Anda di halaman 1dari 8

PENGANTAR

Anatomi Kelenjar Adrenal


Kelenjar adrenal terdiri atas sepasang, terletak pada kutub superior masing-masing ginjal.
Kelenjar ini berbentuk pyramid dan masing-masing terdiri atas dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Bagian luar atau korteks merupakan bagian yang padat dan meruapakan bagian yang
padat dan merupakan kira-kira 80% berat adrenal normal serta menghasilkan steroid. Bagian
dalam atau medulla merupakan bagian yang lembut dan menghasilkan katekolamin.
Hormon yang disintesis dibagian korteks disebut hormone korteks adrenal (KA), sedangkan yang
dihasilkan didalam medulla disebut hormone medula adrenal (MA). Histology korteks adrenal
terdiir atas tiga lapisan, yaitu zona glomerulosa (lapisan luar), zona fasciculata (lapisan tengah),
dan zona retikularis (lapisan dalam)

Fisiologi
Didalam kelenjar adrenal asetat atau kolesterol dengan bantuan enzim diubah menjadi steroid,
dan steroid ini nantinya akan diubah menjadi androgen dan estrogen. Distribusi kolesterol ke
organ tubuh yang membutuhkan dilaksanakan oleh Lipoprotein (a) atau disingkat Lp(a). Selain
kelenjar adrenal, organ tubuh yang dapat membentuk korteks adrenal (KA) saja yang dapat
membentuk kortisol dari steroid ini. Asetat atau kolesterol diubah menjadi progesterone, yang
untuk selanjutnya dengan bantuan enzyme 17 hidroksilase diubah menjadi 17
hidroksiprogesteron. Dengan enzim 21 hidroksilase, 17 hidroksiprogesteron akan diubah menjadi
11 Deoksikortisol. Selanjutnya dengan enzim 11 hidroksilase akan dihasilkam kortisol (11
hidroksi kortikosteroid).
Zona glomerulosa dirangsang oleh angiotensin II melalui System Renin Angiotensin
(RAS=Renin Angiotensin System), menghasilkan mineralokortikoid terutama aldosteron (juga
sedikit deoksikortikosteron). Jadi aldosteron adalah mineralokortikoid utama yang dihasilkan
oleh zona glomerulosa. Aldosteron merangsang tubulus renalis untuk reabsorpsi natrium dan
ekskresi kalium, oleh karena itu merupakan proteksi atas kemungkinan terjadinya hipovolemia
melalui cara tidak langsung. Keadaan hipovolemia akan menyebabkan sel Juxtaglomerulo
Renalis mengeluarkan rennin. Selanjutnya rennin akan mengubah angiotensin I (A-I) menjadi
angiotensin II (A-II). A-II merangsang sekresi aldosteron. Hiperkalemia secara langsung
merangsang sekresi aldosteron. Hiperkalemia secara langsung merangsang sekresi aldosteron;
sekresi ini dihambat oleh atrial natriuretic factor (ANF=ANP) dan oleh Dopamin.
Zona fasciculata dirangsang oleh Adrenocorticotropic hormone (ACTH), menghasilkan terutama
kortisol (juga sedikit kortikosteroid). Kortisol adalah glukokortikoid utama yang dihasilkan oleh
zona fasciculate (ZF) dan zona retikularis (ZR) bagian dalam (inner ZR). Kortisol ini berlawanan
fungsinya dengan insulin, yaitu menyebabkan hiperglikemia melalui mekanisme penghambat
sekresi insulin dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar.
Sekresi kortisol mempunyai pola diurnal, yaitu tertinggi waktu bangun tidur (pagi) dan terendah
pada waktu tidur (malam/bed time). Hal ini dikarenakan produksi ACTH mulai naik jam 02.00
dan mulai menurun jam 08.00 pagi. Karena produksi ACTH kemudian menurun, maka produksi
kortisol akan menurun pula pada sore dan petang hari (kadar terendah, biasanya dua pertiganya
kadar pagi hari) dan sekresi kortisol mencapai puncaknya antara jam 06.00-08.00 pagi. Oleh
karena itu, terapi dengan kortikosteroid penghentiannya harus mulai dari dosis yang sore,
kemudian siang hari, dan yang terakhir adalah dosis pagi hari.
Kortisol dirangsang oleh beberapa faktor, misalnya: trauma, infeksi; dan bermacam stress
lainnya. Sekresi kortisol ini juga merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk menekan reaksi
tubuh yang berlebihan. Jadi kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator
dari proses inflamsi dan imunitas seperti: interleukin-6 (IL-6), dan lymphokines, prostaglandins,
dan histamine. Tetapi, kortisol diperlukan untuk produksi A-II (efek untuk Vasokontrisi dan
vasotonus), oleh karena itu dapat membantu mempertahankan tonus pembuluh darah yang
adekuat (adequate vascular tone)
Glukortikoid juga meningkatkan renal free water clearance, menurunkan kadar kalsium
(menekan calcium uptake oleh tubular renalis dan usus, dan menyebabkan redistribusi kalsium
intrasesluler).
Androgen terutama dihasilkan oleh inner ZF selain oleh ZR. Kelenjar adrenal meskipun daerah
cortex fatal zone mengalami atropi waktu lahir, tetapi masih terus menghasilkan
dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) dan dehydroepiandrosterone (DHEA) dengan efek
androgenic yang minimal. Sekresi DHEAS ini menurun tajam dengan bertambahnya umur, dan
terdapat korelasi yang positif dengan kebugaran (longevity). Testosteron dan androstenedione
adalah androgen fungsional yang utama. Pada waktu adrenarche (pada wanita menarche) akan
merangsang timbulnya first sexual hair pada pubertas.
Zona retikularis dirangsang oleh ACTH, menghasilkan androgen (terutama DHEAS, juga sedikit
androstenedion dan testosterone), dan sangat sedikit estrogen.
Bagian medulla dirangsang melalui saraf preganglionik simpatik dari hipotalamus (terutama rasa
takut, dingin dan hipoglikemia) menghasilkan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin).
Prekursor adalah asam amino L-tirosin yang berasal dari dua sumber, yaitu diet dan yang
disentesis oleh hati dari fenilalanin hidroksilase. Selanjutnya melalui proses dekarboksilasi, L-
dopa diubah menjadi L-hidroksi fenetilalanin (dopamine) oleh enzim L-amino acid
dekarboksilase. Oksidasi dopamine menjadi katekolamin dengan bantuan enzim dopamine
betaoksidase.

Efek Metabolit Hormon KA dan MA


KORTISOL
1. Protein: proses katabolic meningkatkan glukoneogenesis
2. Lemak: Menyebabkan lipolisis sehingga pelepasan FFA meningkat dan deposisi lemak
sentripetal (Buffalo Hump)
3. Karbohidrat:
Meningkatkan glukoneogenesis
Menyebabkan uptake glukosa di otot dan lemak menurun
Menyebabkan sekresi glukosa oleh hepar meningkat, akibatnya sel beta pankreas
dapat exhausted (DM latent muncul)
Menekan sekresi insulin
4. Lain-lain:
Mengatur tonus arteriol dan memelihara tekanan darah (merangsang sekresi A-II)
Meningkatkan (Glomerular Filtration Rate = GFR, ekskresi air (free water
clearance), ekskresi K+, dan retensi Na+, menekan uptake Ca2+ di tubulus renalis
Anti inflamasi (leucocyte barrier dihancurkan) antibiotika dapat langsung
mencapai kuman penyebab infeksi, (syarat: antibiotika harus sensitive terhadap
kuman)
Menekan produksi dan efek beberapa mediator inflammatory dan imunobiologi,
seperti IL-6, Lymphokines, prostaglandin dan histamine
Neural excitability meningkat (psikosis, euphoria, secara tidak langsing:
insomnia)
Ulkus peptikum
Resorpsi matriks dan kalsium, antagonis terhadap vitamin D (Hipokalsemia dan
Hiperkalsiuria)
Darah dan (Reticulo Endothelial System = RES: mula-mula meningkatkan
produksi antibody, kemudian menurunkan dan juga mempunyai efek
limfositopenia, eosinopenia, netrofilia, polisitemia
Menekan uptake Ca2+ di usus

ALDOSTERON
1. Meningkatkan reabsorpsi Na+ pada tubulus distalis
2. Meningkatkan ekskresi K+ (Reabsorpsi K+ pada tubulus menurun, dengan akibat
hipokalemia dan/atau poliuria)
Aldosteron secara tidak langsung dapat dirangsang o;eh hipovolemia, dan secara langsung
oleh hiperkalemia

KATEKOLAMIN
Terdapat 2 macam reseptor yaitu dan (1 untuk jantung dan 2 untuk bronkus dan pembuluh
darah perifer). Noradrenalin merupakan stimulator kuat untuk reseptor dan perangsangan
reseptor ini dapat melemahkan kerja usus ( paralitik-obstipasi) dan juga menekan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas (ingat neuropati otonom diabetic pada stadium awal dimana yang rusak
dalah sistem parasimpatiknya lebih dahulu). Sedangkan adrenalin lebih berperan merangsang
reseptor 1 dan 2.

Adrenalin
Adrenalin bisa merangsang sekresi keringat dan pilo erection, dilatasi pupil, takikardia,
pemecahan glikogen hepar, meningkatkan oxygen consumption dan meningkatkan Basal
Metabolisme rate (BMR) serta sekresi glucagon, tiroksin, parathormon, kalsitonin, renin, dan
gastrin. Namun adrenalin juga bisa menghambat kerja otot polos arteriol (terutama otot),
bronkus, usus, kandung seni, dan uterus
Noradrenalin
Efek metabolitnya lebih kurang sama dengan adrenalin. Noradrenalin berperan dalam
merangsang tonus arterior perifer, sehingga tekanan darah naik dan timbulnya hipertensi
tergantung perimbangan adrenalin dan noradrenalin.
Pada neuropati otonom diabetic biasanya yang rusak terlebih dahulu adalah sistem parasimpatik,
sehingga kaan terdapat hiperfungsi relative dari sitem simpatif, dan akibatnya:
1. Keringat berlebihan dan bulu roma mudah berdiri
2. Pupil melebar
3. Takikardia (biasanya nadi 90/menit, ingat DD antara takikardia karena neuropati
otonom dengan penyakit Graves Apatetik yang dapat timbul pada DM yang telah diidap
lama, akibat dari proses autoimun maka timbul penyakit Graves tersebut.
4. Lebih mudah mengalami dekompensasi kordis (oxygen consumption meningkat dan oleh
karena adanya kardiomiopati diabetik akibat dari mikroangiopati)
5. Regulasi DM lebih sulit karena hipersekresi hormone-hormon kontra-insulin dan
hiposekresi dari insulin sendiri
6. Penderita asma lebih mudah kumat bila simpatik dan parasimpatik keduanya terkena
7. Lebih mudah obstipasi, retentio urinae, dan partus lebih lama karena kontraksi uterus
terganggu
8. Lebih mudah mengidap hipertensi (tergantung pada perimbangan antara disfungsi
simpatik dan parasimpatik)

BEBERAPA PENYAKIT DENGAN HIPOFUNGSI KORTEKS ADRENAL


a. Akut (Krisis adrenal pada penyakit Addison, Waterhouse Friederichsons Disease, post
adrenalektomi, post terapi dengan steroid atau ACTH yang mendadak dihentikan)
b. Kronis (penyakit Addison)

MANIFESTASI KLINIS
Akut = A, Kronis = K
1. Lemah, mual dan muntah, dehidrasi (A), febris karena sepsis (A), diare, gelisah sampai
koma (A), nervous dan sensitive (K), hiperpigmentasi terutama pada papilla mamae,
pantat, perineum, daerah sikatriks, mukosa mulut (K) mudah hipoglikemia (K), 7-15%
vitiligo karena proses autoimun (K), rambut aksila dan pubes berkurang/habis (K)
2. Hipotensi, shock (A), jantung kecil (K), Rogoffs sign (A>K) yaitu nyeri pada sudut
kostovertebral, hyperplasia jaringan limfoid (K), Thorns sign (K) yaitu kekauan dan
kalsifikasi dari daun telinga, keringat berkurang (K), karies berat (K), EKG: low voltage,
P-R & Q-T interval memanjang (hiperkalemia, reversible)
3. Leukopenia (K) (kurang dari <3500), limfositosis (K) sekitar 35-50%, eosinofilia (K)
(lebih dari 300), glukosa rendah, Na+ & Cl- rendah, K+ & BUN naik, rasio Na+/K+ <30
(K), hiperkalsemia, kortisol darah &urine rendah, kortisol darah <6 g% pada jam 8 pagi
(K), ACTH darah meningkat pada hipofungsi primer.
Primer: Kelainan pada korteks adrenal
Sekunder: Kelainan pada hipofise

Manifestasi Klinis utama insufisiensi adrenal akut


1. Gejala: lemah, nyeri perut, febris, bingung, mual dan muntah, diare
2. Fisik: hipotensi, dehidrasi, pigmentasi kulit
3. Laboratorium: Kadar K+ dalam serum meningkat, Na+ turun, BUN meningkat
4. Khusus: ACTH (Cosyntropin) gagal meningkatkan kadar kortisol dalam serum

Manifestasi Insufisiensi adrenal kronis


1. Gejala: lemah, cepat lelah, anoreksia, berat badan (BB) turun, mual dan muntah, diare,
nyeri perut, nyeri otot dan sendi, amenore
2. Fisik: hipotensi, jantung mengecil (small heart), rambut axial rontok, pigmentasi kulit
meningkat terutama di daerah yang tertekan, lipatan, dan papilla mamae
3. Laboratorium: dalam serum Na+ turun, yang meningkat : K+, Ca2+, BUN, neutropenia,
anemia ringan, eosinophilia, limfositosis relative
4. Khusus:
a. Kadar kortisol rendah dan tetap tidak meningkat meskipun mendapat kortikotropin
b. Kadar ACTH dalam plasma meningkat

TES UNTUK HIPOFUNGSI KORTEKS ADRENAL


1. The 8-hour I.V, ACTH test
Paling spesifik untuk hipofungsi primer
Tiga hari berturut-turut diberi 25 U ACTH atau yang sintetik (Cortrosyn) yaitu 0,25 mg
Cortrosyn dalam infuse dari 1L NaCl faali. Pada penyakit Addison primer, 17-OH KS per
14 jam urine tidak naik. Selain Cosyntropin, dapat digunakan jugan syanachten
(=tetracosactin)

2. Rapid ACTH (Cosyntropin) Test


Injeksi IM 25 U ACTH atau ACTH sintetik (IM 0,25mg Cortrosyn), kortisol plasma
diukur pada 0, 30, 60 menit sesudahnya. Normal: kortisol plasma naik 7 g% dan
mencapai puncaknya dengan kadar 18g%. Hipofungsi korteks adrenal apabila kortisol
naik sedikit, atau tanpa kenaikan sama sekali.

3. Water Load Test (Robinson-Kepler-Power Test)


Test ini kurang spesifik, tetapi dapat digunakan apabila tidak ada fasilitas pemeriksaan
hormone kortisol, dan lain-lainnya
Bahaya: Hiponatremia yang fatal, siapkan air garam dan injeksi NaCl hipertonik, dan
suntikan Hidrokortison intravena
Dasar: Penderita dengan hipofungsi adrenal, tidak dapat mengatasi beban tambahan air
(ingat:water dieresis)
Air minum diberikan dengan dosis 20ml per kg
Normal: Dalam waktu 4 jam harus di ekskresikan 80% dari dosis air minum total
Gangguan ekskresi air pada hipofungsi korteks adrenal, penyakit ginjal, dehidrasi,
malabsorpsi, hipotiroidi
Pada hipofungsi korteks adrenal: ekskresi air kurang dari 80% dari dosis total air
yang diminumkan, dan akan kembali normal apabila diberi 100mg hidrokortison
sebelum tes

4. Tes Antibodi Adrenal


Tes Antibodi Adrenal pada proses autoimun akan positif pada atrofi adrenal. Bila tidak
memungkinkan, lakukan tes ANA
PENYAKIT ADDISON
Etiologi
Biasanya karena proses autoimun (75% kasus, kurang lebih 20% karena TBC, lain-lain,
hipoplasaia congenital, amiloidosis, hemokroma-metastase, histoplasmosis, dan lain-lain

Diagnosis Dugaan (Lihat manifestasi klinis utama)


Pasien kelihatan lemah. Pigmentasi adalah hal yang paling mencolok karena terjadi
hiperfigmentasi. Hal ini disebabkan adanya peningkatan melanin dengan pigmen ekstra pada
perut, atau tempat-tempat lain pada tubuh yang dalam kondisi tertekan, misalnya daerah ikat
pinggang.
Pemeriksaan pada darah menunjukkan terjadinya hiponatremia, hiperkalemia (rasio Na kurang
dari 30), hipoglikemia pagi hari, eosinofil, hiperkalsemia, limfositosis.

Diagnosis Pasti
Diagnosis ditegakkan apabila kadar kortisol plasma kurang dari 6g% pada jam 8 pagi, dan tidak
naik dengan suntikan synachten. Hasil uji Water Load Test yang positif. Dan untuk mengetahui
penyebabnya dilakukan pemeriksaan antiboodi Adrenal atau ANA test (75% pada penbyakit
Addison autoimun), X-foto abdomen (adanya kalsifikasi menyokong diagnosis TBC)

Terapi
Terapi dilakukan dengan pemberian hidrokortison (atau yang sejenis dengan dosis ekuivalennya)
3x20 mg sehari selama 2 hari untuk mencapai keadaan fisiologis, kemudian diteruskan dengan
20-30 mg per hari, dosis terbagi pagi dan sore. Bila keadaan membaik maka cukup diberikan
pagi hari saja.
Tuberkulostatika dilakukan apabila diketahui penyebabnya tuberculosis (TBC)

Tjokroprawiro, Askandar, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University
Press

Anda mungkin juga menyukai