Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan

(pembakuan)

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui koefisien distribusi serta tetapan


kesetimbangan dari sampel yang digunakan. Koefisien distribusi adalah
perbandingan konsentrasi kesetimbangan dari dua zat yang tidak dapat bercampur,
sedangkan tetapan kesetimbangan adalah hasil kali produk dipangkat koefisiennya
dibagi reaktan dipangkat koefisien reaksinya. Zat yang digunakan pada praktikum
ini adalah I2 dalam CHCl3 , CHCl3, dan aquadest untuk percobaan pada koefisien
distribusi. Sedangkan pada percobaan untuk tetapan kesetimbangan digunakan I2
dalam CHCl3, dan KI dalam berbagai normalitas.

Perlakuan pertama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah melakukan


pembakuan pada KIO3 dan Na2S2O3. Pembakuan Na2S2O3 dilakukan karena
walaupun Na2S2O3 mudah didapatkan dalam kondisi kemurnian tinggi namun
sifatnya masih belum stabil untuk waktu yang lama dan larutan ini bersifat
reduktor di dalam air dengan adanya CO2 maka akan terjadi reaksi : S2O3- + H+ ->
HSO3- + S (endapan koloid yang dapat membuat larutan keruh). Penguraian ini
juga dapat ditimbulkan oleh mikroba Thiobacillus thioparus bila larutan dibiarkan
lama, selain itu kestabilan dari Na2S2O3 juga dipengaruhi oleh pH rendah dan
lamanya terkena sinar matahari. Oleh karena itu Na2S2O3 disimpan di ruangan
dengan kisaran pH 7-10 karena pada pH tersebut aktivitas bakteri minimal. Pada
pembakuan ini, KIO3 digunakan sebagai larutan baku primer karena sifat-sifatnya
yang sesuai dengan syarat larutan baku primer yaitu tidak higroskopis (stabil
terhadap udara), tidak mudah menguap, dan kemurniannya yang baik. Di dalam
erlenmeyer yang berisi KIO3 kemudian dimasukkan padatan KI. Padatan ini
bersifat sangat higroskopis sehingga harus ditutup menggunakan plastik dengan
segera setelah melakukan penimbangan karena berkurangnya KI dapat
menyebabkan banyak kesalahan untuk analisis selanjutnya. Penambahan padatan
KI berfungsi untuk memperbesar kelarutan I2 yang sukar larut dalam air dan
mereduksi analit sehingga bisa dijadikan standardisasi. Dalam proses
standardisasi ini digunakan indikator amilum, penambahan amilum dilakukan saat
mendekati titik akhir titrasi yang dimaksudkan agar amilum tidak mengikat
iodium karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke
senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, karena sifat
dari I2 yang mudah menguap. Proses titrasi yang dilakukan ini disebut dengan
titrasi iodometri, yang termasuk dalam titrasi dengan cara tidak langsung, dalam
hal ini ion iodida sebagai pereduksi diubah menjadi iodium yang nantinya dititrasi
dengan larutan baku Na2S2O3.
(KC)

Pada percobaan penentuan tetapan kesetimbangan reaksi (Kc) dari I2. Hal yang
dilakukan adalah melarutkan KI dengan aquades sehingga terbentuk KI dengan
konsentrasi 0,1N, 0,05N, dan 0,025N. hal ini bertujuan untuk menentukan
kesetimbgan KI dalam konsentrasi yang berbeda-beda. Mula-mula larutan I2 yang
jenuh dalam kloroform dimasukakan kedalam corong pemisah A,B, dan C. pada
corong pemisah A ditambahkan larutan KI 0,1N, pada corong B ditambahkan
larutan KI 0,5N dan pada corong pemisah C ditambahkan larutan KI 0,025N.
kemudian ketiga corong pemisah di kocok selama 20 menit, tujuan dari
pengocokkan adalah untuk memperluas permukaan larutan sehingga ion iod dapat
terdistribusi dengan sempurna kedalam 2 fasa yaitu fasa polar dan fasa non polar.
Setelah itu, ketiga corong pemisah tersebut didiamkan selama 15 menit, hal ini
bertujuan untuk menstabilkan kembali molekul-molekul iod yang sudah terganggu
saat diguncangkan atau biasa disebut dengan pengaturan diri sehingga akan
mencapai kesetimbangan fasa polar dan fasa non polar.

Dalam pengamatan, terlihat jelas bahwa larutan terbagi menjadi 2 lapisan. Hal ini
terjadi karena perbedaan sifat kimia antara air dan kloroform, air besifat polar dan
kloroform bersifat non polar. Air terletak pada bagian atas campuran Karena air
memiliki massa jenis lebih kecil dibandingkan dengan kloroform yakni 1g/cm3
sedangkan kloroform 1,52g/cm3 sehingga larutan kloroform berada di bagian
bawah. Pada bagian atas corong pisah A berwarna kuning tua, pada corong pisah
B berwarna kuning, sedangkan pada corong pisah C berwarna kuning muda.
Warna kuning pada fasa air tersebut merupakan iodium yang terlarut pada pelarut
air, dan perbedaan kepekatan warna kuning pada setiap corong pisah dikarenakan
perbedaan normalitas dari larutan KI yang digunakan di tiap-tiap corong pemisah.

Untuk menentukan kostanta kesetimbangan, dilakukan pemisahan antara larutan


fasa organic dan fasa anorganic terlebih dahulu. Dalam penentuan kostanta
kesetimbangan digunakan larutan fasa air untuk di titrasi, alasan digunakannya
fasa air karena pentiter yang digunakan merupakan senyawa polar sehingga jika
digunakan bagian fasa nonpolar maka larutan tidak akan tercampur dan tidak akan
mencapai titik akhir titrasinya. Dalam pentitrasian digunakan larutan Na2S2O3
sebagai pentiternya. Sebelum mentitrasi, larutan fasa air dari ketiga corong pisah
ditambahkan Kristal KI yang bertujuan untuk membentuk proses pengeluaran I2
yang larut dalam kloroform. Setelah itu, dilakukanlah pentitrasian pada sampel
A,B, dan C hingga larutan sampel berwarna bening. Pentitrasian dengan natrium
tiosulfat bertujuan untuk memntukan besarnya konsentrasi total dari I2 dan I3-. Hal
ini terjadi karena reaksi antara I2 dengan Na2S2O3 yang menyebabkan berubahnya
konsetrasi I2 dalam reaksi segera disetimbangkan dari pembebasan iod baru dari
iod trioksida. Dan ketika larutan sampel telah tercapai kesetimbangan maka
laruran tersebut akan berubah warna menjadi bening.

Dari percobaan kali ini didapatkan tetapan kesetimbangan (Kc) pada sampel A
sebesar 0,128, pdada sampel B sebesar 0,128 dan pada sampel C sebesar 0,256.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tetapan kesetimbangan kima dipengaruhi oleh
konsentrasi larutannya.
Penentuan Konstanta Distribusi (KD)

Pada percobaan penentuan konstanta distribusi ini, larutan I2 dalam n-


heksana pada masing-masing konsentrasi diekstrak dengan ditambahkan
akuades. Adanya penambahan akuades menyebabkan adanya distribusi I2 pada
dua fasa yakni antara air dan n-heksana.

Setelah corong pisah dikocok dan didiamkan, larutan akan mencapai


kesetimbangan di mana larutan pada corong pisah akan terpisah menjadi
dua bagian, yang menunjukkan adanya dua fase yang tidak saling bercampur
yakni antara n-heksana (lapisan atas) dan air (lapisan bawah). Warna larutan
pada lapisan atas yakni ungu, sedangkan larutan pada lapisan bawah yakni
kuning kecoklatan. Pada kondisi tersebut, I2 telah terdistribusi ke dalam dua fasa.

Konsentrasi I baik dalam n-heksana maupun dalam air dapat diketahui dengan
menitrasi larutan dengan larutan tiosulfat menggunakan indicator amilum. Saat
larutan diberi indicator amilum maka larutan akan berwarna biru/ungu kehitaman.
Saat dititrasi dengan larutan tiosulfat larutan akan berubah menjadi bening saat
mencapai titik akhir titrasinya.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa volume tiosulfat yang digunakan


untuk menitrasi larutan pada lapisan organic (lapisan atas) pada setiap
konsentrasi I2 akan selalu lebih banyak dibandingkan pada lapisan airnya
(lapisan bawah). Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi I2 dalam n-heksana
lebih besar dibandingkan dalam air. Dengan kata lain, I2 lebih terdistribusi ke
fasa organiknya (n-heksana).

Dengan mengetahui konsentrasi I2pada fasa organic dan airnya, maka dapat
ditentukan nilai konstanta distribusinya (KD). Diketahui bahwa KD
merupakan perbandingan konsentrasi I2 pada fasa organic dan fasa airnya.
Dengan demikian, dapat diperoleh nilai KD I2 pada setiap variasi konsentrasinya
dalam n-heksana.
Data hasil perhitungan menunjukkan bahwa variasi konsentrasi I2 dalam
nheksana mempengaruhi nilai KD. Semakin besar konsentrasi I2 maka nilai
KD-nya akan semakin kecil. Perubahan beberapa nilai KDtersebut terlihat
cukup signifikan. Padahal, berdasarkan teoritisnya variasi konsentrasi tidak
mempengaruhi nilai KD.

Penentuan Ketetapan Kesetimbangan (KC)

Pada percobaan penentuan ketetapan kesetimbangan ini, larutan I2 dalam n-


heksana pada masing-masing konsentrasi diekstrak dengan ditambahkan
larutan KI (dalam air). Adanya penambahan KI (dalam air) ini menyebabkan
adanya distribusi I2 pada dua fasa yakni antara air dan n-heksana.

Setelah corong pisah dikocok dan didiamkan, larutan akan mencapai


kesetimbangan di mana larutan pada corong pisah akan terpisah menjadi
dua bagian, yang menunjukkan adanya dua fase yang tidak saling bercampur
yakni antara air dan n heksana. Lapisan yang atas merupakan n-heksana,
sedangkan lapisan yang bawah merupakan air. Warna larutan pada lapisan atas
yakni ungu, sedangkan warna larutan pada lapisan bawah yakni coklat
kemerahan. Pada kondisi tersebut, I 2 telah terdistribusi ke dalam dua fasa (n-
heksana dan air).

Adanya penambahan larutan KI menyebabkan adanya perbedaan warna


terutama pada lapisan bawah (fasa airnya) menjadi lebih gelap jika
dibandingkan pada penambahan air (percobaan penentuan konstanta
distribusi). Hal ini dikarenakan larutan KI dalam air menjadikan adanya
pengaruh ion Ipada air yang akan mempengaruhi pembentukan kompleks
dengan I2. I2 dan ion I akan bergabung membentuk I3- (mengalami
penggabungan/asosiasi). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.

KI(aq)K+(aq)+I-(aq)
I-(aq) + I2(aq) I3-(aq)
Antara kedua lapisan larutan tersebut kemudian dipisahkan antara lapisan organic
dan lapisan airnya. Konsentrasi I baik dalam n-heksana maupun dalam air dapat
diketahui dengan menitrasi larutan dengan larutan tiosulfat menggunakan
indicator amilum. Saat larutan diberi indicator amilum maka larutan akan
berwarna biru/ungu kehitaman. Sementara itu, saat dititrasi dengan larutan
tiosulfat larutan akan berubah menjadi bening saat mencapai titik akhir titrasinya.

Reaksi yang terjadi pada proses titrasi adalah sebagai berikut.

Pada lapisan atas (air)


I3-(aq) + 2S2O32-(aq) 3I-(aq) + S4O62-(aq)

Pada lapisan bawah (CHCl3)


I2(aq) + 2S2O32-(aq) 2I-(aq) + S4O62-(aq)

Indicator amilum ini akan membentuk kompleks dengan I dengan warna


biru/ungu kehitaman. Saat dititrasi dengan larutan tiosulfat (SO2-), maka
I akan bereaksi dengan tiosulfat. Jika telah mencapai kesetimbangan (ekivalen)
berarti I dalam larutan akan habis bereaksi dengan tiosulfat, sehingga tidak
terbentuk lagi kompleks antara amilum dan I. Akhirnya larutan akan
kembali berwarna bening (sesuai warna amilum). Besarnya volume larutan
SO2-yang digunakan untuk menitrasi larutan hingga mencapai titik akhir titrasi
inilah yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui besarnya konsentrasi
I dalam larutan tersebut.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa volume tiosulfat yang digunakan


untuk menitrasi larutan pada lapisan air merupakan konsentrasi total (T) karena
adanya pengaruh dari I pada larutan KI dalam air. Pada keadaan setimbang,
iodium akan sebagian sebagai molekul I2 dan sebagian lagi sebagai ion I3-. Hal
ini terjadi karena reaksi antara I2 dengan tiosulfat akan menyebabkan
berubahnya konsentrasi I2 dalam reaksi, dan akan segera disetimbangkan dari
pembebasan iod baru dari iod trioksida, karena berdasarkan asas LeChatelier,
kesetimbangan kimia akan bergeser ke arah di mana konsentrasinya
berkurang.

Konsentrasi I2 dalam fasa air dapat diketahui dengan menggunakan bantuan


konstanta distribusi dari percobaan sebelumnya, di mana n-heksana
melarutkan molekul I2 dan tidak melarutkan spesies-spesies ion tersebut.
Sehingga, nilai I3- juga dapat diketahui. Dengan mengetahui konsentrasi
setiap spesies (I2, I-, dan I3-) maka dapat ditentukan nilai KC-nya pada
berbagai konsentrasi I2 dalam n-heksana

Anda mungkin juga menyukai