Anda di halaman 1dari 54

BIOMASSA

BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

BAHAN BAKU & TEKNOLOGI KONVERSI


UNTUK ENERGI TERBARUKAN
(Kajian Pustaka dan Gagasan Aplikasi di Indonesia)

Syukri M Nur dan Jusri Jusuf


Sangatta dan Bogor, September 2014

1
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Terimakasih kepada:

PT. BERJAYA GEMILANG ENERGI atas sponsor dan fasilitas perjalanan ke Eropa pada
tanggal 1-19 Juni 2014 untuk mempelajari dan menjalin kerjasama dengan pengusaha industri
Jerman, Swiss, Austria, dan Belanda di bidang energi terbarukan.
PT. COCOMAS INDONESIA atas kesediannya menggunakan konsep survei biomassa ini di
enam wilayah di Provinsi Riau pada bulan September hingga Desember 2014.

Artikel ini disajikan kepada publik yang berbahasa Indonesia secara gratis untuk memperluas
cakrawala dan minat pada pendayagunaan biomassa sebagai bahan baku energi terbarukan.

Kepada para pembaca yang berminat memberikan donasi untuk artikel ini, dipersilakan disampaikan
kepada: PT. Insan Fajar Mandiri Nusantara melalui rekening perusahaan di Bank Mandiri Cabang
Pajajaran Bogor: 133-0012474011.

Hasil donasi ini akan disampaikan kepada PAUD Insan Mandiri pendidikan anak usia dini dari
kalangan masyarakat sederhana di kelurahan Tegal Lega, Bogor yang membayar biaya sekolah
anaknya Rp1.000,-/hari.

Foto bersama siswa di PAUD Insan Mandiri Bogor

2
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Daftar Isi 03

Kata Pengantar 04

Daftar Gambar -

Daftar Tabel -

Daftar Lampiran -

1 PENDAHULUAN 05
1.1 Latar Belakang 05
1.2 Tujuan 06
1.3 Kerangka Pikir 06
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan 07

2 METODOLOGI PENULISAN 08
2.1 Pengumpulan Pustaka dari Jurnal dan Buku Acuan 08
2.2 Penyusunan Kerangka Tulisan 10
2.3 Penulisan, Revisi dan Publikasi 10

3 PENGERTIAN BIOMASSA 10
3.1 Terminologi Biomassa 10
3.2 Biomassa Tradisional dan Modern 13
3.3 Alasan Mempelajari Biomassa 15
3.4 Karakteristik Biomassa 17
3.5 Sumber-Sumber Biomassa 20
3.6 Mata Rantai Perencanaan Suplai Biomassa 21
3.7 Teknik Survei Potensi Biomassa 23

4 PROSES DAN TEKNOLOGI KONVERSI BIOMASSA 36
4.1 Proses Konversi Biomassa 36
4.2 Perkembangan Teknologi Konversi Biomassa 39
4.3 Strategi Pemilihan Teknologi Konversi Biomassa 40

5 EFISIENSI KONVERSI 45

6 BIOMASSA: PANGAN VERSUS ENERGI DAN KEBERLANJUTAN SUPLAI 46
6.1 Biomassa: Pangan versus Energi 46
6.2 Keberlanjutan Suplai Biomassa 47

7 LAMAN PENYEDIA INFORMASI BIOMASSA 48

8 DAFTAR PUSTAKA 51

3
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Pengantar

P
emahaman yang baik dan menyeluruh tentang biomassa akan mengantarkan
anda pada sebuah kemampuan dan kearifan untuk mengelola energi terbarukan
bagi kesejahteraan masyarakat. Kemampuan adalah penguasaan pilihan
teknologi yang mampu mengkonversi biomassa menjadi beragam bentuk energi
dengan tingkat efisiensi yang tinggi, sedangkan kearifan akan bertumpu pada
strategi pengelolaan sumberdaya alam yang tidak dieksploitasi secara berlebihan hanya
dengan argumentasi pemenuhan kebutuhan energi.

Pengalaman umat manusia terhadap penggunaan energi fosil (minyak bumi, gas, dan batubara) telah
memberikan catatan tersendiri terhadap kerusakan lingkungan sebagai kompensasi terhadap kebutuhan
energinya untuk pemanasan rumah, kenyamanan, dan transportasi serta industri. Pengalaman itu
mengantarkan pada upaya mencari pilihan energi yang akrab lingkungan, dapat diperbaharui, dan
terjangkau secara ekonomi. Pilihan itupun telah mengarah pada penggunaan energi yang bersumber pada
energi surya, panas bumi, hidro, energi laut (gelombang laut, pasang surut, dan suhu laut), dan biomassa.
Biomassa merupakan sumber energi yang langsung terkait dengan peradaban umat manusia. Peradaban
manusia itu ditandai dengan penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin maju berkat
penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh para peneliti.

Pemahaman tentang biomassa dapat diawali dengan pengertian, kemudian melangkah ke identifikasi tipe,
sumber, karakteristik, target pengunaan, teknologi konversi, mata rantai penyediaan bahan baku mulai
dari sumber hingga ke pabrik pengolahnya, strategi dan langkah taktis untuk mendayagunakan biomassa
sebagai bahan baku bioenergi.

Rangkaian dan rangkuman pendapat para ahli pertanian, lingkungan dan energi terbarukan tentang
keberlanjutan suplai energi juga disajikan sebagai pemikiran penting bagi pembaca dan pengambilan
keputusan.

Pemikiran ini mengacu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terpublikasi melalui
jurnal ilmiah, buku ajar, majalah ilmiah, dan laman dari institusi yang terkait. Aplikasi pengetahuan dan
teknologi ini sudah mencapai skala industri dan komersial sehingga menjadi bahan pertimbangan penting
bagi pengusaha atau mitra investasi di Indonesia untuk menanamkan modalnya di sektor energi terbarukan.

Untuk itu, melalui artikel ini akan disajikan kerangka pikir penulis dalam mempelajari biomassa sebagai
sumber bahan baku energi terbarukan dan teknologi konversinya.

Diakhir tulisan ini, penulis juga menyampaikan sekilas gagasan untuk Pemerintah Daerah di Indonesia supaya
mampu mendayagunakan potensi biomassanya untuk penyediaan energi seiring dengan pemenuhan pangan.

Bogor, Agustus 2014.


SMN & JJ

4
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan energi bagi penduduk dunia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk,
perkembangan industri, peningkatan sarana transportasi, serta beragam peningkatan kebutuhan terhadap
kenyamanan dan gaya hidup manusia yang membutuhkan energi.

Pemenuhan terhadap energi itu sebagian besar berasal dari energi fosil, seperti minyak dan gas bumi serta
batubara. Akibatnya, terjadi kelangkaan sumber energi tersebut, bahkan jika pun ada sumbernya harus
dibayar mahal dengan mengorbankan kepentingan fungsi dan pelayanan lingkungan dengan investasi
peralatan dan biaya operasional yang sangat mahal. Fungsi lingkungan yang harus dikorbankan jika
mengeksplorasi sumber minyak dan gas adalah kehilangan fungsi hutan, pencemaran sungai dan laut,
terganggunya mata rantai kehidupan dan sebagainya. Pada sisi lain tapi kasus yang sama, peningkatan
investasi dan biaya operasional akan berdampak pada harga dan gas yang semakin tinggi.

Beban dan kerugian yang semakin berat dalam penyediaan energi fosil ini, telah menyadarkan manusia
untuk mengalihkan sumber energinya ke energi yang ramah terhadap lingkungan dan dapat diperbaharui
yaitu energi terbarukan. Ragam energi tersebut berasal dari energi matahari, angin, hidro, gelombang dan
arus laut, panas bumi, serta biomassa.

Berdasarkan kajian Badan Energi Internasional (Intenational Energy Agency-IEA), pada tahun 2010,
kontribusi energi terbarukan pada penyediaan energi dunia mencapai 16.7%. Kontribusi energi terbesar
pada energi terbarukan berasal dari biomassa (12,4%) dengan ragam produknya adalah biomassa untuk
panas, etanol, biodiesel, dan biomassa untuk listrik seperti yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kontribusi penyediaan energi terbarukan untuk konsumsi energi dunia, dan peranan biomassa untuk panas, etanol,
biodiesel, dan listrik

5
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Peranan biomassa ini terus bertambah sering dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi konversi
dan pemanfaatan yang membawa pada peningkatan kuantitas dan kualitas produk bioenergi yang setara
dengan standar bahan bakar konvensional.

1.2 Tujuan

Tujuh tujuan yang hendak dicapai dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mempelajari fungsi dan manfaat, serta karakteristik biomassa untuk sebagai bahan baku energi
terbarukan.
2. Mempelajari perbedaan manfaat atau penggunaan biomassa secara tradisional dengan modern, dan
upaya mempromosikan pemikiran biomassa modern.
3. Mempelajari dan mengindentifikasi jenis tumbuhan tanaman Indonesia yang berpotensi digunakan
sebagai bahan baku biomassa dan sistem mata rantai penyediaanya.
4. Mendayagunakan konsep keberlanjutan (sustainability) untuk mendukung suplai dan penggunaan
biomassa sebagai bahan baku bioenergi.
5. Mempelajari ragam proses konversi biomassa menjadi produk bioenergi seperti biosolid, bio-oil, dan
biogas.
6. Mempelajari ragam teknologi konversi biomassa menjadi energi terbarukan dan strategi pemilihannya.
7. Menyampaikan sumber-sumber informasi dari lembaga penelitian dan lembaga swadaya masyarakat
tentang energi terbarukan berbasis biomassa.

1.3 Kerangka Pikir

Kerangka pikir yang digunakan dalam penulisan makalah ini mengacu pada konsep yang digagas oleh
IEA-Bioenergy (2014) seperti yang disajikan pada Gambar 2 dimana pendayagunaan biomassa sebagai
energi terbarukan didukung oleh empat subsistem yang saling terkait yaitu: sumber biomassa (biomass
resources), sistem suplai (supply systems), konversi (conversion), dan produk akhir (end products). Setiap
subsistem penyusun mata rantai itu harus didukung secara terpadu oleh kegiatan penelitian dan kajian
tentang aspek ekonomi, lingkungan, studi sistem, standar bahan bakar, neraca gas rumah kaca, batas-
batas pengembangan, dan sistem pendukung manajemen keputusan.

6
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 2 . Konsep sistem aliran sumberdaya biomassa menjadi produk akhir untuk energi (diterjemahkan dari ieabioenergy.com,
2014).

1.4 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan akan mengacu pada kerangka pikir dengan konsentrasi pada empat subsistem
yaitu:

1.4.1 Subsistem Biomassa



Bagian ini menyajikan informasi tentang jenis, kuantitas, dan sebaran biomassa, karakteristik biomassa
dan sumber-sumber perolehan biomassa. Prioritas kajian biomassa berada di Indonesia karena telah
tersedia secara alami ataupun diupayakan melalui pembangunan perkebunan, hutan tanaman industri,
pertanian tanaman pangan.

Sumber biomassa juga dapat diperoleh dari limbah kota atau pemukiman. Namun demikian,
penggunaan limbah kota sangat memerlukan dukungan regulasi dan sarana angkut dari pemerintah
daerah dan kedisiplinan warga kota untuk membuang sampah sesuai dengan aturan, waktu, dan
kontribusi biayanya.

7
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Pilihan untuk mendayagunakan biomassa ini adalah untuk memperkuat argumentasi bahwa Indonesia
memiliki potensi besar sebagai penyedia bahkan pengekspor bahan baku bioenergi. Namun demikian,
terlebih dahulu mampu mendukung pemenuhan energi nasional sebelum melakukan ekspor energi
untuk tidak mengulangi pengalaman pada energi tidak terbarukan (energi fosil).


1.4.2 Subsistem Mata Rantai Penyediaan Biomassa

Pada bagian ini, penulis menyajikan komponen-komponen yang menjalin mata rantai penyediaan
biomassa (biomass supply chain), mulai dari kondisi biomassa berada di lapangan, diangkut dengan
berbagai moda transportasi, kemudian disimpan di gudang, mengalami pra perlakukan sebelum proses
atau dikonversi di pabrik, sampai dengan pengemasan biomassa tersebut sebagai produk bioenergi.


1.4.3 Subsistem Teknologi Konversi Biomassa

Penjelasan prinsip-prinsip dasar konversi biomassa, kemudian pemilihan teknologi konversi yang tepat
sehingga biomassa dapat digunakan sebagai bahan baku energi dan beragam produk bioenergi.


1.4.4 Subsistem Teknik Survei Potensi Biomassa

Bagian ini menyajikan ringkasan teknik survei potensi biomassa di suatu wilayah. Tujuannya adalah
memberikan panduan teknis yang tepat sehingga mampu mendukung realisasi industri energi berbasis
pada sumberdaya yang dapat diperbarui. Panduan itu terutama pada kriteria lembaga dan personil yang
terlibat dalam survei tersebut, serta penguatan metodologi survei sehingga mampu mengidentifikasi
masalah dan solusi setiap mata rantai penyediaan bahan baku dan pengolahan biomassa.

2. METODOLOGI PENULISAN
Metodologi Penulisan makalah ini menggunakan tiga tahap yaitu (1) pengumpulan pustaka dan
informasi dari berbagai jurnal ilmiah, buku ajar, dan laman digital; (2) Penyusunan Kerangka Tulisan; (3)
Penulisan dan Revisi, serta publikasi.

2.1 Pengumpulan Pustaka dari Jurnal dan Buku Acuan

Lima bentuk pustaka yang dikumpulkan dan jadikan bahan dalam penulisan makalah ini yaitu: (1)
buku acuan (handbook); (2) artikel ilmiah dari jurnal terakreditasi internasional; (3) Laporan penelitian;
dan (4) majalah ilmiah atau majalah yang terkait; serta (5) informasi yang disampaikan oleh lembaga
internasional bidang energi terbarukan melalui laman (website).

8
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 3, kerangka pikir dan tahapan penulisan.

9
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Pada pengumpulan bahan pustaka ini, penulis terbantu oleh piranti pengelola buku digital CALIBRE
yang dapat diperoleh di http://.calibre.com, dan perolehan buku dan jurnal ilmiah dari laman http://gen.
lib.rus.ec/, serta perolehan khusus jurnal ilmiah di http://www.sciencedirect.com/.

2.2 Penyusunan Kerangka Tulisan

Kerangka tulisan makalah ini disajikan dalam bentuk skema seperti pada Gambar 3, sedangkan
penyajian isi tulisan menggunakan kerangka pikir seperti pada Gambar 2.

2.3 Penulisan, Revisi dan Publikasi

Penulisan dan revisi dilakukan secara bertahap dengan mengikuti kerangka penulisan. Dalam tahapan
revisi, penulis berkesempatan mengikuti perkembangan teknologi konversi biomassa di Eropa sebagai
kawasan negara yang lebih moderen menggunakan biomassa sebagai sumber energi.

Kunjungan itu membuka cakrawala pemikiran yang lebih luas pada alternatif teknologi konversi
biomassa, ragam produk dan kebutuhan bioenergi, serta fasilitas pembiayaan pembangkit listrik dari
lembaga keuanganEropa.

Publikasi makalah ini dapat diakses melalui laman www.bioenerginusantara.com, atau www.academia.
edu, atau www.issuu.com dan blog pribadi sebagai sarana penyebarluasan informasi kepada publik
melalui bahasa Indonesia. Publikasi makalah ini mengikuti kaidah penulisan ilmiah namun belum dikaji
ulang oleh reviewer.

3. PENGERTIAN BIOMASSA

3.1 Terminologi Biomassa

Istilah-istilah yang kerapkali terbaca di media cetak dan pustaka yang terkait dengan energi terbarukan
seperti bioenergi, biomassa, biofuel, biodiesel, biosolid, dan biogas akan membuat anda sedikit
mengalami kebingungan. Penyebabnya, keempat istilah tersebut seringkali dianggap memiliki
pengertian yang sama padahal berbeda wujud dan kegunaannya. Oleh karena itu, sejak dari awal
penulisan buku ini akan menjelaskan pengertian terminologi tersebut dengan mengutip beberapa
publikasi ilmiah dan pemahaman yang digunakan oleh lembaga internasional.

10
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Bioenergi adalah energi terbarukan yang didapatkan dari sumber biologis, baik yang berasal dari
tanaman/tumbuhan maupun dari tanaman.

Dalam definisi yang lebih sempit, bioenergi adalah sinonim dari biofuel, yang merupakan bahan bakar
turunan dari sumber biologis. Dalam cakupan yang lebih luas, bioenergi mencakup juga biomassa.
Bioenergi adalah energi yang dihasilkan dari biomassa, tetapi bioenergi bukanlah biomassa itu sendiri.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Biomassa).

Bioenergi mencakup biomassa mencakup pengertian biomassa dan biofuel. Pengertian biofuel
merupakan istilah yang disusun berdasarkan tiga wujud energi terbarukan berbasis biomassa dalam
bentuk cair yang disebut biodiesel, berwujud padat disebut biosolid, dan dalam wujud gas disebut
biogas.

Biomassa, istilah ini dalam industri penghasil energiakan merujuk pada sumber bahan biologis yang
hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industri.
Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel,
tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan
kimia, atau panas. Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai
bahan bakar seperti jerami, sekam, batok kelapa, tandan kosong dan cangkang sawit, dan limbah
kayu.

Biomassa tidak mencakup materi organik yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat
baru seperti batubara atau minyak bumi. Biomassa biasanya diukur berdasarkan prosentase berat
kering.

Berdasarkan pengertian IEA (International Energy Association, www.iea.org), BIOMASSA adalah setiap
bahan asal biologis, termasuk bahan bakar fosil atau gambut, yang mengandung energi bahan kimia
(awalnya diterima dari matahari) dan tersedia untuk konversi ke berbagai pembawa energi lainnya.
Biomassa Ini dapat mengambil banyak bentuk, termasuk biofuel atau minyak pirolisa untuk cair,
biogas dan biometana untuk gas, atau pelet dan arang (charcoal) sebagai bentuk biomassa padat.

Dari sudut pandang kehutanan, Lembaga kehutanan Dunia, FAO memiliki definisi bahwa biomassa
merupakan total bahan organik di atas permukaan tanah pada pohon yang dinyatakan berat kering
per satuan luas.

BIOMASS is defined as the total amount of


aboveground living organic matter in trees expressed as
oven-dry tons per unit area
(FAO FORESTRY PAPER134, 1997).

11
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Kendati ada sedikit perbedaan sudut pandang dalam menyatakan definisi biomassa namun dalam
makalah ini semuanya diasumsikan sama karena dipakai sebagai sumber bahan baku energi.

Biofuel

Terjemahan lugas biofuel adalah bahan bakar cair. Namun demikian, berdasarkan penjelasan Wikipedia
(http://id.wikipedia.org/wiki/Biofuel), Bahan bakar hayatiataubiofueladalah setiap bahan bakar baikpa
datan,cairanataupungasyangdihasilkan dari bahan organik. Biofuel dapat dihasilkan secara langsung
dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri, komersial, domestik atau pertanian.

Ada tiga cara untuk pembuatan biofuel: pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah
tangga, limbah industri dan pertanian); fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen
untuk menghasilkan biogas (mengandung hingga 60 persen metana), atau fermentasi tebu atau jagung
untuk menghasilkan alkohol danester; dan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang
cepat tumbuh sebagai bahan bakar).

Biodiesel

Biodieselmerupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran monoalkylesterdari rantai


panjangasam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesindieseldan terbuat
dari sumberterbarukan sepertiminyak sayurataulemak hewan.

Biosolid

Biosolid merupakan bagian dari bahan bakar energi yang berasal dari biomassa dan bernetuk padat.
Wujud padat ini dillakukan melalui proses pemadatan atau densification supaya terjadi peningkatan
atau pertambahan kuantitas energi per satuan volume. Biosolid umumnya dapat diperoleh dalam
bentuk pelet, biochar atau biocoal.

Biogas

Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan
organik termasuk di antaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah
biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan
utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.

12
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.2 Biomassa Tradisional dan Modern

Dalam pengunaan biomassa, dibedakan menjadi dua kelompok yaitu biomassa tradisional dan
biomassa modern. Prespektif biomassa tradisional mengacu pada belum adanya jaminan penyediaan
kembali biomassa melalui upaya penanaman kembali tanaman bahan baku atau pemanfaatan
limbah pertanian. Sementara itu, biomassa modern mengacu pada telah ada upaya penanaman atau
pemanfaatan bahan yang berasal dari sistem budidaya komoditi pertanian, kehutanan atau limbah
kota. Jadi pembeda dari dua kelompok tersebut adalah kriteria kelestarian.

Definisi berikut ini akan membedakan pengertian biomassa tradisional dan biomassa modern,
kemudian dirangkum dalam Tabel 1. dengan menggunakan delapan indikator yaitu terminologi/
istilah, tujuan penggunaan, efisiensi konversi energi, teknologi konversi, perlakuan, produk tambahan,
pengguna dan implikasinya.

3.2.1 Biomassa Tradisional

BIOMASSA TRADISIONAL. Biomassa padat, termasuk kayu bakar yang dikumpulkan, arang, residu
pertanian dan hutan, dan kotoran hewan, yang biasanya diproduksi tapi tidak berkelanjutan dan
biasanya digunakan di daerah pedesaan di negara-negara berkembang dengan pembakaran yang
menimbulkan polusi dan tidak efisien tungku, tungku, atau pembakaran terbuka sebagai penyedia
panas untuk memasak, kenyamanan, dan skala kecil pertanian dan industri pengolahan (sebagai
lawan dari energi biomassa modern).

Biomassa tradisional disebut tidak berkelanjutan karena pengambilan bahan baku dari lapangan atau
lokasi sumber tidak diimbangi dengan penanaman kembali.

3.2.2 Biomassa Modern

BIOMASSA MODERN. Energi yang berasal dari pembakaran bahan bakar biomassa padat, cair, dan
gas yang efisien digunakan dalam rumah tangga hingga pabrik konversi skala industri untuk aplikasi
modern dari penghangat ruangan, pembangkit listrik, kombinasi panas dan daya. dan transportasi
(sebagai lawan dari energi biomassa tradisional).

13
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Tabel 1. Delapan Indikator Pembeda biomassa Tradisional dan biomassa Modern

No Indikator Biomassa Biomassa


Tradisional Modern

1. Terminologi/Istilah Tidak ada penggantian tanaman Ada pergantian biomassa secara


secara nyata di lapangan tindakan nyata melalui budidaya
melalui budidaya. Menghasilkan listrik, biofuel untuk

2. Tujuan Penggunaan Memasak dan menghangatkan ruangan kendaraan dan mesin, penghangat
ruangan

3. Efisiensi Konversi Energi Rendah Tinggi

4. Teknologi Konversi Pembakaran langsung Gasifikasi, pyrolysis, thermolysis,

5. Perlakuan Hanya untuk pengeringan Pengeringan, pembuatan pelet,


pra penggunaan biomassa. disangrai (torrified), dan lain-lain

6. Produk Tambahan hanya abu Gas, biosolid, biofuel

7. Pengguna Rumah tangga, negara-negara miskin Industri, pabrik pembangkit listrik,


dan sedang berkembang dan pemukiman, negara-negara maju

8. Implikasi Berpengaruh pada penambahan gas Dianggap nol karena ada


penyebab efek rumah kaca melalui penggantian melalui budidaya yang
penambahan CO2 akan menyerap CO2 kembali ke
dalam sistem tumbuhan.

Sumber: Goldenber and Coelho (2004) dan Gurung and Eun Oh (2013).

Penggunaan biomassa secara modern sudah menjadi ciri khas negara-negara maju atau negara
yang menyadari pendayagunaan teknologi konversi biomassa menjadi energi lain. Caranya, mereka
menyiapkan bahan pengganti biomassa tersebut melalui pemanfaatan sistem pertaniannya, atau
dengan memanfaatkan limbah pertanian, kehutanan, dan kota.

Manfaatnya adalah hasil konversi biomassa itu, oleh masyarakat modern, didayagunakan sebagai
pengganti bahan bakar dalam menjalankan peralatan kerja dan sarana transportasi, atau diubah
langsung menjadi energi listrik untuk rumah tangga-pemukiman, dan industri.

Dimana posisi Indonesia dalam pemanfaatan biomassa tersebut? Jawaban ini diberikan oleh data
Badan Energi Internasional dalam laporan World Energy Outlook (2013), dimana penduduk Indonesia
masih sangat mengandalkan biomassa untuk memasak. Sekitar 63% dari penduduknya atau 103 Juta
jiwa untuk kejadian pada tahun 2011. Posisi tersebut membawa Indonesia bersama India, Pakistan
dan Cina masih tergolong negara pengguna biomassa secara tradisional.

14
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Tabel 2. Posisi Indonesia dalam Pemanfaatan biomassa (WEO, 2013).

Sumber: SOURCE: IEA, World Energy Outlook 2013. diakses dari http://www.
worldenergyoutlook.org/resources/energydevelopment/energyaccessdatabase/.

3.3 Alasan Mempelajari Biomassa

Kenapa harus mempelajari biomassa? Jawaban dari pertanyaan ini adalah karena:
a. Biomassa memiliki energi potensial yang harus dimanfaatkan.
b. Biomassa dapat diperoleh lagi dan tidak akan habis selama manusia melaksanakan proses
budidaya tanaman untuk pangan, papan, dan energi. Kondisi ini mengakibatkan biomassa
dikelompokkan sebagai bahan baku atau sumber energi terbarukan.
c. Telah tersedia teknologi konversi biomassa menjadi bioenergi dalam bentuk gas, padatan, dan
cair dengan efisiensi yang semakin tinggi.
d. Juga telah tersedia dan dikenal secara umum teknologi pembangkit listrik dengan menggunakan
bahan baku biomassa. Teknologi itu umumnya menggunakan sistem pembakaran langsung (direct
combusting). Teknologi yang lebih maju adalah sistem pembakaran tidak langsung melalui proses
gasifikasi, pirolisa, dan termolisis.
e. Untuk menggantikan bahan bakar fosil yang telah mengalami krisis penyediaan dan harga yang
semakin mahal.

15
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

f. Karena sistem dan teknologi ini mampu mengolah sumber biomassa dari limbah pertanian, limbah
pemukiman atau kota, limbah industri pengolahan produk pertanian, maka kondisi tersebut
memungkinkan untuk menjaga kelestarian lingkungan melalui tindakan mengurangi dampak
pencemaran dan penyebab peningkatan gas-gas penyebab efek rumah kaca.
g. Untuk membangun prespektif barupada sistem pertanian (agribisnis dan agroindustri) di Indonesia.
Prespektif baru itu adalah pembangunan dan pengembangan energi terbarukan berbasis pada
produk dan limbah agroindustri, tanpa mengabaikan kepentingan nasional pada pangan dan
papan.

Demirbas (2008) merangkum pendapat para ahli energi dengan memberikan tiga alasan pentingnya
biomassa sebagai bahan baku bioenergi. Pertama, biomassa adalah sumber daya terbarukan
yang bisa dikembangkan secara berkelanjutan di masa depan. Kedua, biomassa memiliki sifat
lingkungansangat positif sehingga tidak ada pelepasan karbon dioksida ke atmosfer dan memiliki
kandungan sulfur yang sangat rendah. Artinya, biomassa bukan kontributor penyebab perubahan
global. Ketiga, biomassa memiliki potensi ekonomi yang nyata seiring dengan peningkatan harga
bahan bakar fosil di masa mendatang.

Penggunaan biomassa telah diramalkan oleh Hall (1980) akan menjadi alternatif penting dalam
penyediaan energi dimasa mendatang. Ramalan ini tertuang pada Tabel 3 yang menjelaskan beberapa
manfaat dan masalah dalam pemanfatan biomassa tersebut, dan sekarang persoalan tersebut sudah
dirasakan oleh penggunanya.

Tabel 3. Beberapa Keuntungan dan Masalah Diramalkan dalam Biomassa untuk Skema
Energi (Hall, 1980)

NO. MANFAAT No. MASALAH

1 Gudang energi 1 Terjadi kompetisi penggunaan lahan


2 Energi terbarukan 2 Membutuhkan lahan
3 Konversi dan produk serbaguna; beberapa
produk dengan kandungan energi tinggi 3 Pada fase awal, suplai tidak menentu
4 Tergantung pada teknologi yang sudah tersedia
dengan masukan modal minimum; tersedia untuk
semua tingkat pendapatan 4 Biaya sering tidak menentu
5 Dapat dikembangkan dengan sumberdaya materi
dan tenaga kerja saat ini. 5 Memerlukan pupuk, air dan tanah
6 Berpotensi besar dalam pengembangan rekayasa biologi. 6 Terlibat aspek pertanian, kehutanan dan
praktek-praktek sosial
7 Menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan 7 Bahan baku berukuran besar banyak,
keterampilan transportasi dan penyimpanan dapat
menjadi masalah
8 Cukup murah dalam banyak hal 8 Pelaku (subyek dari perubahan iklim
9 Secara ekologi tidak mengganggu dan aman
10 Tidak mengakibatkan peningkatan CO2 ke atmosfer

16
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Hall (1982) juga telah berpendapat bahwa faktor utama yang akan menentukan apakah skema
biomassa dapat diimplementasikan di negara tertentu adalah a) sumberdaya biomassa, b) teknologi
yang tersedia dan infrastruktur untuk konversi, distribusi dan pemasaran, dan c) kemauan politik yang
dikombinasikan dengan penerimaan sosial dan ekonomi viabilitas (Hall, 1982).

3.4 Karakteristik Biomassa

Ketika biomassa dijumpai di lapangan, secara umum dapat diidentifikasi karakteristiknya seperti jenis
dan ukuran yang tidak seragam karena berasal dari berbagai sumber, kadar air yang tinggi, kandungan
energi yang rendah. Kondisi alami ini akan mengakibatkan biaya transportasi biomassa akan lebih
tinggi jika dibandingkan dengan batubara, minyak, dan gas.

Kendati identifikasi karakteristik biomassa secara kasat mata tersebut dapat dilaksanakan dengan
mudah dan murah namun tidak mampu memberikan informasi kuantitatif yang sangat diperlukan
dalam strategi dan program kerja teknis dalam pengelolaan biomassa sebagai bahan baku bioenergi.
Pengelolaan terpenting adalah melakukan pengubahan energi yang rendah menjadi materi berenergi
tinggi melalui proses fisik, biologi, dan kimia atau kombinasinya serta pemilihan teknologi konversinya.

Ada tiga cara pendekatan analisis untuk menentukan karakteristik biomassa yaitu (1) analisis proksimat,
(2) analisis ultimate; dan (3) analisis elemen biomassa.

3.4.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimate merupakan analisis di laboratorium untuk menentukan kadar air (moisture content),
zat terbang (volatile matter), karbon tetap (fixed carbon), dan kadar abu (ash) dari biomassa.

Kadar air (Moisture Content)


Kadar air muncul selalu hadir sebagai penciri dalam setiap organisme hidup. Kadar air adalah penciri
penting untuk bahan bakar biomassa. Ada berbagai kadar air untuk bahan bakar biomassa, sesuai
dengan jenis biomassa, bentuk biomassa, kondisi penyimpanan dan iklim. Peningkatan kadar air akan
mengurangi suhu pembakaran maksimum adiabatik dan meningkatkan waktu yang diperlukan untuk
pembakaran yang sempurna dalam tungku. Kadar air biomassa memiliki kepentingan besar dalam hal
daya tahan penyimpanan, nilai kalor bersih, pengapian diri, perancangan pabrik, perhitungan jumlah
untuk konsumsi boiler.

Zat Terbang (Volatile Matter)


Kadar karbon tetap adalah karbon ditemukan dalam bahan yang tersisa setelah bahan yang mudah
menguap didorong off. Hal Zat terbang mengacu pada komponen, kecuali untuk kelembaban, yang
dibebaskan pada suhu tinggi tanpa adanya udara. Jumlah zat terbang dalam bahan bakar biomassa

17
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

lebih penting daripada batubara. Bagian utama dari bahan bakar ini kemudian diuapkan sebelum fase
gas homogen pembakaran sementara char sisanya dibakar heterogen. Jumlah pengaruh zat terbang
sangat dekomposisi dan pembakaran perilaku termal. Ini berbeda dengan kandungan karbon utama
biomassa karena beberapa karbon hilang dalam hidrokarbon dengan volatil.

Karbon Tetap (Fixed Carbon)


Kadar karbon tetap adalah karbon ditemukan dalam bahan yang tersisa setelah bahan yang mudah
menguap. Hal ini berbeda dengan kandungan karbon utama biomassa karena beberapa karbon hilang
dalam hidrokarbon dengan volatil.

Kadar Abu (Ash)


Kadar abu biomassa adalah residu dari sisa pembakaran yang bersifat tidak mudah terbakar. Ini
merupakan mineral massal setelah karbon, oksigen, sulfur dan udara yang telah terjadi selama proses
pembakaran. Beberapa elemen yang hadir dalam bentuk biomassa abu setelah pembakaran dikenal
sebagai unsur pembentuk abu. Mereka ada dalam bentuk garam, tersimpan dalam struktur karbon
(abu melekat) atau setelah diperkenalkan ke bahan bakar saat panen dan transportasi dalam bentuk
debu atau tanah liat (ash entrained).

Semua jenis biomassa memiliki kandungan abu yang rendah dibandingkan dengan batubara. Namun,
komposisi abu biomassa lebih rentan untuk penyumbatan dalam tungku biomassa.

3.4.2 Analisis Ultimate

Analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada biomassa seperti karbon,
hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan, dan juga unsur mikro.

Elemen karbon, hidrogen dan oksigen merupakan komponen utama dari bahan bakar biomassa. Nilai
prosentase karbon dan hidrogen nilai kalori yang lebih tinggi (yang merupakan kasus batubara) karena
konsentrasi dari unsur-unsur dalam bahan bakar secara langsung terkait dengan nilai kalor (lihat
rumus). Karbon sebagian hadir dalam bentuk teroksidasi yang menjelaskan nilai yang lebih rendah
pada gross calorific value (GCV) untuk biomassa daripada batu bara.

Jika kandungan karbon lebih tinggi dalam biomassa hutan maka akan mengarah ke GCV sedikit
lebih tinggi dari bahan bakar biomassa herba. Karbon dan hidrogen teroksidasi selama reaksi
pembakaran untuk membentuk CO2 dan H2O. Sejauh oksigen yang bersangkutan, organik terikat O
dilepaskan selama pembakaran dan memberikan bagian dari oksigen keseluruhan diperlukan untuk
mempertahankan pembakaran yang sempurna.

18
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.4.3 Analisis Elemen Biomassa

Analisis elemen biomassa merupakan analisa unsur konstituen organik utama yang diperlukan
untuk perancangan bahan biomassa. Dalam analisis ini, ditemukan elemen karbon (C), hidrogen (H)
dan oksigen (O). Unsur-unsur tersebut membentuk senyawa makromolekul alami seperti selulosa
(C6H12O6), hemiselulosa (C5H8O4), lignin, pati dan protein dari jaringan tumbuhan.

Beberapa penelitian lebih lanjut dari unsur-unsur utama termasuk klorin (Cl), alkali dan abu membentuk
unsur-unsur seperti aluminium (Al), silikon (Si), kalsium (Ca), besi (Fe), kalium (K), magnesium (Mg),
natrium (Na) dan fosfor (P). Kekhawatiran lain studi unsur elemen dalam biomassa seperti logam
berat: arsen (As), barium (Ba), kadmium (Cd), cobalt (Co), kromium (Cr), tembaga (Cu), mangan (Mn),
molibdenum (Mo), nikel (Ni), timbal (Pb), titanium (Ti), vanadium (V), seng (Zn). Relevansi penelitian
logam berat terletak pada prediksi emisi, pemanfaatan abu dan aerosol formation.Both ini penelitian
lebih lanjut yang mahal dan tidak penting untuk membuat suatu gambar kasar dari perilaku bahan
bakar biomassa selama pembakaran.

3.4.4 Nilai Kalori

Nilai Kalor

Nilai kalor mencerminkan kandungan energi dari biomassa dan juga disebut nilai kalor. Dua nilai kalor
dapat dibedakan, satu dengan mempertimbangkan kadar air bahan bakar dan satu jika bahan bakar
benar-benar kering. Yang terakhir, nilai kalor bruto (GCV), adalah panas yang dilepaskan selama
pembakaran per unit massa dari bahan bakar saat air yang terbentuk dalam fase cair. Jaring Nilai kalor
(NCV) adalah panas yang dilepaskan selama pembakaran per unit massa dari bahan bakar saat air
yang terbentuk dalam fase gas. Perbedaan antara GCV dan NCV memperhitungkan entalpi antara air
gas dan cairan pada 25 C dan kandungan hidrogen dari bahan bakar. Nilai kalor merupakan faktor
yang sangat penting untuk desain boiler dan untuk perhitungan konsumsi bahan bakar pembangkit
listrik yang menjadi bagian utama dari biaya operasional.

Jika anda mengakses datadi laman milik Pusat Penelitian Energi Belanda (Energy research Centre
of the Netherlands-ECN) di https://www.ecn.nl/phyllis2 maka anda akan mendapat kemudahan dalam
pemahaman karakteristik biomassa. Pada laman tersebut akan disajikan informasi dalam bahasa
Inggris dengan rincian sebagai berikut:
classification codes (kode klasifikasi)
ultimate analysis: carbon, hydrogen, oxygen, nitrogen, sulphur, chlorine, fluorine and bromine
proximate analysis: ash content, water content, volatile matter content, fixed carbon content
biochemical composition
calorific value
(alkali)-metal content
composition of the ash
remarks (specific information)

19
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Contoh kasus:
Contoh kasus yang disajikan pada artikel ini terbagi dalam beberapa kelompok yaitu tanaman pangan
seperti padi, jagung, singkong; tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kelapa, karet dan kakao,
tebu; tanaman hutan seperti bambu, gmelina, acacia; limbah hutan seperti plywood, papan kayu
keras (hardwood), kayu lunak (softwood), bahan yang mengandung partikel kayu. Data disajikan pada
Lampiran 1.

3.5 Sumber-Sumber Biomassa

Berdasarkan kerangka pikir Demirbas (2001)sumber biomassa dibagi menjadi empat kelompok utama
yaitu (1) limbah; (2) produk kehutanan; (3) tanaman energi; dan (4) tanaman akuatik.

3.5.1 Limbah

Pada kelompok ini, limbah yang menjadi salah satu sumber biomassa dapat diperoleh dari limbah
pertanian, limbah perkebunan, limbah industri kehutanan, serta limbah organik dari pemukiman/
perkotaan.

Beragam produk limbah pertanian yang dapat diperoleh dan dimanfaatkan sebagai sumber biomassa,
terutama limbah yang terjadi pada proses pasca panen dan proses pengolahan hasil panen di pabrik
pengolahan. Contoh sederhana, jerami yang menjadi limbah panen padi akan dijumpai di lapangan,
sedangkan sekam akan diperoleh saat pengolahan gabah di pabrik beras.

Pada perkebunan, limbah juga akan terjadi di saat panen namun akan lebih besar jumlahnya pada
saat pengolahan panen di dipabrik. Limbah juga terjadi pada perkebunan yang harus melakukan
penanaman kembali untuk mencapai produksi optimumnya. Pada perkebunan kelapa sawit, misalnya,
limbah dari lapangan hanya berupa guguran daun dan pelepah tua atau penggantian penggantian
pohon sawit tua. Namun jumlah dan ragam limbah akan bertambah pada saat pengolahan tandan
buah segar di pabrik kelapa sawit (PKS). Limbah yang dihasilkan dari PKS adalah tandan kosong (22-
24%), serabut (12-14.%), cangkang sawit (5-8%), serta limbah cair atau Palm Oil Mill Effluent (POME)
sebesar 50% untuk setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diolah PKS.

Limbah organik pemukiman/kota yang bersumber dari sisa kegiatan masyarakat di tingkat rumah
tangga, restauran, pasar, dan super market merupakan bahan baku biomassa. Kendati sebuah
kota mampu menyediakan limbah dalam jumlah besar, seperti kota Tangerang dengan 4.000
ton sampah/hari, namun untuk mendapatkan kualitas dari aspek keseragaman bahan baku, dan
teknologi pengolahannya masih harus memperhatikan aspek regulasi dan kebijakan pemerintah, serta
peningkatan kesadaran bagi masyarakat untuk mengumpulkan dan mengantarkan sampahnya ke
sistem yang sudah diatur oleh pemerintah.

20
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.5.2 Biomassa Kehutanan

Biomassa kehutanan dapat dibagi menjadi tiga sumber penting yaitu: (1) serasah hutan, (2) limbah
penebangan, dan (3) limbah industri kayu hutan.
1. Serasah hutan terjadi dari komponen pohon seperti daun, ranting, dan dahan, bahkan pohon yang
telah tua dan tidak berfungsi atau mati dan jatuh ke lantai hutan.
2. Limbah penebangan merupakan sisa batang, ranting, dan dahan yang terjadi setelah penebang
pohon. Sisa biomassa ini umumnya masih segar karena kadar airnya tinggi sehingga perlu waktu
atau sedikit upaya supaya lebih kering.
3. Limbah industri kayu umumnya ditemukan di sentra pengolahan kayu hutan dalam bentuk serbuk
gergaji, potongan kulit kayu, atau potongan kayu yang tidak lagi bernilai ekonomi.

3.5.3 Tanaman Energi

Tanaman yang khusus dibudidayakan dan didedikasikan khusus untuk bahan baku energi sebagai
prioritas pertama, kemudian untuk penyediaan pangan sebagai prioritas kedua. Tanaman ini antara
lain singkong tahunan, jagung atau tebu yang ditanam khusus untuk pembuatan etanol. Tanaman
yang digunakan untuk biooil seperti jarak.

3.5.4 Tanaman Akuatik

Tanaman yang tumbuh pada habitat berair seperti air tawar atau di laut dan khusus diambil manfaatnya
sebagai bahan baku biomassa. Contoh komoditi ini adalah algae dan eceng gondok.

3.6 Mata Rantai Perencanaan Suplai Biomassa

Upaya pendayagunaan biomassa sebagai sumber bahan baku energi dapat diilustrasikan dari
pendekatan konsep FAO (2004) pada Gambar 3, yang menunjukkan aliran fisik biomassa menjadi
biofuel dan diubah menjadi bioenergi. Perubahan biomassa menjadi biofuel dilakukan melalui proses
termokimia dan biokimia, sedangkan dari biofuel menjadi bioenergi umumnya terjadi pada mesin atau
pabrik pembangkit listrik/energi.

BIOMASSA BIOFUEL BIOENERGY

sumber BENTUK DAGANG PANAS DAN DAYA

Gambar 4. Pendekatan konsep dalam bioenergi sistem (FAO, 2004)

21
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Dalam rangka pemanfaatan biomassa itu, harus memperhatikan terlebih dahulu kelengkapan dan
keterkaitan setiap mata rantai penyediaannya. Jika ada satu mata rantai yang hilang atau tidak terkait
dan tidak berfungsi maka sudah dapat dipastikan bahwa sistem produksi bioenergi atau pemanfaatan
biomassa tersebut akan terganggu.

Berdasarkan kajian pustaka terkait dengan perencanaan dan penggunaan biomassa, maka ada
sembilan komponen yang menyusun mata rantai penyediaan, penggunaan, dan produk biomassa
disajikan pada Gambar 5, yang terbagi menjadi sembilan tahap yang dimulai dari identifikasi biomassa,
perhitungan biomassa, kemudian pada pengemasan biomassa. Kesembilan tahap ini merupakan
bagian dari perencanaan biomassa (biomass planning). Ringkasan disajikan pada Tabel 4.

Tabel. 4. Tahapan Umum dalam Perencanaan Pembangunan Mata Rantai Sistem


Penyediaan Biomassa Sebagai Bahan Baku Bioenergi

NO KELOMPOK KEGIATAN RINCIAN KEGIATAN

1 Identifikasi Biomassa Penentuan lokasi atau wilayah penghasil biomassa


(Biomass Identification) Identifikasi jenis tanaman penghasil bahan baku biomassa,
terutama yang termasuk dalam katagori limbah
Hindari penggunaan biomassa untuk pangan
Bagian tanaman yang digunakan sebagai biomassa
Penentuan kriteria biomassa yang digunakan, (kualitas:
umur buah kelapa, kadar air sabut dsb).
2 Taksasi Biomassa Penentuan teknik perhitungan potensi biomassa pada suatu
(Biomass Assessment) wilayah.
Penentuan luas wilayah yang akan disurvei, berdasarkan
radius antara lokasi pabrik (pengguna) dengan lokasi sumber
atau total luas area.
Penentuan zona inti, zona penyangga, dan zona pendukung
suplai biomassa
3 Sistem Penyediaan Biomassa Pengaturan mekanisme kerjasama dengan pemilik lahan atau
(Biomass Supply System) pemilik biomassa
Mekanisme waktu dan jumlah rutin pengiriman
4 Sistem Transportasi Identifikasi moda transportasi biomassa yang ada di daerah:
(Biomass Transportation) darat, laut, dan sungai
Penentuan pilihan moda tranportasi: darat atau laut
Dukungan transportasi untuk petani
5 Penyimpanan Biomassa Sistem penyimpanan biomassa, bahan mentah utuh, setengah
(Biomass Logistics) terolah, terolah

6 Pra Perlakuan Biomassa Penentuan pra perlakuan biomassa secara fisik: (Misalkan
(Biomass Pretreatment) kelapa: dikupas, pemisahan sabut, batok, daging kelapa) dan
perubahan kadar air biomassa (tambah atau dikurangi).
7 Pengolahan Biomassa Pilihan pengolahan biomassa secara biokimia atau termokimia
(Biomass Processing) yang disesuaikan dengan target produksi dan permintaan pasar.
8 Produk Biomassa
(Biomass Product) Pilihan target produk: gas, biocoal, bio-oil
Penentuan teknik pemanfaatan produk ikutan seperti panas
Penentuan teknik kendali mutu produk yang harus sesuai
standar mutu pasar internasional.
9 Pengemasan Produk Biomassa Penentuan cara pengemasan untuk produk biocoal dan bio-oil.
(Biomass Packaging)

22
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Rincian penjelasan kesembilan komponen perencanaan biomassa adalah sebagai berikut:

3.6.1 Identifikasi Biomassa (Biomass Identification)

Langkah awal dalam perencanaan biomassa ini dilaksanakan ketika sebuah sistem membutuhkan
bahan baku untuk energi atau untuk menghasilkan produk bioenergi. Identifikasi biomassa akan
memandu pengguna untuk menentukan pilihan jenis biomassa yang tersedia dan memenuhi
persyaratan sebagai baku energi terbarukan.

Penentuan pilihan tersebut untuk menghindari pertentangan kebutuhan biomassa untuk pangan dan
papan atau kebutuhan lain. Pilihan dilakukan pada suatu bentang vegetasi atau lahan dimana banyak
dijumpai jenis biomassa, baik yang dibudidayakan oleh masyarakat seperti komoditi kelapa sawit,
jagung, padi, karet, kakao, atau hutan tanaman industri maupun yang tersedia secara alami di hutan.

3.6.2 Taksasi Biomassa (Biomass Assessment)

Dalam penyediaan biomassa, harus dipahami bahwa ada empat kelompok ketersediaan biomassa yang
harus dipahami. Keempat ketersediaan itu adalah Ketersediaan potensial yang meliputi ketersediaan
keberlanjutan, ketersediaan teknis, dan ketersediaan sosial ekonomis yang saling berinteraksi dan
sinergis untuk mendapatkan ketersediaan biomassa untuk dikonversi (Gambar 6).

Gambar 7.
Prosedur kerja yang
mengintegrasikan hasil
analisis data citra dengan
pengukuran di lapangan
untuk survei potensi
biomassa.

23
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 5. Sembilan komponen penyusun mata rantai perencanaan biomassa.

24
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam pada bagian taksasi biomassa ini yaitu penentuan (1)
potensi agroekologi suatu wilayah dalam produksi biomassa; (2) kapasitas produksi yang saat ini
sedang dikerjakan oleh masyarakat atau petani; (3) kemampuan petani untuk menyediakan biomassa
pada mata rantai berikutnya.

Penggunaan data citra satelit yang dikombinasikan dengan sistem informasi geografi (SIG) sangat
menguntungkan dan mendukung taksasi biomassa pada suatu wilayah. Teknik ini perlu juga didukung
oleh pengukuran beberapa lokasi contoh untuk mendapatkan persamaan matematika sebagai faktor
konversi antara kondisi di citra dengan kondisi di lapangan.

Tucker (1980) mengatakan bahwa metode pendugaan potensi biomassa tanpa ada kerusakan/
merusak, harus memenuhi kriteria yaitu harus akurat, cepat, minimum kalibrasi, liputan vegetasi atau
citra tidak dipengaruhi oleh kabut, angin, awan, bahkan kondisi topografi lokal. Kemudian, peralatan
yang digunakan juga harus ringan, kokoh, mudah dibawa dan tidak mahal.

Teknik penggunaan citra dan SIG juga memberikan batasan wilayah kajian secara jelas, posisi dan
infrastruktur pendukung, serta dapat dikombinasikan dengan informasi sosial ekonomi wilayah
kajian yang diperlukan dalam analisis sistem suplai biomassa sebagai bahan baku energi terbarukan.
Algoritma penggunaan teknologi data penginderaan jauh dengan pengukuran/data lapangan untuk
perencanaan sistem suplai biomassa disajikan pada Gambar 7.

3.6.3 Sistem Penyediaan Biomassa (Biomass Supply System)

Pengambilan biomassa pada suatu bentang lahan akan terkait dengan interaksi sumberdaya manusia,
pada tingkat petani-pengumpul yang bekerja secara individu maupun dalam organisasi. Kerjasama
dengan pihak-pihak tersebut akan menentukan sistem penyediaan biomassa dengan indikator jumlah,
kualitas, dan waktu serta jaminan pengantaran pembayaran dari lokasi sumber ke lokasi akhir
pengguna biomassa.

Sistem penyediaan biomassa pada lahan yang dimiliki oleh perusahaan pengguna, sudah tentu akan
lebih sederhana karena dikendalikan oleh satu sistem manajemen saja.

3.6.4 Sistem Transportasi (Biomass Transportation)

Sistem transportasi merupakan bagian terpenting karena terkait dengan waktu dan biaya yang
akan menentukan harga biomassa untuk satu ukuran (misalkan Rupiah/ton atau US$/Ton). Sistem
transportasi dengan ragam moda transportasinya harus mampu dipelajari dan dikelola dengan
cermat karena terpengaruh dengan peubah lainnya seperti biaya bahan bakar, biaya perawatan alat
transportasi, kondisi cuaca, kondisi infrastuktur transportasi seperti kondisi jalan atau pelabuhan.
Semuanya ini akan membutuhkan waktu, tenaga-pikiran, biaya.

25
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Dukungan Sosial
dan Ekonomi
Wilayah

n Identifikasi Perhitungan
tata guna lahan Potensi Biomassa Analisa
n Identifikasi dan sebagai bahan Perencanaan
delinasi vegetasi baku industri dan Suplai Biomassa
n Delinasi batas
wilayah pabrik bioenergy

Analisa Citra
Satelit

Sisten Suplai
Biomassa untuk
Industri Bioenergi
& Pembangkit
Listrik

Pengukuran dan
Pengumpulan
Data Lokasi

Data Citra Satelit

Gambar 7 . Prosedur kerja yang mengintegrasikan hasil analisis data citra dengan pengukuran di lapangan untuk survei
potensi biomassa.

26
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Pola pengelolaan sistem transportasi juga perlu diperhatikan pilihannya, pengelolaan sendiri atau
melakukan kontrak kerjasama pengangkutan biomassa dengan perusahaan lain.

Pilihan penggunaan moda transportasi (kapal, truk, atau kereta) juga akan menentukan kuantitas dan
kualitas biomassa, serta waktu penerimaan biomassa tersebut ke tahapan berikutnya.

3.6.5 Penyimpanan Biomassa (Biomass Logistics)

Penyimpanan biomassa diartikan dengan istilah stockfile, yang dapat berwujud areal terbuka (lapangan
penumpukan bahan baku) ataupun areal tertutup (gudang bahan baku). Pada tahap ini sudah dapat
dipastikan kuantitas dan kualitas biomassa yang tersedia dan siap digunakan pada proses pengolahan.

Biomassa yang disimpan di lokasi penyimpanan diharapkan tidak berkurang jumlah dan kualitasnya,
serta dijaga dari bahaya kebakaran dan kebanjiran ataupun proses penguraian (dekompoisisi) oleh
bakteri atau mikroba lainnya.

3.6.6 Pra Perlakuan Biomassa (Biomass Pretreatment)

Perlakuan awal pada biomassa (pratreatment biomass) merupakan langkah permulaan pendayagunaan
biomassa menjadi energi atau produk energi. Tahap ini ditentukan oleh spesifikasi teknis dari mesin-
mesin pengolah biomassa.

Ragam pra perlakuan yang harus dilakukan antara lain:


Seleksi dan Pemisahan bahan metal dari biomassa
Seleksi dan pemisahan bahan organik lain dari biomassa
Pemisahan komponen-komponen biomassa menjadi bahan baku spesifik. Misalkan pemisahan
batok kelapa, sabut, daging kelapa, ranting, serta batang kelapa.
Penyesuaian ukuran biomassa sesuai dengan kebutuhan mesin pengolah dan target produksi.
Langkah ini umumnya dilakukan dengan mencacah bagian biomassa menjadi serpihan berukuran
2-5 cm sebelum dimasukkan ke mesin pengolah.
Penyesuaian kandungan air pada biomassa, dengan cara menambah air pada biomassa yang
terlalu kering atau melakukan pengeringan secara alami atau buatan dalam sistem produksi
(pengolahan biomassa) jika biomassa terlalu basah (kandungan air tinggi).
Pembuatan pelet pada bahan baku biomassa yang diperoleh dalam bentuk serbuk, seperti serbuk
bekas di industri sawmill atau serbuk kelapa pada proses pengelupasan kulit kelapa dengan
batoknya.

27
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Kendati pra perlakuan biomassa dapat dilakukan pada tingkat petani atau pengumpul namun akan
mengurangi ragam (jenis dan jumlah) masukan biomassa sehingga terjadi sistem produksi bioenergi
yang sama dengan industri lainnya, karena hanya terkonsentrasi pada satu produk tertentu dan akan
menyisakan limbah di lokasi sumber.

3.6.7 Pengolahan Biomassa (Biomass Processing)

Proses pengolahan biomassa menjadi produk energi (biosolid, biofuel, biogas) sangat tergantung pada
target bisnis pihak perusahaan. Pengolahan biomassa akan dilkukan ini akan lebih rinci dibahas pada
bagian lain di makalah ini.

3.6.8 Produk Biomassa (Biomass Product)

Produk biomassa yang telah diolah melalui proses konversi akan menghasilkan tiga kelompok produk
yaitu biosolid, biogas, dan biofuel.

3.6.9 Pengemasan Produk Biomassa (Biomass Packaging)

Ada dua macampengemasan yang diperlukan dari produk bioenergi (hasil pengolahan biomassa)
berdasarkan pertimbangan pengguna yaitu:
(1) kemasan untuk pengguna sektor rumah tangga dan publik seperti konsumen rumah tangga atau
mesin/peralatan yang langsung mengubah produk bioenergi di mesin menjadi energi gerak atau
listrik;
(2) kemasan untuk pengguna di sektor industri seperti pembangkit listrik, pengolah bahan baku
menjadi produk akhir industri. Contoh bahan baku menjadi produk industri adalah charcoal dari
batok kelapa yang diubah oleh industri menjadi material karbon aktif.

3.7 Panduan Teknik Survei Lapangan Potensi Biomassa

Pada bagian ini disajikan tentang poin-poin pemikiran teknik survei lapangan untuk mengetahui
potensi biomassa suatu wilayah atau daerah. Bagian ini akan dibahas secara rinci lagi pada makalah
lain supaya menjadi buku pegangan bagi surveyor biomassa Indonesia.

28
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.7.1 Penetapan Acuan Survei

Pihak pemilik proyek pembangun pembangkit listrik dan pabrik bioenergi harus menetapkan lokasi,
jangka waktu survei, kriteria lembaga pelaksana, kriteria personil pelaksana survei, pelaporan, dan
anggarannya.
Pihak pemilik proyek berhak untuk melakukan kompetisi secara terbuka terhadap target survei
tersebut.
Pihak pemilik proyek membentuk tim kerja untuk melakukan pemilihan, pengarahan, kendali dan
menerima laporan serta menilai hasil kerja Tim Survei.

3.7.2 Penetapan Acuan Survei

Pihak pemilik proyek pembangun pembangkit listrik dan pabrik bioenergi harus menetapkan lokasi,
jangka waktu survei, kriteria lembaga pelaksana, kriteria personil pelaksana survei, pelaporan, dan
anggarannya.
Pihak pemilik proyek berhak untuk melakukan kompetisi secara terbuka terhadap target survei
tersebut.
Pihak pemilik proyek membentuk tim kerja untuk melakukan pemilihan, pengarahan, kendali dan
menerima laporan serta menilai hasil kerja Tim Survei.

3.7.3 Kriteria Lembaga Pelaksana Survei

Lembaga pelaksana survei biomassa harus memenuhi standar dasar legalitas perusahaan dengan
membuktikannya melalui kelengkapan dokumen seperti:profil perusahaan, akte hukum, siup, situ,
dan perizinan lainnya
Dalam profil perusahaan tercantum pengalaman yang terkait dengan target survei biomassa.

3.7.4 Kriteria Lembaga Pelaksana Survei

Lembaga pelaksana survei biomassa harus memenuhi standar dasar legalitas perusahaan dengan
membuktikannya melalui kelengkapan dokumen seperti:profil perusahaan, akte hukum, siup, situ,
dan perizinan lainnya
Dalam profil perusahaan tercantum pengalaman yang terkait dengan target survei biomassa.

29
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.7.5 Penetapan Acuan Survei

Pihak pemilik proyek pembangun pembangkit listrik dan pabrik bioenergi harus menetapkan lokasi,
jangka waktu survei, kriteria lembaga pelaksana, kriteria personil pelaksana survei, pelaporan, dan
anggarannya.
Pihak pemilik proyek berhak untuk melakukan kompetisi secara terbuka terhadap target survei
tersebut.
Pihak pemilik proyek membentuk tim kerja untuk melakukan pemilihan, pengarahan, kendali dan
menerima laporan serta menilai hasil kerja Tim Survei.

3.7.6 Kriteria Lembaga Pelaksana Survei

Lembaga pelaksana survei biomassa harus memenuhi standar dasar legalitas perusahaan dengan
membuktikannya melalui kelengkapan dokumen seperti:profil perusahaan, akte hukum, siup, situ,
dan perizinan lainnya
Dalam profil perusahaan tercantum pengalaman yang terkait dengan target survei biomassa.

3.7.7 Kriteria Personil Pelaksana Survei

Anggota tim survei paling minum memiliki pengalaman dibidang survei pada aspek ekologi, sosial
dan ekonomi, sistem informasi geografi dan penginderaan jauh (Geographical Information System
and Remote Sensing- GIS & RS).
Tim survei sebaiknya terbagi atas empat kelompok kajian yaitu: (1) Tim Ekologi; (2) Tim Sosial dan
Ekonomi; (3) Tim Teknologi GIS dan RS. (4) Tim Integrasi
Tugas Ekologi adalah melakukan identifikasi jenis vegetasi dan tumbuhan yang dikatagorikan
biomassa. Luasan, distribusi, kondisi terakhir vegetasi apakah masih baru ditanam, sedang masa
produksi/panen atau sudah harus ditanam kembali (replanting) merupakan data yang wajib
dikumpulkan oleh tim ini.
Tugas utama Tim Sosial dan Ekonomi adalah mengidentifikasi aspek sosial dan ekonomi di suatu
wilayah yang dipilih untuk menyediakan bahan baku biomassa. Pada bagian ini harus terungkap
informasi demografi seperti umur, jenis pekerjaan, jenis kelamin, stratifikasi pendapatan, dan
lembaga yang terkait dengan penyediaan dan penggunaan bahan baku biomassa.
Tugas Tim Teknologi GIS dan RS adalah mengidentifikasi semua informasi ekologi, sosial dan
ekonomi pada peta sehingga informasi mengenai biomassa ini dapatdisajikan secara spasial.
Tim Integrasi bertugas memaduserasikan rencana survei, proses survei, data dan hasil interpretasi
tim kerja ekologi, sosial dan ekonomi serta Teknologi GIS & RS kedalam satu laporan yang lengkap
dan akurat.

30
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.7.8 Penguatan Metodologi Survei

Tim Survei harus memiliki metode survei yang jelas, sistematis, logis, dan mampu dilaksanakan di
lapangan berdasarkan ketersediaan anggaran dan tenaga yang terlatih.

Penguatan metodologi survei ditekankan pada penambahan informasi dari lapangan yang akan
memperkuat analisis survei ini.

3.7.9 Tahapan Pelaksanaan dan Kendali Kualitas

Tahap pelaksanaan survei, harus terungkap dengan jelas faktor-faktor penentu: (1) deskripsi biomassa
(jenis biomassa, kondisi basah atau kering, asal tanaman, hasil panen atau biomassa replanting), (2)
waktu, (3) biaya, (4) pelaku-penyuplai dan pengguna lokal dan pengguna pesaing, (5) sarana, (6) moda
transportasi, (7) daerah asal sumber, (8) jarak tempuh, serta (9) mekanisme kerjasama dalam setiap
mata rantai suplai biomassa. Tahapan tersebut harus juga terdokumentasikan dalam bentuk dokumen
data dan foto.

Kendali kualitas harus dilakukan pada setiap mata rantai penyediaan biomassa tersebut dengan
berpatokan bahwa perpindahan setiap bahan baku biomassa dari tempat asalnya ke pabrik akan
ditentukan.

3.7.10 Dokumentasi Data dan Proses Analisis

Data primer dan sekunder yang terkumpul harus terdokumentasi dengan baik sehingga dapat diakses
dan digunakan sesuai kebutuhan dalam waktu relatif singkat.

Proses analisis data akan mengikuti langkah-langkah berikut ini:

1. Identifikasi Pilihan Biomassa

Identifikasi pilihan biomassa merupakan langkah penting untuk memudahkan tim survei di suatu daerah.
Pada suatu contoh survei yang pernah dilakukan oleh tim kerjar kami di Provinsi Riau adalah dipilih
tanaman kelapa sawit, kelapa, sagu, nipah, pinang, dan limbah kayu pada enam kabupaten terpilih seperti
di Gambar 8.

31
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 8. Contoh pilihan biomassa di Provinsi Riau.

2. Penentuan Lokasi Pabrik Pengolahan

Penentuan lokasi pabrik pengolahan akan memudahkan implementasi perhitungan biaya, waktu dan
tenaga yang dialokasikan untuk penyediaan biomassa. Berdasarkan data lokasi akan ditentukan zona
inti, zona penyangga, dan zona pendukung dari sistem penyediaan biomassa. Zona inti merupakan
wilayah yang langsung dimiliki, dikelola dan diakses sendiri oleh perusahaan pabrik pengolahan

32
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

biomassa. Zona penyangga merupakan wilayah penyedia biomassa yang dikoordinasikan dengan
pihak kedua melalui kontrak kerjasama. Zona pendukung merupakan wilayah penyedia biomassa
dimana pelaku bisnis lain terlibat sebagai pesaing, dan ketersediaan biomassanya tidak dilakukan
kontrak kerja kerjasama. Pemilahan ini juga sangat memperhitungkan aspek ekonomi, terutama biaya
angkut dan harga dasar pembelian biomassa dari daerah sumber. Gambar 9. memilah ketiga zona.

Zona Pendukung

Zona Penyangga

Zona Inti

Gambar 9. Pemilahan zona dari sentra penyedia biomassa


berdasarkan perhitungan jarak, waktu dan biaya ke lokasi
pabrik pengolah.

3. Pelaksanaan Survei pada Daerah Terpilih

Pada saat pelaksanaan survei, anda perlu melakukan pemilahan wilayah dalam bentuk kuadran.
Pemilahan suatu wilayah penyedia biomassa menjadi empat kuadran seperti pada Gambar 10, akan
memudahkan pengaturan strategi dan langkah teknis mengenai alokasi jumlah dan kualitas biomassa
yang diperlukan untuk pabrik bioenergi dan pembangkit listrik. Hasil perhitungan disajikan dalam
bentuk tabel seperti pada Gambar 11a dan 11b.

33
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 10. Pembagian wilayah penyedia biomassa menjadi empat kuadran

4. Perhitungan luas wilayah biomassa, potensi penyediaan, pemilik biomassa, sarana


transportasi, estimasi harga biomassa, dan biaya angkut.

Hasil perhitungan akan berakhr pada kemampuan analis menyampaikan dalam bentuk tabel dari
kemampuan penyediaan biomassa dalam satu bulan atau tahun, serta estimasi harga, dan kebutuhan
modal untuk pengadaannya.

34
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 11. Perhitungan hasil survei lapangan dalam bentuk tabel, untuk empat quadran (atas) dan total
kuadran (bawah).

35
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

3.7.11 Pelaporan dan Publikasi

Pelaporan dan publikasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Pelaporan merupakan kewajiban akhir
dari suatu survei. Tetapi untuk publikasi harus dilandasi kesepakatan dengan penyandang dana survei
atau pemilik proyek.

4. PROSES DAN TEKNOLOGI KONVERSI BIOMASSA

4.1 Proses Konversi Biomassa

Proses konversi biomassa menjadi energi melalui dua lintasan yaitu (1) dekomposisi kimia, dan (2)
penghancuran/penguraian secara biologi. Sedangkan teknologi untuk pendayagunaan biomassa
dibagi menjadi empat kelompok dasar yaitu (1) proses pembakaran langsung, (2) proses termokimia,
(3) proses biokimia, dan (4) proses agrokimia (Demirbas, 2001 and 2004).

a. Proses Pembakaran Langsung (Direct Combustion)

Proses pembakaran langsung ini terjadidengan melibatkan pembakaran biomassa dengan udara
berlebih untuk menghasilkan gas buang yang panas. Gaspanas ini digunakan untuk menghasilkan
uap dalam boiler. Sebagian besar (97%) pembangkit biopower di dunia menggunakan sistem
pembakaran langsung (Demirbas, 2004). Mereka membakar bahan baku bioenergi secara
langsung untuk menghasilkan uap dan menjalankan turbin kemudian menghasilkan listrik dengan
generator. Uap dari pembangkit listrik juga digunakan untuk proses di pabrik atau untuk pemanas
ruangan.

Proses pembakaran biomassa secara langsung dapat melalui dua cara yaitu: Bahan baku
biomassa langsung dimasukkan ke dalam tungku pembakaran atau tungku boiler, atau biomassa
dicampur dengan batubara dan proses ini juga disebut Cofiring. Hasil akhir dari proses ini adalah
panas dan abu.

b. Proses Konversi Termokimia

Proses konversi biomassa dengan termokimia dibagi menjadi lima bagian yaitu; pirolisis,
gasifikasi, hidrogenasi, pencairan (pencairan dengan tekanan tinggi atau rendah, dan ekstrasi flui
pada kondisi superkritis.

36
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

b.1 Pirolisa Biomassa (Biomass Pyrolysis)

Pirolisa biomassa merupakan pembakaran pada ruang tertutup dan tidak bersinggungan
langsung dengan udara bebas. Temperatur pemanasan pada proses ini berkisar 500oC dan akan
mengubah biomassa menjadi tiga bagian yaitu gas, biochar, dan crude oil (bio-oil). Ada tiga
macam pirolisa, yaitu pirolisa konvensional ataupirolisa lambat (slow phyrolisis), pirolisa cepat (fast
pyrolisis), serta Pirolisa kilat (flash phrylosis) yang sangat tergantung pada waktu dan temperatur
yang bersentuhan langsung dengan ukuran biomassa pada proses konversi. Pada tabel berikut
ini disajikan perbedaan indokator untuk tiga kelompok pirolisa pada biomassa.

Tabel 5. Perbedaan Indikator dari Tiga Tipe Pirolisa

INDIKATOR Pirolisa
Konvensional Pirolisa Cepat Pirolisa Kilat
Temperatur Pirolisa
(Pyrolysis temperature-K) 550 - 950 850 - 1250 1050 - 1300
Laju Pemanasan
(Heating rate-K/s) 0.1-1 10-200 >1000
Ukuran partikel
(Particle size-mm) 5-50 <1 <0.2
Waktu tinggal
(Solid residence time-s) 450-550 0.5-10 <0.5

Sumber: Dermibas (2004).

b.2 Gasifikasi Biomassa (Biomass Gasification)

Gasifikasi biomassa adalah proses pengubahan bentuk biomassa menjadi gas pada suhu dan tekanan
udara tertentu. Proses gasifikasi juga merupakan bentuk dari pirolisa namun konsentrasi produknya
adalah lebih banyak gas daripada biochar ataupun bio-oil atau tar. Pada proses gasifikasi ini, juga
muncul panas yang dapat dikombinasikan dengan steam gas turbin yang memanfaatkan buangan
panas untuk menjalankan turbin.

Kombinasi gas dan panas tersebut dimanfaatkan lagi menjalankan gas turbin dan steam turbin untuk
menghasilkan listrik. Dengan demikian, efisiensi konversi energi pada kombinasi sistem ini mampu
mencapai lebih dari 50%.

37
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

b.3 Hidrogenasi Biomassa (Biomass Hydrogenation)

Hidrogenasi biomassa merupakan proses konversi biomassa untuk menghasilkan hidrogen.

b.4 Likuifaksi Biomassa dan Likuifaksi Katalitik (Biomass liquefaction (Low and High Pressure
Liquefactions) and Catalytic Liquefaction)

Proses pengubahan atau konversi biomassa menjadi bahan bakar cair dengan melibatkan katalis,
kondisi ini dimungkinkan pada suhu rendah tapi dengan tekanan tinggi.

b.5 Ekstraksi Aliran Superkritis and Ekstraksi Aliran Superkritis Katalitik (Supercritical Fluid
Extraction and Catalytic Supercritical Fluid Extraction)

Proses ini hampir sama dengan likuifaksi biomassa namun fokus kinerja konversi energi biomassa
tersebut sangat mengandalkan karakteristik katalisnya yaitu suhu kritis atau pada tekanan kritisnya.

c. Proses Konversi Biokimia

Biomassa yang mengalami proses konversi biokimia, umumnya membutuhkan waktu yang relatif lama
karena menunggu kemampuan bakteri pengurai berfungsi dengan baik untuk mengubah biomassa
menjadi komponen gas dan limbah padat. Produk bioenergi dari proses ini adalah biogas.

d. Proses Konversi Agrokimia

Proses ini terjadi dengan lebih mengandalkan pada produk yang dihasilkan dari kegiatan pertanian,
terutama pada proses pengolahan hasil-hasil pertanian seperti ekstraksi tanaman jarak menjadi
minyak jarak atau pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO. Kedua produk tersebut
langsung digunakan sebagai biodiesel dan tidak memerlukan proses kimia lanjutan.

38
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

4.2 Perkembangan Teknologi Konversi Biomassa

Berdasarkan kajian Demirbas (2004), perkembangan teknologi konversi biomassa menjadi berbagai
bentuk energi dapat dicatat sebagai berikut:
1. Pembangkit listrik berbasis biomassa dengan cara pembakaran langsung;
2. Pembakaran campuran biomassa dengan batubara (Co-firing with coal);
3. Konversi biologi biomassa dan limbah;
4. Pemadatan biomassa (Biomass densification (briquetting);
5. Pemenuhan kebutuhan domestik masak-kompor dan peralatan pemanas;
6. Konservasi energi di rumah tangga dan industri;
7. Energi surya fotovoltaik dan biomassa berbasis listrik perdesaan;
8. Konversi biomassa untuk minyak pirolitik atau bio-ahan bakar untuk kendaraan;
9. Konversi biomassa menjadi metanol dan etanol untuk mesin pembakaran internal;
10. Ekstraksi biomassa untuk mendapatkan bahan diekstrak;
11. Pengolahan air limbah menggunakan biomassa;
12. Biomassa hidrolisis dan fermentasi dari produk hidrolisis;
13. Ekstraksi bahan bakar agrokimia;
14. Bio-fotolisis;
15. Konversi minyak nabati untuk bio-diesel;
16. Digester anaerobik untuk limbah lumpur dan limbah hewan;
17. Pembakaran biomassa terkendali untuk boiler;
18. Teknologi termo-konversi biomassa.

Bagi penulis, empat peneliti internasional ini yaitu Ayhan Demirbas, A. V. Bridgwater, D.O. Hall, dan
Peter Mc Kendry, banyak memberikan landasan pemahaman tentang pendayagunaan biomassa
sebagai energi terbarukan melalui publikasi ilmiahnya.
Demirbas berasal dari Turkey dan bekerja di Sila Science and Energy, University Mah, Mekan Sok
No. 24 Trabzon, Turkey.
A.V.Bridgwater dari Bio-Energy Research Group, Aston University, Birmingham B4 7ET, UK.
D.O Hall, dari Division Life Sciences. Kings College London, London W8 7AH. UK.
Peter Mc Kendry dariApplied Environmental Research Centre Ltd, Tey Grove, Elm Lane, Feering,
Colchester CO5 9ES, UK

39
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

4.3 Strategi Pemilihan Teknologi Konversi Biomassa

12 Kriteria Penentu

Berdasarkan pengalaman tim penulis dalam memilih teknologi yang tepat dan terjangkau untuk
diterapkan di Indonesia. Ada 12 kriteria yang diterapkan dengan mengkaji sembilan jenis teknologi
konversi biomassa menjadi energi terbarukan. Negara penghasil teknologi tersebut umumnya berasal
dari Eropa seperti Kanada, Inggris, Perancis, Denmark, dan yang terbanyak adalah Jerman. Tabel
berikut ini merupakan contoh dari penerapan kriteria tersebut dalam memilih teknologi konversi
biomassa.

Tabel 6. Dua Belas (12) Kriteria untuk Mendukung Pilihan Teknologi Konversi

NO KRITERIA PENJELASAN

1 Negara Produsen Umumnya adalah Jerman, Belanda, Perancis,


Kanada, Polandia, Swiss, dan Inggris.

2 Tipe Produk Teknologi: Tipe tipe reaktor sepert contoh ini harus anda
a. Steel Kiln perhatikan dengan baik untuk mengidentifikasi dan
b. Kiln Industri mempertimbangkan pilihan.
c. Rotating Reactor
d. Fast Pyrolysis Reactor
Dari tipe reaktor sudah dapat ditentukan kapasitas
e. Nama Produk dan kemampuan konversi biomassa menjadi bentuk
energi lain.

Pada proses termokimia ini, biomassa akan diubah


3 Tipe Proses Termokimia menjadi bentuk energi lainnya. Indikator didalam proses
ini: kisaran suhu (oC) dan tekanan (bar)

4 Kelayakan Bahan Baku: Identifikasi jenis biomassa yang dapat digunakan dan
a. Jenis Biomassa disesuaikan dengan ketersediaan di wilayah usaha
anda.
b. Pra Perlakuan Biomassa Pra perlakuan ini sangat ditentukan dengan tipe mesin/
teknologi yang akan digunakan, serta target produk
yang hendak dicapai.
c. Kuantitas Input/hari (ton) Hitung jumlah input dan output dengan seksama untuk
mendapatkan teknologi yan efisien dan menguntungkan
usaha.

40
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

5 a. Produk Utama Ada tiga produk utama yang harus diperhatikan yaitu
bichar/biocoal, gas, dan biooil.
b. Produk Tambahannya Jika salah satu produk terpilih maka dua produk lainnya
(Volarisation Co-product) disebut produk tambahan, panas yang timbul dari
proses konversi juga merupakan produk tambahan.

6 Produk Produk: Semakin banyak produk dengan ciri seragam, maka


a. Kuantitas Produk/hari (kg) teknologi tersebut semakin baik.
b. Kualitas Produk Dalam bioenergi, kualitas produk dinnyatakan dalam
satuan MJ/kg atau kcal/kg, dan semakin tingginya maka
semakin baik kualitas produk dari teknologi pengolah
tersebut.

7 Modus Pemanasan Modus pemanasan yang terjadi umumnya berasal


dari proses kimia atau pada saat pembakaran. Kondisi
ini perlu diidentifikasi dengan baik supaya mamapu
menempatkan alat tambahan sebagai penangkap
panasnya jika ingin dimanfaatkan sebagai sumber energi
lagi.

8 Produk Panas Produk panas harus diidentifikasi secara kuantitatif dan


(Heat Recovery System) kualitatif untuk memastikan tambahan teknologi
pemanfaatan panasnya. Teknologi Pengolah panas

9 Modus Operasional Mudah karena dioperasionalkan oleh tenaga kerja
terampil atau sulit karena sudah otomatis sehingga perlu
operator berkeahlian tertentu? Jawaban ini perlu
dipertegas.

10 Skala Operasional Produksi Apakah masih skala model, pra komersial, atau sudah
komersial dan berskala industri? Posisi ini penting jika
ingin dilibatkan sebagai bagian investasi industri.

11 Kemudahan mendapatkan Kriteria ini penting untuk dipenuhi oleh sistem dan
listrik sesuai kebutuhan (MWe) teknologi yang akan dipilih karena sudah menjadi
kebutuhan Indonesia.

12 Fleksibilitas:
a. Kemudahan Pindah Indikator ini sebagai penentu jika teknologi ini akan
b. Praktis dipasang pada daerah pedalaman atau daerah yang
c. Kontinu (Berlanjut) minim infrastruktur transportasinya.
Hindari sistem pengolahan biomassa yang tidak berlanjut
atau hanya per paket. Pilih yang pakai sistem kontinu
(berlanjut) untuk memudahkan.

41
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

42
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

43
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

44
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

5. EFISIENSI KONVERSI
Efisiensi Konversi adalah Rasio antara output energi yang berguna dari perangkat konversi energi
terhadap input energi ke dalamnya. Misalnya, efisiensi konversi modul PV adalah rasio antara listrik
yang dihasilkan dan total energi matahari yang diterima oleh modul PV. Jika 100 kWh radiasi matahari
yang diterima dan 10 kWh listrik yang dihasilkan, efisiensi konversi adalah 10%.

KONVERSI TERMOKIMIA
No INDIKATOR PEMBAKARAN GASIFIKASI PIROLISA
LANGSUNG

1 Tipe Produk - Panas (800-1.000oC) - Gas - Gas


- Energi Mekanik - Panas - Panas
- Listrik melalui pembakaran - Metanol - Metanol
di boiler - Hidrogen - Hidrogen
- Listrik - Listrik

2 Kemampuan Produksi 100-3.000 MW 30-60 MW Fleksibel
Energi (MW) 3-10.000 MW dengan kombinasi
biochar
3 Efisiensi Konversi (%) 20-40% 40-50% 80%
Biochar (35%)

45
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

6. BIOMASSA: PANGAN VERSUS ENERGI DAN KEBERLANJUTAN


6.1 Biomassa: Pangan versus Energi

Tidak terjadi pertentangan antara biomassa untuk pangan, energi, atau untuk papan (fiber) jika dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Prioritas hasil pertanian komoditi pangan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
2. Biomassa untuk energi lebih mengutamakan bahan baku limbah
3. Pilihan untuk energi atau untuk papan (fiber) didasarkan pada pemenuhan lebih dulu kebutuhan,
kemudian nilai ekonomi melalui produksi dan penjualan produk bioenergi.

Sarin (2012) memberikan beberapa alternatif solusi untuk menghindari konflik kepentingan antara
pangan dan energi:
a. Gunakan campuran bidiesel secara optimum.
b. Kembangkan sumberdaya biofuel yang membutuhkan lahan-lahan kurang subur.
c. Gunakan teknologi terakhir seperti bioteknologi yang mampu menghasilkan tanaman dengan
karakteristik gen yang mampu menghasilkan lebih banyak biofuel.
d. Dayagunakan lahan-lahan kosong
e. Keluarkan kebijakan dan aturan yang tepat.
f. Kembangkan kebijakan yang peduli lingkungan dan pembangunan yang pro pada pengentasan
kemiskinan (pro-poor).

Pembaca dapat mengkaji lebih dalam perdebatan masalah ini berdasarkan daftar artikel yang penulis
kumpulkan berikut ini.

JURNAL : PANGAN VS BAHAN BAKAR

Calle, F. R and D. O. Hall. 1987. Brazilian Alcohol: Food versus Fuel?Biomass 12 (1987) 97-128.
Chakravorty, U., M. H. Hubert., and L. Nostbaken. 2009. Fuel versus Food. Annu. Rev. Resour.
Econ.1:64563.
Clancy, J., S. L. R. Acha and W. Chen. 2014. Biofuels and Food Security: Biting off more than we can
chew?Paper presented at WREC XIII, London 4 to 8 August 2014.
Lam, M. K. et al., 2009. Malaysian palm oil: Surviving the food versus fuel dispute for a sustainable
future. Renewable and Sustainable Energy Reviews 13: 14561464.
Rowe, D. G. 2011. Agriculture Beyond food versus fuel .NATURE. 474. 23 JUNE 2011.
Sarin, A. 2012. The Food Versus Fuel Issue:Possible Solutions. In Biodiesel: Production and Properties.
Cambridge: RSC Pub. http://oclc-marc.ebrary.com/Doc?id=10655136.
Timilsina, G. R. 2012. Biofuels: the food versus fuel debate. CAB Reviews 2012 7, No. 036.
Zhang, Z. et al., 2010. Food versus fuel: What do prices tell us?Energy Policy 38 (2010) 445451.

46
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

6.2 Keberlanjutan Suplai Biomassa

Keberlanjutan suatu usaha yang terkait dengan pendayagunaan sumberdaya alam dapat terjamin jika
manajemennya mampu memaduserasikan tiga prinsip dasar yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
National Research Council, Amerika Serikat (2010), dalam buku yang berjudul Toward Sustainable
Agricultural Systems In The 21st Century. Mengungkapkan bahwa keberlanjutan harus dipilah dan
diserasikan lagi dengan empat pilar penting yaitu kelayakan ekonomi, kemampuan memenuhi pangan-
papan-bahan bakar (food,fiber-fuel), lingkungan dan sumberdaya, serta terjadi peningkatan kualitas
hidup bagi masyrakat. Prinsip dari empat pilar tersebut disajikan pada Gambar 12.

Penerapan konsep keberlanjutan ini pada tingkat pengambil keputusan, baik pada tingkat pejabat di
pemerintahan maupun pada level direksi, sebaiknya lebih rinci lagi. Aspek neraca air (water balance),
neraca energi (energy balance), emisi rumah kaca (greenhouse gas emmision), kemampuan menyerap
karbon, pemurnian air, resiko bencana, dan penetapan kawasan konservasi merupakan contoh
pertimbangan dari sisi lingkungan. Aspek ekonomi menekankan pada produksi pangan, papan, dan
produk industri lainnya. Aspek sosial seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan semangat kerja,
kenyamanan dengan sarana rekreasi adalah bagian dari pertimbangan tersebut.

Pertimbangan tiga pilar menjadi pertimbangan multi kriteria dan prioritas tetap mempertahankan
kemampuan pelayanan ekosistem dalam setiap langkah pengambilan keputusan untuk pembangunan
infrastruktur energi di suatu daerah. Skema pemikiran ini disajikan pada Gambar 13.

Gambar 12.
Empat pilar pendukung
keberlanjutan dalam sistem
pertanian. NationalResearch
Council (2010).

47
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Gambar 13. Pemikiran


multikriteria pengambilan
keputusan dan prioritas
pelayanan ekosistem dalam
kebijakan.

7. LAMAN PENYEDIA INFORMASI TENTANG BIOMASSA


Laman penyedia informasi tentang biomassa khusus disajikan dengan tujuan sebagai sumber
pengetahuan dan pendidikan, membuka cakrawala teknologi, perbandingan riset dan produk, bahkan
sebagai panduan awal dalam pembelian peralatan industri yang diperlukan oleh perusahaan anda.

Jika anda melakukan penelusuran di internet, maka anda akan menjumpai beragam informasi tentang
energi terbarukan dari lembaga penelitian, universitas, pendidikan dan pelatihan, lembaga swadaya
masyarakat, serta perusahaan. Pilihan minat pada pendayagunaan biomassa sebagai bahan baku
bioenergi merupakan kriteria penting untuk menyaring informasi tersebut.

48
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Berdasarkan penelusuran informasi di internet, dua kelompok utama yang disajikan pada bagian ini
yaitu (1) Lembaga internasional yang didirikan oleh lebih dari satu negara, baik pada tingkat regional
atau kawasan seperti Uni Eropa maupun pada tingkat dunia yang dibangun oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa atau kelompok negara-negara maju. (2). Lembaga penelitian atau perusahaan yang
menyediakan informasi perkembangan kebijakan, informasi pasar, teknologi dan aspek lain yang
terkait dengan energi terbarukan khususnya pendayagunaan biomassa.

No Negara dan Nama Lembaga Alamat Laman



1. Lembaga Internasional R & D
IEA The International Energy Agency (Badan Energi Internasional). http://www.iea.org/
Sebuah lembaga internasional yang didirikan oleh negara-negara
produsen negara konsumen untuk mengkaji empat aspek penting
dari energi, ketahanan energi, pembangunan ekonomi, kepedulian lingkungan,
dan peran seluruh negara-negara dunia untuk peduli pada energi dan lingkungan.

IEA Bioenergy The International Energy Agency http://www.ieabioenergy.com/
(Badan Energi Internasional khusus Bioenergi)

ETDE- Energy Technology Data Exchange merupakan laman (website) http://www.etde.org/
yang diterbitkan oleh IEA terkait dengan informasi dan publikasi berbagai dan
hasil penelitian dasar, terapan, dan teknologi seantero dunia yang telah diterbitkan WorldWideEnergy.org.
melalui jurnal, dipresentasikan melalui seminar dan workshop.
Sistem kerjanya akan terakses ke laman WorldWideEnergy.org.

REN21 adalah lembaga internasional nirlaba yang memiliki kegiatan kajian http://ren21.net/
dan distribusi informasi energi terbarukan.

Phyllis adalah informasi database yang berisi tentang komposisi biomassa https://www.ecn.nl/
dan limbah. Dari Phyllis Anda dapat memperoleh analisis data biomassa phyllis2/
atau limbah bahan individu atau nilai rata-rata untuk kelompok bahan.

Lembaga ini dibangun dan biayai oleh Pusat Penelitian Energi Belanda
(Energy research Centre of the Netherlands).

2 Lembaga Internasional - Bisnis
Lembaga internasional ini berada di Swedia dan khusus menyediakan
informasi mengenai harga biomassa dalam kondisi alami sebagai http://www.palmshells.com
bahan baku energi terbarukan. Dalam lamannya disediakan dua bahasa
yaitu Inggris dan Swedia.

Laman ini menyediakan informasi terkini tentang energi terbarukan,
juga menyediakan info bisnis berupa perkembangan produk, harga, http://www.
Enerdata merupakan laman bisnis yang menyediakan informasi semua enewableenergyworld.com
aspek terkait dengan energi. http://yearbook.enerdata.net/

49
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Inggris

Biomass Reseach Centre adalah lembaga riset bidang energi terbarukan


berbasis pada biomassa. Lembaga ini milik Pemerintah Inggris dan masih http://www.
dapat diakses oleh publik kendati sudah tidak dibiayai lagi. biomassenergycentre.org.uk

Amerika Serikat

Pusat Energi Terbarukan dan Pendayagunaan Biomassa
(The Centers for Renewable Energy and Biomass Utilization) merupakan http://www.undeerc.org/
lembaga penelitian yang berlokasi di Universitas Dakota Utara, USA renewables
(North Dakota University) dan dimiliki EERC Energy and Enviromental Reseach.

Biomass Magazine:

Majalan ini diterbitkan di Amerika Serikat dan khusus membahas
hampir semua aspek pendayagunaan biomassa sebagai bahan http://biomassmagazine.
baku energi terbarukan. Laman ini juga menyajikan versi digital dan com/
dapat diunduh oleh pembacanya.

NREL-National Renewable Energy Laboratory merupakan lembaga


penelitian miliki pemerintah Amerika Serkat yang khusus melakukan http://www.nrel.gov/
penelitian bidang energi terbarukan terutama pendayagunaan biomassa. biomass/
Asia Pacific

Asia Biomass Office:

Lembaga yang didirikan untuk Asia dengan sponsor utama dari Pemerintah
Jepang ini memiliki fungsi sebagai lembaga penelitian, pendidikan dan http://www.asiabiomass.jp/
kerjasama untuk pendayagunaan biomassa. english/

50
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

DAFTAR Pustaka

Buku Acuan

Ruppert, Hans, M. Kappas, and Jens Ibendorf. 2013. Sustainable bioenergy production-- an
integrated approach. Dordrecht: Springer. http://dx.doi.org/10.1007/978-94-007-6642-6.

Seifert, T. (ed.), Bioenergy from Wood: Sustainable Production in the Tropics,Managing Forest
Ecosystems 26, DOI 10.1007/978-94-007-7448-3__1.

Artikel dari Jurnal Ilmiah

Demirbas, A. 2001. Biomass resources fasilities and biomass conversion processing for fuels and
chemicals. Energy Conversion and management 42: 1357-1378.

Demirbas, A 2004. Current Technologies for the Thermo-Conversion of Biomass into Fuels
andChemicals, Energy Sources, 26:8, 715-730, DOI: 10.1080/00908310490445562.

Larson, E. D. 1993. Technology for electricty and fuels from biomass. Annu. Rev. Energy Environ.
18: 567-630.

Lyster, Rosemary, Renewable Energy in the Context of Climate Change and Global Energy Resources
(August 2013). Published as The Challenges for Renewable Energy in the Context of Climate
Change in Paul Babie and Paul Leadbeter (eds), Law as Change: Essays in Honour of Adrian
Bradbrook (University of Adelaide Press, 2013); Sydney Law School Research Paper No.
13/61. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=2315911

Karlen, D. L. and J. M. F. Johnson. 2014. Crop Residue Considerations for Sustainable


BioenergyFeedstock Supplies. Bioenerg. Res. 7:465467. DOI 10.1007/s12155-014-9407-y

Kumarappan, Subbu, Biomass Supply Chains for Biofuel Production Contracting Issues (July 22,
2009). Sixth Annual World Congress on Industrial Biotechnology & Bioprocessing, Montreal,
Canada, 2009. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1433047 orhttp://dx.doi.
org/10.2139/ssrn.1433047

Long, H. et all., 2013. Biomass resources and their bioenergy potential estimation: A review.
RenewableandSustainableEnergyReviews26: 344352.

McKendry P. 2003. Energy production from biomass (part 3): gasification technologies.Bioresource
Technology: 83(1):5563.

51
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Raboni, M. and G. Urbini. 2014. Production and use of biogas in Europe: a survey of current status
andperspectives. Ambiente & gua - An Interdisciplinary Journal of Applied Science. Rev.
Ambient. gua vol. 9 n. 2 Taubat - Apr. / Jun. 2014.

Seuring, S. and L. Preuss. 2008. From a literature review to a conceptual framework for
sustainablesupply chain management. Journal of Cleaner Production 16 : 16991710.
Sonal, Ruhi, Biomass Gasification: Economic Viability and Social Aspects of Rural Electrification
(October, 10 2009). Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1486607 orhttp://dx.doi.
org/10.2139/ssrn.1486607

Tucker, C. J. 1980. A critical review of remote sensing and other methods for non-destructive
estimation of standing crop biomass. Grass and Forage Science 35:177-182.

van der Stelt, M.J.C. et al., 2011. Biomass upgrading by torrefaction for the productionof biofuels:
A review.Biomassand bioenergy 35: 3748-3762.

Voivantas, D., D. Assimacopoulos, E. G. Koukios. 2001. Assessment of biomass potential for power
production: a GIS based method. Biomass and Bioenergy 20: 101-112.

Wolfsmayr, U.J. and Rauch P. 2014. The primary forest supply chain: A literature review. Biomass
and bioenergy 60: 203-221.

Laporan Penelitian

FAO 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry
Paper - 134).

FAO. 2004. Unified Bioenergy Terminology

Majalah

Bioenergy Insight

Majalah ini dapat diakses dilaman http://www.bioenergy-news.com/

Bioenergy International

Majalah ini dapat diakses dilamanhttp://issuu.com/horseshoemedialtd

52
BIOENERGI NUSANTARA www.bioenerginusantara.com

Biofuel International

Majalah ini dapat diakses dilaman http://www.biofuels-news.com/.

Alamat Lengkap: Horseshoe Media Ltd, Marshall House, 124 Middleton Road, Morden, Surrey. SM4
6RW

Registered in England No. 5635474. VAT GB 867 9796 31 - See more at: http://www.biofuels-news.
com.

Biomass

Majalah ini dapat diakses dilamanhttp://www.bbiinternational.com

Biodiesel

Majalah ini dapat diakses dilamanhttp://www.bbiinternational.com

Ethanol

Majalah ini dapat diakses dilamanhttp://www.bbiinternational.com

Website untuk data

Phyllis2, database for biomass and waste,https://www.ecn.nl/phyllis2. Energy research Centre of


the Netherlands.

53
Lampiran 1. Karakteristik biomassa dari bagian komponen tanaman.
FUEL PROPERTIES
Proximate Analysis Ultimate Analysis Calorific Values
ID-NUMBERS
No NAME OF COMODITIES Literature (Sources of Data)
ECN Moisture Net calorific value Gross calorific value
Ash content Volatile matter Fixed Carbon Carbon Hidrogen Nitrogen Sulphur Oxigen Total with halides (LHV) (HHV)
HHVMilne
content
ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf ar dry daf
wt% wt% wt% wt% wt% wt% wt% wt% wt% wt% MJ/kg MJ/kg MJ/kg

1 0 Kelapa Sawit (Palm Oil)


1 Empty Fruit Bunches palm oil #2932 57.20 2.19 5.12 19.49 45.53 47.99 19.49 45.53 48 0.19 0.45 0.47 0.02 0.04 0.05 18.58 43.4 45.74 100 100 100 5.38 15.83 16.68 7.28 17.02 17.94 7.45 17.41 18.35 Y. Uemura, W.N. Omar, T. Tsutsui,
2 Palm oil kernel shell #2940 21.40 3.44 4.38 36.69 46.68 48.82 4.61 5.86 6.13 0.79 1.01 1.06 0.05 0.06 0.06 33.02 42.01 43.93 100 100 100 14.02 18.5 19.35 15.55 19.78 20.69 14.5 18.44 19.29 S.Bt.Yusup: Torrefaction of oil palm
3 Palm oil mesocarp fiber #2936 37.20 2.08 3.32 29.47 46.92 48.53 3.7 5.89 6.09 0.7 1.12 1.16 0.06 0.09 0.09 26.79 42.66 44.12 100 100 100 10.6 18.32 18.95 12.32 19.61 20.28 11.61 18.49 19.12 wastes. Fuel 90 (2011) 2582-2591.

2 0 Kelapa (Coconut)
1 Coconut shell #3080 14.30 0.60 0.70 44.48 51.9 52.27 4.97 5.8 5.84 0.14 0.16 0.16 0.02 0.02 0.02 64.5 58.58 58.29 16.21 19.32 19.46 17.65 20.59 20.74

3 0 Karet
1 Rubber #2172 0.45 46.82 47.03 39.42 39.6 74.76 13.31 13.37 25.24 25.22 25.33 47.83 2.45 2.46 4.65 0.14 0.14 0.27 0.19 0.19 0.36 24.73 24.84 46.89 100 100 99.99 10.00 10.06 18.99 10.55 10.60 20.00 8.49 8.53 16.10 ATO laboratories

4 0 Kakao
1 cacao #884 13.40 9.09 10.50 58.71 67.8 75.75 18.79 21.7 24.25 41.05 47.4 52.96 4.54 5.24 5.85 2.62 3.03 3.39 0.17 0.19 0.22 29.11 33.62 37.56 100 100 100 14.6 17.24 19.26 15.92 18.38 20.54 16.07 18.56 20.74
H.A.van der Sloot and
P.A.J.P.Cnubben: Verkennende
2 cacao shells #1767 8.00 7.36 8.00 43.24 47.00 51.09 5.06 5.50 5.98 2.81 3.05 3.32 0.19 0.21 0.23 33.27 36.16 39.30 100 100 100 14.71 16.20 17.61 16.01 17.40 18.91 17.02 18.49 20.10 evaluatie kwaliteitsbeinvloeding
poederkoolvliegas, ECN-report ECN-
C-00-058, 88 p. (2000).
O. Kitani and C. W. Hall: Biomass
3 cacao hulls #1236 8.25 67.95 74.06 23.80 25.94 48.23 52.57 5.23 5.70 2.98 3.25 0.12 0.13 33.19 36.17 98 97.82 17.90 19.51 19.04 20.75 18.91 20.61 Handbook, Gordon and Breach
science publishers, New York (1989).

5 0 Padi
P. D. Grover: Thermochemical
characteristics of biomass residues
1 Rice husk #2876 11.20 18.29 20.60 48.31 54.4 68.51 22.20 25.00 31.49 27.92 31.44 39.60 4.23 4.76 6.00 0.49 0.56 0.70 37.86 42.64 53.70 100 100 100 10.70 12.36 15.57 11.90 13.40 16.88 10.29 11.59 14.59
for gasification, Indian Institute of
Technology, Delhi, India (1989).
P. Thy, B.M. Jenkins, C.E. Lesher,
S.Grundvig: Compositional
constraints on slag formation and
2 rice straw #2786 7.01 15.64 16.82 61.95 66.62 80.09 15.4 16.56 19.91 36.96 39.75 47.78 4.58 4.93 5.92 0.87 0.94 1.12 0.18 0.19 0.23 34.76 37.38 44.94 100 100 100 12.50 13.63 16.38 13.67 14.70 17.67 14.20 15.27 18.35 potassium volatilization from rice
straw blended wood fuel. Fuel
Processing Technology 87 (2006) 383-
408
S.-H. Jung, B.-S. Kang, J.-S. Kim:
Production of bio-ol from rice straw
3 Untreated rice #766 18.63 37.95 46.64 4.80 5.90 0.52 0.64 0.09 0.11 37.27 45.80 100 100 14.20 17.45 15.25 18.74 14.53 17.85
and bamboo sawdust.J. Anal.
Appl. Pyrolysis 82 (2008) 240-247

6 0 Jagung
http://edv1.vt.tuwien.ac.at/AG_HOFB
maize #401 8.50 44.62 48.77 5.37 5.87 0.41 0.45 0.05 0.05 39.57 43.25 100 100 16.51 18.04 17.69 19.33 17.4 19.02
A/BIOBIB/Biobib.htm (1997).
A. Demirbas: Calculation of higher
corn cob #2791 7.04 2.9 3.12 72.67 78.17 80.69 17.39 18.71 19.31 43.24 46.51 48.01 5.28 5.68 5.86 0.44 0.47 0.49 0.08 0.09 0.09 41.02 44.13 45.55 100 100 100 15.05 16.38 16.91 16.38 17.62 18.19 16.7 17.98 18.56 heating values of biomass fuels. Fuel
76 (5) pp. 431-434 (1997).

7 0 Tebu

C. Wiln, A. Moilanen and E.


1 Sugar cane #3170 5.77 3.49 3.7 73.41 77.9 80.89 17.34 18.4 19.11 44.95 47.7 49.53 5.65 6.00 6.23 0.47 0.5 0.52 0.15 0.16 0.17 39.52 41.94 43.55 100.28 100.29 100.3 15.64 16.75 17.39 17.02 18.06 18.7 17.96 19.06 19.79 Kurkula: Biomass feedstock analyses,
VTT publications 282, Espoo 1996.
2 sugar cane bagasse #3180 1.17 82.33 83.3 16.51 16.7 47.18 47.74 5.68 5.75 0.14 0.15 44.67 45.2 98.85 98.83 18.89 19.14

8 0 Singkong (Cassava)

N. N. X. Dung, L. H. Manh and P.


Uden: Tropical fibre sources for pigs--
digestibility, digesta retention and
1 cassava residues #2596 1.50 1.50 0.00
estimation of fibre digestibility in
vitro. Animal Feed Science and
Technology 102(1-4) (2002) 109-124.

9 0 Bambu
Antal,M.J., Allen,S.G., Dai,X,
Shimizu,B., Tam,M.S. and Grnli:
1 Bamboo #2065 3.91 47.65 49.59 5.77 6 0.27 0.28 0.11 0.11 44.23 46.03 101.94 102.02 18.5 19.24 Attainment of the theoretical yield of
carbon from biomass. Ind. Eng.
Chem. Res. 39 (2000) 4024-4031
S.-H. Jung, B.-S. Kang, J.-S. Kim:
Production of bio-ol from rice straw
2 Bamboo sawdust #2822 7.3 1.7 1.83 90.89 98.05 99.88 0.11 0.12 0.12 42.68 46.04 46.9 5.32 5.74 5.85 0.19 0.21 0.21 0.02 0.02 0.02 42.79 46.16 47.02 100 100 100 16.4 17.7 18.03
and bamboo sawdust.J. Anal.
Appl. Pyrolysis 82 (2008) 240-247

10 0 Kehutanan
Tanaman Hutan

J.S. Han: Properties of Nonwood


fibers. 1998 Proceedings of the
1 Wood, Kikar (Acacia) #1460 0.60 77.00 77.46 22.40 22.54 45.89 46.17 6.08 6.12 47.43 47.72 100 100 18.92 19.04 20.25 20.37 17.99 18.09
Korean Society of Wood Science and
Technology annual meeting.(1998)
J.A. Fuwape, S.O. Akindele: Biomass
yield and energy value of some fast-
2 Gmelina arborea #2119 25.60 0.73 0.98 61.75 83.00 83.82 11.92 16.02 16.18 34.22 46.00 46.46 4.46 6.00 6.06 0.52 0.70 0.71 0.14 0.19 0.19 34.22 46.00 46.46 99.90 99.87 99.87 13.77 19.35 19.54 15.37 20.66 20.86 13.40 18.01 18.19 growing multipurpose trees in
Nigeria. Biomass and Bioenergy 12
(1997) 101-106.
3 Teak #1780 5.90 1.98 2.10 48.56 51.60 52.71 5.65 6.00 6.13 0.24 0.26 0.27 39.71 42.20 43.11 102.04 102.16 102.21 17.63 18.89 19.30 19.01 20.20 20.63 19.20 20.40 20.84 ECN laboratories.
Limbah Hutan
S. Gaur and T. B. Reed: Thermal
data for natural and synthetic fuels,
4 plywood #1487 2.09 82.14 83.89 15.77 16.11 48.13 49.16 5.87 6.00 1.45 1.48 0.00 0.00 42.46 43.37 100 100 17.68 18.06 18.96 19.36 18.87 19.27
Marcel Dekker, New York, 259 p.
(1998).
PNEM, PGEM and BFI: Thermische
5 softboard #872 12.00 1.85 2.10 42.90 48.75 49.80 5.30 6.02 6.15 0.30 0.34 0.35 0.04 0.05 0.05 37.50 42.61 43.53 99.90 99.88 99.88 15.4 17.79 18.17 16.81 19.10 19.51 17.07 19.40 19.82 houtbewerking (confidential report,
in Dutch) (1993).
PNEM, PGEM and BFI: Thermische
6 hardboard #873 14.00 2.32 2.70 41.30 48.02 49.36 5.20 6.05 6.21 0.42 0.49 0.50 0.09 0.10 0.11 36.40 42.33 43.50 99.77 99.73 99.72 15.04 17.88 18.38 16.51 19.20 19.73 16.51 19.20 19.73 houtbewerking (confidential report,
in Dutch) (1993)
http://edv1.vt.tuwien.ac.at/AG_HOFB
7 containing particle boards #392 3.50 49.80 51.61 6.05 6.27 1.04 1.08 0.15 0.16 39.43 40.86 100 100 20.08 20.81 A/BIOBIB/Biobib.htm (1997).

Sumber: https://www.ecn.nl/phyllis2

Anda mungkin juga menyukai