Anda di halaman 1dari 4

Resiko Mortalitas Pada Epilepsi

Resiko kematian meningkat pada pasien dengan epilepsy kira-kira dua


sampai tiga kali lebih besar daripada yang diperkirakan dibandingkan pada
populasi tidak dengan epilepsi. Peningkatan angka kematian sebagian besar
karena yang mendasari etiologi episelsi, yaitu makin meluasnya penyakit
neurologi atau penyakit sistemik pada anak dan tumor atu stroke pada orang yang
lebih tua.Bagaimanapun juga ,sebagian kecil pasien meninggal karena sinrom
yang dikenal sebagai as sudden unexpected death in epilepstic patiens(SUDEP),
yang biasanya mengenai orang muda dengan kejang konvulsi dan tendensi untuk
terjadi pada malam hari. Penyebabnya tidak diketahui, walaupun teori-teori terkini
mengajukan efek batang otak tengah karena kejang pada irama jantung dan
fungsi paru.
Isu Psikososial
Stigmata budaya mengenai epilepsi terus berlanjut,walaupun secara
perlahan menurun pada masyarakat dengan program penyuluhan kesehatan yang
efektif.Karena stigmata ini,banyak pasien dengan epilepsi mengalami ketakutan,
seperti ketakutan akan mengalami retardasi mental atau sekarat saat kejang.Hal ini
perlu dibicarakan secara hati-hati dengan memberi penyuluhan pada pasien
epilepsi, juga untuk anggota keluarga, guru, rekan kerja, dan lainya yang
berhubungan juga mendapat informasi yang sama.The epilepyi Foundation of
America(1-800-EFA-1000) merupakan organisasi advokasi bagi pasien epilepsi
dan sumber materi penyuluhan.
Pekerjaan dan mengemudi
Banyak pasien dengan epilepsi menghadapi kesulitan untuk mendapatkan
dan mempertahankan pekerjaanya,walaupun saat mereka mengalami kejang
mereka cukup terkendali. Undang-undang pemerintah federal dan bagian telah
dibuat untuk melindungi para pekerja dari diskriminasi terhadap penderita
epilepsi. Dan pasien harus didukung untuk memahami dan menuntut hak-hak
mereka berdasarkan undang-undang.Pasien pada keadaan ini juga mendapatkan
keuntungan yang besar dari pendampingan penyelia kesehatan yang beperan
sebagai pendukung pasien yang cukup kuat.

16
Hilangnya hak untuk mengemudi merupakan satu dari hal yang sangat
mengganggu sebagai konsekuensi sosial bagi penderita epilepsi. Para dokter harus
menjelaskan sangat jelas mengenai peraturan lokal mengenai mengemudi dan
epilepsi. Sejak hukum sangat berubah diantara negara-negara bagian. Pada semua
kasus, Tanggung jawab para dokter untuk memperingatkan pasien akan bahaya
yang membayangi diri mereka dan yang lainya saat mereka mengemudi mereka
mengalami kejang yang tidak terkendali( kecuali kalau kejang tidak berhubungan
dengan ganguan kesadaran dan kontrol motorik). Pada umumnya , sebagin besar
negara bagian mengizinkan penderita epilepsi untuk mengemudi setelah jangka
waktu bebas kejang
(dengan atau tanpa pengobatan) antara 3 bulan sampai 2 tahun.

ISU KHUSUS BERHUBUNGAN DENGAN WANITA DAN EPILEPSI


Epilepsi Catamenial
Beberapa wanita mengalami peningkatan yang bermakna terhadap
frekwensi kejang sekitaran masa menstruasi. Hal ini menimbulkan pemikiran
terhadap gambaran lain dari efek estogen dan progesteron pada eksitabilitas
neuron atau perubahan kadar obat-obat anti epilepsi karena perubahan pengikatan
protein. Acetazolamid (250 sampai 500 mg/hari) dapat berguna sebagai terapi
tambahan pada beberapa kasus yang dimulai 7 sampai 10 hari sebelum permulaan
menstruasi dan berlanjut sampai perdarahan berhenti. Pada beberapa pasien
mungkin bermamfaat dengan menaikan dosis obat antiepilepsi selama masa ini
atau dengan mengatur siklus menstruasi dengan penggunaan kontrasepsi oral.
Kehamilan
Sebagian besar wanita dengan epilepsi yang hamil tidak mengalami
komplikasi saat masa gestasi dan akan melahirkan bayi normal. Bagaimanapun
juga , Epilepsi memiliki beberapa resiko yang cukup penting terhadap kehamilan.
Frekuensi kejang selama kehamilan tetap tidak berubah kira-kira pada 50 %
wanita, meningkat pada 30 % wanita dan menurun pada 20 % wanita. Perubahan
frekueansi kejang dihubungkan dengan efek endokrin terhadan CNS, variasi pada
farmakokinetik obat antiepilepstik (seperti laju metabolisme obat di hati atau

17
pengaruh terhadap ikatan protein plasma), dan perubahan terhadap efek
pengobatan. Oleh karena itu sangat berguna untuk memeriksa pasien dalam
jangka waktu yang lebih sering selama kehamailan dan memonitor kadar serum
obat antiepilepsi. Pengukuran terhadap konsentrasi obat dapat berguna jika terjadi
peningkatan frekuensi kejang atau efek samping obat antiepilepsi yang
memburuk.
Insiden keseluruhan terhadap abnormalitas fetus pada anak yang lahir dari
ibu dengan epilepsi adalah 5 sampai 6 % debandingkan dengan wanita sehat yakni
2 sampai 3 %. Bagian yang cukup tinggi angka kejadianya oleh karena efek
teratogenik dari obat -obat anti epilepsi, dan resiko meningkat dengan pengunaan
sejumlah obat-obatan(misalnya ,resiko malformasi meningkat 10 % dengan tiga
obat-obatan). Sindrom yang terdiri dari dismorfisme wajah,bibir sumbing,celah
palatum,defek jantung,hipoplasia digiti, displasia kuku awalnya berasal dari terapi
phenitoin, tapi sekarang diketahui terjadi dengan obat-obat anti epilepsi lini
pertama lainnya juga ( yaitu asam valproat dan karbamazepin). Asam valproat
dan karbamazepin juga dihubungkan dengan 1-2 % angka kejadian neural Tube
Defects dibandingkan dengan 0,5 sampai 1 % pada kontol. Sedikit pengetahuan
terkini mengenai keamanan obat-obat baru.
Sejak kemungkinan yang membahayakan dari kejang yang tidak terkontrol
pada ibu dan fetus dianggap lebih besar daripada efek teratogenik dari obat-obat
antiepilepsi, saat ini direkomendasikan bagi wanita hamil untuk mendapat dosis
efektif terapi obat untuk maintenain. Jika memungkinkan, rasanya lebih bijaksana
dengan monoterapi pada dosis efektif terendah, terutama selama trisemester
pertama. Pasien juga harus mendapat asam folat (1 sampai 4 mg /hari), sejak efek
antifolat terhadap antikonvulsi diperkirakan memegang peranan pada
perkembangan dari neural Tube Defects , walaupun manfaat dari pengobatan
ini tetap belum dibuktikan pada keadaan ini.
Obat-obat yang mempengaruhi enzim seperti phenitoin,phenobarbital, dan
primidone menyebabkan defisiensi vitamin K dependent sebagai faktor
pembekuan yang sementara dan reversibel pada kira-kira 50 % bayi baru lahir.
Walaupun perdarahan pada neonatus jarang terjadi, ibu harus diberikan vitamin K

18
oral (20 mg setiap hari) pada 2 minggu terakhir kehamilan, dan bayinya harus
mendapat injeksi vitami K intramuskular ( mg) saat lahir.
Kontrasepi
Perhatian khusus harus diberikan saat meresepkan pengobatan antiepilepsi
untuk wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Obat-obat seperti
karbamazepin,phenitoin,phenobarbital, dan topiramate dapat secara bermakna
bekerja antagonis terhadap efek dari kontrasepsi oral melalui induksi enzim dan
mekanisme lainya. Pasien harus dianjurkan untuk mempertimbangkan kontasepsi
dalam bentuk lain. Atau obat kontrasepsi mereka harus dimodifikasi untuk
mengimbangi efek dari obat-obat antiepilepsi.
Menyusui
Obat-obat antiepilepsi dieksresi ke air susu ibu dalam kadar yang
berbeda-beda. Perbandingan konsentrasi obat pada ASI relatif ke serum kira-kira
80 % untuk ethosuximide, 40 sampai 60 % untuk phenobarbital, 40 % untuk
karbamazepin,15 % untuk phenitoin dan 5 5 untuk asam valproat. Dengan semua
keuntungan dari pemberian ASI dan angka kejadian yang kurang terhadap
kerugian jangka panjang pada bayi yang terpajan obat antiepilepsi, ibu dengan
epilepsi harus didukung untuk memberikan ASI. Hal ini harus dipertimbangkan
kembali, jika ada kejadian dimana timbul efek obat pada bayi,seperti letargi atau
makan yang sedikit.

19

Anda mungkin juga menyukai