Anda di halaman 1dari 34

INDEPENDENT STUDY

PENGARUH INFLASI DAN SUKU BUNGA TERHADAP


KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA TAHUN 2015-2017

Disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi moneter


Dosen pengampu : Saifudin Zuhri, M.Si.

Disusun oleh :
Khafsatun Nikmah
63020160108

JURUSAN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayat-Nya. Dan tak lupa salawat serta salam penulis kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan dengan
baik. Adapun judul yang penulis ambil adalah Pengaruh Inflasi dan Suku Bunga
terhadap Kebijakan Moneter di Indonesia.

Suatu kebahagiaan tersendiri, jika independent study ini dapat terselesaikan


dengan sebaik-baiknya. Bagi penulis, penyusunan independent study ini merupakan
tugas yang tidak ringan. Penulis sadar banyak hambatan yang menghadang dalam
proses penyusunan independent study ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan
penulis sendiri. Selain itu, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Saifudin Zuhri,
M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Moneter yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada kami dalam penyusunan independent
study ini.

Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada mereka selain iringan doa
yang tulus dan ikhlas semoga amal baik mereka diterima dan mendapat balasan
yang lebih baik dari Allah SWT. Tidak lupa saran dan kritik yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga independent study ini bermanfaat bagi


penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.

Salatiga, 29 Oktober 2017

Khafsatun Nikmah

63020160108

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
LANDASAN TEORI ........................................................................................................ 6
A. Kerangka Teori ....................................................................................................... 6
1. Inflasi .................................................................................................................. 6
2. Suku Bunga ....................................................................................................... 12
3. Kebijakan Moneter............................................................................................ 16
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................................. 22
C. Kerangka Penelitian .............................................................................................. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Krisis yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah
menimbulkan berbagai permasalahan yang demikian sulit dan
kompleks di berbagai bidang. Krisis yang mulanya berasal dari krisis
moneter telah berubah cepat menjadi krisis ekonomi, krisis sosial
budaya, krisis politik, sehingga menjadi krisis multi-dimensi. Yang
menyebabkan terjadinya krisis tersebut pemicu utamanya adalah
terjadinya kelangkaan dana perbankan dikarenakan masyarakat
menarik dana oleh dalam jumlah yang besar. Disamping itu, terdapat
pemicu lain karena semakin melemahnya nilai rupiah terhadap dolar
AS, maka kepercayaan masyarakat terhadap rupiah semakin
berkurang sehingga nilai tukar rupiah terus mengalami penurunan
yang sangat tajam.
Kondisi krisis tersebut menunjukkan bahwa dalam
pembangunan nasional yang dilaksanakan pada masa sebelum
terjadinya krisis ekonomi mengandung banyak kelemahan struktur
dan sistem perekonomian yang menimbulkan penyimpangan-
penyimpangan atau distorsi ekonomi. Kondisi ini telah menyebabkan
lemah dan tidak sehatnya struktur perekonomian nasional. Yang
menyebabkan perkembangan ekonomi mengalami kemunduran.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diupayakan pemecahannya
yang sekaligus dapat meletakkan landasan perekonomian nasional
yang kukuh melalui strategi pembangunan yang tepat dalam rangka
mewujudkan perekonomian nasional.
Guna mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut perlu
diadakan penyesuaian berbagai kebijakan ekonomi yang selama ini
telah ditempuh di Indonesia. Kebijakan moneter yang merupakan
salah satu bagian penting dari kebijakan pembangunan ekonomi
nasional harus lebih diarahkan kepada upaya untuk menciptakan dan
menjaga stabilitas moneter. Dengan terfokusnya tujuan kebijakan
moneter, maka tanggung jawab, tujuan, dan tugas Bank Indonesia
menjadi lebih jelas dan terarah.
Bebagai permasalahan yang diuraikan di atas melandasi
dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagai pengganti UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral.
Dalam landasan hukum yang baru ini Bank Indonesia mempunyai
tujuan yang lebih fokus, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah merupakan sebagian prasyarat
bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang
pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Reorientasi
sasaran Bank Indonesia tersebut merupakan bagian dari kebijakan
pemulihan dan reformasi perekonomian untuk keluar dari krisis
ekonomi yang tengah melanda Indonesia.
Untuk mewujudkan kestabilan nilai rupiah, inflasi diperhatikan
dengan baik oleh Bank Indonesia. Inflasi itu sendiri yaitu proses
kenaikan harga secara terus-menerus (Nopirin, 1987:25). Seperti yang
telah dikemukakan dalam website Bank Indonesia, kestabilan inflasi
merupakan prasyarat bagi pertumbuhan yang berkesinambungan yang
pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pentingnya pengendalaian inflasi didasarkan pada
pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan
dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pada tahun 2016 inflasi tercatat cukup rendah yakni 3,02%
sehingga berada dalam rentang sasaran inflasi sebesar 4,01%.
Perkembangan inflasi 2016 tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan kondisi pada tahun 2015 sebesar 3,35%. Inflasi yang rendah
tergambar pada dinamika bulanan sepanjang tahun 2016. Perbedaan
inflasi bulanan terlihat hanya pada April 2016 yang tercatat -0,45%

2
dikarenakan defisit akibat turunnya harga bahan bakar minyak dan
melimpahnya hasil panen beberapa pangan komoditas pangan yang
strategis (Laporan Perekonomian Indonesia, 2016).
Inflasi pada triwulan II 2017 terkendali ditengah permintaan
seiring akan masuknya Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Sepanjang periode triwulan II 2017, kenaikan tekanan inflasi terutama
terjadi pada bulan Juni 2017 yakni sebesar 0,69%. Inflasi di bulan Juni
tersebut lebih rendah dibandingkan inflasi yang terjadi pada periode
puasa dan lebaran dalam tiga tahun terakhir. Sedangkan pada bulan
Juli 2017 tercatat 0,22% mengalami penurunan dibandingkan bulan
Juni, penurunan ini dikarenakan pascalebaran yang membuat harga
barang komoditas mulai merangkak turun (Laporan Kebijakan
Moneter Agustus,2017).
Disampin inflasi, terdapat suku bunga yang memberikan
pengaruh kebijakan moneter. Suku bunga merupakan faktor yang
penting dalam perekonomian suatu negara karena sangat berpengaruh
terhadap kesehatan suatu perekonomian. Hal ini tidak hanya
mempengaruhi keinginan konsumen untuk membelanjakan ataupun
menabungkan uangnya tetapi juga mempengaruhi dunia usaha dalam
mengambil keputusan. Oleh karena itu tingkat suku bunga
mempunyai pengaruh yang sangat luas, tidak hanya pada sektor
moneter, melainkan juga pada sektor riil, sektor ketenagakerjaan,
bahkan sektor internasional.
Kebijakan moneter Bank Indonesia 2016 yang diarahkan
untuk mengoptimalkan momentum pemulihan ekonomi, sambil tetap
konsisten dalam menjaga stabilitas ekonomi. Sejalan dengan arah
kebijakan tersebut, Bank Indonesia menurunkan suku bunga
kebijakan pada tahun 2016. Secara keseluruhan, suku bunga kebijakan
diturunkan sebesar 150 bps. Bank Indonesia menilai penurunan suku
bunga kebijakan, pada satu sisi,tetap konsisten dalam mengarahkan
inflasi ke depan tetap dalam kisaran yakni 4,01% pada 2016-2017

3
dan 3,51% pada 2018. Di sisi lain, penurunan suku bunga kebijakan
juga diharapkan menopang pemulihan ekonomi (Laporan
Perekonomian, 2016).
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia
pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day
Reserve Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 47,5% menjadi 4,50%.
Kebijakan penurunan suku bunga tetap konsisnten dengan adanya
ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan
prakiraan inflasi 2017 dan 2018. Penurunan suku bunga kebijakan
diharapkan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga
memperkokoh stabilitas sistem keuangan serta mendukung
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. (Laporan Kebijakan
Moneter Agustus, 2017)
Oleh karena itu, dengan berbagai gambaran di atas, maka
penulis ingin meneliti mengenai keadaan inflasi, suku bunga dan
kebijakan moneter di Indonesia. Berdasarkan penjelasan di atas, maka
penulis memilih judul sebagai berikut: Pengaruh Inflasi dan Suku
Bunga terhadap Kebijakan Moneter di Indonesia Tahun 2015-
2017.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul diatas beserta latar belakang tersebut,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Kebijakan Moneter ?


b. Bagaiaman pengaruh Suku Bunga terhadap Kebijakan Moneter
?
c. Bagaimana pengaruh Inflasi dan Suku Bunga terhadap
Kebijakan Moneter ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini
adalah:

4
a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh inflasi terhadap
kebijakan moneter.
b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suku bunga terhadap
kebijakan moneter.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh inflasi dan suku bunga
terhadap kebijakan moneter.

D. Manfaat Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Penulis
a. Penulis dapat terlatih mengembangkan keterampilan
membaca yang efektif karena sebelum menulis karya ilmiah,
ia mesti membaca dahulu kepustakaan yang ada relevansinya
dengan topik yang hendak dibahasa.
b. Penulis dapat terlatih menggabungkan hasil bacaan dari
berbagai sumber, mengambil sarinya, dan
mengembangkannya ke tingkat pemikiran yang lebih
matang.
c. Menambah wawasan ilmu penulis terhadap ilmu ekonomi.
2. Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat memberikan informasi secara tertulis
maupun sebagai referensi mengenai pengaruh inflasi dan suku
bunga terhadap kebijakan moneter.

5
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
1. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang atau komoditas dan jasa selama suatu periode tertentu
(Karim, 2008:135).Sebaliknya jika mengalami penurunan
merupakan deflasi. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga
umum barang-barang secara terus menerus (Nopirin, 1988:25).
Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang tidak dapat disebut
inflasi, kecuali kenaikan harga barang tersebut menyebabkan
kenaikan sebagian besar harga barang-barang lain. Selain itu,
kenaikan harga yang terjadi hanya sekali saja, bersifat kontemporer
atau musiman, walaupun dalam persentase yang besar juga tidak
dapat dikatakan sebagai inflasi.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa inflasi
merupakan kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam
suatu periode tertentu. Kenaikan harga hanya sekali saja bukanlah
termasuk atau tidak bisa disebut inflasi.
b. Jenis-jenis Inflasi
Sebelum kebijaksanaan untuk mengatasi inflasi diambil, perlu
terlebih dahulu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan inflasi.
Menurut teori kuantitas sebab utama timbulnya inflasi adalah
kelebihan permintaan yang disebabkan karena penambahan jumlah
uang yang beredar. Berikut ini jenis inflasi berdasarkan sebabnya,
inflasi dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :

1. Inflasi karena tarikan permintaan (demand pul inflation), yaitu


kenaikan harga-harga karena tingginya permintaan, sementara
barang tidak tersedia dengan cukup. Inflasi ini biasanya berlaku

6
ketika perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja
penuh dan pertumbuhan ekonomi berjalan pesat. Selain itu,
inflasi ini juga berlaku pada masa pertumbuhan yang pesat dan
tingkat kegiatan ekonomi yang tinggi, masa perang atau
ketidakstabilan politik. Dalam masa ini, biasanya pemerintah
berbelanja jauh melewati pendapatannya. Oleh sebab itu,
pemerintah harus mencetak uang baru atau meminjam dari bank-
bank umum serta lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Pegeluaran pemerintah yang berlebih tersebut akan
meningkatkan permintaan agregat dengan cepat. Apabila
produsen tidak dapat memenuhi permintaan agregat tersebut,
maka akan terjadi kenaikan harga-harga.
2. Inflasi dorongan biaya (Cosh push inflation), yaitu inflasi karena
biaya atau harga faktor produksi meningkat. Akibatnya, produsen
harus menaikkan harga supaya mendapatkan laba dan produksi
bisa berlangsung terus. Biasanya inflasi dorongan biaya berlaku
ketika perekonomian hampir atau telah mencapai tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh. Kenaikan harga-harga tersebut
bersumber dari salah satu kombinasi dari tiga faktor berikut: para
pekerja dalam perusahaan menuntut kenaikan harga upah, harga
bahan baku atau bahan penolong yang digunakan perusahaan
bertambah tinggi, serta dalam perekonomian yang sedang
mengalami perkembangan pesat.

Disamping itu inflasi dapat dikelompokkan menurut jenis


yang mencangkup inflasi secara umum, inflasi berdasarkan asalnya,
dan inflasi yang berdasarkan tingkat keparahannya.

Jenis Inflasi berdasarkan sifatnya, dapat dibedakan menjadi :

1. Inflasi merayap (creeping inflatio) adalah inflasi yang rendah


dan berjalan lambat dengan persentase yang relatif kecil serta
dalam waktu yang relatif lama.

7
2. Inflasi lama (galloping inflation) adalah inflasi yang ditundai
dengan kenaikan harga yang cukup besar dan seringkali
berlangsung dalam periode waktu yang relatif pendek serta
mempunyai sifat akselerasi.
3. Inflasi tinggi (hyper inflation) adalah inflasi yang paling parah
yang ditandai dengan kenaikan harga mencapai 5 atau 6 kali,
pada saat ini nilai uang merosot tajam.

Jenis inflasi berdasarkan tingkat keparahannya:

1. Inflasi ringan adalah inflasi yang besarnya <10%.


2. Inflasi sedang alah inflasi yang besarnya antara 10%-30%
pertahun.
3. Inflasi berat adalah inflasi yang besarnya antara 30%-100%
pertahun.
4. Inflasi hiper adalah inflasi yang besarnya >100% per tahun.

Inflasi secara umum, terdiri dari:

1. Inflasi IHK atau inflasi umum (headling inflation) adalah inflasi


seluruh barang dan jasa yang dimonitor harganya secara
periodik. Inflasi IHK merupaka gabungan dari inflasi inti, inflasi
harga administrasi dan inflasi gejolak harga (volatife goods).
2. Inflasi inti (cor inflation) adalah inflasi barang dan jasa yang
perkembangan harga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi
secara umum yang akan berdampak pada perubahan harga-
harga secara umum yang sifatnya cenderung permanen dan
persisten.
3. Inflasi harga administrasi (administered price inflation) adalah
inflasi yang harganya diatur oleh pemerintah terjadi karena
campur tangan (diatur) pemerintah, misalnya kenaikan harga
BBM, kenaikan TDL, angkutan dalam kota dan kenaikan tarif
tol serta PHS untuk beberapa komoditas.

8
4. Inflasi gejolak barang-barang (volatife goods inflation) adalah
inflasi kelompok komoditas (barang dan jasa) yang
perkembangan harganya sangat bergejolak. Misalnya, inflasi
bahan makanan yang bergejolak terjadi pada kelompok bahan
makanan yang dipengaruhi faktor-fkator teknis, misalnya gagal
panen, gangguan alam dan kendala transportasi serta perubahan,
dan atau anomali cuaca.

c. Faktor-faktor Penyebab Inflasi


Masalah kenaikan harga-harga yang berlaku diberbagai
negara diakibatkan oleh banyak faktor.(Sukirno, 2010: 14)
Dinegara-negara industri pada umumnya inflasi bersumber dari
salah satu atau gabungan dari dua masalah berikut:

1. Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan


perusahaan-perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
2. Pekerja-pekerja diberbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan
upah.
Kedua masalah tersebut yang diterangkan diatas biasanya
berlaku apabila perekonomian sudah mendekati tingkat penggunaan
tenaga kerja penuh. Dengan kata lain di dalam perekonomian yang
sudah sangat maju, masalah inflasi sangat erat kaitannya dengan
tingkat penggunaan tenaga kerja. Disamping itu inflasi dapat pula
berlaku sebagai akibat dari kenaikan harga-harga barang yang
diimport, penambahan penawaran uang yang berlebihan tanpa
diikuti oleh penambahan produksi dan penawaran barang, dan
kekacuan politik dan ekonomi sebagai akibat pemerintahan yang
kurang bertanggung jawab.

d. Efek Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi
faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi
pendapatan disebut dengan equity effect, sedang efek terhadap

9
alokasi faktor produksi nasional masing-masing disebut dengan
efficiency dan output effect.

Dampak inflasi sangat luas dan beraneka ragam, diantaranya


adalah sebagai berikut:
a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)
Efek terhadap sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan ada
pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Yang dirugikan
karena adanya inflasi adalah orang atau pihak yang memberi
pinjaman uang dengan bunga lebih rendah dari laju inflasi.
b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficieny Effect)
Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor
produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan
permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian akan
mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa arang
tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu
mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang
kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut.
c. Efek terhadap Output (Output Effect)
Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan
produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan
harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan
perusahaan naik, Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi. Namun, apabila laju inflasi itu cukup tinggi
(hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya.

e. Cara Mencegah Inflasi


Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PT,
dapat dijelaskan bahwa inflasi timbul karena MV naik lebih cepat
daripada T. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya inflasi maka
salah satu variabel (M atau V) harus dikendalikan. Disamping ini,
volume T ditingkatkan guna mencegah atau mengurangi inflasi.

10
Cara mengarur variabel M, V dan T tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan kebajikan moneter, fiskal atau kebijakan yang
menyangkut kenaikan produksi.
a. Kebijakan Moneter
Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui
pengaturan jumlah uang beredar (M). Slah satu komponen jumlah
uang adalah uang giral (demam deposit). Uang giral dapat terjadin
melalui dua cara, pertama apabila seseorang memasukkan uang
kas ke bank dalam bentuk giro. Kedua, apabila seseorang
memperoleh pinjaman dari bank tidak terima kas tetapi dalam
bentuk giro. Deposito yang timbul dengan cara kedua sifanya
lebih inflatoir daripada cara pertama. Sebab cara pertama
hanyalah pengalihan bentuk saja dari uang kas ke uang giral.
Bank sentral dapat mengatur uang giral ini melalui
penetapan cadangan minimum. Untuk menekan laju inflasi
cadangan minimum ini dinaikkan sehingga jumlah uang menjasi
lebih kecil. Instrumen lain yang dapat dipakai untuk mencegah
inflasi adalah politik pasa terbuka (jual/beli surat berharga).
Dengan cara menjual surat berharga bank sentral dapat
menekankan perkembangan jumlah uang beredar sehingga laju
inflasi dapat lebih rendah.
b. Kebijakan Fiskal
Kebijaksanaan fiskal menyangkut pengaturan tentang
pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung
dapat mempengaruhi permintaan lokal dan dengan demikian akan
mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah melalui penurunan
permintaan total. Kebijaksanaan fiskal yang berupa pengurangan
pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
c. Kebijakan yang Berkaitan dengan Output

11
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan
jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan
penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung
meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri
cenderung menurunkan harga.
d. Kebijakan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga, serta
mengadakan pada indeks harga tertentu untuk gaji ataupun upah
(dengan demikian gaji/upah secara riil tetap). Kalau indeks harga
naik, maka gaji/upah juga dinaikkan.
2. Suku Bunga
a. Teori Suku Bunga
Ada beberapa teori tingkat bunga, yaitu Teori Klasi dan Teori
Keynes. Teori klasik tentang tingkat suku bunga adalah sebagai
berikut (Nopirin, 1992:70-72):

Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari tingkat


bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan
masyarakat untuk menabung. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih
tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengobarkan atau
mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.

Investasi juga tergantung atau merupakan fungsi dari tingkat


bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan
investasi jug makin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan
menamabah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang
diharapakan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus
dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos
penggunaan dana (Coast of capital). Makin rendah tingkat bunga,
maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi,
sebab biaya penggunaan dan juga semakin kecil.

12
Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak
ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan
menabung masyarakat sana dengan keinginan pengusaha untuk
melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat bunga
dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1
Teori Klasik tentang Tingkat Bunga
Sumber : Nopirin

Keseimbangan pada tingkat bunga pada titik i0, dimana


jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga
diatas i0, jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk
melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk
meminjamkan dana dan persaingan akan menekankan tingkat bunga
turun balik ke posisi i0. Sebaliknya, apabila tingkat bunga di bawah
ini, para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana
yang relatif jumlahnya lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong
tingkat bunga naik lagi ke i0.

Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan


keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga pada tingkat bunga
yang sama pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk
membiayai investasinya, atau untuk dana investasi yang sama

13
jumlahnya, pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih
tinggi. Keadaan ini dalam gambar ditunjukkan dengan bergesernya
kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat
bunga yang baru pada titik i0.

Sedangkan Keynes mempunyai pandangan yang


berbeda(Nopirin , 1992:90-93). Tingkat bunga merupakan suatu
fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh
penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar
uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP),
sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat
bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk
mengadakan investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi
GNP. Sedang menurut kaum klasik, uang hanyalah mempengaruhi
tingkat harga barang.

Permintaan akan uang tergantung tingkat bunga. Dalam


gambar 2.2 Sumbu horizontal akan mengukur jumlah dan
permintaan uang dengan sumbu vertikal untuk tingkat bunga.
Permintaan akan uang mempunyai hubungan negatif dengan tingkat
bunga dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tingkat Bunga %

Jumlah uang

req

Liquidity Preference

Jumlah uang dan permintaan uang


Gambar 2.2
Teori Keynes tentang Tingkat Bunga

14
Sumber : Nopirin
Pertama, Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai
keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat
bunga turun di bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak
orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal.
Jika mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga
naik mereka akan menderita kerugian. Mereka akan menghindari
kerugian kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang
dipegangnya dan dengan sendirinya menambah uang kas yang
dipegang, pada waktu tingkat bunga naik. Hubungan ini disebut
motif spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan
datang. Kedua, berkaitan dengan ongkos memegang uang kas
(opportunity cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga,
makin tinggi pula ongkos memegang uang kas sehingga keinginan
memegang uang kas juga turun. Sebaliknya, apabila tingkat bunga
turun berarti ongkos memegang uang kas juga makin rendah
sehingga permintaan akan uang kas naik.
Kedua pendekatan diatas semuanya menjelaskan adanya
hubungan negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang
kas. Bersamaan dengan jumlah uang beredar yang tetap, permintaan
uang ini menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga dalam
keseimbangan (req pada gambar) apabila jumlah uang kas yang
diminta sama dengan penawarannya (jumlah uang beredar). Apabila
pada suatu tingkat bunga di bawah tingginya keseimbangan,
masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara
menjual sarat berharga yang dipegangnya. Usaha menjual surat
berharga ini akan mendorong harganya turun, sampai ke tingkat
keseimbangan yang mana masyarakat sudah puas dengan komposisi
kekayaanya (permintaan sama dengan penawaran uang).
Sebaliknya, apabila tingkat bunga berada di atas keseimbangan,
masyarakat menginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli

15
suara berharga. Pembelian ini akan mengakibatkan naiknya harga
surat berharga (tingkat bunga turun) sampai keseimbangan tercapai.
b. Fungsi Suku Bunga
Menurut Sunariyah fungsi suku bunga adalah sebagai berikut
(Hasibuan, 2015:29):

1. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dan


lebih untuk diinvestasikan.
2. Suku bung dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka
mengendalikan penasaran dan permintaan uang yang beredar
dalam suatu perekonomian.
3. Pemerintah dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol
jumlah uang beredar. Ini berarti pemerintah dapat mengatur
sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.

3. Kebijakan Moneter
a. Pengertian Kebijakan Moneter
Secara umum, kebijakan moneter alah proses yang dilakukan
oleh otoritas moneter (bank sentral) suatu negara dalam mengontrol
atau mengedalikan jumlah uang beredar (JUB) melalui pendekatan
kautitas dan/ atau pendekatan tingkat suku bunga yang bertujuan
untuk mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sudah
termasuk didalamnya stbalitas harga dan tingkat pengguran yang
rendah.
Definisi tersebut sejalan dengan yang dikemukakan (Littleboy
and Taylor, 2006:198) bahwa kebijkan moneter merupakan upaya
atau tindakan Bank Sentral dalam mempengaruhi perkembangan
moneter mempengaruhi kebijakan moater (jumlah uang beredar,
suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi
tertentu yang meliputi: pertumbuhan ekonomi, stabilitas mata uang
dan keseimbangan eksternal serta perluasan kesepakatan kerja. Para

16
ekonom menyakini bahwa melalui kebijakan moneternya, Bank
Sentral dapat mengontrl JUB.
Secara khusus, Pasal (1) Ayat 10 Undang-Undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang
kemudian diamandemen menjadi Undang-Undang No.3 Tahun 2004
tentang Bank Indonesia menyatakan bahwa: kebijakan moneter
adalah kebijakan yang diterapkan dan dilaksanakan oleh Bank
Indonesia unuk mencapai dan memlihara kenstabilan rupiah yang
dilakukan antara lain melalui pengendalian uang beredar dan/ atau
suku bunga.
Dari denifisi terakhir, BI sebagai bank sentral di Indonesia
dalam operasi kebijakan moneternya bisa menggunakan pendekatan
kuantitas atau pendekatan suku bunga atau harga. Pilihan mengenai
pendekatan apa yang akan digunakan sangat bergantung pada
efektivitas di antara kedua pendekatan tersebut dan sifat dari tujuan
dan sifat dari tujuan akhir kebijakan moneter, apakah bertujuan
(ganda) atau tunggal (single) (Natsir, 2013:113).
b. Target Kebijakan Moneter
Target akhir kebijakan moneter adalah suatu kondisi makro
yang ingin dicapai oleh setiap negara. Target kebijakan moneter
tidak statis, namun bersifat dinamis karena selalu disesuaikan
dengan kebutuhan perekonomian suatu negara. Akan tetapi,
kebanyakan negara menetapkan empat hal yang menjadi ultimate
target dari kebijakan moneter, yaitu: pertumbuhan ekonomi,
pemerataan pendapatan, kesempatan kerja, dan keseimbangan
neraca pembayaran. Idealnya, semua sasaran perekonomian tersebut
harus dapat dicapai secara serentak dan optimal. Namun, karena
usaha- usaha untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut dapat
menimbulkan dampak yang kontradiktif.
Misalnya kebijakan moneter yang kontradiktif untuk menekan
laju inflasi dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

17
ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja. Di samping itu,
pengalaman empiris menunjukkan bahwa perekonomian memburuk
karena kebijakan moneternya memiliki tujuan ganda (multiple
objectives ). Untuk alasan ini, mayoritas bank sentral termasuk BI
fokus pada sasarantunggal (single objective) yaitu mewujudkan dan
memelihara kestabilan moneter.
c. Instrumen Kebijakan Moneter
Instrumen kebijakan moneter merupakan alat-alat atau media
pengendalian operasi moneter yang dimiliki dan dapat digunakan
oleh bank sentral untuk mempengaruhi sasaran operasional dan
sasaran akhir yang telah ditetapkan oleh bank sentral atau
pemerintah. Instrumen kebijakan moneter dapat digolongkan
menjadi berikut:
1. Menurut cara instrumen mempengaruhi sasaran operasional,
maka instrumen ini terdiri dari: instrumen langsung dan
instrumen tidak langsung.
2. Menurut orientasinya di pasar keuangan: instrumen yang
berorientasi pasar (market oriented/base) dan yang tidak
berorientasi pasar (nun-market oriented/base).
3. Menurut diskresinya: instrumen yang diskresinya berada di
bank sentral dan/ atau di peserta pasar keuangan.
Instrumen langsung adalah instrumen pengendalian moneter
yang dapat secara langsung mempengaruhi sasaran operasional yang
diinginkan oleh bank sentral. Dalam instrumen ini terdapat
hubungan korespondensi (one-to-one) antara instrumen dan sasaran
operasional. Misalnya, penetepan pagut kredit dapat langsung
mempengaruhi jumlah uang beredar(JUB). Ada dua variabel yang
dapat dikendalikan yaitu harga (suku bunga) dan kuantitas
simpanan kredit pada sistem perbankan dan lembaga keuangan nun
bank. Bentuk instrumen langsung yang umum digunakan oleh bank

18
sentral terdiri dari: pengendalian suku bunga (intertest rate ceiling),
pagut kredit dan kredit program atau kredit khusus.
Sedang instrumen tidak langsung merupakan usaha untuk
mengendalikan variabel moneter dengan cat mempengaruhi neraca
bank sentral. Bank sentral mempengaruhi posisi base money atau
bank reserve yang pada akhirnya mempengaruhi kredit dan
penawaran uang. Melalui instrumen tidak langsung bank sentral
dapat mencapai atau mewujudkan sasaran kebijakan dengan cara
mempengaruhi kondisi pasar uang melalui salah satu fungsinya
sebagai institusi yang berwenang untuk mengedarkan uang, yakni
dengan cara mempengaruhi kondisi yang mendasari permintaan dan
penawaran uang.
Instrumen tidak langsung yang dimiliki oleh bank sentral
(Bank Indonesia) terdiri dari:
1. Operasi Pasar Terbuka (OPT)
Operasi pasar terbuka (OPT) merupakan instrumen kebijakan
moneter yang paling banyak digunakan oleh bank sentral atau
otoritas moneter, baik di negara-negara industri maupun di
negara-negara berkembang termasuk di Indonesia (Bank
Indonesia) dalam implementasinya kebijakan moneter, karena
instrumen ini lebih berorintasi pasar, keterlibatan peserta tidak
mengikat dan arah (stance) kebijakannya mudah ditangkap oleh
pelaku ekonomi serta tidak memebebankan pajak kepada bank.
OPT meruapakan wadah bagi bank sentral untuk melakukan
jual beli (lelang) surat-surat berharga jangka pendek dalam
rangka untuk mengendalikan JUB atau suku bunga jangka
pendek. Jika bank sentral bertujuan untuk mengurangi JUB, bank
sentral akan menjual surat-surat berharga kepada bank-bank
komersial atau umum agar cadangan (reserve) bank-bank
berkurang sehingga kemampuan bank-bank memberikan

19
pinjaman menurun, tindakan tersebut yang dinamakan kebijakan
moneter yang kontraktif (kontraksi moneter).
2. Fasilitas Diskonto (Diskon Rate Policy)
Fasilitas diskonto adalah instrumen kebijakan moneter yang
dapat digunakan oleh bank sentral dalam usaha mengendalikan
JUB melalui pengaturan suku bunga pemberian kredit bank
sentral kepada perbankan. Jika bank sentral memberikan tingkat
diskonto yang lebih tinggi, maka perbankan ain mengurangi
permintaan kredit dari bank sentral yang pada akhirnya akan
mengurangi kemampuan perbankan memberikan pinjaman
(kredit), akibatnya JUB menurun/berkurang. Sebaliknya, jika
bank sentral menetapkan diskonto yang lebih rendah, maka
perbankan akan mengingkatkan permintaan kredit ke bank sentral
yang pada akhirnya akan menambah kemampuan perbankan
memberikan pinjaman, akibatnya JUB menurun.
3. Giro Wajib Minimum (reserve requirement)
Giro wajib minimum GWM atau candangan wajib minimum
adalah ketentuan bank sentral (Bank Indonesia) yang mewajibkan
bank-bank umum atau komersial untuk memelihara sejumlah
alat-alat likuid (reserves) sebesar presentase tertentu dari Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang dapat dikumpulkan pada suatu waktu
tertentu. Dalam tatanan praktisi, GWM bisa ditentukan setiap hari
atau ditentukan secara rerata untuk satu periode, misalnya
mingguan atau bulanan. Dana candangan yang disimpan di bank
sentral dalam benatu, rekening giro, ada yang diberikan bunga
atau tidak. Tingkat bunga atas GWM biasanya di bawah pasar.
4. Himbauan Moral (Moral Suasion)
Himbauan moral merupakan instrumen kebijakan moneter
bersifat tidak langsung dan bersifat kualitatif karena hanya berupa
himbauan yang sifatnya mengarahakan atau memberikan
informasi makro untuk dijadikan masukan atau input oleh

20
perbankan dalam manajemen aset dan kewajibannya. Misalnya
BI menghimbau perbankan agar berhati-hati dalam menyalurkan
kredit untuk mengurangi jumlah uang berderdar dan menghimbau
uang ke bank meminjam uang ke bank sentral untuk
meningkatkan jumlah uang beredar (likuiditas) dalam
perekonomian.
d. Sasaran Akhir Kebijakan Moneter
Sasaran akhir kebijakan moneter kebanyakan bank sentral
adalah suatu kondisi makroekonomi yang ingin dicapai oleh
pemerintah dan bank sentral. Tapi, sasaran akhir yang dimaksud
tidak selalu sama antar satu negara dengan negera lainnya, tidak pula
sama dari waktu ke waktu, misalnya sejak UU No. 23/2009
diterapkan, BI memiliki kebijkan moneter yang bersasaran tunggal
(singlet objectives), sementara bank sentral Amerika Serikat dan
bank sentral Malaysia serta bank sentral lainnya memilik kebijakan
moneter yang bersasaran ganda (multiple objectives). Disamping itu,
sasaran akhir kebijakan moneter bersifat dinamis dan selalu
mengacu pada kepentingan dan kebutuhan perekonomian suatu
negara.
Penentuan sasaran akhir kebijakan moneter di masing-masing
negara bergantung pada tujuan yang dimandatkan oleh undang-
undang bank sentral suatu negara. Misalnya di Indonesia, penentuan
sasaran akhir kebijakan moneter mengacu Pasal 7 ayat (1) UU No. 3
Tahun 2004 tentang BI yang secara eksplisit mencantumkan bahwa
tujuan atau sasaran akhir kebijkan moneter di Indonesia adalah
mencapai dan memelihara kestabilan rupiah (stabilitas moneter),
baik secara internal maupun eksternal.
e. Operasi Kebijakan Moneter
Untuk mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneternya yaitu
inflasi yang rendah dan stabil, maka BI menerapkan kerangka
operasi kebijakan moneter melalaui pendekatan suku bunga. Suku

21
bunga kebijakan yang dikenal dengan istilah BI rate ditetapkan
melalui Rapat Dewan Gubernur (RGD) BI. Dalam tataran
operasional, BI rate tercermin akan mempengaruhi pergerakan suku
bunga Pasar Uang Antar Bank (suku bunga PUAB) overnight O/N.
PUAB adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu
bank dengan bank lainnya. Suku bunga PUAB merupakan harga
yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam dan
meminjamkan dana. Agar pergerakan suku bunga PUAB tidak
berlaku melebar dari jangka nominal (anchor) dalam hal ini suku
bunga acuan Bank Indonesia (BI rate), BI selalu berusaha untuk
menjaga dan memenuhi kebutuhan likuiditas perbankan secara
seimbang sehingga terbentuk suku bunga yang wajar dan stabil

B. Penelitian Terdahulu
Sebelum melakukan independent study ini, penulis mencoba
mempelajari beberapa hasil-hasil penelitian yang relevan yang telah
dilakukan sebelumnya.Penelitian-penelitian terdahulu dapat digunakan
sebagai bahan referensi untuk membandingkan beberapa hasil penelitian
yang berkaitan dengan judul independent study. Berikut beberapa
penelitian terdahulu berkaitan dengan judul independent study:

Agus Budi Santosa (2017) dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis


Universitas Stikubank meneliti melakukan penelitian tentang
menganalisis kasus inflasi di Indonesia. Pada penelitian ini model yang
dipakai untuk menganalisis adalah model vitaliano, dimana variabel
dalam model yang digunakan untuk menjelaskan variabel inflasi adalah
jumlah uang beredar, pendapatan nasional dan pengeluaran pemerintah.
Alat analisis yang dipakai adalah ordinary least square. Hasil pengujian
menyimpulkan bahwa variabel jumlah uang beredar dan pendapatan
nasional berpengaruh terhadap inflasi, sedangkan variabel pengeluaran
pemerintah tidak berpengaruh. Kesimpulan ini memberikan gambaran

22
bahwa kebijakan moneter berupa pengelolaan jumlah uang beredar
berperan dalam pengendalian inflasi di Indonesia.
Penelitian selanjutnya berjudul Efektifitas Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter Pada Jalur Suku Bunga Periode 2005:7-2010:6 yang
dilakukan oleh Muhammad Alfian (2010) dari Bank Mega. Alat analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian model Vector
Autoregessive (VAR). Peranan jalur suku bunga dalam MTKM di
Indonesia (setelah diberlakukannya BI rate pada Juli 2005) efektif
mewujudkan pertumbuhan kredit periode 2005:07-2010:06. Melalui
jalur ini dibutuhkan time lag sekitar 4 bulan hingga terwujudnya
pertumbuhan kredit di sektor swasta. Respons variabel-variabel pada
jalur ini terhadap shock suku bunga SBI relatif lemah masing-masing
membutuhkan satu time lag untuk merespon shock SBI.
Farah Fauziyah (2010) melakukan penelitian dengan judul Kebijakan
Moneter Dalam Mengatasi Inflasi Di Indonesia . Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia
dalam mengendalikan inflasi, baik dilihat dari sisi syariah maupun
konvensional. Alat analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah
dengan Vector Autoregessive (VAR). Hasil penelitian VAR ini dilakukan
dengan Uji Impulse Response Function (IRF) dan Uji Forecast Error
Variance Decomposition (FEVD). Hasil IRF menunjukan bahwa pada
konvensional (Model I) variabel SBI memberikan dampak negatif dan
obligasi memberikan dampak positif terhadap inflasi (IHK), sedangkan
pada sisi syariah (Model II) memberikan dampak positif dalam
menurunkan inflasi. Gejolak pada mekanisme transmisi moneter syariah
lebih cepat mereda dan stabil dibandingkan pada mekanisme transmisi
kebijakan moneter konvensional. Untuk hasil uji FEVD pada model I
menaikkan inflasi sebesar 43,86%, sedangkan pada model II mampu
menurunkan inflasi (IHK) sebesar 25,77%. Sehingga mekanisme
transmisi kebijakan moneter syariah lebih baik dibandingkan mekanisme
transmisi kebijakan moneter konvensional.

23
Penelitian dengan berjudul Meninjau Kembali Seberapa
Penting Target Inflasi Bank Indonesia Dalam Mengontrol Laju Inflasi
yang dilakukan oleh Rachman Hakim (2012) dari Universitas Madura.
Metode yang digunakan adalah regresi linier berganda. Selain target
inflasi, ada variabel lain yang akan diteliti pengaruhnya terhadap laju
inflasi aktual yaitu inflasi periode sebelumnya, ekspektasi inflasi dan
Gross Domestic Product (GDP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
inflasi periode sebelumnya, ekspektasi inflasi dan GDP berpengaruh
secara signifikan terhadap laju inflasi. Sebaliknya, target inflasi Bank
Indonesia tidak berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi di Indonesia.
Hal tersebut terjadi bisa dikarenakan kurangnya kredibilitas Bank
Indonesia di mata masyarakat Indonesia, terutama dalam penerapan
inflation targeting.
M Natsir (2010) melakukan penelitian dengan judul Peranan Jalur
Suku Bunga dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di
Indonesia dari Fakultas Ekonomi dan Pascasarjana Unhalu Kendari.
Penelitian ini menggunakan model regresi Vector Autoregessive (VAR)
untuk menganalisis efektifitas mekanisme transmisi kebijakan moneter
di Indonesia melalui periode Interest Rate Channel tahun 1990:2-2007:1.
Kesimpulan disertasinya adalah peranan jalur suku bunga dalam MTKM
di Indonesia efektif mewujudkan sasaran akhir kebijakan moneter di
Indonesia periode 1990:2-2007:1.
Neny Irawati, Richard Llewelyn (2010) meneliti tentang Analisa
Pergerakan Suku Bunga dan Laju Ekspektasi Inflasi untuk Menentukan
Kebijakan Moneter di Indonesia dari Fakultas Ekonomi Universitas
Kristen Petra. Analisa ini menggunakan regresi dan kointegrasi untuk
menguji hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antara spread
inflasi dengan spread suku bunga. Dari hasil yang diperoleh untuk jangka
pendek, spread yang mampu menjelaskan ekspektasi inflasi adalah
spread suku bunga deposito 12-1 bulan; spread deposito 12-3 bulan;
spread deposito 12-6 bulan; spread deposito 6-1 bulan; dan spread

24
deposito 6-3 bulan. Sedangkan untuk jangka panjang hanya ada satu
spread deposito yang dapat menjelaskan pergerakan ekspektasi inflasi,
yaitu spread deposito 12-3 bulan. Karena itu, disarankan agar pemerintah
maupun para pelaku ekonomi di Indonesia menggunakan spread suku
bunga deposito 12-3 bulan untuk menganalisa ekspektasi inflasi di
Indonesia, karena spread tersebut dapat digunakan dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang.

Tabel 2.1
Peneliti Terdahulu

No Judul Variabel Metodologi Hasil


1 Analisi Inflasi 1. Inflasi Analisis Hasil pengujian
di Indonesia 2. Jumlah Uang Ordinary menyimpulkan
Beredar Least Square bahwa variabel
3. Pendapatan Dengan Model jumlah uang beredar
Nasional Vitaliano dan pendapatan
4. Pengeluaran nasional berpengaruh
Pemerintah terhadap inflasi,
sedangkan variabel
pengeluaran
pemerintah tidak
berpengaruh.

25
2 Efektifitas 1. Suku Bunga Model Vector Peranan jalur suku
Mekanisme Sertifikat Autoregessive bunga dalam MTKM
Transmisi Bank (VAR) di Indonesia efektif
Kebijakan 2. Indonesia mewujudkan
Moneter Pada (SBI) pertumbuhan kredit
Jalur Suku 3. Suku Bunga periode 2005:07-
Bunga Periode Deposito 2010:06.
2005:7-2010:6 (DEP)
4. Suku Bunga
Kredit
(KRDT)
5. Agregat
Moneter
3 Kebijakan 1. Sertifikat Mekanisme transmisi
Moneter Dalam Bank Model Vector kebijakan moneter
Mengatasi Indonesia Autoregessive syariah lebih baik
Inflasi Di 2. (SBI) (VAR) dengan dibandingkan
Indonesia 3. Sertifikat uji Impulse mekanisme transmisi
Bank Response kebijakan moneter
Indonesia Function (IRF) konvensional melalui
Syariah dan uji jalur harga aset dalam
(SBSI) Forecast Error mempengaruhi IHK
4. Jumlah Uang Variance sebagai indikator
Beredar (M2) Decomposition inflasi.
5. Obligasi (FEVD)
6. Sukuk
4 Meninjau 1. Inflasi Analisis Inflasi periode
Kembali Aktual regresi linear sebelumnya,
Seberapa berganda ekspektasi inflasi dan
Penting Target GDP berpengaruh

26
Inflasi Bank 2. Inflasi secara signifikan
Indonesia periode terhadap laju inflasi.
Dalam sebelumnya Sebaliknya, target
Mengontrol 3. Ekspektasi inflasi Bank
Laju Inflasi inflasi Indonesia tidak
4. Gross berpengaruh
Domestic signifikan terhadap
Product laju inflasi di
(GDP). Indonesia.
5 Peranan Jalur 1. Inflasi Inti Model Vector Peranan jalur suku
Suku Bunga (INF) utoregessive bunga dalam MTKM
dalam 2. Suku Bunga (VAR) di Indonesia efektif
Mekanisme SBI (rSBI) mewujudkan sasaran
Transmisi 3. Suku Bunga akhir kebijakan
Kebijakan Pasar Uang moneter di Indonesia
Moneter di Antar Bank periode 1990:2-
Indonesia (rPUAB) 2007:1.
4. Suku Bunga
Deposito
(rDEPO)
5. Output Gap
(OG).
6. Suku Bunga
Kredit
(rKRDT)
6 Analisa 1. Inflasi Analisa Jangka pendek,
Pergerakan 2. Suku bunga Regresi dan spread yang mampu
Suku Bunga 3. Kebijakan Kointegrasi menjelaskan
dan Laju Moneter ekspektasi inflasi
Ekspektasi adalah spread suku

27
Inflasi untuk bunga deposito 12-1
Menentukan bulan; spread
Kebijakan deposito 12-3 bulan;
Moneter di spread deposito 12-6
Indonesia bulan; spread
deposito 6-1 bulan;
dan spread deposito
6-3 bulan.

C. Kerangka Penelitian
Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian
teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya
merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan
solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan
(Febi, 2010:45).

Diantara salah satu penyebab terjadinya inflasi dikarenakan


suku bunga turun maka banyak orang yang ingin memegang uang tunai.
Akibatnya permintaan uang naik dan mencerminkan banyaknya jumlah
uang beredar. Dengan demikian, terjadilah peningkatan daya beli barang
dan jasa. Kenaikan daya beli yang tidak dibarengi dengan kenaikan
output produksi menyebabkan harga barang dan jasa meningkat yang
disebut dengan inflasi.

Hubungan antara inflasi dan kebijakan moneter, dilihat dari


sasaran tunggal kebijakan moneter di Indonesia. Sasarannya adalah
menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang salah satunya
tercermin dari tingkat inflasi rendah dan stabil. Sesuai amanat Pasal 7
ayat (1) UU No.3 Tahun 1999 tentang BI yang kemudian diamandemen
menjadi UU No.3 Tahun 2004.
Untuk mewujudkannya, melalui kerangka pentargetan inflasi
(Inflation Targeting Framework) yang disimbolkan dengan ITF

28
merupakan kerangka kerja yang sederhana. Sejak tahun 2000 BI
menerapkan ITF setelah sebelumnya menerapkan Monetery Targeting
yang menggunakan uang primer (base money) sebagai sasaran
operasional kebijakan moneter. Dengan ITF, BI secara eksplisit
mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneternya
diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI (instrumental
independency). ITF baru dianut penuh oleh BI pada bulan Juli 2005.

Suku Bunga Kebijakan atau yang dikenal BI Rate merupakan


alat atau instrumen dari Bank Indonesia untuk membantu menjaga
stabilitas harga dalam perekonomian. Bank Indonesia pada umumnya
akan menaikkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan
melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia
akan menurunkan BI Rate apabila inflasi ke depan diperkirakan berada
di bawah sasaran yang telah ditetapkan. Bank Indonesia melakukan
penguatan kerangka operasi moneter dengan memperkenalkan suku
bunga acuan atau suku bunga kebijakan baru yaitu BI 7-Day Repo Rate,
yang akan berlaku efektif sejak 19 Agustus 2016. Selain BI Rate yang
digunakan saat ini, perkenalan suku bunga kebijakan yang baru ini tidak
mengubah stance kebijakan moneter yang sedang diterapkan.

Berdasarkan teori tersebut bahwa inflasi memiliki pengaruh


terhadap kebijakan moneter. Begitu juga pengaruh suku bunga terhadap
kebijakan moneter. Maka dapat digambarkan kerangka pemikiran
sebagai berikut :

Inflasi
(X1)

Kebijakan Moneter
(Y)

Suku Bunga
(X2)

29
Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka untuk


menguji signifikansi masing-masing variabel independen dapat
dilakukan dengan uji t, dengan membandingkan probability value t-
statistik dengan nilai yang digunakan yaitu =5 persen, bila probability
value t-statistik < =5 persen maka Ho ditolak, dan juga sebaliknya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Natsir. 2014. Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Jakarta: Mitra


Wacana Media.

Nopirin. 1988. Ekonomi Moneter Buku 2. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Nopirin. 1988. Ekonomi Moneter Buku 1. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajat. 2013. Mudah Memahami & menganalisis Indikator


Ekonomi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Warjiyo, Perry dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Pusat


Pendidikan Dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia.
Ningsih , Fatmi Ratna. 2010. Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Pengangguran di Indonesia Periode Tahun 1988 2008.
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah.

31

Anda mungkin juga menyukai