatal, dangkal
2. kronis: timbul bertahap (2-3 minggu) tertutup membran warna kuning, terjadi indurasi karna
jaringan parut, dikelilingi tepi lebih tinggi dari permukaan mukosa, lesi dalam

1. minor : diameter 2-4mili, waktu sembuh 3-16 hari


2. mayor: >4mili, 1cm, sembuh 3-6minggu, sembuh menimbulkan cacat
3. hipertiformis: mirip sariawan karena herpes, sariawan multipel, terkena pada wanita muda 1-
2mili jumlah 10-100

Ulser mempunyai ukuran yang bervariasi 1-30 mmm, tertutup selaput kuning keabu-abuan,
berbatas tegas, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk beberap
ahri atau bulan. Karateristik ulser yang sakit terutama terjadi pada mukosa mulut yang tidak
berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan
mukosa orofaring (Banuarea, 2009).

Minor Recurrent Aphthous Stomatitis

Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang ditandai oleh ulser bulat
atau oval, dangkal dengan diameter kurang dari 5 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang erimatus
(Gambar 1). Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti
mukosa labial, mukosa bukal, dan dasr mulut. Ulserasi bias tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas
(Lewis & Lamey , 1998).

Gambar 1. Gambaran klinis minor RAS pada mukosa labial (Scully & Felix, 2005)

Mayor Recurrent Aphthous Stomatitis

Stomatitis aptosa mayor yang rekuren (MaRAS), yang diderita oleh kira-kira 10% dari
penderita RAS, lebih hebat daripada MiRAS. Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-
3 cm, berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari
mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin (Gambar 2 dan 3). Tanda pernah adanya
MaRAS berupa jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi (Lewis & Lamey ,
1998). Lynch et al. (1994) mengatakan bahwa pasien dengan ulser mayor mengalami lesi yang
dalam dengan diameter 1-5 cm.

Gambar 2. Gambaran klinis mayor RAS pada mukosa palatal lunak (Scully & Felix,
2005)

Gambar 3. Gambaran klinis mayor RAS (Scully & Felix, 2005)

Menurut Langlai & Miller (2000), ulser seringkali multiple, terjadi pada palatum
lunak, tsucea tonsil, mukosa bibir, mukosa pipi, lidah dan meluas ke gusi cekat.
Biasany lesi asimetri dan unilateral. Gambaran ulsernya yaitu ukuran besar, bagian
tengah nekrotik dan cekung, tepinya merah meradang.

Ulserasi Herpetiformis

Tipe RAS yang terakhir adalah ulserasi herpetiformis (HU). Istilah herpetiformis
digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil
pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer. Tetapi virus-virus
herpes tidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi
aptosa (Lewis & Lamey , 1998).

Gambaran mencolok dari penyakit ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya
banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tidak
jelas batasnya (Gambar 4). Ukurannya berkisar 1-2 mm sehingga dapat dibedakan
dengan aptosa namun tidak adanya vesikel dan gingivitis bersama sifat kambuhan
membedakannya dari herpes primer (Gambar 5) dan infeksi virus lainnya (Langlais &
Miller, 2000; Porter & Leao, 2005 ).

Gambar 4. Gambaran klinis RAS herpetiformis pada dasar lidah (Scully & Felix,
2005)

Stomatitis Primer, meliputi :

Recurrent Aphtouch Stomatitis (RAS)


Merupakan ulcer yang terjadi berulang. Bentuknya 2 5 mm, awal lesi kecil, dan berwarna
kemerahan. Akan sembuh 2 minggu tanpa luka parut.
Herpes Simplek Stomatitis
Stomatitis yang disebabkan oleh virus. Bentuknya menyerupai vesikel.
Vincents Stomatitis
Stomatitis yang terjadi pada jaringan normal ketika daya tahan tubuh menurun. Etiologinya,
bakteri normal yang ada pada mulut, yaitu B. Flora. Bentuk stomatitis ini erythem, ulcer dan
nekrosis pada ginggival.
Traumatik Ulcer
Stomatitis yang ditemukan karena trauma. Bentuknya lesi lebih jelas, dan nyeri tidak hebat.
Stomatitis Sekunder, merupakan stomatitis yang secara umum terjadi akibat infeksi oleh
virus atau bakteri ketika host (inang) resisten baik lokal maupun sistemik.

a. TIPE PENYAKIT
Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut : Bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada
sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.

2. Sariawan kronis : Akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan
jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas
saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari
xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan
pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin
atau sedatif.

Secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya:
1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh luka
(ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh
pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-
keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau
merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu
10-14 hari tanpa meninggal bekas.

2. Stomatitis aphtosa major (MaRAS)


Hanya sebagian kecil dari pasien yang terjangkit stomatitis aphtosa jenis ini. Namun jenis
stomatitis aphtosa pada jenis ini lebih hebat daripada stomatitis jenis minor (MiRAS). Secara
klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-3 cm, dan berlangsung selama 4minggu atau lebih dan
dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.
Stomatitis aphtosa major ini meninggalkan bekas, bekas pernah adanya ulser seringkali dapat
dilihat penderita MaRAS; jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi.

3. Ulserasi herpetiformis (HU)


Istilah herpetiformis digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri atas 100
ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi
virus-virus herpes initidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk
ulserasi aphtosa.

9. Apa patogenesis dari keluhan di skenario?


Patofisiologi
Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan bakteri.
Pertahanan ini disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-system). Sistem ini terdapat pada
saliva atau ludah. LP system dapat berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan
bakteriosid terhadap bakteri patogen jika tersedia ketiga komponennya. Yaitu enzim
laktoperoksidase, dosianat, dan hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di dalam mulut dapat
berkembang biak tak terkendali karena sistem laktoperoksidase yang merupakan pertahanan
alami dalam saliva umumnya rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang
mengandung zat-zat kimia, seperti perasa, pewarna, pengawet, bahkan yang memakai zat
pembasmi hama.
Pemakaian deterjen (sodium laurit sulfat) yang berlebihan dalam pasta gigi juga dapat
sebagai peneyebab dari rusaknya ludah. Bila dalam pemakaian yang berlebihan atau melebihi
toleransi dapat dengan mudah merusak ludah dan menghancurkan sistem pertahanan alami.
Tidak hanya itu, pemakaian antiseptik pada obat kumur atau pasta gigi juga dapat merusakkan
LP system, sebab antiseptik ini bersifat bakteriosid sehingga dapat membunuh semua bakteri
yang berada di dalam rongga mulut, yang dapat mengakibatkan lingkungan mukosa mulut menjadi
rusak.
Seperti telah diterangkan bahwa mulut merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman atau
rangsangan-rangsangan yang bersifat merusak. Dilain pihak mulut tidak dapat melepaskan diri
dari masuknya berbagai jenis kuman ataupun berbagai pengaruh rangsangan antigenik yang
bersifat merusak.
Rangsangan perusak yang masuk sesuai dengan potensinya akan ditanggapi oleh tubuh
baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat berlangsung wajar, artinya tanggapan-
tanggapan tersebut secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Sebenarnya reaksi
tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan
peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan amat berlebih, melebihi porsi
stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi
struktur dan fungsi jaringan justeru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri.
Dalam keadaan yang tidak wajar, (Trauma, Stres dll ) terjadi ketidak seimbangan immunologik
yang melahirkan fenomena alergi dan defisiensi immunologi dengan efek kerusakan-kerusakan
yang menyangkut komponen vaskuler, seluler dan matriks daripada jaringan. Dalam hal ini
sistem imun yang telah dibangkitkan untuk melawan benda asing oleh porsi reaksi yang tidak
seimbang akhirnya ikut merusak jaringan-jaringan sendiri disekitarnya. Misalnya pelepasan
mediator aktif dari aksi-aksi komplemen, makrofag, sel plasma, sel limposit dan leukosit,
histamin, serta prostaglandin.
Kapita selekta kedokteran,, jilid 1, media Aesculapius FKUI

Patogenesis :

Sist pertahanan tubuh sist laktoperoksidasi di saliva. Sariawan rusaknya jar mulut
produksi saliva me>> bakteri berkembang biak.
Ketahanan tubuh << mengurangi produksi saliva
Trauma jaringan nekrotik terkelupas.
Kelenjar yg menghasilkan saliva terganggu penghasilan saliva <<
Faktor genetik produksi IL 1 dan IL 6. (kapan diproduksi, diproduksi oleh siapa,
meningkat tanda apa)
RokokMenghasilkan zat asam bakteri tertentu terutama anaerob, pertumbuhan
bakteri >>.
Stres: MENURUNKAN produksi saliva sariawan. Fisiologi >> sekresi air liur. Makanan
korteks serebri pusat air luar di medula , saraf otonom mensyarafi kel air liur
parasimpatis: encer, jumlah banatyk kaya enzim tidak terjadi kerusakan. Dan simpatis.
Stimulasi simpatis: vol terbatas, kental kaya mukus mulut kering
Stres stimulasi simpatis sekresi air liur MENURUN

10. Mengapa sariawan sering kambuh?


Mulut jarang dibersihkan, makanan kurang bersih flora normal berkembang biak apabila
berlebihan dan tergigit reaksi infeksi sariawan

11. Apa faktor resiko dari skenario?


Factor resiko
a. Hal pertama yang harus dipikirkan adalah keadaan gigi bagi si pasien, karena higiene gigi yang
buruk sering dapat menjadi penyebab timbulnya sariawan yang berulang.
b. Luka tergigit, bisa terjadi karena bekas dari tergigit itu bisa menimbulkan ulsersehingga dapat
mengakibatkan stomatitis aphtosa.
c. Mengkonsumsi air dingin atau air panas.
d. Alergi, bisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan
dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan
tersebut
e. Faktor herediter bisa terjadi, misalnya kesamaan yang tinggi pada anak kembar, dan pada anak-
anak yang kedua orangtuanya menderita stomatitis aphtosa.
f. Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan, seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan
celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa.
g. Faktor psikologis (stress), diduga berhubungan dengan produksi kortison di dalam tubuh.
h. Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis
aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.
i. Pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari sariawan. Pambentukan
stomatitis aphtosa yang dahulunya perokok, bebas simtom ketika kebiasaan merokok
dihentikan.
j. Jamur, namun biasanya hal ini dihubungkan dengan penurunan sistem pertahanan tubuh (imuno).
Berasal dari kadar imunoglobin abnormal.
k. Pada penggunaan obat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misal,alkohol, lemon/
gliserin) harus dihindari.
l. Sedangkan sariawan yang dikarenakan kekurangan vitamin C sangat mungkin terjadi, karena
bagi si pasien yang kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan
jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.
m. Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan.. Namun kondisi seperti itu
dapat diatasi dengan sering memakan buah ataupun makan sayur-sayuran. Penyakit yang
menjangkit ini biasanya dapat menyerang siapa saja dan tidak mengenal umur maupun jenis
kelamin, termasuk pada bayi yang masih berusia 6-24 bulan.

12. Apa DD dari skenario?

Gingivitis

RADANG gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural pada gusi. Ditandai
dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi.

Radang gusi disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh lainnya. Karena itu,
waspadalah terhadap radang gusi!

Menurut Drg Denny Sidiq Hudaya, SpBM, radang gusi (gingivitis) disebabkan karena hengine atau
rongga mulut yang tidak terawat. Misalnya, karena lalai dari menggosok gigi sehingga menyebabkan
karang gigi dan sisa makanan yang masih menempel. Karena karang gigi dan sisa makanan yang
membusuk, gusi mengalami pembengkakan.

Selain itu, radang gusi juga disebabkan karena terlalu sering merokok, stres, faktor genetika,
kurang mengkonsumsi vitamin C, adanya timbunan plak pada gigi dan karena adanya lubang gigi.
Faktor lain yang juga bisa menyebabkan terjadinya radang

gusi adalah Diabetes Melitus (DM).

"Radang gusi bisa menyebabkan tumor (pembengkakan) dan rubor (terjadinya kemerahan pada gusi)
dan dollor (gusi terasa sakit)," jelasnya saat ditemui genie beberapa waktu lalu di klinik DNN,
Jalan Raya Pasar Minggu No 16 J, Jakarta Selatan.

Stomatitis

Radang pada jaringan mulut

Stomatitis adalah peradangan pada mukosa (lapisan lendir) mulut yang bisa mengenai mukosa pipi,
bibir dan langit-langit. Stomatitis merupakan infeksi yang dapat terjadi secara tersendiri atau
bisa merupakan bagian dari penyakit sistemik.

Stomatitis adalah peradangan pada rongga mulut yang disebabkan oleh karena adanya trauma, pola
hidup (konsumsi) yang kurang sehat, serta adanya aktifitas dari kuman (Streptokokus -
hemolitikus)

Predileksi : Biasanya daerah yang paling sering timbul stomatitis aphtosa (sariawan) ini pada
daerah mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit-langit dalam rongga
mulut.

13. Apa pemeriksaan fisik dan penunjang dari skenario?


Fisik:
B1: breath mengecek bau nafas dan RR
B2: blood ngecek hemorraige
B3: brain rasa nyeri
B4: bleader cairan
B5: bowl ngecek ada peradangan, bibir pecah pecah, rasa kering, rasa sensasi luka terbakar
B6: bone kondisi akibat intake nutrisi kurang
Penunjang:
Lab: WBC , menurun pada stomatitis sekunder
Kultur virus: cairan vesikel dari herpes sipleks stomatitis
Kultur bakteri: eksudat untuk membentuk vincen stomatitis
Kultur jamur: candidiasis oral

14. Apa penatalaksanaan dari penyakit di skenario?


Stomatitis
Curiga penyebab jamur
Ada jamur Flukonazol
Antiinflamasi kortikosteroid
Albotil
Non farma
Makan sayur dan buah
Kerbersihan gigi dan mulut

CARA MENGATASINYA

Dalam mengatasi sariawan ini, dapat menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep
(yang mengandung antibiotika dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Jika
sariawan sudah terlalu parah, bisa digunakan antibiotika dan obat penurun panas (bila sudah
kronis disertai dengan demam).

JENIS OBAT YANG DIPAKAI

Ada beberapa jenis obat yang dikenal di masyarakat dan bisa membantu meredakan keluhan
akibat sariawan. Ada jenis obat berbentuk salep dengan kandungan kortikosteroid yang dioleskan
pada luka sariawan. Ada juga obat tetes yang digunakan untuk meredakan sariawan ini dengan
gentien violet, perak nitrat, atau obat kumur yang dapat membantu mengurangi rasa sakit pada
penderita sariawan. Dan juga pemberian vitamin C atau zat besi dalam dosis tinggi pada
penderita sariawan yang kekurangan zat-zat tersebut sering dapat menolong. Untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan vitamin, akan lebih baik bila diperoleh dari sayuran dan buah-buahan yang
merupakan vitamin natural. Mengonsumsi vitamin natural lebih efetif dibandingkan dengan
mengonsumsi suplemen. Bila dikonsumsi berlebihan tidak akan merusak tubuh, karena
kelebihannya akan dikeluarkan oleh tubuh. Selain itu juga lebih mudah diserap oleh tubuh. Pada
penderita sariawan kambuhan yang disertai kecemasan obat (faktor psikologis), pemberian obat
dapat disertai dengan obat anticemas untuk mengatasi masalah psikologisnya. Dan jika sariawan
sudah terlalu parah, bisa digunakan antibiotika dan obat penurun panas (bila sudah kronis
disertai dengan demam).

PENCEGAHAN
Dengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari terjadinya stomatitis
aphtosa (sariawan) ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi
nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Selain itu,
anda juga dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila sariawan selalu hilang timbul, anda
dapat mencoba dengan kumur-kumur air garam hangat dan berkonsultasi dengan dokter gigi
dengan meminta obat yang tepat sariawannya.

Ada beberapa usaha lain yang dilakukan untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga
kesehatan umum terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat menggosok
gigi atau saat menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang, menghindari kondisi
stress, menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering mengkonsumsi buah
dan sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta menghindari makanan dan obat-
obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.

Pengobatan simtomatik

Tujuan dari pengobatan simtomatik yang dilakukan adalah: untuk mengurangi rasa nyeri,

mempersingkat perjalanan lesi, dan memperpanjang interval bagi kemunculan lesi.

Obat yang dapat digunakan antara lain: anestetikum (benzocaine 4% dalam borax glycerine), obat

kumur antibiotika (chlorhexidine gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%), anti inflamasi dan anti

udema (sodium hyaluronat), obat muko-adhesive dan anti inflamasi (bentuk kumur atau gel),

kortikosteroid topikal (triamcinolone in orabase).

Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan lesi, tetapi dapat mengurangi rasa sakit pada

peradangan yang ada. Sedangkan pada triamcinolone in orabase, kortikosteroid dicampur dengan media

orabase yang dapat membuatnya melekat pada mukosa mulut yang selalu basah. Jika pengolesan obat

ini dilakukan dengan tepat, maka orabase akan menyerap cairan dan membentuk gel adesif yang dapat

bertahan melekat pada mukosa mulut selama satu jam atau lebih. Namun, pengolesan pada erosi/ulser

agak sedikit sulit untuk dilakukan. Gel yang terjadi akan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus,

sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Kortikosteroid akan dilepaskan secara perlahan. Selain itu

obat ini juga memiliki sifat anti inflamasi.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, obat kumur tetrasiklin

secara bermakna dapat menurunkan frekuensi dan keparahan stomatitis aftosa. Isi kapsul tetrasiklin

(250 mg) dilarutkan dalam 15 mL air matang, ditahan selama 2 3 menit dalam mulut, dikumur tiga kali

sehari. Pada beberapa pasien, penggunaan selama 3 hari dapat meredakan stomatitis aftosa rekuren

(Cawson dan Odell, 2008).

Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan

ketidaknyamanan pada stomatitis aftosa. Cara penggunaannya adalah tiga kali sehari sesudah makan,

ditahan dalam mulut selama minimal 1 menit

Kadang pemberian vitamin B-12 atau asam folat sudah cukup untuk meredakan stomatitis aftosa

frekuren.

Perawatan suportif

Untuk perawatan suportif dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat kumur salin

hangat dan anjuran untuk beristirahat dengan cukup.


Terapi biasanya dilakukan secara empiris dan paliatif. Namun demikian, tidak ada satu obatpun

yang dapat benar-benar menghilangkan lesi dengan sempurna. Penderita perlu diberi tahu bahwa

kelainan tersebut tidak dapat diobati, tetapi dapat diredakan dan biasanya dapat sembuh sendiri.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan lesi ini adalah:

- Sifat lesi ringan / parah dan lamanya berlangsung

- Ukuran lesi kecil / besar / kombinasi

- Dengan meningkatnya usia, keparahan lesi berkurang/bertambah, frekuensi meningkat

- Tidak ada terapi definitif untuk stomatitis aftosa rekuren

- Terapi bersifat simtomatik dan berbeda untuk setiap individu.

Dalam menentukan strategi penatalaksanaan, maka stomatitis aftosa rekuren diklasifikasikan ke dalam

tiga tipe, yaitu: Tipe A, tipe B, tipe C.

Tipe A

Berlangsung hanya beberapa hari

Timbul 2 3 kali dalam satu tahun

Rasa nyeri masih dapat ditolerir

Apa pemicunya, ini yang ditanggulangi dulu

Operator perlu mengidentifikasi:

Apa saja perawatan yang sudah pernah dijalani, efektif atau tidak?

Bila efektif dan aman dilanjutkan

Tipe B

Timbul setiap bulan

Lesi bertahan 3 10 hari

Pada tipe ini:

Lesi sangat nyeri, sehingga menyebabkan diet normal berubah, kondisi oral hygiene juga

berubah
Bila pemicunya dapat ditemukan (OH, stress, trauma, diet), maka pengobatan dapat

didiskusikan dengan pasien

Bila ada gejala prodromal (kesemutan) ditanggulangi dulu

Tipe C

Lesi sangat nyeri

Lesi bersifat kronis, satu lesi belum sembuh, sudah timbul lagi lesi baru

Lesi tipe ini sebaiknya dirujuk ke dokter gigi spesialis penyakit mulut, dan diperlukan kerjasama

dengan spesialis lain tergantung dari gejala yang timbul

Obat yang digunakan:

- Kortikosteroid topikal yang poten

- Kortikosteroid sistemik

Sumber : Kapita selekta kedokteran,, jilid 1, media Aesculapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai