STEP 1
Eritematous: kemerahan
STEP 2
STEP 3
Histologi
Bibir:
1. pars cutaneus: epitel squamos kompleks berkeratin
2. pars intermedia: epitel squamos kompleks non keratin, banyak pembuluh darah
3. pars mukosa: epitel squamos kompleks non keratin, banyak kelenjar labialis
Lidah:
1. papila filiformis: bentuk kerucut
2. papila fungiformis: bentuk jamur, anterior lidah
3. papila circumfalata: posterior lidah
4. papilla foliate
Mulut meluas dari bibir ke sampai isthmus faucium, yaitu perbatasan mulut dengan pharyng.
Dibagi menjadi vestibulum oris yaitu bagian di antara bibir dan pipi terluar dengan gusi dan
gigi di dalam, cavitas oris propia yaitu bagian di antara arcus alveolares, gusi, dan geligi
Vestibulum oris adalah rongga mirip celah yang berhubungan dengan dunia luar
melalui rima oris. Vestibulum berhubungan dengan cavitas oris di belakang gigi molar
ke tiga pada ke dua sisi ,di atasnya dan di bawahnya vestibulum dibatasi lipatan balik
membran mukosa bibir dan pipi pada gusi. Pipi membentuk dinding lateral vestibulum.
Cavitas oris propia memiliki atap yang di bentuk oleh palatum durum di depan
palatum molle di belakang. Dasar mulut sebagaian besar di bentuk oleh bdua pertiga
anterior lidah dan lipatan balik membran mukosa lidah pada gusi di atas mandibula.
Pada garis tengah lipat membran mukosa yang disebut frenulum linguae
menghubungkan permukaan bawah lidah pada dasar mulut. Di kiri kanan frenulum
terdapat papila kecil pada puncaknya di temukan muara duktus glandula
submandibularis. Dari papila rabung membran mukosa yang membulat meluas ke
belakang dan lateral rabung di timbulkan oleh glandula sublingualis di bawahnya dan
disebut plika sublingualis
(Anatomi klinik R. Snell)
I. Palatum (Langit-langit)
- Membentuk atap mulut dan lantai kavum nasi
- Mengandung palatum durum (2/3 anterior) dan palatum mole (1/3 posterior)
A. Palatum Durum
- Membentuk bagian tulang rawan antara kavum nasi dan kavum oris.
- Terdiri atas prosesus palatinus osis maksillaris dan pars horisontalis osis
palatini.
- Mengandung foramen insisivum pada bidang median ke arah anterior, dan
foramin palatina mayor dan minor ke arah posterior.
B. Palatum Mole
- Merupakan plika fibromuskular yang merentang dari tepi posterior palatum
durum.
- Bergerak ke arah posterior berlawanan dengan didnding faring untuk menutup
isthimus orofaringeal (fausial) pada waktu menelan selama berbicara.
C. Otot-Otot
Otot Origo Insersio Nervus Fungsi
Tensor veli Fossa skafoidea;
Kait tendo yang Rami Mengangkat
palatini spina mengelilingi hamulus mandibullaris palatum mole
sfenoidalis;kartilago
pterigoidea untuk insersio N. Trigeminus
tuba auditiva pada aponeurosis palatum
mole
Levator veli Pars petrosa osis Aponeurosis palatum mole N. Vagus via Mengangkat
palatini temporalis; kartilago pleksus palatum mole
tuba auditiva faringeus
Palatoglossus Aponeurosis palatum Sisi dorsolateal lidah N. Vagus via Mengangkat
mole pleksus lidah
faringeus
Palatofaringeu Aponeurosis palatum Kartilago tiroid dan sisi N. Vagus via Mengangkat
s mole faring pleksus faring;
faringeus menutup
nasofaring
Muskulus Spina nasalis Membrana mukosa uvula N. Vagus via Mengangkat
uvulae posterior; pleksus uvula
aponeurosis palatina faringeus
C. Inervasi
- Otot-otot ekstrinsik dan intrinsiknya dipersrafi oleh nervus hipoglossus,
kecuali muskulus palatoglossus yang dipersarafi nervus vagus.
- 2/3 anterior dipersarafi nervus lingualis untuk sensasi umum dan oleh korda
timpani oleh sensasi khusus (pengecap).
- 1/3 posteriornya dan papila valata dipersarafi nervus glossofaringeus untuk
sensasi umum dan khusus.
- Akarnya dekat epiglotis dipersarafi nervus laringeus internus dari nervus vagus
untuk sensasi umum dan khusus.
D. Arteri Lingualis
- Berasal dari arteri karotis eksterna pada level ujung kornu mayor osis hioid pada
trigonum karotikum
E. Otot-otot
- Stiloglossus Retraksi dan elevasi lidah
- Hioglossus Depresi dan retraksi lidah
- Genioglossus Protrusi dan depresi lidah
- Palatoglossus Elevasi lidah
2. Permukaan Dalam
a. Gingiva maksilarisnervus palatinus mayor dan nasoplatinus.
b. Gingiva mandibularisnervus lingualis.
IV. Glandula Salivatorius
a. Glandula submandibularis
b. Glandula sublingualis
V. Nervus Otonom
(Seri Ringkasan Gross Anatomi, Kyun Won Chung, Binarupa Aksara, Jakarta:1993)
Fungsi gigi :
1. Gigi incisifus/seri/depan : memotong makanan
2. Gigi caninus/taring : merobek dan mencabik makanan
3. Gigi premolar: menghancurkan makanan
4. Gigi molar : untuk menghaluskan makanan
Lidah : jaringan ikat dan jaringan berkas otot lurik untuk membolak balikkan makanan
Indra pengecap : kuncup kecap
Depan : manis
Kanan/ kiri : asin dan asam
Beakang : pahit
Sumber: Sheerwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel Edisi 6
Nomenklatur Gigi
Sumber : Satish chandra at all. 2007. Textbook of Operative Dentistry. Fist edition. Ajanta
Office : New Delhi.
FISIOLOGI Mulut
Mengunyah
-amylase liur mampu membuat saripati dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan
oligosakarida lain dengan menyerang ikatan glikosidat (1-4).
Enzim pencernaan dibagi menjadi enzim yang bekerja pada karbohidrat, protein, dan lemak.
Enzim yang bekerja pada karbohidrat, dihasilkan oleh kelenjar ludah, pankreas, dan usus kecil.
Enzim ini ada yang memecah karbohidrat kompleks seperti amilase ludah dan amilase
pankreas. Ada pula yang bekerja pada karbohidrat yang lebih sederhana (misalnya
oligosakarida) yang disebut sebagai oligosakaridase seperti maltose dan laktose. Hasil akhir
pemecahan karbohidrat adalah glukosa. Dan glukosa ini yang diserap oleh usus dan
bertanggung jawab sebagai penyedia energi bagi tubuh.
Enzim pemecah protein disebut dengan protease, mulai dikeluarkan di dalam lambung, sebagian
besar dihasilkan oleh pankreas dan usus halus. Enzim-enzim pemecah protein dikeluarkan dalam
bentuk tidak aktif dan diaktifkan dalam lambung dan usus. Protease bekerja secara aktif
dalam suasana yang sangat asam (PH 1-2), dan proses pencernaan protein sebagian besar
terjadi pada lambung. Bila terdapat gangguan pada pengeluaran asam lambung, maka terjadi
pula gangguan pencernaan protein. Hal ini dapat terjadi pada orang yang mengunakan obat
penetral asam lambung yang berlebihan.
Enzim yang bertanggung jawab dalam pemecahan lemak adalah lipase, dihasilkan terutama oleh
pankreas. Kelenjar ludah di lidah dan lambung juga mengeluarkan lipase. Lipase lambung tidak
terlalu penting. Jika terdapat kekurangan enzim pankreas, baru enzim tersebut memegang
peranan dalam mencerna lemak. Lipase lidah yang masih aktif bekerja di lambung dapat
memecah sekitar 30% lemak yang dikonsumsi. Sebagian besar lemak memulai proses
pemecahannya di bagian usus halus yang disebut duodenum. Tidak seperti kerja protease yang
didukung oleh suasana asam, kerja lipase pankreas malah dihambat oleh keadaan yang asam.
Produk akhir dari lemak adalah asam lemak dan gliserol yang sudah memiliki molekul yang lebih
kecil, sehingga dapat diserap oleh usus.
(BIOKIMIA HARPER)
HISTOLOGI
Esofagus sampai anus mempunyai struktur dasar yang sama:
1. Lapisan mukosa: jaringan epitel yang tersusun di atas lamina propria & l muskularis mukosa
fungsi:
Sekresi kelenjar
Absorbsi zat gizi
Pelindung terhadap bakteri
R. Bowen, 2004
2. Lapisan submukosa
Disini terdapat arteriole,venule dan jaringan saraf pleksus submukosa & Meissners.
3. Dua lapis otot polos, dari dalam keluar:
Otot sirkular yang berbentuk spiral rapat, berfungsi kontriksi saluran pencernaan.
Otot longitudinal, berbentuk spiral panjang, berfungsi memendekkan saluran
Kedua lapisan ini bekerja sama untuk mengaduk makanan agar pencernaan secara kimiawi
dapat berlangsung.
Di antara kedua lapisan otot ini terdapat jaringan saraf yang disebut pleksus
mienterikus (pleksus auerbachs).
4. Apa hubungan penderita tidak ASI eksklusif, tidak suka makan buah buah an dan sayuran,
masih minum susu botol dengan keluhan?
Kandungan ASI lengkap , mengandung IgA menyempurnakan sistem imun, integritas mukosa
Kandungan susu bool kurang
Tidak suka makan buah dan sayur vitamin dan nurisi yang dibutuhkan kurang daya tahan
tubuh kurang
Vit c berperan dalam pembentukan kolagen pembuluh darah pecah sariawan
5. Mengapa pada PF ditemukan bibir kering, bau mulut (halitosis), karies, dan ulserasi?
Bau mulut
Disebabkan saliva berkurang kebersihan mulut berkurang plak nambah bateri nambah
bau mulut
Secara fisiologis : bau nafas pagi hari
Patologis: karena adanya kuman bakteri anaerob (menginfeksi, membutuhkan protein
menyimpan polisakarida) inflamasi mediator inflamasi
Karies : gangguan fungsi kelenjar saliva, faktor usia, imunodefisiensi
Bibir kering
Tidak suka makan buah dan sayur imunodefisiensi
Gas VSCS terdiri dari dimetil sulfit dll (normal)
Ulserasi : dalam rongga mulut terjadi metabolisme, tidak ada vitamin imun menurun kuman
meningkat lebih mudah luka ulserasi
Salah satu stadium stomatitis
Flora normal berkembang biak banyak
Menyerang karena trauma (tergigit)
Stadium
1. Rasa terbakar
2. udem, penunggian
3. ulserasi, tengahnya nekrosis
Sumber : A Color Handbook of Oral Medicine, by Richard C.K. Jordan and Michael A.O. Lewis
Halitosis Fisiologis
Halitosis fisiologis merupakan halitosis yang bersifat sementara dan tidak membutuhkan perawatan.
Pada halitosis tipe ini tidak ditemukan adanya kondisi patologis yang menyebabkan halitosis. Contohnya
adalah morning breath, yaitu bau nafas pada waktu bangun pagi. Keadaan ini disebabkan tidak aktifnya
otot pipi dan lidah serta berkurangnya aliran saliva selama tidur. Bau nafas ini dapat diatasi dengan
merangsang aliran saliva dan menyingkirkan sisa makanan di dalam mulut dengan mengunyah, menyikat
gigi atau berkumur.
Halitosis Patologis
Hali tosis patologis merupakan halitosis yang bersifat permanen dan tidak dapat diatasi hanya dengan
pemeliharaan oral higiene saja, tetapi membutuhkan suatu penanganan dan perawatan sesuai dengan
sumber penyebab halitosis. Adanya pertumbuhan bakteri yang dikaitkan dengan kondisi
oral higiene yang buruk merupakan penyebab halitosis patologis intraoral yang paling sering
dijumpai. Tongue coating, karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama halitosis
berkaitan dengan kondisi tersebut.Infeksi kronis pada rongga nasal dan sinus paranasal, infeksi
tonsil(tonsilhlith), gangguan pencernaan, tukak lambung juga dapat menghasilkan gas berbau. Selain
itu, penyakit sistemik seperti diabetes ketoasidosir, gagal ginjal, dan gangguan hati juga dapat
menimbulkan bau nafas yang khas. Penderita diabetes ketoasidosis mengeluartan nafas berbau aseton.
Udara pernafasan pada penderita kerusakan ginjal berbau amonia dan disertai dengan
keluhan dysgeusi, sedangkan pada penderita gangguan hati dan kantung empedu seperti sirosis hepatis
akan tercium bau nafas yang khas, dikenal dengan istilah foetor hepaticus.
Pada kondisi ini, pasien merasakan dirinya memilki bau nafas yang buruk, namun hal ini tidak dirasakan
oleh orang lain disekitarnya ataupun tidak dapat terdeteksi dengan tes ilmiah. Oleh karena tidak ada
masalah pernapasan yang nyata, maka perawatan yang perlu diberikan pada pasien berupa konseling
untuk memperbaiki kesalahan konsep yang ada (menggunakan dukungan literature, pendidikan dan
penjelasan hasil pemeriksaan) dan mengingatkan perawatan oral hygiene yang sederhana.
3. Halitophobia
Pada kondisi ini, walaupun telah berhasil mengikuti perawatan genuine halitosis maupun telah mendapat
konseling pada kasus pseudo halitosis, pasien masih kuatir dan terganggu oleh adanya halitosis. Padahal
setelah dilakukan pemeriksaan yang teliti baik kesehatan gigi dan mulut maupun kesehatan umumnya
ternyata baik dan tidak ditemukan suatu kelainan yang berhubungan dengan halitosis, begitu pula
dengan tes ilmiah yang ada tidak menunjukkan hasil bahwa orang tersebut menderita halitosis. Pasien
juga dapat menutup diri dari pergaulan sosial, sangat sensitif terhadap komentar dan tingkah laku
orang lain. Maka dari itu, diperlukan pendekatan psikologis untuk mengatasi masalah kejiwaan yang
melatar belakangi keluhan ini yang biasanya dapat dilakukan oleh seorang ahli seperti psikiater ataupun
psikolog.
Penyebab Halitosis
Bau mulut (Halitosis) dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor fisiologis dan patologis.
b. Makanan
Bau mulut dapat terjadi karena pengaruh makanan. Beberapa jenis makanan yang dapat menyebabkan
bau mulut (Halitosis), diantaranya adalah makanan yang mengandung sulfur seperti bawang putih,
kubis, brokoli serta makanan yang berbau khas seperti petai, jengkol, dan durian .
Alkohol dapat mengurangi produksi air ludah sehingga mengiritasi jaringan mulut yang akhirnya
semakin memperparah bau mulut.
d. Kebiasaan merokok
Merokok dapat memperburuk status kebersihan gigi dan mulut sehingga bisa memicu terjadinya
radang gusi dan dapat berakibat terjadinya bau mulut (Soemantri, 2008).
e. Menstruasi
Wanita dalam masa haid (menstruasi) dapat mengalami bau mulut (halitosis) disebabkan karena sekresi
air ludah dalam mulut berkurang sebagai akibat kekacauan endokrin yang pada kenyataannya
menguntungkan pertumbuhan kuman anaerob, sehingga halitosis sudah pasti akan terjadi
Kebersihan mulut yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya halitosis, misalnya karena sisa-sisa
makanan yang menempel dan sulit dibersihkan terutama pada gigi berbehel.
b. Plak
Plak adalah suatu deposit lunak yang terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembangbiak diatas suatu
matrik yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi apabila seseorang mengabaikan
kebersihan gigi dan mulutnya.
c. Karies
Karies gigi adalah suatu penyakit yang merupakan interaksi dari 4 faktor
yaitu:Host (penjamu), Agent (penyebab), Enviorenment (lingkungan) dan Time (waktu) yang
menghasilkan kerusakan pada jaringan keras gigi yang tidak bisa pulih kembali yaitu email, dentin dan
sementum.
Gigi yang terserang karies (rusak atau berlubang) dapat menjadi salah satu sumber bau mulut. Lubang
pada gigi tersebut dapat menjadi penyimpanan makanan yang menjadi tempat kuman memperoleh
media untuk proses makanan serta menjadi tempat kuman memperoleh media
untuk proses pembusukan dan berkembangbiak. Bau dari gigi berlubang secara langsung dapat
dirasakan sendiri oleh individu yang bersangkutan.
Lima strategi umum yang merupakan kunci dalam mencegah terjadinya karies gigi :
Menjaga kebersihan mulut : Kebersihan mulut yang baik mencakup gosok gigi setelah
sarapan dan sebelum tidur malam serta membersihkan plak dengan benang gigi (flossing)
setiap hari.
Makanan : Semua karbohidrat dapat menyebabkan kerusakan gigi, tetapi yang paling jahat
adalah gula. Gula sederhana termasuk gula meja (sukrosa), gula didalam madu (levulosa
dan dekstrosa), buah-buahan (fruktosa) dan susu (laktosa) memiliki efek yang sama
terhadap gigi.
Fluor : Fluor menyebabkan gigi terutama email tahan terhadap asam yang menyebabkan
terbentuknya karies. Efektif mengkonsumsi fluor pada saat gigi sedang tumbuh dan
mengeras yaitu sampai usia 11 tahun.
Penambalan : Penambalan dapat digunakan untuk melindungi lekukan pada gigi belakang
yang sulit dijangkau.
Terapi antibakteri : Orang-orang yang cenderung menderita karies gigi perlu diberikan
terapi antibakteri. Daerah yang rusak dibuang dan semua lubang di tambal serta lekukan
ditambal maka diberikan obat kumur yang kuat (chlorhexidine) selama beberapa minggu
untuk membunuh bakteri didalam plak yang tersisa.
d. Bakteri
Bakteri adalah penyebab utama Halitosis. Bakteri ini hidup dan berkembangbiak di dalam mulut dengan
memakan sisa protein makanan yang melekat di celah gigi dan gusi.
Bakteri dalam ludah bukan karena kuman tersebut ikut diproduksi bersama ludah dalam kelenjar
ludah, tetapi oleh karena mulut selalu berhubungan dengan udara terbuka maka memudahkan masuknya
berbagai kuman dari udara luar tersebut. Kuman di dalam mulut yang terbanyak adalah berada didalam
plak. Kuman plak terdapat 100 kali lebih banyak dibanding yang ada dalam ludah.
e. Gingivitis
Gingivitis adalah awal penyakit gusi akibat kuman yang berada dalam plak ditandai dengan gusi merah,
bengkak dan berdarah. Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang menunjukkan adanya tanda-
tanda penyakit/kelainan pada gingiva. Gingivitis disebabkan oleh plak dan di percepat dengan
adanya faktor-faktor iritasi lokal dan sistemik
4) Rongga hidung dan sinus, baik oleh benda asing yang tertinggal di dalam maupun dari infeksi yang
menghasilkan nanah. Jika infeksi dalam sinus, pernanahan dalam sinus bisa berkepanjangan, bau yang
dihasilkan sebenarnya dari rongga hidung tapi bisa terkesan dari mulut. Dibutuhkan antibiotika jangka
panjang, atau irigasi sinus sampai bersih.
f. Tonsil (amandel)
Ada 2 tipe bau asal tonsil: @ infeksi tonsil, bau busuk; dikelola dengan antibiotika dan kumur
kerongkongan dengan air garam. @ endapan di dalam celah (cekungan kecil) pada permukaan tonsil,
serupa pengapuran; baunya tajam. Dikelola dengan kumur kerongkongan dengan air sirih disusul dengan
air garam, dengan harapan dapat menyebabkan pengerutan mukosa tonsil dan mendesak endapan itu
keluar, yang akan dibasuh air garam. Jika tak berhasil terpaksa harus dilakukan evakuasi (endapan
dicungkil keluar dengan sonde). Sering bau dari endapan tonsil ini menjengkelkan karena berkali-kali
timbul, sulit dikelola tuntas, dan baunya yang tajam dan khas itu bisa sampai menimbulkan rasa rendah
diri. Dalam kondisi begini perlu pertimbangan pengambilan tonsil, terutama jika ada pembengkakan.
Seharusnya antara esophagus dan maag ada klep yang mencegah asam lambung naik, tapi beberapa
kasus ada kebocoran misalnya pada kasus hernia, atau fungsi klep terganggu misalnya pada kasus stres
yang berkepanjangan atau adanya kelainan esophagus misalnya adanya kantong yang menahan sebagian
makanan sebelum masuk lambung. Bau nafas menjadi nyata pada orang yang berpuasa atau beberapa
jam tidak makan/minum karena asam lambung yang tidak teralirkan ke dalam usus. Pada kasus begini
bau hilang ketika makan dan minum walau dalam porsi kecil saja. Bau petai dan bawang disebabkan
karena sebagian hasil metabolismenya disekresi lewat air liur sehingga hanya bisa hilang dengan makan
mentimun, yang sama-sama disekresi air liur sehingga bisa membantu menetralkan. Hanya saja
mentimun harus segera dimakan (bersamaan) dengan petai dan bawangnya.
Kedelai dan produk kedelai (tahu, tempe) hasil metabolismenya juga bisa menimbulkan bau jika orang
tidak mempunyai ensim pemecah kedelai, seperti halnya susu dan keju pada mereka yang tidak cukup
ensim pemecah susu.
gangguan hati
gangguan ginjal
diabetes
kanker
gangguan penyakit lain berbagai jenis penyakit. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan bau
mulut antara lain: a) gingivitis ulseratif nekrotisasi akut, b) mukositis ulseratif nekrotisasi
akut, c) penyumbatan usus, d) infeksi tenggorokan, e) sinusitis.
Sumber : Pharmacology ReCap 2.0 for Bachelor of Dentistry Students Oleh Dr. J. G. Buch
Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah adhesi,
perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan
proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa
diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host.
Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan
dengan patogenitas Kandida albikan.
Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk
faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah
saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan
dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan
berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren
syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva.
Faktor sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti
HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti
antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi
1. Stres
Faktor stres dapat memicu terjadinya stomatitis sebab stres dapat mengganggu proses kerja
dari tubuh sehingga mengganggu proses metabolism tubuh dan menyebabkan tubuh rentan terhadap
serangan penyakit, tidak hanya kejadian stomatitis bahkan gangguan-gangguan lainnya dapat dapat
Biasanya pasien mengalami ulser pada saat stres dan beberapa fakta menunjukkan hal tersebut.
Namun, stres sulit untuk diukur dan beberapa penelitian belum dapat menemukan hubungan antara
sters dengan munculnya ulser. Faktor psikologis (seperti emosi dan stres) juga merupakan faktor
penyebab terjadinya stomatitis.12
Etiologi
Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling
banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat
menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi.
Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi
yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebihsedikit. Penurunan ini ditemukan
setinggi 81% dalam satu penelitian. Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek
penelitian merasa bahwa sariawan yang mereka alami kurang menyakitkan daripada pada saat
mereka menggunakan pasta gigi yang menggandung SLS.3,8,24
2.1.4.2 Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat
trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser
terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi
karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan
gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukanmerupakan
faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi
trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukung.
2.1.4.3 Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR.
Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen
(HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut. HLA menyerang sel-sel melalui
mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel mononukleus ke epitelium.9,16,26 Sicrus
(1957) berpendapat bahwa bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan
timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak
usia muda dan lebihberat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.9,24
Tidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya
disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian
mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga
menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa. Respon imun itu berupa aksi sitotoksin dari
limfosit dan monosit pada mukosa mulut dimana pemicunya tidak diketahui. Menurut
Bazrafshani dkk, terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya
SAR. Menurut Martinez dkk, pada SAR terdapat adanya hubungan dengan pengeluaran
IgA, total protein, dan aliran saliva. Sedangkanmenurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat
karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita SAR.
2.1.4.5 Stres
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres
dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap
ulser stomatitis rekuren ini. Faktor stres ini akan dibahas dengan lebih rinci pada
subbab selanjutnya.
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderitadefisiensi
nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi
vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam
folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin
B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut
mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1, B2 dan B6. Dari
60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin
tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33%
kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan
memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang. Dilaporkan
adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50
mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi
SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu
tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada
pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan,
walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal.
2.1.4.7 Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang
mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal.
Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan
20,26progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara
mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga
suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan
sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga
menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap
iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam
mengatur pergantian epitel mukosa mulut.
Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya
hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR denganpenelitian
lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky
dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer
antibodi terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahanpokok yang
ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan
tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang
sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-
kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara
dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang
menjadi SAR.
2.1.4.10 Obat-obatan
2.1.4.12 Merokok
Stomatitis herpetik akut diawali dengan mulut yang nyeri tiba-tiba, ludah berlebih, bau mulut,
menolak makan, dan demam kadang-kadang tinggi (40-40,6C). Puncak terjadinya adalah
demam dan rewel yang ditunjukkan dengan lesi (ujud kelainan) mulut dalam 1-2 hari. Lesi awal
berupa gelembung isi cairan yang jarang terlihat karena cepat pecah. Lesi sisa berdiameter 2-
10 mm dan ditutupi dengan lapisan kuning keabuan. Pada saat lapisan terkelupas, yang tersisa
adalah luka. Biasanya terjadi pembesaran kelenjar getah bening sekitar mulut. Fase akut
terjadi 4-9 hari dan sembuh sendiri. Nyeri biasanya hilang dalam dua sampai empat hari
sebelum luka sembuh sempurna. Jika bayi yang menderita stomatitis menghisap jempolnya,
luka bisa menjalar ke tangan.
Pada stomatitis aphtosa luka tunggal atau multipel yang nyeri pada mukosa bibir, pipi lidah dan
bawah lidah, langit-langit, dan gusi. Lesi awal ditunjukkan dengan kemerahan, tonjolan (papul) keras
yang cepat erosi menjadi bentuk yang berbatas jelas, luka nekrotik dengan dikelilingi daerah
merah.
Ulser mempunyai ukuran yang bervariasi 1-30 mmm, tertutup selaput kuning keabu-abuan,
berbatas tegas, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk beberap
ahri atau bulan. Karateristik ulser yang sakit terutama terjadi pada mukosa mulut yang tidak
berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan
mukosa orofaring (Banuarea, 2009).
Sebagian besar pasien (80%) menderita bentuk minor (MiRAS), yang ditandai oleh ulser bulat
atau oval, dangkal dengan diameter kurang dari 5 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yang erimatus
(Gambar 1). Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti
mukosa labial, mukosa bukal, dan dasr mulut. Ulserasi bias tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas
(Lewis & Lamey , 1998).
Gambar 1. Gambaran klinis minor RAS pada mukosa labial (Scully & Felix, 2005)
Stomatitis aptosa mayor yang rekuren (MaRAS), yang diderita oleh kira-kira 10% dari
penderita RAS, lebih hebat daripada MiRAS. Secara klasik, ulser ini berdiameter kira-kira 1-
3 cm, berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari
mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin (Gambar 2 dan 3). Tanda pernah adanya
MaRAS berupa jaringan parut terjadi karena keseriusan dan lamanya lesi (Lewis & Lamey ,
1998). Lynch et al. (1994) mengatakan bahwa pasien dengan ulser mayor mengalami lesi yang
dalam dengan diameter 1-5 cm.
Gambar 2. Gambaran klinis mayor RAS pada mukosa palatal lunak (Scully & Felix,
2005)
Menurut Langlai & Miller (2000), ulser seringkali multiple, terjadi pada palatum
lunak, tsucea tonsil, mukosa bibir, mukosa pipi, lidah dan meluas ke gusi cekat.
Biasany lesi asimetri dan unilateral. Gambaran ulsernya yaitu ukuran besar, bagian
tengah nekrotik dan cekung, tepinya merah meradang.
Ulserasi Herpetiformis
Tipe RAS yang terakhir adalah ulserasi herpetiformis (HU). Istilah herpetiformis
digunakan karena bentuk klinis dari HU (yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil
pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer. Tetapi virus-virus
herpes tidak mempunyai peran etiologi pada HU atau dalam setiap bentuk ulserasi
aptosa (Lewis & Lamey , 1998).
Gambaran mencolok dari penyakit ini adalah erosi-erosi kelabu putih yang jumlahnya
banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar, bergabung dan menjadi tidak
jelas batasnya (Gambar 4). Ukurannya berkisar 1-2 mm sehingga dapat dibedakan
dengan aptosa namun tidak adanya vesikel dan gingivitis bersama sifat kambuhan
membedakannya dari herpes primer (Gambar 5) dan infeksi virus lainnya (Langlais &
Miller, 2000; Porter & Leao, 2005 ).
Gambar 4. Gambaran klinis RAS herpetiformis pada dasar lidah (Scully & Felix,
2005)
a. TIPE PENYAKIT
Stomatitis aphtosa ini mempunyai 2 jenis tipe penyakit, diantaranya:
1. Sariawan akut : Bisa disebabkan oleh trauma sikat gigi, tergigit, dan sebagainya. Pada
sariawan akut ini bila dibiarkan saja akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.
2. Sariawan kronis : Akan sulit sembuh jika dibiarkan tanpa diberi tindakan apa-apa. Sariawan
jenis ini disebabkan oleh xerostomia (mulut kering). Pada keadaan mulut kering, kuantitas
saliva atau air ludah berkurang. Akibatnya kualitasnya pun juga akan berkurang. Penyebab dari
xerostomia ini bisa disebabkan gangguan psikologis (stress), perubahan hormonal, gangguan
pencernaan, sensitif terhadap makanan tertantu dan terlalu banyak mengonsumsi antihistamin
atau sedatif.
Secara klinis stomatitis aphtosa ini dapat dibagi menjadi 3 subtipe, diantaranya:
1. Stomatitis aphtosa minor (MiRAS)
Sebagian besar pasien menderita stomatitis aphtosa bentuk minor ini. Yang ditandai oleh luka
(ulser) bulat atau oval, dangkal, dengan diameter kurang dari 5mm, dan dikelilingi oleh
pinggiran yang eritematus. Ulserasi pada MiRAS cenderung mengenai daerah-daerah non-
keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi bisa tunggal atau
merupakan kelompok yang terdiri atas empat atau lima dan akan sembuh dalam jangka waktu
10-14 hari tanpa meninggal bekas.
Patogenesis :
Sist pertahanan tubuh sist laktoperoksidasi di saliva. Sariawan rusaknya jar mulut
produksi saliva me>> bakteri berkembang biak.
Ketahanan tubuh << mengurangi produksi saliva
Trauma jaringan nekrotik terkelupas.
Kelenjar yg menghasilkan saliva terganggu penghasilan saliva <<
Faktor genetik produksi IL 1 dan IL 6. (kapan diproduksi, diproduksi oleh siapa,
meningkat tanda apa)
RokokMenghasilkan zat asam bakteri tertentu terutama anaerob, pertumbuhan
bakteri >>.
Stres: MENURUNKAN produksi saliva sariawan. Fisiologi >> sekresi air liur. Makanan
korteks serebri pusat air luar di medula , saraf otonom mensyarafi kel air liur
parasimpatis: encer, jumlah banatyk kaya enzim tidak terjadi kerusakan. Dan simpatis.
Stimulasi simpatis: vol terbatas, kental kaya mukus mulut kering
Stres stimulasi simpatis sekresi air liur MENURUN
Gingivitis
RADANG gusi (gingivitis) adalah keadaan di mana terjadi perubahan struktural pada gusi. Ditandai
dengan adanya perubahan bentuk dan warna pada gusi.
Radang gusi disebabkan karena kurang memperhatikan kebersihan mulut. Jika tidak segera
ditanggulangi akan mengakibatkan enfeksi yang membahayakan anatomi tubuh lainnya. Karena itu,
waspadalah terhadap radang gusi!
Menurut Drg Denny Sidiq Hudaya, SpBM, radang gusi (gingivitis) disebabkan karena hengine atau
rongga mulut yang tidak terawat. Misalnya, karena lalai dari menggosok gigi sehingga menyebabkan
karang gigi dan sisa makanan yang masih menempel. Karena karang gigi dan sisa makanan yang
membusuk, gusi mengalami pembengkakan.
Selain itu, radang gusi juga disebabkan karena terlalu sering merokok, stres, faktor genetika,
kurang mengkonsumsi vitamin C, adanya timbunan plak pada gigi dan karena adanya lubang gigi.
Faktor lain yang juga bisa menyebabkan terjadinya radang
"Radang gusi bisa menyebabkan tumor (pembengkakan) dan rubor (terjadinya kemerahan pada gusi)
dan dollor (gusi terasa sakit)," jelasnya saat ditemui genie beberapa waktu lalu di klinik DNN,
Jalan Raya Pasar Minggu No 16 J, Jakarta Selatan.
Stomatitis
Stomatitis adalah peradangan pada mukosa (lapisan lendir) mulut yang bisa mengenai mukosa pipi,
bibir dan langit-langit. Stomatitis merupakan infeksi yang dapat terjadi secara tersendiri atau
bisa merupakan bagian dari penyakit sistemik.
Stomatitis adalah peradangan pada rongga mulut yang disebabkan oleh karena adanya trauma, pola
hidup (konsumsi) yang kurang sehat, serta adanya aktifitas dari kuman (Streptokokus -
hemolitikus)
Predileksi : Biasanya daerah yang paling sering timbul stomatitis aphtosa (sariawan) ini pada
daerah mukosa pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit-langit dalam rongga
mulut.
CARA MENGATASINYA
Dalam mengatasi sariawan ini, dapat menggunakan beberapa jenis obat, baik dalam bentuk salep
(yang mengandung antibiotika dan penghilang rasa sakit), obat tetes, maupun obat kumur. Jika
sariawan sudah terlalu parah, bisa digunakan antibiotika dan obat penurun panas (bila sudah
kronis disertai dengan demam).
Ada beberapa jenis obat yang dikenal di masyarakat dan bisa membantu meredakan keluhan
akibat sariawan. Ada jenis obat berbentuk salep dengan kandungan kortikosteroid yang dioleskan
pada luka sariawan. Ada juga obat tetes yang digunakan untuk meredakan sariawan ini dengan
gentien violet, perak nitrat, atau obat kumur yang dapat membantu mengurangi rasa sakit pada
penderita sariawan. Dan juga pemberian vitamin C atau zat besi dalam dosis tinggi pada
penderita sariawan yang kekurangan zat-zat tersebut sering dapat menolong. Untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan vitamin, akan lebih baik bila diperoleh dari sayuran dan buah-buahan yang
merupakan vitamin natural. Mengonsumsi vitamin natural lebih efetif dibandingkan dengan
mengonsumsi suplemen. Bila dikonsumsi berlebihan tidak akan merusak tubuh, karena
kelebihannya akan dikeluarkan oleh tubuh. Selain itu juga lebih mudah diserap oleh tubuh. Pada
penderita sariawan kambuhan yang disertai kecemasan obat (faktor psikologis), pemberian obat
dapat disertai dengan obat anticemas untuk mengatasi masalah psikologisnya. Dan jika sariawan
sudah terlalu parah, bisa digunakan antibiotika dan obat penurun panas (bila sudah kronis
disertai dengan demam).
PENCEGAHAN
Dengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari terjadinya stomatitis
aphtosa (sariawan) ini, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta mengkonsumsi
nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan zat besi. Selain itu,
anda juga dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila sariawan selalu hilang timbul, anda
dapat mencoba dengan kumur-kumur air garam hangat dan berkonsultasi dengan dokter gigi
dengan meminta obat yang tepat sariawannya.
Ada beberapa usaha lain yang dilakukan untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga
kesehatan umum terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat menggosok
gigi atau saat menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang, menghindari kondisi
stress, menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering mengkonsumsi buah
dan sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta menghindari makanan dan obat-
obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
Pengobatan simtomatik
Tujuan dari pengobatan simtomatik yang dilakukan adalah: untuk mengurangi rasa nyeri,
Obat yang dapat digunakan antara lain: anestetikum (benzocaine 4% dalam borax glycerine), obat
kumur antibiotika (chlorhexidine gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%), anti inflamasi dan anti
udema (sodium hyaluronat), obat muko-adhesive dan anti inflamasi (bentuk kumur atau gel),
Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan lesi, tetapi dapat mengurangi rasa sakit pada
peradangan yang ada. Sedangkan pada triamcinolone in orabase, kortikosteroid dicampur dengan media
orabase yang dapat membuatnya melekat pada mukosa mulut yang selalu basah. Jika pengolesan obat
ini dilakukan dengan tepat, maka orabase akan menyerap cairan dan membentuk gel adesif yang dapat
bertahan melekat pada mukosa mulut selama satu jam atau lebih. Namun, pengolesan pada erosi/ulser
agak sedikit sulit untuk dilakukan. Gel yang terjadi akan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus,
sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Kortikosteroid akan dilepaskan secara perlahan. Selain itu
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, obat kumur tetrasiklin
secara bermakna dapat menurunkan frekuensi dan keparahan stomatitis aftosa. Isi kapsul tetrasiklin
(250 mg) dilarutkan dalam 15 mL air matang, ditahan selama 2 3 menit dalam mulut, dikumur tiga kali
sehari. Pada beberapa pasien, penggunaan selama 3 hari dapat meredakan stomatitis aftosa rekuren
Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan
ketidaknyamanan pada stomatitis aftosa. Cara penggunaannya adalah tiga kali sehari sesudah makan,
Kadang pemberian vitamin B-12 atau asam folat sudah cukup untuk meredakan stomatitis aftosa
frekuren.
Perawatan suportif
Untuk perawatan suportif dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat kumur salin
yang dapat benar-benar menghilangkan lesi dengan sempurna. Penderita perlu diberi tahu bahwa
kelainan tersebut tidak dapat diobati, tetapi dapat diredakan dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan lesi ini adalah:
Dalam menentukan strategi penatalaksanaan, maka stomatitis aftosa rekuren diklasifikasikan ke dalam
Tipe A
Apa saja perawatan yang sudah pernah dijalani, efektif atau tidak?
Tipe B
Lesi sangat nyeri, sehingga menyebabkan diet normal berubah, kondisi oral hygiene juga
berubah
Bila pemicunya dapat ditemukan (OH, stress, trauma, diet), maka pengobatan dapat
Tipe C
Lesi bersifat kronis, satu lesi belum sembuh, sudah timbul lagi lesi baru
Lesi tipe ini sebaiknya dirujuk ke dokter gigi spesialis penyakit mulut, dan diperlukan kerjasama
- Kortikosteroid sistemik