Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Abortus merupakan salah satu masalah kesehatan. Unsafe abortion

menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut Badan

Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di

Asia Tenggara, dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura,

antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di

Filipina, antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand.

Di Indonesia angka kematian maternal dan perinatal masih cukup tinggi.

Padahal jumlah pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di Indonesia cukup

banyak. Dari lima juta kelahiran yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya,

diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan atau persalinan.

Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 (SDKI

2012), Angka Kematian Ibu di Indonesia mencapai 359/100.000 penduduk atau

meningkat sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007 yang

hanya sebesar 228/100.000 penduduk.

Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam masa kehamilan,

persalinan atau nifas 16-17 ibu menderita komplikasi yang mempengaruhi

kesehatan mereka, umumnya menetap. Secara global 80% kematian ibu tergolong

pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu

perdarahan (25%), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet

1
(8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%)

(Prawirohardjo, 2010).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Riau tahun 2012 angka kematian ibu di

Provinsi Riau adalah 112.7 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 .

Penyebab kematian ibu di Provinsi Riau tahun 2012, adalah perdarahan sebanyak

39 %, diikuti dengan hipertensi dalam kehamilan sebesar 20% , partus lama 9%,

infeksi 3% dan lain-lain (Profil kesehatan Provinsi Riau, 2012).

Perdarahan pervaginam merupakan keluhan umum yang banyak dijumpai dan

merupakan penyebab cukup tinggi seorang wanita datang ke rumah sakit,

terutama jika diketahui atau disangka ada kehamilan. Sekitar 20% wanita hamil

mengalami perdarahan pada awal kehamilan (kehamilan muda). Perdarahan pada

kehamilan muda dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan, tetapi yang

tersering adalah abortus. Penyebab lain adalah kehamilan ektopik terganggu dan

mola hidatidosa (Maryunani, dkk. 2009).

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat

hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu

atau berat janin kurang dari 500 mg. Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam.

Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari

semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa

mendekati 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss

yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi (Prawirohardjo, 2010)

Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum

uteri dan masih ada yang tertinggal. Tanda gejala abortus inkomplit adalah

2
perdarahan biasa terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada

jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian pasien dapat jatuh dalam

keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan

(Prawirohardjo, 2010).

1.2 TUJUAN PENULISAN

1.2.1 Tujuan Umum


Diharapkan mahasiswa mampu menerapkan asuhan dengan

pendekatan manajemen kebidanan yaitu manajemen Varney pada kasus

kegawatdaruratan maternal neonatal dan kasus ginekologi.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu mengkaji dan mengumpulkan data akurat dari

berbagai sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien

b. Mengidentifikasi dengan benar terhadap masalah atau diagnosa dan

kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar dari data yang

telah dikumpulkan.

c. Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain berdasarkan

rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.

d. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera sesuai dengan kondisi

pasien.

e. Merencanakan asuhan yang menyeluruh untuk pasien berdasarkan

masalah yang ada.

3
f. Melaksanakan asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada

perencanaan dan dilaksanakan secara efisien dan aman

g. Mengevaluasi kefektifan dari asuhan yang sudah diberikan.

1.3 WAKTU DAN LOKASI PENGAMBILAN KASUS

1.3.1 Waktu
Pengambilan kasus pada laporan kasus ini mulai dilakukan pada

tanggal 3 Desember 2015.

1.3.2 Lokasi
Lokasi pengambilan kasus ini dilakukan di poli kebidanan, RSUD

Selasih, Pelalawan.

1.4 GAMBARAN KASUS


Pengambilan kasus abortus inkomplit pada Ny.N dimulai pada saat Ny.N yang

berusia 34 tahun datang dan menyampaikan keluhannya yaitu adanya perdarahan

pervaginam sejak tanggal 16 November 2015. Hari pertama haid terakhir (HPHT)

Ny.N adalah 5 Oktober 2015. Ny.N sudah melakukan pemeriksaan tes kehamilan

(test pack) pertama kali pada tanggal 10 November dan hasilnya positif. Ny.N

langsung diperiksa USG dan inspekulo oleh dokter spesialis kandungan. Hasil

pemeriksaan inspekulo adalah perdarahan positif, ostium uteri eksterna terbuka

dan pada pemeriksaan vaginal toucher (VT) dilatasi serviks 1 jari longgar.

Sedangkan hasil pemeriksaan USG adalah gestasional positif dan terdapat sisa

4
kehamilan. Selanjutnya diberikan asuhan kepada Ny.N dan didokumentasikan

dalam bentuk SOAP.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh karena akibat-akibat

tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah

kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Saifuddin, 2006).

Abortus dipakai untuk menunjukkan istilah pengeluaran hasil konsepsi sebelum

janin dapat hidup di luar kandungan. Berdasarkan variasi berbagai batasan yang

ada tentang usia/ berat lahir janin viabel (yang mampu hidup diluar kandungan),

akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai pengakhiran kehamilan

sebelum janin mencapai 500 gram atau usia kehamilan 20 minggu.

Abortus inkomplit adalah perdarahan kehamilan muda dimana sebagian

dari hasil konsepsi telah keluar kavum uteri melalui kanalis servikalis (Saifuddin

AB dkk, 2006). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2002) abortus inkomplit

adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan

masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Jadi, abortus inkomplit adalah pengeluaran

sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500 gram dengan sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di dalam

uterus.

6
2.2 ETIOLOGI

2.2.1 Penyebab genetik

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip

embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama

merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum

termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen yang tunggal

(misalnya kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya

gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan

pemeriksaan karotip.

Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal

kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang

disebabkan kejadian sporadis, misalnya nondisjunction meiosis atau

poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan

sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi

ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal

haploid oleh 2 sperma (dispermi) sebagai mekanisme patologi primer.

Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogenesis pada

pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan

meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi

meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar

30% dari seluruh trisomi, merupakan penyebab utama terbanyak. Semua

kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1.

Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25 % kelainan sitogenetik pada

7
abortus. Sepertiga dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa

bertahan.

2.2.2 Penyebab Anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi

obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin.

Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada

perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27%

pasien.

Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi

uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa bertahan sampai

melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5% mengalami persalinan abnormal

(prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik

uterus adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus

didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik

infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10-30% pada

perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala,

hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum)

yang akan menimbulkan gangguan.

Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi

serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25-

80%, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis

kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.

8
2.2.3 Penyebab Autoimun

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit

autoimun. Misalnya pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan

Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang

didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara

pasien SLE sekitar 10%, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan

peluang terjadinya pengakhiran kehamilan terimester 2 dan 3, maka

diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya

kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA.

aPA merupakan antibodi yang akan berkaitan dengan sisi negatif dari

fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti

klinis yang penting.

The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan

klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi :

a) Trombosis vaskular

- Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang

dibuktikan dengan gambaran doppler, pencitraan atau

histopatologi.

- Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran

inflamasi

b) Komplikasi kehamilan

- Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas,

tanpa kelainan anatomik, genetik atau hormonal

9
- Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara

sonografi normal

- Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin

normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau

insufisiensi plasenta yang berat

c) Kriteria Laboratorium

- aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi

pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau

sama dengan 6 minggu

- aCL diukur dengan metode ELISA standar

d) Antibodi fosfolipid/ antikoagulan

- Pemanjangan tes skrinning koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT,

PT dan CT)

- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrinning yang memanjang

dengan penambahan plasma platelet normal

- Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan

fosfolipid

- Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan

pemakaian heparin

2.2.3 Penyebab Infeksi

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus dimulai diduga

sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan

10
kejadian abortus berulang, pada perempuan yang ternyata terpapar

brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada

kejadian abortus antara lain :

- Bakteria :

Listeria monositogenes

Klamidia trakomatis

Ureaplasma urealitikum

Mikoplasma hominis

Bakterial vaginosis

- Virus :

Sitomegalovirus

Rubella

Herpes simpleks virus (HSV)

Human immunodeficiency virus (HIV)

Parvovirus

- Parasit :

Toksoplasmosis gondii

Plasmodium falsiparum

- Spirokaeta

Treponema pallidum

Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi

terhadap risiko abortus, diantaranya sebagai berikut :

11
- Adanya metabolik toksik , endotoksin, eksotoksin atau sitokin yang

berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta

- Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat

sehingga janin sulit bertahan hidup

- Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa

berlanjut kematian janin

- Infeksi kronis endometriumdari penyebaran kuman genetalia bawah

yang dapat mengganggu proses implantasi

- Amnionitis

- Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh

karena virus selama kehamilan awal.

2.2.4 Faktor Lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan

kimia atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan

terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui

mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui

mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta.

Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta

memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi

fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat

terjadinya abortus.

12
2.2.5 Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan

adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen

koagulasi dan fibrinolitik memegang peranan penting pada implantasi embrio,

invasi trofoblas dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan

hiperkoagulasi dikarenakan :

- Peningkatan kadar faktor prokoagulan

- Penurunan faktor antikoagulan

- Penurunan aktivitas fibrinolitik

2.2.6 Faktor Hormonal

Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi

yang baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu

perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal

dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.

2.3 PATOGENESIS

Abortus inkomplit dapat terjadi secara spontan maupun sebagai komplikasi

dari abortus provokatus, atau dari abortus iminens yang tidak ditangani dengan

baik. Proses terjadinya abortus berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang

kemudian diikuti oleh proses nekrosis pada jaringan sekitar daerah yang

mengalami perdarahan itu. Dengan demikian konseptus terlepas sebagian atau

seluruhnya dari tempat implantasinya. Konseptus yang telah lepas dari

13
perlekatannya merupakan benda asing di dalam uterus dan merangsang rahim

untuk berkontraksi. Rangsangan yang terjadi semakin lama semakin bertambah

kuat dan terjadilah his yang memeras isi rahim keluar.

Pada abortus yang terjadi sebelum kehamilan kurang dari 8 minggu

pelepasannya dapat terjadi sempurna sehingga terjadi abortus komplit karena villi

koreales belum tumbuh terlalu mendalam ke dalam lapisan desidua. Pada

kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu villi koreales menembus desidua

lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna oleh karena

villi koriales telah tumbuh dan menembus lapisan desidua jauh lebih tebal

sehingga ada bagian yang tersisa melekat pada dinding rahim dan terjadilah

abortus inkomplit yang dapat menyebabkan peradarahan. Pada kehamilan >14

minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalah

janin disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Sisa abortus

yang tertahan di dalam mengganggu kontraksi rahim yang menyebabkan

pengeluaran darah yang lebih banyak. Perdarahan tidak banyak jika plasenta

segera terlepas dengan lengkap.

2.4 GAMBARAN KLINIS

Gejala umum yang merupakan keluhan utama ada pasien dengan abortus

inkomplit adalah perdarahan pervaginam derajat sedang sampai berat disertai

dengan kram pada perut bagian bawah bahkan sampai ke punggung. Perdarahan

dapat berjumlah banyak atau sedikit tergantung dari jaringan fetus/plasenta yang

tersisa pada janin. Perdarahan yang pasif pada pasien akan menyebabkan pasien

14
jatuh dalam kondisi syok hipovolemi. Pasien abortus inkomplit datang dengan

riwayat telat haid serta hilangnya tanda-tanda kehamilan. Pada pemeriksaan fisik

anogenetalia didapatkan adanya perdarahan pada vagina yang dapat disertai

dengan keluarnya jaringan. Pada pemeriksaan tinggi fundus didapatkan lebih

rendah dari usia kehamilan. Nyeri tekan dapat ditemukan pada daerah supra

pubik. Pada pemeriksaan dalam (vagina toucher) dapat ditemukan porsio terbuka,

perdarahan, dan ditemukannya sisa jaringan.

Menurut Maryunani ,dkk. (2009) tanda dan gejala dari abortus inkomplit

adalah :

- Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan darah

- Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat

- Ostium uteri eksternum (serviks) terbuka

- Pada pemeriksaan vagina jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau

kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau sebagian jaringan

keluar

- Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan sehingga

dapat menyebabkan syok.

Perdarahan biasanya dapat terjadi dalam jumlah banyak ataupun sedikit

tergantung pada jaringan yang tersisa yang menyebabkan sebagian placental site

masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam

keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan dikeluarkan.

Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan

15
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan

tindakan kuretase (Sarwono, 2008).

2.5 DIAGNOSIS

Abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik

serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk memperoleh riwayat lengkap termasuk

diantaranya :

- Riwayat menstruasi :pada pasien perlu ditanyakna HPHT, periode

menstruasi sebelumnya, interval menstruasi, dan keteraturan menstruasi.

- Obat-obatan yang digunakan sejak HPHT : termasuk alkohol, tembakau,

kafein dan obat-obatan lain.

- Masalah kesehatan: diabetes melitus, infeksi perdarahan, penyakit tiroid

dan autoimun

- Riwayat operasi: terutama operasi yang melibatkan uterus dan adneksa

- Riwayat obstetri : jumlah kelahiran, jumlah terjadinya abortus baik yang

spontan maupun yang diinduksi, jumlah anak yang hidup dan jumlah

komplikasi yang berhubungan dengan persalinan transfusi darah,

perforasi uterus.

- Riwayat ginekologi : termasuk tes papsmear abnormal dan kontrasepsi.

Abortus kontan inkomplit biasanya akan mengeluarkan flek-frlk mengalami

perdarahan per vaginam yang banyak, yang disertai dengan nyeri perut bagian

16
bawah yang hebat. Pasien juga dapat mengeluh mengeluarakna darah yang

bergumpal dan sesuatu yang menyerupai daging. Menghitung jumlah perdarahan

sangat penting (jumlah pembalut atau tampon) untuk melihat perdarahan apakah

meningkat atau memburuk. Perdarahan dari abortus inkomplit tergantung pada

sisa jan-ringan namun umumnya berat. Adanya bekuan darah atau jaringan

mungkin suatu tanda yang penting untuk mengetahui perkembangan dari abortus

spontan.

b. Pemeriksaan fisik

Pada paseien abortus inkomplit sebelum melakukan pemeriksaan fisik

secara menyeluruh perlu diperhatikan ada tidaknya tanda-tanda kegawatan seperti

syok. Perhatikan tanda-tanda vital pasien. Jika terdapat hipotensi merupakan suatu

tanda awal untuk dilakukannya resusitasi cairan atau transfusi darah. Adapun

beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan pada abortus inkomplit adalah sebagai

berikut :

- Memeriksa perut dengan memperhatikan adanya nyeri

tumpul, bengkak, tanda peritonial merupakan suatu

kemungkinan terjadinya perdarahan intraperitonial.

- Palpasi TFU pada abortus inkomplit dapat sesuai usia

kehamilan atau lebih rendah.

- Melalui inspekulo terlihat adanya dilatasi serviks yang

mungkin disertai dengan keluarnya jaringan konsepsi atau

gumpalan-gumpalan darah. Pemeriksa juga dapat melihat

adanya jaringan yang tertinggal pada vagina.

17
- Vagina Toucher akan mendapatkan terbukanya kanalis

servikalis dan teraba jaringan didalamnya. Periksa adanya

nyeri goyang porsio untuk menentukan adanya kehamilan

ektopik.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan darah

lengkap untuk mengetahui ada tidaknya tanda infeksi, tanda anemia. Pemeriksaan

radiologi berupa USG penting dilakukan untuk menunjukkan ada tidaknya sisa

jaringan dalam uterus. Pemeriksaan plano test juga perlu dilakukan untuk

memastikan adanya kehamilan.

2.6 DIAGNOSA BANDING

Abortus inkomplit dapat diagnosa banding dengan :

- Kehamilan ektopik

- Molahidatidosa

2.7 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan abortus inkomplit harus diawali dengan evaluasi terhadap

keadaan umum pasien serta gangguan hemodinamik yang terjadi. Bila terjadi

perdarahan yang hebat, sebaiknya segera dilakukan pengeluaran sisa hasil

konsepsi, sehingga uterus dapat berkontraksi dengan baik dan perdarahan dapat

dihentikan. Selanjutnya penatalaksanaan abortus dapat dilakukan dengan

pembedahan medikamentosa melalui beberapa teknik. Tanpa penyakit sistemik

18
pada ibu, tindakan penatalaksanaan abortus tidak mengharuskan pasien untuk

dirawat inap.

Teknik pembedahan meliputi dilatasi serviks yang diikuti dengan

pengosongan isi uterus baik dengan cara kuretase, aspirasi vakum, dilatasi dan

evakuasi, dilatasi dan ekstraksi, induksi haid atau laparotomi.

Pada teknik dilatasi dan kuretase serviks dibuka terlebih dahulu (didilatasi)

dan kemudian sisa jaringan dikeluarkan dengan cara mengerok keluar secara

mekanis (kuretase tajam), dengan menghisap (kuretase hisap), atau kombinasi

keduanya. Dilatasi serviks dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat

kuretase maupun aspirasi serta mengurangi risiko terjadinya laserasi serviks dan

perforasi uterus.

Teknik dilatasi dan evakuasi merupakan pengosongan uterus yang dilakukan

pada usia kehamilan 10-16 minggu. Teknik ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu

dilatasi dan evakuasi. Tahap dilatasi dilakukan dengan pemasangan batang

laminaria kedalam kanalis servikalis, 8-24 jam sebelum evakuasi. Selanjutnya

dilakukan evakuasid dengan anestesi umum. Mula-mula jaringan konsepsi yang

besar yaitu janin dan plasenta dikeluarkan dengan abortus tang, kemudian

dilakukan kuretase untuk membersihkan uterus (Saifuddin, 2002).

Menurut Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal

(2010), asuhan yang dapat diberikan pada pasien abortus inkomplit yaitu :

1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16

minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum

untuk mngeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika

19
perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg I.M atau misoprostol 400 mcg

per oral.

2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang

dari 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan :

- Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode evakuasi yang

terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika

aspirasi vakum manual tidak tersedia

- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg

I.M (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per

oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu)

3. Jika kehamilan lebih dari 16 minggu

- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan I.V (garam

fisiologis atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes/ menit sampai

terjadi ekspulsi hasil konsepsi;

- Jika perlu diberikan misoprostol 200 mcg pervaginam setiap 4 jam

sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)

- Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus

4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan

2.8 KONSEP ASUHAN DAN MANAJEMEN KEBIDANAN

Manajemen kebidanan menurut Helen Varney dalam Salmiati, dkk, 2011

adalah metode kerja profesi dengan menggunakan langkah-langkah pemecahan

masalah sehingga merupakan alur kerja dari pengorganisasian pemikiran dan

20
langkah-langkah dalam satu urutan yang logis yang menguntungkan baik klien

maupun bidan. Proses manajemen terdiri dari tujuh langkah yang berurutan karena

setiap langkah disempurnakan secara periodik.

a. Pengkajian

Kumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan

degan kondisi klien. Langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan

mengevaluasi keadaan klien secara lengkap. Terdiri dari data subjektif dan data

objektif. Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dkonsultasikan dengan

dokter dalam manajemen kolaborasi, bidan akan melakukan konsultasi.

b. Perumusan masalah atau diagnosa kebidanan

Identifikasi yang benar terhadap masalah atau diagnosis dan kebutuhan klien

berdasarkan interprestasi data dasar yang benar sehingga ditemukan masalah atau

diagnosis yang tepat. Interprestasi data dari hasil pemgkajian menyimpulkan

diagnosis, masalah dan kebutuhan. Kata masalah dan diagnosis keduanya

digunakan, karena beberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosis

tetapi sungguh membutuhkan penanganan yang dituang ke dalam sebuah rencana

asuhan terhadap klien. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang

dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian.

Standar nomenklatur diagnosa kebidanan :

1) Diakui dan telah disahkan oleh profesi

2) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan

3) Memiliki ciri khas kebidanan

4) Didukung oleh clinical judgement dalam praktik kebidanan

21
5) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan

Diagnosa kebidanan adalah suatu kesimpulan yang ditegakkan oleh bidan

berdasarkan data subjektif dan data objektif sesuai wewenang, lingkup praktik

kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Masalah kebidanan adalah suatu kesimpulan yang ditegakkan oleh bidan

berdasarkan data subjektif dan data objektif tentang hal-hal yang berkaitan dengan

pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai

diagnosa.

Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi

dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data

(Sumiaty dkk, 2013 :14).

c. Antisipasi masalah potensial

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila kemungkinan dilakukan

pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila

diagnosis atau maslah potensial terjadi.

d. Tindakan segera

Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.

Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data

mungkin mengimdikasiikan situuasi yang gawat yang mengharuskan seorang

bidan bertindak segera untuk dikonsultasikan atau ditanganni bersama dengan tim

anggota kesehatan yang lain sesuai dengana kondisi klien.

22
e. Perencanaan

Langkah ini merupakan kelanjutan dari diagnosis atau masalah yang telah

diidentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini bila informasi data belum

lengkao bisa dilengkapi dan merupakan kerangka pedoman antisipasi terhadap

klienberikutnya, apakah dibutuhkan konseling atau penyuluhan, merujuk klien

bila ada masalah. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan

menyeluruh harus rasional dan benar-benar valid serta sesuai dengan asumsi

tentang apa yang akan atau tidak akan dilakuakan klien.

f. Tindakan

Rencana asuhan yang sudah direncanakan pada langkah kelima dilaksanankan

secara efisien dan aman. Perencanaan ini dapat dilakukan oleh bidan atau

sebahagian oleh bidan dan sebahagian lagi oleh klien atau tenaga kesehatan

lainnya. Dalam situasi bila bidan berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani

klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam manajemen

asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana

asuhan bersama yang mnyeluruh tersebut.

g. Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang telah

diberikan yang sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifkasi dalam masalah

atau diagnosis. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu

kontinum, maka perlu mengulang kembali asuhan yang tiak efektif melalui proses

manajemen untuk menngidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif

serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.

23
2.9 DOKUMENTASI SOAP Notes

Metode yang digunakan dalam asuhan kebidanan kehamilan biasanya konsep

yang dipakai adalah konsep SOAP. Berikut penjelasannya :

1. S : Data subjektif

Catatan ini berhubungan masalah dengan sudut pandang pasien. Eksoresi

pasien mengenai kekhawatiran dan keluhannya dicatat sehingga kutipan langsung/

ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa (data primer). Pada bayi atau anak

kecil data subjektif dapat diperoleh dari orangtuanya (data sekunder). Data

subjektif menguatkan diagnosa yang akan dibuat.

2. O : Data objektif

Data ini memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan

dengan diagnosa. Data yang digolongkan dalam kategori ini antara lain :

a. Data psikologik

b. Hasil observasi yang jujur

c. Informasi kajian teknologi (hasil pemeriksaan lab, Ro, CTG, USG, dan

lain-lain)

Apa yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen penting dari

diagnosa yang akan ditegakkan.

3. A : Assesment

Masalah/ diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data/ informasi subjektif

maupun data/ informasi objektif yang dikumpulkan dan disimpulkan. Karena

keadaan pasien terus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun

objektif dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses assesment

24
adalah segala proses yang dinamik. Mengikuti perkembangan pasien dan

menjamin segala perubahan baru dapat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat

diambil tindakan yang tepat.

4. P : Planning

Membuat perencanaan tindakan saat itu/ yang akan datang untuk

mengusahakan mencapai kondisi pasien sebaik mungkin/ menjaga/

mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk kriteria tujuan terdiri dari

kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam batas waktu tertentu. Tindakan yang

diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam kesehatannya,

terutama dalam proses, pasiennya dan harus mendukung rencana dokter bila itu

dalam manajemen kolaborasi/ rujukan (Puspita Sari, Eka : 2014)

25
BAB III
TINJAUAN PENATALAKSANAAN KASUS

Tanggal /Pukul masuk dirawat : 03 Desember 2015


Pukul : 11.10 WIB
Dokter : dr. Pramudya Ramadhan, spOG
BIDAN : Mesi Yurez, Amd.Keb, SKM
Mahasiswa : Juliana Harningsih

A. DATA SUBJEKTIF
1. BIODATA
Nama klien/ibu : Ny. N Nama suami : Tn.A
Umur : 34 tahun Umur : 36 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Lintas Timur Alamat : Batam
No.Telp/HP : 085365544955

ALASAN KUNJUNGAN/DIRAWAT/KELUHAN UTAMA :


Ibu mengatakan bahwa ia mengalami perdarahan dari vagina sejak tanggal 16
November 2015. Ibu sudah melakukan test kehamilan menggunakan test pack
pada tanggal 10 November 2015 dan hasilnya positif. Darah yang keluar pada
tanggal 16 November banyak dan berbentuk seperti gumpalan darah berwarna
merah kehitaman, ibu merasakan mulas pada saat darah keluar pertama kali dan
sampai saat ini ibu masih mengalami perdarahan namun tidak begitu banyak.

2. Riwayat perkawinan :
Perkawinan ke : 1 Lama Perkawinan : 11 tahun
Usia saat kawin : 23 tahun

26
3. Riwayat menstruasi
Menarche : 15 tahun Lama haid : 5-7 hari
Siklus haid : 28 hari Dismenorhae : Tidak ada

4. Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu


- Anak pertama lahir pada tanggal 14-10-2008, aterm, persalinan normal,
penolong persalinan bidan, jenis kelamin anak perempuan, berat lahir 2500
gram, nifas normal, keadaan anak sekarang sehat
- Anak kedua lahir pada tanggal 27-12-2011, aterm, persalinan normal, penolong
persalinan bidan, jenis kelamin perempuan, berat lahir 3900 gram, nifas normal,
keadaan anak sekarang sehat

5. Riwayat Keluarga Berencana


Pertama kali ibu menggunakan KB suntik 3 bulan pada saat menyusui, lalu ibu
berpindah ke KB suntik 1 bulan selama 3,5 tahun dan tidak ada mengalami
masalah dengan pemakaian KB tersebut.

6. Riwayat penyakit/operasi yang lalu


Ibu mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami operasi apapun

7. Riwayat penyakit keluarga


Ibu mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
seperti diabetes mellitus, jantung, TBC dan lain-lain.

8. Riwayat yang berhubungan dengan masalah kesehatan reproduksi


Ibu mengatakan bahwa ia tidak ada dan tidak pernah mengalami masalah dengan
kesehatan reproduksinya seperti keputihan, IMS dan lain-lain

9. Pola kehidupan sehari-hari :


a. Nutrisi
Makan : 3 kali/hari

27
Minum : 6-7 gelas/hari
Jenis makanan atau minuman yang sering dikonsumsi : Nasi, ikan, ayam,
telur, sayuran, buah-buahan dan air putih

b. Pola eliminasi :
BAK : 4-5 kali/hari
BAB : 1 kali/hari
Kelainan/ masalah yang ditemukan pada pola eliminasi : Tidak ada
masalah

c. Pola istirahat :
d. Tidur siang : - jam
e. Tidur malam : 5-6 jam

B. DATA OBJEKTIF
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Sikap tubuh : Normal
d. Tanda-tanda vital
TD = 120/80 mmHg
P = 21 x/m
N = 78 x/m
e. Turgor : Baik
f. Berat badan : 53 Kg
g. Tinggi badan : 157 cm

2. HEAD TO TOE
Kepala : Bersih, rambut rontok

Muka : Tidak edema, tidak ada cloasma gravidarum

28
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus, penglihatan

jelas.

Hidung : Bersih, tidak ada polip.

Mulut : Bersih, tidak ada stomatitis

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

Ekstremitas : Tidak edema, tidak ada varises

Abdomen :

a. Inspeksi : Pembesaran tidak tampak, tidak ada bekas luka operasi, tidak

ada striae gravidarum dan terdapat linea nigra

b. Palpasi : Tidak ada nyeri tumpul, tidak ada bengkak, TFU tidak teraba

- Genitalia : Pada pemeriksaan inspekulo terdapat perdarahan positif,

ostium uteri eksterna terbuka dan pada pemeriksaan vaginal toucher (VT)

dilatasi serviks 1 jari longgar.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG (Dokter spesial kandungan) : Gestasional positif,

D. ASSASEMENT
G3P2A0H2, gravid 8 minggu 3 hari dengan abortus inkomplit

E. PENATALAKSANAAN
- Melakukan informed concent kepada pasien sebelum melakukan pemeriksaan.
- Melakukan pemeriksaan tanda vital, inspeksi, palpasi, USG dan inspekulo
pada pasien untuk mengetahui penyebab keluhan pasien
- Menjelaskan kepada pasien tentang hasil pemeriksaan bahwa saat ini

29
kehamilan pasien sudah mengalami keguguran, namun masih ada jaringan
yang tersisa didalam rahim ibu yang belum keluar.
- Menjelaskan kepada pasien dan suami pasien bahwa sisa kehamilan tersebut
harus dikeluarkan karena sisa kehamilan tersebut sudah menjadi benda asing
bagi rahim dan apabila tidak dikeluarkan berisiko terjadinya syok akibat
perdarahan dan infeksi akibat tertahannya sisa kehamilan yang lama didalam
rahim.
- Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis kandungan untuk memberikan
ibu terapi Cefadroxil 500 mg dan Gastrul 200 mg, sekaligus menjelaskan
kepada pasien tentang cara minum obat tersebut yaitu diminum dua kali sehari
selama 4 hari.
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup dan tetap memenuhi
kebutuhan nutrisinya dengan makan makanan yang bergizi agar kondisi tubuh
pasien tetap terjaga.
- Menyampaikan kepada pasien bahwa jika dalam 4 hari atau setelah habisnya
obat namun perdarahannya belum berhenti, maka ibu harus segera datang
kembali pada tanggal 7 Desember 2015 untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang pasien 34 tahun, datang dengan keluhan perdarahan pervaginam

sejak tanggal 16 November 2015 hingga saat ini. Perdarahan yang terjadi pada

saat tanggal 16 November tersebut disertai dengan rasa mules dan darah yang

keluar berupa gumpalan merah segar. Terdapat riwayat telat haid dengan hari

pertama haid terakhirnya yaitu 05 Oktober 2015. Ibu sudah melakukan test pack

sendiri dengan hasil pemeriksaan positif. Riwayat trauma/ jatuh dan demam tidak

ada, begitu pula dengan adanya keinginan untuk mengakhiri kehamilan juga tidak

ada, ibu memang merencanakan kehamilan saat ini.

Pada pemeriksaan fisik didapat hasil bahwa tanda-tanda vital ibu masih

normal yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78 kali/ menit dan pernapasan 21

kali/ menit. Pada pemeriksaan abdomen didapat bahwa tidak teraba tinggi fundus

uteri, tidak ada nyeri tumpul dan tidak ada pembengkakan abnormal. Inspeksi

vagina menggunakan inspekulo didapat hasil perdarahan positif, ostium uteri

eksterna terbuka dan pemeriksaan vaginal toucher (VT) terdapat pembukaan 1

jari longgar. Hal ini sesuai dengan teori bahwa tanda dan gejala dari abortus

inkomplit yaitu perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan

darah, adanya rasa mulas yang menandakan adanya kontraksi, ostium uteri

eksterna atau serviks terbuka, pada pemeriksaan vaginal jaringan dapat diraba

dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau

sebagian keluar, dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin

dikeluarkan (Maryunani, dkk. 2009).

31
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan pada pasien tersebut pasien ini

didiagnosa sebagai abortus inkomplit dengan keadaan umum penderita masih

baik. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa perdarahan

pervaginam yang terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu serta sebagian

hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri yang diketahui dari terbukanya porsio

dan sisa hasil konsepsi yang masih positif pada saat pemeriksaan dengan

inspekulo. Pemeriksaan penunjang USG dilakukan untuk mengkonfirmasi

kembali apakah masih ada sisa jaringan yang tertinggal di dalam kavum uteri.

Sesuai dengan teori dari Prawirohardjo (2002) abortus inkomplit adalah

pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada

sisa tertinggal dalam uterus.

Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot

atau penyakit sistemik pada ibu. Dari anamnesis didapatkan bahwa kejadian

abortus ini adalah kejadian yang pertama kalinya. Namun penyebab terjadinya

abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat dipastikan. Untuk mencegah hal ini

berulang lagi maka diperlukan pemeriksaan tambahan untuk menelusuri faktor

penyebab terjadinya abortus ini.

Penatalaksanaan abortus inkomplit dapat dilakukan baik dengan teknik

pembedahan maupun medikamentosa. Adapun penanganan yang dilakukan pada

kasus ini adalah dengan memberikan terapi Gastrul 200 mg, 21 untuk

menimbulkan kontraksi yang spastik pada uterus sehingga mencegah perdarahan

yang berkelanjutan dan Cefadroxil 500 mg, 21 sebagai antibiotik yang diberikan

untuk mencegah terjadinya infeksi. Hal ini sesuai dengan sumber panduan praktis

32
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal (2010) yang menyatakan bahwa jika

perdarahan terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu namun

evakuasi belum dapat dilakukan segera maka pasien dapat diberi terapi berupa

uterotonika untuk memicu kontraksi dengan harapan dapat menghentikan

perdarahan yang sedang berlangsung tersebut. Selain itu, untuk kasus ini tidak

dilakukan tindakan Aspirasi Vakum Manual (AVM) dikarenakan sisa hasil

konsepsi yang sedikit. Pasien dianjurkan apabila dalam 4 hari perdarahan belum

berhenti maka ia harus melakukan pemeriksaan kembali pada tanggal 7 Desember

2015.

33
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan adalah :

a) Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada

kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram

dengan sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus.

b) Kejadian abortus dapat terjadi dikarenakan berbagai sebab seperti

genetik, anatomik, autoimun, infeksi, lingkungan dan hormonal.

c) Adapun tanda dan gejala dari abortus inkomplit adalah :

- Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan bisa terdapat bekuan

darah

- Rasa mulas (kontraksi) tambah hebat

- Ostium uteri eksternum (serviks) terbuka

- Pada pemeriksaan vagina jaringan dapat diraba dalam kavum

uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari eksternum atau

sebagian jaringan keluar

- Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan

sehingga dapat menyebabkan syok

d) Diagnosa banding untuk abortus inkomplit yaitu kehamilan ektopik

dan mola hidatidosa.

34
e) Penanganan dari abortus inkomplit ini dapat berupa pembedahan

ataupun medikamentosa. Pada kasus Ny.N ini dilakukan tindakan

secara medikamentosa.

f) Berdasarkan teori dibandingkan dengan praktik yang ditemukan di

RSUD Selasih ini tidak ditemukan kesenjangan.

5.2 SARAN

1. Saran Aplikatif

Diharapkan semua tenaga kesehatan khususnya bidan dapat

memberikan asuhan yang sesuai kepada pasien dengan abortus

inkomplit dan meningkatkan kualitas yang sudah ada. Dengan begitu

diharapkan dapat membantu mengurangi angka kematian ataupun

angka kesakitan bagi ibu dan bayi.

2. Saran Keilmuan

Diharapkan studi kasus yang sudah dilakukan dapat menjadi

penambah wawasan bagi mahasiswa atau siapapun yang membacanya

mengenai asuhan kegawatdaruratan dan menjadi pedoman bagi studi kasus

yang lain.

35
DAFTAR PUSTAKA

Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI). 2012. Angka Kematian Ibu (AKI)

Tahun 2007

Dinas kesehatan provinsi Riau. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Riau 2012. Dinas

Kesehatan Provinsi Riau: Riau

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Maryunani, Anik dkk. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan. Jakarta

: Trans Info Media

Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. 2010. Jakrta : PT

Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo

Saifuddin, Abdul Bahri. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta : Buku Kedokteran

36

Anda mungkin juga menyukai