Anda di halaman 1dari 10

3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Islam tentang Persalinan dan Bayi Baru Lahir


Dalam rahim seorang ibu akan lahir generasi penerus yang akan menjaga
kelestarian manusia dalam membangun peradaban. Mengingat persalinan dan masa
nifas sangatlah penting, maka ketersediaan layanan berkualitas dan terjangkau bagi
seluruh lapisan masyarakat merupakan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi.
Pelayanan dasar dan lanjutan merupakan cakupan dari pelayanan kehamilan,
persalinan, dan masa nifas. Pelayanan dasar yang ditunjukkan untuk menangani
kasus-kasus normal, sedangkan pelayanan lanjutan atau rujukan diberikan kepada
mereka yang mengalami kasus-kasus beresiko, gawat darurat, dan komplikasi yang
memerlukan sarana dan prasarana yang lebih lengkap seperti di rumah sakit. Kedua
pelayanan tersebut harus tersedia dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,
baik dari aspek finansial maupun teknis terkait dengan jarak dan sarana transportasi.
Oleh karena itu pelayanan ibu dan perjuangan ibu dalam proses kehamilan dan
persalinan sangatlah berharga. Dalam surat Luqman ayat 14 al Quran mengabdikan
perjuangan ibu selama kehamilan, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
yang lemah dan bertambah-tambah..... Allah memberikan kemuliaan kepada ibu
melahirkan melalui sabda Rasulullah SAW yang artinya, .....wanita yang
meninggal karena melahirkan adalah syahid....(H.R. Ahmad). Islam membebankan
terpenuhinya kebutuhan tersebut pada khalifah sebagai pemimpin umat. Negara
wajib menyelenggarakan pelayan bersalin (antenatal, bersalin dan nifas) berkualitas
bagi semua ibu bersalin secara gratis.
Negara wajib menyediakan semua sarana dan prasarana yang berkualitas
termasuk tenaga medis baik dokter spesialis kebidanan dan kandungan maupun
bidan secara merata diseluruh wilayah negara baik pada pelayanan dasar
(puskesmas) maupun lanjutan (rumah sakit). Dalam ranah fiqih, menjadi tenaga
medis (dokter kandungan, bidan, dan perawat) adalah fardhu kifayah. Sehingga
harus ada sebagian kaum muslimin yang memilih profesi tersebut. Karena itu negara
akan memudahkan penyediaan fasilitas pendidikan untuk menghasilkan tenaga
medis yang berkualitas dan memiliki integritas yang kuat.
Dalam sejarah masa keemasan Islam layanan bersalin yang memadai dari
banyaknya rumah sakit. Hampir semua kota besar memiliki rumah sakit yang disertai
4

dengan lembaga pendidikan dokter. Rumah sakit tersebut memiliki ruang


pemeriksaan kandungan dan ruang untuk bersalin. Belum lagi adanya rumah sakit
keliling yang disediakan oleh negara yang menelusuri pelosok negeri, sehingga
layanan bersalin bagi semua itu benar-benar direalisasikan secara nyata.
Salah satu fakta di Baghdad, masa khalifah Harun Al Rasyid (170-193 H),
disamping didirikan rumah sakit terbesar dikota Baghdad, dan beberapa rumah sakit
kecil, juga didirikan rumah sakit bersalin terbesar yang disampingnya didirikan
sekolah pendidikan kebidanan. Kedua sarana tersebut berdiri atas perintah Khalifah
Harun Al Rasyid kepada Al Musawih yang menjabat menteri kesehatan dan dokter
kekhalifahan.
Begitulah cara Islam dalam masa keemasannya dulu untuk menjawab proses
(permasalahan) persalinan yang kurang memadai dewasa ini. Oleh karena itu, untuk
menyelesaikam problem ini dibutuhkan solusi yang komprehensif dari segala aspek
yang terkait, baik medis maupun non medis, dan termasuk ketersediaan SDM
berkualitas secara merata. Bila pelayanan pertolongan persalinannya memadai akan
mengurangi angka keburukan yang tidak diingankan pada ibu maupun bayi, seperti
kematian, keguguran, kecacatan.
Setiap anak yang lahir dalam keadaan suci/ fitrah, seperti dalam hadis riwayat
Bukhari Muslim, yang artinya: Setiap anak yang lahir itu adalah suci. Maka
kedua orangtuanya yang menjadikan yahudi, nasrani atau majusi. Kelahiran bayi
adalah rahmat dari Allah, yang harus disyukuri, yang harus dihormati semenjak
masih dalam kandungan sebagai makhluk individu dan tidak boleh dibunuh. Pada
saat bayi baru lahir banyak amalan-amalan menurut islam yang harus dikerjakan,
seperti memperdengarkan dengan kalimat thoyyibah, memberi nama yang baik,
aqiqoh.

B. Hak-hak Anak dalam Islam


1. Anak-anak berhak atas nafkah yang maruf (Baik secara kesehatan dan sosial)
Dalam Islam nafkah kepada anak telah ditegaskan pada beberapa tempat dalam
al-Quran:
a. Air Susu Ibu (ASI)
Merupakan makanan pokok dan paling bagus bagi anak terutama ketika hari-
hari pertama kelahirannya, Islam telah menegaskan kepada orang tua agar
5

memberi ASI yang cukup kepada anaknya hingga usia 2 tahun. Allah SWT
berfirman:
Artinya: Seorang ibu mengandung anak dan menyapih (memberikan air
susu) kepada anaknya selama 30 bulan (Q.S. Ahqaf: 15).
Dalam ayat diatas disebutkan masa 30 bulan diperlukan seorang ibu dalam
mengandung anak dan menyusuinya. Ayat ini juga bisa digunakan untuk
menyelesaikan perselisihan diantara suami istri jika ternyata seorang istri
melahirkan pada usia kandungan 6 bulan sejak pertama kali berhubungan
intim, dalam keadaan seperti ini seorang suami tidak boleh menuduh istrinya
telah berhubungan intim sebelumnya dengan orang lain, karena usia
kandungan 6 bulan tersebut diakui keberadaannya didalam agama islam.
b. Makanan yang cukup
Disamping ASI seorang anak membutuhkan makanan tambahan seiring
dengan bertambahnya usia. Orang tua harus menyediakan makanan yang
cukup dan bergizi supaya anak-anak tumbuh sehat dan cerdas. Dalam
masalah nafkah islam memberika tanggung jawab tersebut kepada suami
sebagai pemimpin dalam rumah tangga, firman Allah SWT:
Artinya: ayah harus memberikan kepada mereka nafkah dan pakaian dengan
maruf (Q.S Al Baqarah 233).
Dalam ayat ini terkesan bahwa seorang suami harus memberikan
kepada istrinya, tetapi sebenarnya secara tersirat dapat dikatakan bahwa
memberikan nafkah kepada istri pasti juga akan ikut dimakan oleh anak
terutama yang masih bayi. Maruf dalam ayat diatas berarti layak dan sesuai
dengan kemampuan, jika seorang ayah mempunyai kemampuan dibidang
ekonomi maka ia harus memberikan nafkah berupa makanan kepada anaknya
dengan standar yang sesuai dengan penghasilannya, demikian juga dengan
yang miskin, akan memberikan nafkah sesuai kemampuannya.
c. Pakaian yang layak
Disamping makanan, seorang anak juga membutuhkan perlengkapan
sehari-hari seperti pakaian yang layak dan bersih. Masa bayi merupakan masa
rentan terhadap berbagai penyakit, menyediakan pakaian yang layak dan
menjaga kesehatan pakaian yang digunakan bayi sangat penting dalam
menjaga kesehatan anak tersebut, dalam hal ini al Quran telah mewajibkan
orang tua supaya memberikan pakaian kepada anaknya dengan cara yang
baik (maruf).
6

d. Tempat tinggal yang memadai


Seorang anak harus disediakan tempat tinggal yang layak dan bersih
sesuai dengan kemampuan seorang ayah, islam mengakui kesederhanaan
dalam hidup tetapi sederhana tidak identik dengan kumuh dan jorok.
Rasulullah SAW bersabda:
artinya: kebersihan adalah bagian dari iman

C. Amalan-amalan pada Bayi Baru Lahir


1. Mendoakan Bayi
Hendaknya orang tua mendoakan untuk kebaikan bagi bayi yang baru lahir.
Bukan hanya orang tua, bahkan orang lain turut mendoakan ketika mendengar
berita kelahiran bayi. Ada beberapa tuntunan doa bagi bayi yang baru lahir.
Pertama, doa memohon keberkahan untuk si anak.





[]
Artinya: Hadis diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata: Telah lahir anak saya
lalu saya bawa kepada Nabi saw, maka diberinya nama Ibrahim lalu diusap
langit-langit mulutnya dengan kurma dan didoakan dengan barokah .(HR
Bukhari).
Mohonkanlah perlindungan sebagaimana doa Nabi Ibrahim:



Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis al-Bukhari dari Ibnu Abbas:





[]
Artinya: Adalah Nabi saw memohon perlindungan bagi Hasan dan Husen
dan bersabda: Sesungguhnya Nabi Ibrahim memohon perlindungan bagi
Ismail dan Ishaq (dengan membaca doa): Aku berlindung dengan firman
7

Allah yang sempurna dari segala syetan, gangguan dan penggoda yang
jahat. [HR. al-Bukhari]
Kedua, doa memohon perlindungan dari godaan setan. Salah satu contohnya
adalah doa yang dipraktekkan oleh istri Imran, ibunya Maryam. Allah
menceritakan kejadian ketika istri Imran melahirkan Maryam:
Tatkala isteri Imran melahirkan anaknya, diapun berkata:


Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan


Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah
seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan
aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada
(pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk. (QS. Ali Imran: 36).
2. Bayi yang dilahirkan Diisti'adzahi bukan Diadzani dan Diqamati.
Hingga saat ini ummat telah terbiasa dengan tuntunan adzan dan iqamat
untuk bayi yang dilahirkan. diadzani di telinga kanan dan diqamati di telinga
kiri. Tidak banyak yang mengetahui bahwa hadis yang menjadi landasan
tuntunan itu adalah hadis dlaif bahkan hadis lainnya diduga kuat hadis mawdlu
(palsu). Belum lagi adzan dan iqamat itu dipersoalkan fungsinya jika itu
digunakan untuk menyambut kelahiran bayi? Hadis-hadis shahih menyebutkan
bahwa adzan dan iqamat berfungsi sebagai pemberitahuan masuk waktu shalat.
Menggabung antara adzan dan iqamah, terdapat dalam dua hadits :
Pertama : diriwayatkan dari Al Baihaqi dalam Syab Al Iman dengan sanad yang
lemah, dari Ibn Abbas radhiyallaahu anhuma bahwa Nabi shallallaahu alaihi wa
sallam mengadzani Al Hasan ibn Ali di hari kelahirannya, dan mengiqamahinya
di telinga kiri [HR Al Baihaqi dalam Syabul Iman (8620)].
Kedua : Al Baihaqi meriwayatkan juga dalam As Syab dengan sanad yang
lemah dari Al Hasan ibn Ali bahwa Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
Barangsiapa yang dikaruniai anak, lalu ia mengadzani telinga kanannya, dan
iqamah di telinga kirinya, maka Ummu Shibyan (jin perempuan) tidak akan
mengganggunya [HR Al Baihaqi dalam Syabul Iman (8619), dan Imam Al
8

Baihaqi berkata setelah dua hadits tersebut : dalam sanad keduanya terdapat
kelemahan].
Hadist tersebut menjadi pijakan bagi Ibn Al Qayyim dalam Tuhfat Al
Maulud fi Ahkam Al Maulud, dalam anjuran mengadzani telinga kanan bayi,
dan iqamah di telinga kiri.
Kemudian Ibn Al Qayyim rahimahullah menjelaskan hikmah dari adzan ini,
beliau berkata :
Rahasia mengadzani bayi wallahu alam- adalah sebagai awal bacaan
yang didengar oleh manusia, yaitu kalimat adzan, yang mengandung kebesaran,
keagungan Rabb, dan syahadat yang pertama kali memasukkannya dalam Islam.
Ibarat talqin sebagai syiar Islam ketika memasuki dunia, dan talqin kalimat
tauhid pula ketika keluar dari dunia. Dan tidak dipungkiri bahwa adzan akan
sampai di hati, dan memberikan pengaruh baginya, walaupun tanpa disadari.
Adapun faidah lainnya : yaitu larinya syaithan, yang dengan takdir Allah dan
kehendakNya akan membersamainya. Maka syaithan akan mendengar sesuatu
yang membuatnya lemah dan membuatnya marah sejak pertama kali
membersamainya.
Makna lainnya adalah agar seruan kepada Allah, kepada agama Islam dan
ibadah, mendahului dari seruannya syaithan. Sebagaimana telah Allah jadikan ia
diatas fitrah, yang manusia berada di atas fitrah tersebut, dan (fitrah itu) lebih
dahulu ada sebelum syaithan mengupayakan perubahan pada diri anak tersebut,
dan juga hikmah-hikmah lainnya.
Pada dasarnya bacaan azan iqamat dan bacaan isti'adzah berisi kalimat-
kalimat Allah yang ketika itu dibacakan kepada bayi menjadi awalan yang baik
untuk mengetuk "kesadaran" komunikasinya. Perbedaannya tuntunan isti'adzah
didukung oleh ayat al-Quran dan hadis yang shaih sedangkan tuntunan adzan
iqamat itu problematik.
Hadis yang membicarakan tentang azan di telinga bayi yang baru lahir adalah
Hadis riwayat at-Turmudzi:

[]
Artinya: Dari Asim bin Ubaidillah dari Ubaidillah bin Abi Rafi dari
ayahnya, ia berkata: Saya melihat Rasulullah saw melakukan azan pada telinga
Hasan ketika ia baru dilahirkan oleh Fatimah. [HR. at-Turmudzi]
Di kalangan ulama hadis, seperti Yahya bin Main menilai Ubaidillah itu lemah.
Al-bukhari menilai hadis itu munkar, sedangkan Muhammad bin Saad
mengatakan tidak berhujjah dengan hadis tersebut. Atas dasar ini
Muhammadiyah dalam ketetapan tarjihnya tidak mengamalkan hadis tentang
azan di telinga bayi yang baru dilahirkan. Adapun yang diamalkan
Muhammadiyah adalah sebagaimana yang tertuang dalam Himpunan Keputusan
Tarjih (HPT), cetakan 2, halaman 337 sebagai berikut:
a. Apabila bayimu lahir, maka bersihkanlah lalu usap langit-langit mulutnya
dengan kurma atau sesamanya.





[]
Artinya: Hadis diriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata: Telah lahir
anak saya lalu saya bawa kepada Nabi saw, maka diberinya nama
Ibrahim lalu diusap langit-langit mulutnya dengan kurma dan didoakan
dengan barokah . (HR Bukhari).
Juga hadis dari Aisyah:

]
Artinya: Bahwasanya Rasulullah saw adakalanya kedatangan orang-
orang yang membawa bayi-bayi, maka didoakan dengan barokah dan
dibersihkan langit-langit mulutnya . [HR. Muslim]
b. Doakan semoga mendapat barokah.



[]
10

Artinya: Aku memohon perlindungan untukmu (bayi) dengan kalimat


Allah yang sempurna, dari godaan syetan, dari ancaman binatang yang
berbisa dan dari sorotan mata yang jahat. (HR Bukhari).
3. Memberi nama yang bagus pada hari lahirnya atau pada hari ketujuh




Artinya: Hadis diriwayatkan dari Abu Darda, ia berkata bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: Kamu akan dipanggil kelak di hari Qiyamat,
nama-namamu dan nama-nama orang tuamu, maka baguskanlah nama-
namamu.
Dalam hadis yang bersumber dari Anas ra disebutkan bahwa Rasulullah saw
bersabda:

) (


Artinya: Telah lahir anak laki-lakiku semalam, maka kuberi nama dengan
nama kakekku Ibrahim.(HR Muslim).
Nama adalah ciri atau tanda, maksudnya adalah orang yang diberi nama
dapat mengenal dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam al-Quran
disebutkan:


Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan
(beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum
pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia. (QS Maryam:7) orang
bapak adalah memilih nama terbaik bagi anaknya, baikdari sisi lafadz dan
maknanya, sesuai dengan syari dan lisan arab.
Tata tertib pemberian nama seorang anak:
a) Disukai memberikan nama kepada seorang anak dengan dua suku kata,
misal Abdullah, Abdurrahman, Abdurrahman
11

b) Memberikan nama dengan nama penghambaan kepada Allah. Misal:


Abdul Aziz, Abdul Ghoni.
c) Memberikan nama dengan nama-nama para nabi.
d) Memberikan nama dengan nama-nama orang sholih.
4. Aqiqah
Menurut bahasa kata aqiqah berarti memotong. Dinamakan aqiqah,
karena dipotongnya leher binatang. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah
adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena
lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa aqiqah itu asalnya
ialah : rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim
ibu, rambut ini disebut aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Hukum aqiqah adalah sunnah (muakkad) sesuai pendapat Imam
Malik, penduduk Madinah, Imam Syafii dan sahabat-sahabatnya, Imam
Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan kebanyakan ulama ahli fiqih (fuqaha).
Dalil aqiqah ini dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah saw
bersabda : Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari
ketujuh disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya
(HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad). Jumlah kambing
aqiqah bayi bisa dilihat dari hadits Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw telah
bersabda : Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan
bayi perempuan satu kambing (HR Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).
5. Mencukur Rambut Bayi
Pada hari ketujuh kelahiran bayi, disunnahkan untuk memotong
rambut si bayi. Hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululah SAW
ketika cucunya Hasan dan Husain lahir. Rasulullah saw memerintahkan
untuk memotong rambut dan menimbangnya ukuran perak, kemudian
disedekahkan kepada fakir miskin.
Salah satu dalil yang biasa dijadikan acuan dalam hal ini adalah hadits
dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, bahwa Nabi saw mengaqiqahi
Hasan dengan kambing, dan beliau menyuruh Fatimah untuk mencukur
rambutnya. Cukur rambutnya, dan bersedekahlah dengan perak seberat
rambut itu.
12

Fatimah pun menimbang rambut itu, dan ternyata beratnya sekitar


satu dirham atau kurang dari satu dirham. (HR. Turmudzi 1519, Ibnu Abi
Syaibah dalam Mushanaf 24234, dishahihkan al-Hakim dalam Mustadrak
7589 dan didiamkan azd-Dzahabi). Catatan: satu dirham setara dengan 2,975
gr perak.
Dalam kitab Tuhfatul Maudud, Ibnul Qoyim menyebutkan beberapa
riwayat dan keterangan ulama yang menganjurkan bersedekah dengan perak
seberat rambut bayi. Pertama, Imam Ahmad mengatakan, Sesungguhnya
Fatimah ra mencukur rambut Hasan dan Husain, dan bersedekah dengan
wariq (perak) seberat rambutnya.
Kedua, Imam Malik meriwayatkan dalam al-Muwatha, dari Jafar
bin Muhammad, dari ayahnya, beliau mengatakan, Fatimah menimbang
rambut Hasan, Husain, Zainab, dan Ummu Kultsum, dan beliau bersedekah
dengan perak seberat rambut itu. Ketiga, Imam Malik juga menyebutkan
dalam al-Muwatha dari Muhammad bin Ali bin Husain, bahwa beliau
mengatakan, Fatimah bintu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
menimbang rambut Hasan dan Husain, kemudian beliau bersedekah dengan
perak seberat rambut itu.
Di masa terdahulu, perak termasuk mata uang yang berlaku di
masyarakat dan mudah didapatkan. Karena itu, sedekah pada masa ini tidak
harus berujud perak. Boleh diberikan dalam bentuk uang, namun mengacu
pada harga perak. Caranya, timbang rambut bayi. Jika tidak memungkinkan,
karena kesulitan mendapatkan timbangan benda ringan, cukup diprediksi
saja. Perkirakan berapa gram berat rambut itu. Misalnya 2 gr.

Anda mungkin juga menyukai