Beberapa Penaykit Dengan Hipofungsi Korteks Adrenal
Beberapa Penaykit Dengan Hipofungsi Korteks Adrenal
Fisiologi
Didalam kelenjar adrenal asetat atau kolesterol dengan bantuan enzim diubah menjadi steroid,
dan steroid ini nantinya akan diubah menjadi androgen dan estrogen. Distribusi kolesterol ke
organ tubuh yang membutuhkan dilaksanakan oleh Lipoprotein (a) atau disingkat Lp(a). Selain
kelenjar adrenal, organ tubuh yang dapat membentuk korteks adrenal (KA) saja yang dapat
membentuk kortisol dari steroid ini. Asetat atau kolesterol diubah menjadi progesterone, yang
untuk selanjutnya dengan bantuan enzyme 17 hidroksilase diubah menjadi 17
hidroksiprogesteron. Dengan enzim 21 hidroksilase, 17 hidroksiprogesteron akan diubah menjadi
11 Deoksikortisol. Selanjutnya dengan enzim 11 hidroksilase akan dihasilkam kortisol (11
hidroksi kortikosteroid).
Zona glomerulosa dirangsang oleh angiotensin II melalui System Renin Angiotensin
(RAS=Renin Angiotensin System), menghasilkan mineralokortikoid terutama aldosteron (juga
sedikit deoksikortikosteron). Jadi aldosteron adalah mineralokortikoid utama yang dihasilkan
oleh zona glomerulosa. Aldosteron merangsang tubulus renalis untuk reabsorpsi natrium dan
ekskresi kalium, oleh karena itu merupakan proteksi atas kemungkinan terjadinya hipovolemia
melalui cara tidak langsung. Keadaan hipovolemia akan menyebabkan sel Juxtaglomerulo
Renalis mengeluarkan rennin. Selanjutnya rennin akan mengubah angiotensin I (A-I) menjadi
angiotensin II (A-II). A-II merangsang sekresi aldosteron. Hiperkalemia secara langsung
merangsang sekresi aldosteron. Hiperkalemia secara langsung merangsang sekresi aldosteron;
sekresi ini dihambat oleh atrial natriuretic factor (ANF=ANP) dan oleh Dopamin.
Zona fasciculata dirangsang oleh Adrenocorticotropic hormone (ACTH), menghasilkan terutama
kortisol (juga sedikit kortikosteroid). Kortisol adalah glukokortikoid utama yang dihasilkan oleh
zona fasciculate (ZF) dan zona retikularis (ZR) bagian dalam (inner ZR). Kortisol ini berlawanan
fungsinya dengan insulin, yaitu menyebabkan hiperglikemia melalui mekanisme penghambat
sekresi insulin dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar.
Sekresi kortisol mempunyai pola diurnal, yaitu tertinggi waktu bangun tidur (pagi) dan terendah
pada waktu tidur (malam/bed time). Hal ini dikarenakan produksi ACTH mulai naik jam 02.00
dan mulai menurun jam 08.00 pagi. Karena produksi ACTH kemudian menurun, maka produksi
kortisol akan menurun pula pada sore dan petang hari (kadar terendah, biasanya dua pertiganya
kadar pagi hari) dan sekresi kortisol mencapai puncaknya antara jam 06.00-08.00 pagi. Oleh
karena itu, terapi dengan kortikosteroid penghentiannya harus mulai dari dosis yang sore,
kemudian siang hari, dan yang terakhir adalah dosis pagi hari.
Kortisol dirangsang oleh beberapa faktor, misalnya: trauma, infeksi; dan bermacam stress
lainnya. Sekresi kortisol ini juga merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menekan reaksi
tubuh yang berlebihan. Jadi kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator
dari proses inflamsi dan imunitas seperti: interleukin-6 (IL-6), dan lymphokines, prostaglandins,
dan histamine. Tetapi, kortisol diperlukan untuk produksi A-II (efek untuk Vasokontrisi dan
vasotonus), oleh karena itu dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh darah yang
adekuat (adequate vascular tone)
Glukortikoid juga meningkatkan renal free water clearance, menurunkan kadar kalsium
(menekan calcium uptake oleh tubular renalis dan usus, dan menyebabkan redistribusi kalsium
intrasesluler).
Androgen terutama dihasilkan oleh inner ZF selain oleh ZR. Kelenjar adrenal meskipun daerah
cortex fatal zone mengalami atropi waktu lahir, tetapi masih terus menghasilkan
dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) dan dehydroepiandrosterone (DHEA) dengan efek
androgenic yang minimal. Sekresi DHEAS ini menurun tajam dengan bertambahnya umur, dan
terdapat korelasi yang positif dengan kebugaran (longevity). Testosteron dan androstenedione
adalah androgen fungsional yang utama. Pada waktu adrenarche (pada wanita menarche) akan
merangsang timbulnya first sexual hair pada pubertas.
Zona retikularis dirangsang oleh ACTH, menghasilkan androgen (terutama DHEAS, juga sedikit
androstenedion dan testosterone), dan sangat sedikit estrogen.
Bagian medulla dirangsang melalui saraf preganglionik simpatik dari hipotalamus (terutama rasa
takut, dingin dan hipoglikemia) menghasilkan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin).
Prekursor adalah asam amino L-tirosin yang berasal dari dua sumber, yaitu diet dan yang
disentesis oleh hati dari fenilalanin hidroksilase. Selanjutnya melalui proses dekarboksilasi, L-
dopa diubah menjadi L-hidroksi fenetilalanin (dopamine) oleh enzim L-amino acid
dekarboksilase. Oksidasi dopamine menjadi katekolamin dengan bantuan enzim dopamine
betaoksidase.
ALDOSTERON
1. Meningkatkan reabsorpsi Na+ pada tubulus distalis
2. Meningkatkan ekskresi K+ (Reabsorpsi K+ pada tubulus menurun, dengan akibat
hipokalemia dan/atau poliuria)
Aldosteron secara tidak langsung dapat dirangsang o;eh hipovolemia, dan secara langsung
oleh hiperkalemia
KATEKOLAMIN
Terdapat 2 macam reseptor yaitu dan (1 untuk jantung dan 2 untuk bronkus dan pembuluh
darah perifer). Noradrenalin merupakan stimulator kuat untuk reseptor dan perangsangan
reseptor ini dapat melemahkan kerja usus ( paralitik-obstipasi) dan juga menekan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas (ingat neuropati otonom diabetic pada stadium awal dimana yang rusak
dalah sistem parasimpatiknya lebih dahulu). Sedangkan adrenalin lebih berperan merangsang
reseptor 1 dan 2.
Adrenalin
Adrenalin bisa merangsang sekresi keringat dan pilo erection, dilatasi pupil, takikardia,
pemecahan glikogen hepar, meningkatkan oxygen consumption dan meningkatkan Basal
Metabolisme rate (BMR) serta sekresi glucagon, tiroksin, parathormon, kalsitonin, renin, dan
gastrin. Namun adrenalin juga bisa menghambat kerja otot polos arteriol (terutama otot),
bronkus, usus, kandung seni, dan uterus
Noradrenalin
Efek metabolitnya lebih kurang sama dengan adrenalin. Noradrenalin berperan dalam
merangsang tonus arterior perifer, sehingga tekanan darah naik dan timbulnya hipertensi
tergantung perimbangan adrenalin dan noradrenalin.
Pada neuropati otonom diabetic biasanya yang rusak terlebih dahulu adalah sistem parasimpatik,
sehingga kaan terdapat hiperfungsi relative dari sitem simpatif, dan akibatnya:
1. Keringat berlebihan dan bulu roma mudah berdiri
2. Pupil melebar
3. Takikardia (biasanya nadi 90/menit, ingat DD antara takikardia karena neuropati
otonom dengan penyakit Graves Apatetik yang dapat timbul pada DM yang telah diidap
lama, akibat dari proses autoimun maka timbul penyakit Graves tersebut.
4. Lebih mudah mengalami dekompensasi kordis (oxygen consumption meningkat dan oleh
karena adanya kardiomiopati diabetik akibat dari mikroangiopati)
5. Regulasi DM lebih sulit karena hipersekresi hormone-hormon kontra-insulin dan
hiposekresi dari insulin sendiri
6. Penderita asma lebih mudah kumat bila simpatik dan parasimpatik keduanya terkena
7. Lebih mudah obstipasi, retentio urinae, dan partus lebih lama karena kontraksi uterus
terganggu
8. Lebih mudah mengidap hipertensi (tergantung pada perimbangan antara disfungsi
simpatik dan parasimpatik)
MANIFESTASI KLINIS
Akut = A, Kronis = K
1. Lemah, mual dan muntah, dehidrasi (A), febris karena sepsis (A), diare, gelisah sampai
koma (A), nervous dan sensitive (K), hiperpigmentasi terutama pada papilla mamae,
pantat, perineum, daerah sikatriks, mukosa mulut (K) mudah hipoglikemia (K), 7-15%
vitiligo karena proses autoimun (K), rambut aksila dan pubes berkurang/habis (K)
2. Hipotensi, shock (A), jantung kecil (K), Rogoffs sign (A>K) yaitu nyeri pada sudut
kostovertebral, hyperplasia jaringan limfoid (K), Thorns sign (K) yaitu kekauan dan
kalsifikasi dari daun telinga, keringat berkurang (K), karies berat (K), EKG: low voltage,
P-R & Q-T interval memanjang (hiperkalemia, reversible)
3. Leukopenia (K) (kurang dari <3500), limfositosis (K) sekitar 35-50%, eosinofilia (K)
(lebih dari 300), glukosa rendah, Na+ & Cl- rendah, K+ & BUN naik, rasio Na+/K+ <30
(K), hiperkalsemia, kortisol darah &urine rendah, kortisol darah <6 g% pada jam 8 pagi
(K), ACTH darah meningkat pada hipofungsi primer.
Primer: Kelainan pada korteks adrenal
Sekunder: Kelainan pada hipofise
Diagnosis Pasti
Diagnosis ditegakkan apabila kadar kortisol plasma kurang dari 6g% pada jam 8 pagi, dan tidak
naik dengan suntikan synachten. Hasil uji Water Load Test yang positif. Dan untuk mengetahui
penyebabnya dilakukan pemeriksaan antiboodi Adrenal atau ANA test (75% pada penbyakit
Addison autoimun), X-foto abdomen (adanya kalsifikasi menyokong diagnosis TBC)
Terapi
Terapi dilakukan dengan pemberian hidrokortison (atau yang sejenis dengan dosis ekuivalennya)
3x20 mg sehari selama 2 hari untuk mencapai keadaan fisiologis, kemudian diteruskan dengan
20-30 mg per hari, dosis terbagi pagi dan sore. Bila keadaan membaik maka cukup diberikan
pagi hari saja.
Tuberkulostatika dilakukan apabila diketahui penyebabnya tuberculosis (TBC)
Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University
Press