Anda di halaman 1dari 17

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Rancangan Kegiatan


Keberadaan industri memiliki peran besar terhadap perkembangan ekonomi. Di
Kabupaten Bandung rancaekek, dari sembilan sektor lapangan usaha yang ada, sektor
industri pengolahan berperan paling besar bagi Produk Domestik Regional Brutto
(PDRB). Namun pada kenyataannya, pertumbuhan industri tersebut juga mempunyai
dampak negatif. Beberapa keluhan yang dirasakan masyarakat yang disebabkan oleh
pertumbuhan jumlah industri dan pencemaran di antaranya adalah kotornya udara, pekat
dan baunya air sungai, berkurangnya jumlah air bersih, rusaknya lahan dan gangguan
kesehatan. Selain itu akses lalu lintas yang merupakan penghubung ke kota bandung
menjadi padat kemacetan dan tingkat polusi menjadi tinggi dari aspek industri maupun
dari kendaran, belum lagi masalah banjir yang sering menghinggapi daerah tersebut. Hal
ini menjadi problematik yang memicu dampak kesehatan masyarakat yang ditimbulkan
dari kerugian tersebut. Maka perlu dilakukan analisis kesehatan serta pemberian solusi
untuk meminimalisir dampak buruk bagi kesahatan masyarakat.

3.1.1 Rancangan Kegiatan Penanganan limbah cair


Di kawasan Rancaekek Kabupaten Bandung misalnya yang dikenal dengan
kawasan industrinya, dampak lingkungan akibat pencemaran industri, khususnya
terhadap aliran sungai telah lama dikeluhkan masyarakat sekitar. Kementerian
Lingkungan Hidup pada tahun 2013 yang lalu menegaskan bahwa beban pencemaran air
telah melebihi daya tampung sungai di sekitar industri, yakni sungai Cikijing dan sungai
Cimande yang tercemar oleh limbah industri. Kedua anak sungai Citarum ini telah
menjadi sumber utama pengairan atau irigasi sawah di Kecamatan Rancaekek sejak
puluhan tahun yang lalu. Dengan adanya pencemaran tersebut, tidak hanya beratus hektar
sawah yang terkena dampaknya, namun kebun, kolam dan ternak pun terkena imbasnya.
Berdasarkan evaluasi dengan metode Storet yang dilakukan oleh BPLHD Jawa Barat
(2014), Sungai Cikijing termasuk sungai tercemar berat. Terlebih lagi, penelitian yang
dilakukan oleh berbagai pihak, menunjukkan tingginya konsentrasi logam berat berupa
kromium (Cr), tembaga (Cu) dan seng (Zn) di Sungai Cikijing.
Adapun rancangan kegiatan untuk penangan limbah cair adalah, memastikan cara
pengelolahan limbah pada industri terkait yang berada dikawasan rancaekek,
menganalisis tingkat pencemaran limbah cair, memberikan edukasi atau penyuluhan
kesehatan dan pemberian solusi untuk pemerintah, industri dan masyarakat secara umum.
1) Analisis Limbah Kontaminasi Bahan Berbahaya Beracun Industri di
Rancaekek
Beragam polutan yang ditemukan dalam air sungai, sedimen, lahan persawahan
dan sumur warga seperti pembahasan di bawah ini ditemukan juga dalam lumpur limbah
industri tekstil yang membuang limbahnya ke sungai Cikijing. Konsentrasi logam berat
dalam badan air dan sedimen sungai Cikijing pun dilaporkan mengalami peningkatan
signifikan setelah menerima buangan limbah industri tekstil tersebut.
Kontaminasi di Air Sungai. Laporan Bahan Beracun Lepas Kendali dari
Greenpeace Asia Tenggara dan Walhi Jabar pada tahun 2012 mengidentifikasi
kontaminasi beragam logam berat beracun seperti Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg) pada air
Sungai Cikijing. Sementara itu penelitian lain (Andarani, 2009) menunjukkan tingginya
konsentrasi logam berat lainnya berupa kromium (Cr), tembaga (Cu) dan Seng (Zn) di
Sungai Cikijing.
Kontaminasi di Sedimen. Investigasi Greenpeace Asia Tenggara dan Walhi Jabar
mengungkap kontaminasi beragam logam berat beracun seperti Hg, kadmium (Cd), Cr
dan Pb dalam sedimen sungai Cikijing. Penelitian lain menemukan kontaminasi logam
berat lainnya seperti Cr, Cu dan Zn dengan kecenderungan konsentrasi yang lebih besar
daripada dalam air sungai. Kontaminasi di Lahan Persawahan. Sebuah penelitian (Sutono,
2013) mengatakan bahwa total area persawahan yang tercemar limbah pabrik tekstil
secara langsung mencapai 1,250 Ha. Laporan yang sama mengindentifikasi konsentrasi
logam berat yang tinggi seperti Cu dan Zn selain logam berat beracun lain seperti Pb dan
Cd pada tanah lapisan olah (0 20 cm). Diungkapkan juga bahwa pada jerami dan beras
ditemukan kontaminasi logam berat seperti Pb dan Cd yang setidaknya pada jerami sudah
melewati batas maksimum residu dalam pangan menurut World Health Organization
(WHO), dan juga Cr yang melewati batas bawah batas kritis dalam tanaman. Sejalan
dengan laporan tersebut, penelitian lain 10 mengungkapkan bahwa beras yang dihasilkan
dari lahan tercemar tersebut mengandung Cd dalam level yang lebih tinggi daripada
ambang batas yang dibolehkan untuk makanan. (Sutono, 2013)
Kontaminasi di Sumur Warga. Sebuah penelitian 11 melaporkan kenaikan kadar
kromium yang signifikan di Sungai Cikijing pada periode 2010-2013, yang juga
terkonfirmasi oleh temuan kontaminasi kromium pada level yang cukup tinggi di sampel
air dari sumur-sumur warga hingga mencapai 8 mg/L. Penelitian lainnya (Suganda, 2012)
menyebutkan bahwa sumur di beberapa daerah penelitian terlihat tercemar berat karena
kontaminasi bahan pencemar yang sama, seperti Sodium (Na) dan Sulfat (SO4), yang
terkandung dalam air limbah dan sungai.
2) Pengelolahan industri mengenai limbah cair
Produksi bersih dimulai sejak pemilihan dan input material di awal produksi, bukan
hanya bergantung pada instalasi pegolahan air limbah (IPAL). Eliminasi dan subtstitusi
bahan berbahaya di awal dan sepanjang proses produksi adalah satu-satunya cara untuk
memastikan NOL BUANGAN Bahan Berbahaya Beracun.
Proses pengolahan limbah cair memang sudah dikembangkan menjadi beragam.
Proses pengolahan limbah cair tersebut sudah disesuaikan dengan kebutuhan ataupun
faktor finansial. Adapun pengolahannya terbagi atas 5 macam, yaitu pengolahan primer,
pengolahan sekunder, pengolahan tersier, proses desinfeksi dan pengolahan lumpur.
Pengolahan Primer
Tahap pertama dari pengolahan limbah cair industri adalah pengolahan primer
(primary treatment), pengolahan ini merupakan pengolahan secara fisika. Adapun
tahapan dari pengolahan primer adalah tahap penyaringan, tahap pengolahan awal, tahap
pengendapan dan terakhir adalah tahap pengapungan.

Tahap Penyaringan (Screening) Limbah cair yang terkumpul harus melewati


proses penyaringan terlebih dahulu melalui saluran pembuangan. Metode ini
dapat dikatakan sebagai metode yang efisien dan tentunya tidak terlalu banyak
mengeluarkan biaya untuk menyaring bahan padat yang terdapat dalam air
limbah.
Tahap Awal (Pretreatment) Setelah melewati proses penyaringan, maka
limbah tersebut akan disalurkan menuju tangki atau bak yang berfungsi untuk
memisahkan pasir dan partikel padat lain yang berukuran besar. Cara kerja dari
tangki tersebut adalah dengan memperlambat aliran air limbah sehingga partikel
pasir yang ada akan mengendap di dasar tangki, sedangkan air limbah akan
dialirkan untuk diproses lebih lanjut.
Tahap Pengendapan Setelah melewati proses awal maka air limbah akan
ditampung dalam tangki khusus pengendapan. Metode pengendapan merupakan
metode paling dasar dalam pengolahan untuk mengolah limbah cair. Dalam tangki
pengendapan, limbah cair akan didiamkan dalam jangka waktu tertentu agar
partikel padat yang masih ada dapat mengendap di dasar tangki. Biasanya endapan
partikel tersebut berupa lumpur yang nantinya akan dipisahkan menuju saluran
lain untuk diolah lebih lanjut.
Tahap Pengapungan (Floation) Metode terakhir dari proses pengolahan
primer adalah tahap pengapungan. Metode ini sangat efektif digunakan untuk
memisahkan polutan seperti minyak dan lemak. Proses pengapungan ini
menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung udara, dimana
gelembung tersebut akan membawa partikel polutan menuju permukaan air
limbah dan kemudian akan dihilangkan.
Perlu diketahui bahwa apabila limbah cair yang mengandung polutan tadi sudah
bersih melalui proses primer, maka limbah akan langsung dibuang ke perairan. Akan
tetapi apabila limbah cair yang mengandung polutan tadi masih menyisakan polutan
lain yang sulit dihilangkan, maka limbah tadi akan diproses lebih lanjut menuju
pengolahan sekunder.
Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder (secondary treatment) merupakan pengolahan limbah cair
secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan
organik. Salah satu mikroorganisme yang sering digunakan pada proses ini adalah
bakteri aerob. Pengolahan sekunder secara umum terbagi atas 3 tahapan, yaitu tahap
penyaringan dengan tetesan (tricking filter), tahap lumpur aktif (activated sludge) dan
terakhir tahap kolam (treatment ponds).

Tahap Tricking Filter Pada tahap ini, bakteri aerob akan digunakan untuk
menguraikan bahan organik yang melekat dan berkembang pada media kasar yang
berupa batuan kecil atau plastik dengan ketebalan 1-3 mili. Limbah cair akan
dialirkan ke media kasar tadi dan dibiarkan agar dapat meresap. Pada proses
peresapan tersebut, bahan organik yang terkandung pada limbah akan diuraikan
oleh bakteri aerob dan selanjutnya hasil resapan tersebut akan sampai pada dasar
lapisan media dan kemudian akan ditampung dalam wadah yang selanjutnya akan
disalurkan pada tangki khusus pengendapan. Endapan tersebut nantinya akan
diproses lebih lanjut.
Tahap Lumpur Aktif Pada tahap ini limbah cair yang telah melewati
proses filter akan ditampung pada tangki khusus yang didalamnya terdapat
lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Setelah itu limbah akan disalurkan kembali
ke tangki pengendapan yang lainnya sementara itu lumpur yang mengandung
bakteri aerob akan disalurkan pada tangki aerasi.
Tahap Treatment Ponds Tahap terakhir pada tahap sekunder adalah treatment
ponds atau kolam perlakuan. Pada tahap ini limbah cair akan ditempatkan pada
kolam terbuka dimana didalamnya terdapat alga yang dapat menghasilkan
oksigen. Oksigen inilah yang nantinya akan digunakan bakteri aero untuk
menguraikan bahan organik dalam limbah cair. Apabila limbah telah mengendap
maka air permukaan dapat disalurkan ke lingkungan untuk diolah dan digunakan
lagi.
Pengolahan Tersier
Seperti yang telah disinggung diawal bahwa apabila setelah melalui proses
pengolahan primer dan sekunder masih ada zat dalam limbah yang tentunya
berbahaya bagi lingkungan dan juga masyarakat, maka akan dilanjutkan ke tahap
selanjutnya yaitu tertiary treatment.
Pengolahan ini umumnya bersifat khusus yang berarti pengolahan akan
disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa pada lembah cair tersebut. Adapun
zat zat yang biasanya masih tertinggal adalah nitrat, fosfat dan garam. Pengolahan
tersier terdiri atas rangkaian dari proses kimia dan fisika. Metode pengolahan ini
sebenarnya jarang sekali digunakan pada pengolahan limbah cair industri karena
biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses pengolahan ini cenderung tinggi
dan tentunya tidak ekonomis.
Desinfikasi
Pengolahan limbah cair industri yang berikutnya adalah desinfeksi atau sering
disebut sebagai porses pembunuhan kuman yang tentunya bertujuan untuk membunuh
dan mengurangi mikroorganisme yang ada dalam limbah cair. Mekanisme pada proses
ini bersifat kimia yaitu dengan menambahkan senyawa pada cairan limbah tersebut.
Perlu diketahui bahwa dalam menambahkan senyawa kimia tersebut harus
memperhatikan hal-hal seperti daya tingkat racun, efektivitasnya, dosis yang digunakan,
tidak boleh membahayakan bagi manusia dan hewan, tahan air dan tentunya biayanya
terjangkau. Salah satu contoh pada proses ini adalah dengan menambahkan klorin.
Apabila benar-benar sudah bersih maka limbah sudah aman untuk dibuang ke lingkungan.
3) Penyuluhan dan Promosi Kesehatan
Pengertian penyuluhan kesehatan sama dengan pendidikan kesehatan masyarakat
(Public Health Education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu, dengan harapan bahwa dengan
adanya pesan tersebut dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik,
akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya,
dengan kata lain, dengan adanya pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap
perubahan perilaku sasaran.
Penyuluhan kesehatan juga suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai
masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan kesehatan yang
menuju tercapainya tujuan pendidikan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak
faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping
masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil
optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis.
Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus
menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian
juga alat bantu pendidikan disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus
berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus
berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap sasaran dalam keberhasilan
penyuluhan kesehatan :
1. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap informasi baru
yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya,
semakin mudah seseorang menerima informasi didapatnya.
2. Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam
menerima informasi baru.
3. Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru merupakan hal yang
tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita masih sangat menghargai dan menganggap
sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
4. Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan oleh orang-orang
yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul kepercayaan masyarakat dengan
penyampai informasi.
5. Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas
masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan.
Media Penyuluhan Berdasarkan Fungsinya
Media penyuluhan kesehatan adalah media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan kesehatan karena alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan
kesehatan bagi masyarakat yang dituju.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan, media penyuluhan
dibagi menjadi 3 yakni :
1. Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran
sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini
adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubric atau tulisan
pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak
orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah
pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan
yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.

contoh media cetak


2. Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan
didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam
media ini adalah televisi, radio, video film, cassette, CD, VCD.
Seperti halnya media cetak, media elektronik ini memiliki kelebihan antara lain
lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka,
mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-
ulang serta jangkauannya lebih besar.
Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi,sedikit rumit, perlu listrik
dan alat canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu berkembang
dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk
mengoperasikannya.

contoh media elektronik


3. Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun
elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar.
Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai
informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat
canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah,
memerlukan keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.

3.2 Rancangan Program Kerja


3.2.1 Rancangan Program Kerja Penanganan Limbah Cair dan Pencemaran
Tanah
Undang-Undang di Indonesia mewajibkan pelaku pencemaran untuk melakukan
pemulihan fungsi lingkungan hidup. Termasuk penghentian sumber pencemaran dan
pembersihan unsur pencemar; remediasi; rehabilitasi; dan restorasi. Mencemari
seharusnya tidak murah.
A. Kerja sama dengan Industri dan Pemerintah, disusun program bersama dimulai
setelah menggali informasi, identifikasi serta analisis. Program kerja mulai
disusun dan dilakukan dengan terget tanggal 9 Mei 2017- 21 Mei 2017 :
1) Membuat sebuah komitmen politik untuk menuju Nol Pembuangan,
semua Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dalam satu generasi.
Berdasarkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dan pendekatan
pencegahan (preventive approach) dalam manajemen bahan kimia.
Komitmen menekankan pada prinsip subtitusi dan meliputi pertanggung
jawaban produsen agar dapat mendorong inovasi, serta mengeliminasi
penggunaan materi toksik.
2) Membuat rencana implementasi dengan penanggung jawab dan kerangka
waktu yang jelas untuk :
Menyusun sebuah daftar Bahan Berbahaya Beracun (B3) yang
dinamis untuk prioritas ditindak lanjuti segera. Rancangan
Peraturan Pemerintah tentang B3 yang sedang dalam proses
pembahasan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
harus memungkinkan pemerintah untuk terus mengevaluasi bahan
kimia yang terdapat di pasaran dan terus memperbaharui daftar
bahan berbahaya beracun, baik yang dibatasi maupun dilarang.
Mengintegrasikan kerangka hukum dan implementasi pengaturan
B3 dengan Limbah B3 serta pengendalian pencemaran di berbagai
media, khususnya air. Daftar B3 yang ada dalam PP 74/2001 belum
terintegrasi dengan PP 101/2014 tentang Limbah B3 dan PP
82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air. Pemerintah Pusat perlu memimpin harmonisasi
dan koordinasi yang lebih baik antara ketiga rezim pengaturan ini,
memberi contoh baik melalui sungai prioritas, dan memberikan
pedoman serta peningkatan kapasitas yang cukup untuk
implementasi di daerah.
3) Proses penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air yang sedang
berlangsung dan kemudian perizinan pembuangan limbah harus membatasi
lebih banyak lagi jenis B3, dengan fokus pengurangan secara bertahap
hingga pada akhirnya mencapai eliminasi pembuangan bahan kimia
berbahaya beracun, sesuai dengan target.
4) Membuat langkah untuk memastikan tersedianya prasarana dan kebijakan
untuk mendukung implementasi serta keikutsertaan industri dalam
komitmen Nol Pembuangan B3, termasuk : a. identifikasi prioritas bahan
kimia yang harus dibatasi dan kemudian dieliminasi penggunaannya; b.
kebijakan dan regulasi yang mewajibkan audit dan perencanaan; c. bantuan
teknis dan insentif finansial yang sesuai; serta riset dan dukungan terhadap
inovasi di bidang Produksi Bersih & Green Chemistry.
B. Edukasi Kepada Masyarakat
Program pemberian edukasi terkait bahaya limbah mulai dilakukan dengan
health promotion, demo remediasi dan rehabilitasi pencemaran, pembiasaan pola
hidup sehat. Dilakukan dengan target pelaksanaan mulai 11 Mei-18 Mei 2017
dengan pemantauan berjenjang (contineu) sehingga target pencapaian terlihat.
Adapun Program yang dicanangkan adalah :

1) Pengolahan Lumpur (Sluge Treatment)

Pengolahan lumpur atau slude treatment adalah tahap pengolahan paling


terakhir yang dilakukan ketika pengolahan limbah cair primer, sekunder dan
tersier yang menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut
tentunya tidak dapat dibuang ke lingkungan begitu saja, karena akan
mencemari lingkungan. Maka dari itu lumpur tadi perlu diolah agar ramah
lingkungan. Proses pengolahan lumpur ini biasanya dengan menguraikannya
dengan cara aerob yang nantinya akan disalurkan ke beberapa alternatif seperti
dibuang ke laut atau dibuang ke lahan pembuangan khusus, bahkan dapat
dijadikan sebagai pupuk kompos.
2) Fitoremediasi :
Fitoremediasi merupakan salah satu teknologi yang secara biologi yang
memanfaatkan tumbuhan atau mikroorganisme yang dapat berasosiasi untuk
mengurangi polutan lingkungan baik pada air, tanah dan udara yang diakibatkan
oleh logam atau bahan organik.
Salah satu keuntungan utama dari fitoremediasi adalah biaya yang relatif
rendah dibandingkan dengan metode perbaikan lainnya seperti penggalian.
Dalam banyak kasus fitoremediasi telah ditemukan kurang dari setengah harga
dari metode alternatif. Fitoremediasi juga menawarkan remediasi permanen
bukan sekadar pemindahan masalah.
Contoh fitoremediasi yang bisa diapilkasikan dimasyarakat dengan dasar
penelitian :
TANAMAN RUMPUT BEBEK ( Lemna minar ) TERHADAP
PENURUNAN BOD DAN COD LIMBAH CAIR DOMESTIK
Rumput bebek adalah suatu makrofit yang hidup terapung di air dan termasuk
keluarga Lemnaceae yang terdapat di seluruh dunia dan banyak ditemukan di air
tawar yang kaya nutriem.Tanaman rumput bebek dapat menurunkan konsentrasi
BOD dan COD . Hasil dari perlakuan tersebut dari hari ke 0 sampai hari ke 20
, efesiensi tertinggi terdapat pada perlakuan untuk BOD 76,54 % pada konsentrasi
50 % dan COD adalah 72,44 % pada konsntrasi 20 % . Penurunan konsentrasi
COD yang terjadi selama 20 hari ini disebabkan karena adanya hubungan
simbiosis mutualisme antara tanaman dengan mikroorganisme yang terdapat
disekitar akar tanaman, yang mana biasanya disebut dengan mikroorganisme
rhizosfera . Dimana oksigen yang berasal dari hasil proses penguraian materi
organik tersebut diserap oleh tanaman . Demikian seterusnya siklus penguaraian
materi organik dan penyerapan unsure hara berputar . Melalui siklus simbiosis ini
akan berdampak terhadap penurunan COD dalam air limbah.
PEMANFAATAN HYDRILLA ( Hydrilla verticillata ) UNTUK
MENURUNKAN LOGAM TEMBAGA (Cu) DALAM LIMBAH
ELEKTROPLATING
Semakin berat tanaman Hydrilla yang digunakan , maka semakin banyak
logam Cu yang diserap oleh tanaman . Sehingga berat tanaman mempengaruhi
banyaknya logam Cu yang diserap oleh tanaman Hydrilla . Berat yang paling
banayak menyerap Cu adalah Hydrilla dengan berat 250 gram dan kadar logam
Cu dalam air limbah adalah 0,474 mg/L. . Efisiensi terbesar adalah 84%. Akar
tanaman Hydrilla berperan dalam proses penyerapan logam Cu karena pada
bagian akar tersebut terdapat mikroorganisme yang dapat menyerap logam Cu .
Mikroorganisme yang terdapat pada akar tanaman Hydrilla adalah mikhoriza
yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman
ADSORPSI LOGAM BERAT SENG (Zn) DENGAN MENGGUNAKAN
AKAR RAMBUT Solanum nigrum L GALUR A4 KERING TERIMOBILASI
DALAM Nalginat
Serbuk akar rambut Solanium nigrum L memiliki kemampuan dalam
mengadsorpsi logam berat Zn . Proses adsorpsi yang terjadi merupakan proses
adsorpsi fisik dimana terjadi pengikatan ion logam Zn pada permukaan serbuk
akar rambut Solanum nigrum L galur A4 lebih tinggi dibandingkan dengan arang
aktif . Arang aktif yang merupakan adsorben yang banyak digunakan untuk proses
remediasi limbah organik memiliki kemampuan adsorpsi yang spesifik . Terhadap
logam berat Zn , arang aktif hanya mampu mengikat ion logam Zn dalam jumlah
yang sedikit.
FITOREMEDIASI PHOSPAT DENGAN PEMANFAATAN ECENG
GONDOK (Eichhorina crassipes) (STUDI KASUS PADA LIMBAH CAIR
INDUSTRI KECIL LAUNDRY)
Fitoremediasi phospat dengan menggunakan tanaman eceng gondok
dapat menyerap phospet (sebagai P total) dalam limbah Laundry dalam jumlah
yang cukup banyak dalam waktu 5 hari. Pada konsentrasi awal P dalam limbah
200 mg/L , 250 mg/L , 300 mg/L , tanaman eceng gondok dapat menyerap P
secara berturut turut sebesar 144,1603 mg , dengan efesiensi 24,03 % , 127,1209
mg dengan efesiensi 22,95% dan 187,860 mg dengan efesiensi 20,87%
FITOREMEDIASIAIR TERKONTAMINASI NIKEL DENGAN
MENGGUNAKAN TANAMAN KI AMBANG ( Salvinia molesta)
Akumulasi nikel oleh Salvinia molesta pada organ akar lebih tinggi
dibandingkan organ non akar (batang dan daun ) . Nilai Faktor Transfer (FT)
tertinggi pada Salvinia molesta adalah pada waktu pemaparan 12 hari pada pada
konsentrasi larutan NiCl2 3 mg/L yaitu sebesar 4,75 L/Kg (1>FT>20) yang berarti
tergolong metal accumulator species, tetapi bukan hyperaccumulator species.
Nilai Faktor Tranfer Salvinia molesta lebih kecil jika dibandingkan species
tanaman air lain , sehingga Salvinia molesta kurang efektif untuk fitoremediasi air
terkontaminasi Nikel.
FITOREMEDIASI RADIONUKLIDA 134Cs DALAM TANAH
MENGGUNAKAN TANAMAN BAYAM (Amaranthus sp.)
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tanaman bayam mampu
menyerap , memindahkan dan mengakumulasi radionuklida 134Cs dari dalam
tanah yang dikontaminasi dengan 134Cs . Penyerapan dan akumulasi maksimum
radionuklida 134Cs dari dalam tanah oleh tanaman bayam terjadi pada ahari ke-7
, dengan nilai Faktor Transfer radionuklida 134Cs dari tanah ke tanaman bayam
sebesar 34,80 dan nilai Faktor Transfer radionuklida 134Cs dari tanah yang
ditambah EDTA ke tanaman bayam sebesar 43,58.
3) Biochar
Dari segi pengelolaan limbah, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan penerapan carbon negative. Karbon negatif merupakan aktivitas yang
dilakukan untuk mengurangi jumlah karbon yang ada di dalam atmosfer. Salah
satunya dengan biochar. Biochar adalah bahan padat yang diperoleh dari proses
karbonisasi atau modifikasi rantai karbon biomassa yang dapat ditambahkan ke
dalam tanah dengan niat untuk meningkatkan fungsi tanah serta mengurangi gas
rumah kaca (GRK) dari dekomposisi biomassa.
Hasil penelitian pendahuluan menunjukan bahwa limbah cair yang mencemari
tanah pertanian mengandung logam berat seperti Cu, Pb, Cd, Fe dan Cr. Apabila
tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur dan
senyawa yang berbahaya, yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang
mengkonsumsi produk tersebut. Pada akhirnya memberi peluang terjadinya
penurunan kualitas tanah, dan bahkan logam berat yang terkandung dalam limbah
cair dapat juga merupakan racun bagi tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut.
Kerusakan kimia tanah dapat terjadi karena proses pencemaran tanah, akumulasi
garam-garam (salinisasi), tercemar logam berat dari limbah, tercemar senyawa-
senyawa organik dan xenobiotik seperti pestisida atau tumpahan minyak.
Solusi untuk mengatasi dan merehabilitasi tanah sawah yang tercemar limbah
cair tersebut dengan memanfaatkan potensi bahan organik seperti biochar.
Penambahan biochar sebagai pembenah tanah yang berasal dari hasil pembakaran
limbah produk pertanian dengan oksigen terbatas, ternyata memiliki potensi yang
baik sebagai bahan amendemen tanah, karena C organik masih tetap bertahan di
dalam karbon hitam dan mempunyai pengaruh jangka panjang dalam mengkhelat
unsur logam (Ferizal dkk,2011; Zhang et al., 2013).
Jenis bahan biochar yang bisa digunakan contohnya, biochar kotoran ayam,
Biochar batok kelapa, Biochar sekam padi dan iochar kayu mahoni yang dibakar
melalau pembakaran tidak sempurna sampai menghasilkan arang yang kemudian
dapat digunakan.
4) Penyuluhan kesehatan bahaya limbah
Limbah cair yang berasal dari kegiatan industri dapat mengandung bahan
pencemar kimiawi berupa senyawa atau unsur logam berat tertentu (Hg, Ni,
Cr, Cd, Pb, Mr, Zn, Cu, Fe) yang dapat terakumulasi dalam tubuh manusia
dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Adapun pengaruh beberapa
unsur atau senyawa kimia pada kesehatan manusia antara lain :
Nitrat (NO3), dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi yang
mengonsumsi air dengan konsentrasi NO3 lebih dari 1 mg/l.
Cadmium (Cd), dapat menyebabkan kerusakan ginjal apabila
konsentrasi Cd pada ginjal mencapai 200 gram/gram berat badan.
Timah hitam (Pb), dapat menimbulkan keracunan pada saraf. Pada
anak-anak dapat meyebabkan kerusakan jaringan saraf otak, anemia,
dan kelumpuhan. Apabila kandungan Pb dalam air minum lebih besar
dari 0,1 mg/l.
Mercury (Hg), dapat menimbulkan penyakit minamata (saraf) bila
kandungan Hg dalam air lebih dari 0,0001 mg/l. Dalam bentuk metil
merkuri akan meracuni sel sel tubuh, merusak ginjal, hati, dan saraf,
juga dapat menyebabkan keterbelakangan mental dan cerebral
palcypada bayi.
Chrom (Cr), dapat menyebabkan kanker pada kulit dan alat pernafasan
bila kandungan Cr dalam air lebih dari 0,0005 m/l.
Cobalt (Co), dapat merusak sel tubuh.
Cyanida (CN), dapat mengganggu jaringan tubuh sehingga mampu
mengubah oksigen.
Nitrit (NO2), dapat menyebabkan hambatan perjalanan oksigen dalam
tubuh (methaemoglobinemia) dan efek racun bila NO2 dalam air lebih
besar dari 0 (nol) mg/l.
Pengolahan limbah cair yang kurang baik dapat memberikan pengaruh
negatif bagi kesehatan dan kondisi lingkungan.adapun pengaruh
terhadap kesehatan dan kondisi lingkungan yaitu : Insiden penyakit
diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari pengelolaan limbah yang tidak tepat dapat dicampur dengan air.
Dapat terjadi penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) juga dapat
meningkat pesat karena adanya pengelolahan limbah yang tidak
memadai.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Limbah industri dapat menghasilkan bahan toksik terhadap
lingkungannya yang berdampak negatif terhadap manusia dan
komponen lingkungan lainnya. Limbah cair industri paling sering
menimbulkan masalah lingkungan seperti kematian ikan, keracunan
pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging
ikan dan moluska, terutama bila limbah cair tersebut mengandung
racun
Limbah cair pada perairan atau sungai juga dapat merusak air sungai,
mengotori air sungai dan mengganggu ekosistem air bahkan
berdampak kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Alhamda Syukra, Sriani Yustina. 2015. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogjakarta


Deepublish
Chandra Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta:EGC
Made dkk, 2016. Pengaruh Penambahan Dosis Beberapa Jenis Biochar Pada
Lahan Yang Tercemar Limbah Cair Sablon Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Sawi Hijau. IPTEKS : Denpasar
Sendi. 2014. Fitoremediasi Limbah Merkuri Menggunakan Tanaman dan Sistem
Reaktor. Jurnal Ilmiah Sains Vol. 14 No. 1
Andarani, P. Roosmini, D. 2009. Profil Pencemaran Logam Berat (Cu, Cr, dan
Zn) Pada Air Permukaan Dan Sedimen Di Sekitar Industri Tekstil PTX (Sungai
Cikijing). Faculty Of Civil and Environmental Engineering,Institut Teknologi
Bandung
Sutono, S. Kurnia, U. 2013. Identifikasi Kerusakan Lahan Sawah Di Rancaekek
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Diterbitkan pada Prosiding Seminar Nasional
Pertanian Ramah Lingkungan. Hal. 283-296. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Suganda et al. 2002. Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil Untuk
Kelestarian Lahan Sawah. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai