Anda di halaman 1dari 12

Penatalaksanaan Syok Septik

Pembimbing : dr. Suparto, Sp.An

Penyusun :

Ayu Prisilia Todingrante

112016329

KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANASTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER BOGOR

PERIODE 29 Mei 2017 17 Juni 2017


Latar Belakang

Sepsis merupakan kondisi yang mengancam jiwa yang terjadi pada lebih dari 1 juta
pasien per tahun di amerika dan lebih banyak kasus lagi diseluruh dunia dan merupakan salah
satu penyebab utama kematian.1 Tahun 2002 Surviving Sepsis Campaign (SCC) telah
mempromosikan tindakan terbaik, termasuk penangan awal, control sumber, sesuai dan tepat
waktu dalam pemberian antibiotik, dan resusitasi dengan cairan infus dan pemberian obat
vasoaktif. Ditahun 2017 Ada banyak kemajuan besar dalam revisi pedoman. Di antara berbagai
topik yang dibahas resusitasi awal dan terapi antibiotik adalah domain dimana perubahan dan
kemajuan terpenting yang dilakukan. Pedoman resusitasi bedasarkan penelitian 2001 oleh
River et al, menunjukan bahwa protocol terapi 6 jam pertama atau Goal-Directed Therapy
(EGDT) pada pasien yang datang ke gawat darurat dengan syok septik dapat mengurangi angka
kematian di rumah sakit dan tinggal di rumah sakit.2

Definisi sepsis dan syok septik


Definisi sepsis dan syok septik terakhir direvisi tahun 2001. mengidentifikasi sepsis
dengan infeksi disertai 2 atau lebih kriteria SIRS( systemic inflammatory response syndrome )
dianggap tidak membantu karena tidak dapat mencerminkan suatu keadaan disregulasi dan
mengancam nyawa. Saat ini Sepsis diartikan sebagai suatu keadaan yang mengacam nyawa
dimana terjadi disfungsi organ dan disregulasi host terhadap suatu infeksi. Untuk gejala klinis
disfungsi organ dinilai dari pedoman kriteria Sequential Organ Faillure Assesment (SOFA)
dimana bila score SOFA 2 atau lebih dari 2 dapat meningkatkan potensi kematian 10%.
Sedangkan syok septik sendiri didefinisikan sebagai Sepsis dengan hipotensi meskipun
telah diberikan resusitasi cairan secara adekuat atau memerlukan vasopressor untuk
mempertahankan tekanan dan perfusi organ.3
Gambar 1. Defisinis Sepsis dan Septik syok

Kegagalan organ berat di nilai dengan berbagi pengukuran yang mengukur berdasarkan
temuan klinis, data laboratorium, intervensi terapeutik. penilaian kegagalan organ berdasarkan
SOFA (Sequential Organ Failure Assessment).. Skor dasar SOFA harus dianggap nol kecuali
memiliki disfungsi organ yang sudah ada sebelum timbulnya infeksi. SOFA skoring 2 atau
lebih mengidentifikasikan 2-15 kali meningkatnya resiko kematian dibandingkan skor SOFA
yang di dapat <2. Skor SOFA bukan sebagai alat untuk manajemen pasien, tetapi untuk
mengenali pasien dengan gelaja syok septik.
Gambar 2: SOFA (Sequential Organ Failure Assessment).

Pasien dengan syok septik dapat dikenali dengan gejala klinis dimana MAP 65mmHg,
serum laktat >2 mmol/L dan hypovolemi. Gejala diatas tersebut meningkatkan potensi
kematian sampai 40%.Selain menggunakan skor SOFA, pasien dengan kecurigaan adanya
infeksi yang menjalani perawatan di ICU (Intensive Care Unit) dalam jangka waktu lama atau
di perediksi meninggal di rumah sakit dapat di identifikasi cepat dengan Quick SOFA
(qSOFA), yang terdiri dari:

1. Pernafasan yang cepat >22 x/menit


2. Tekanan darah sistolik < 100 mmHg
3. Penurunan Kesadaran
Gambar 3: qSOFA (Quick Sequential Organ Failure Assessment

Penatalaksanaan Syok Sepis


Pemberian resusitasi cairan sangat efektif untuk menstabilka jaringan yang mengalami
hipoperfusi akibat dari sepsis atau septik syok, hypoperfusi jaringan dapat menyebabkan
kegagalan organ akut atau juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan
meningkatkan kadar laktat.

Menejemen Spetik Syok pada 3 Jam Pertama

1. Lakukan Pemeriksaan ABC


Saat pasien pertama datang yang harus dipastikan adalah pemeriksaan awal meliputi
pemeriksaan :

Airway
Periksa jalan nafas pasien, apakah ada sumbatan jalan nafas, bila ada
bisa membuka jalan nafas melalui beberapa teknik, bisa menggunakan alat seperti
nasopharyngeal airway ataupun nasopharyngeal airway. Bisa juga tanpa alat
seperti melakukan teknik buka jalan nafas head tilt, chin lift dan jaw thurst
maneuver. Setelah jalan nafas dipastikan aman lanjut ke pemeriksaan selanjutnya.
Breathing
Dalam hal ini kita dapat melihat apakah nafas pasien adekuat atau tidak. Kita
liat apakah pasien membutuhkan oksigen tambahan bila ia kita dapat memberikan
bantuan pernapasan sesuai kebutuhan pasien berupa pemberisan simple mask, non
rebreathing mask dan sebagainya.
Circulation
Sirkulasi yang adekuat menjamin distribusi oksigen ke jaringan dan
pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme. Sirkulasi tergantung dari
fungsi sistem kardiovaskuler. Untuk mengecek sirkulasi dapat kita nilai dari denyut
nadi, CRT (capillary refill test), akral dingin atau tidak dan sebagainya.

Jangan lupa untuk memasang monitoring untuk menilai keadaan pasien. Monitoring
standart yangs sering digunakan adalah Cardiac monitor. Dari cardiac monitor kita dapat
menilai EKG, pernapasan, denyut nadi, MAP (Mean Arterial Preasure), tekanan darah.

2. Cairan kristaloid untuk hipotensi atau kadar laktat >4mmol/L


Pada syok septik terjadi gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh vasodilatasi
pembuluh darah sehingga mempengaruhi cardiac output. Hipoperfusi jaringan
meyebabkan jaringan menjadi hipoksia dan disertai peningkatan kadar asam laktat.
Serum laktat > 4 mmol/L merupakan suatu gambaran kondisi yang buruk meskipun
belum menunjukan adanya hipotensi. Pasien yang mengalami hipotensi disertai laktat
>4 mmol/L harus diberikan cairan secara intravena untuk menambahkan volume
sirkulasi dan mengembalikan perfusi ke jaringan. Penangananan pada syok
hipovolemik harus segera mungkin dengan memberikan cairan kristaloid sebanyak 30
mL/kg. Pada terapi pemberian resusitasi awal dengan tujuan meningkatkan Central
Venous Pressure 8 mmHg, ScvO2 70 %, dan menormalkan serum
laktat.Pemeriksaan serum laktat juga sangat penting untuk dilakukan.
Hiperlaktatnemia umumnya ditemukan pada pasien dengan sepsis yang berat
atau syok septik dan mungkin menjadi sekunder akibat metabolism anerob karena
hipoperpusi atau faktor lainnya. Peningkatan laktat sangat penting untuk
mengidentifikasi hipoperfusi jaringan pada pasien yang belum hipotensi namun
berisiko untuk syok sepsis. Kadar laktat dalam darah yang tinggi (> 4mmol/L) dari nilai
normal menunjukan adanya hipoperfusi jaringan akibat kegagalan metabolism dari sel
peningkatan laktat dapat menurunkan bersihan di hati. Kematian juga meningkat pada
syok septik dengan hipotensi dan laktat 4 mmol/L (46,1 %). Kematian juga meningkat
pada pasien septik dan hipotensi (36,7 %) dan laktat 4 mmol/L (30 %).
3. Pemberian antibiotik
Antibiotik mengurangi angka kematian pada pasien yang mengalami infeksi
oleh bakteri gram positif dan negatif. Prinsip pemberian antibiotik dengan deeskalasi.
Antibiotik sebaiknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari satu jam setelah diagnosis
sepsis didapatkan. Pemilihan antibiotik empirik didasarkan pada antibiotik yang aktif
terhadap bakteri penyebab dan yang dapat mencapai sumber infeksi. Pemeriksaan kadar
ptokalsitonin digunakan untuk membantu diagnosis. Untuk infeksi akibat mikroba yang
Multi Drug Resistant seperti Acinebacter dan Pseudomas, sebaiknya menggunakan
antibiotic kombinasi. Untuk pasien sepsis dengan gagal nafas dan syok sepsis,
sebaiknya menggunakan kombinasi antara sprktrum B Lactam dengan Aminoglycoside
atau Flouroquinolone. Untuk pasien syok sepsis akibat infeksi Streptococcus
pneumonia, sebaiknya kombinasi B lactam dengan macrolide. Kombinasi antibiotic
empiric sebaiknya tidak dipakai 3-5 hari. Durasi pemberian antimikroba biasanya 7-10
hari, tetapi terdapat lebih panjang bila pasien dengan defisiensi imun. Bila disebabkan
oleh infeksi virus makan diberi antivirus. Pemeberian antibiotik sebaiknya tidak
diberikan pada sepsis yang disebabkan bukan infeksi.4

4. Cari dan atasi sumber infeksi


Semua jenis infeksi baik bakteri, virus ataupun jamur dapat menyebabkan sepsis.
Ada beberapa kondisi yang paling sering merupakan faktor utama terjadinya sepsis
anatara lain:
Pneumonia
Infeksi perut
Infeksi ginjal
Infeksi darah (bacteremia)
Infeksi- infeksi diatas yang bisa menyebabkan terjadinya sepsis harus diatasi.

Menejemen Spetik Syok pada 6 jam pertama

1. Pemberian vasopressor
Vasopressor diberikan apabila masih terdapat hipotensi setelah dilakukan resusitasi
adekuat atau kadar serum laktat 4 mmol/L. Early Goal-Directed Theraphy merupakan upaya
untuk menentukan titik akhir terapi. Titik akhir/ end point yang di gunakan sangat bervariasi,
namun berusaha untuk menyesuaikan preload, kontraktiliti dan afterload untuk
menyeimbangkan ketersediaan oksigen dan kebutuhan oksigen. Terdapat dua rujukan yang
harus diperhatikan pada tatalaksana dengan metode EGDT yaitu : (1). Tekanan vena sentral
(Central Venous Pressure) untuk penyesuaian hemodinamik ( 8 mmHg), (2).
Memaksimalkan saturasi oksigen di vena central (ScVO2) (70%). Telah diketahui bahwa aliran
darah seseorang bergantung pada tekanan darahnya dan aliran darah ke organ tertentu diatur
oleh autoregulasi untuk setiap organ. Selama cardiac output dipertahankan, jika tekanan darah
dipertahankan di atas nilai tertentu, maka aliran darah ke masing-masing organ akan
mencukupi. Bila tekanan darah turun di bawah ambang, maka kemampuan autoregulasi untuk
mempertahankan aliran darah ke organ vital akan hilang. Akibatnya aliran darah ke organ
tersebut akan menurun. Temuan tersebut menjadi dasar untuk mengembalikan tekanan darah
pada kondisi hipotensi seperti syok sepsis untuk mempertahankan dan melindungi fungsi
organ. Untuk itu, pada pasien yang tetap dalam keadaan hipotensi dan oligouri setelah resusitasi
cairan, diperlukan obat vasoaktif untuk mengembalikan tekanan darah. Norepinefrin, dosis
0,01 -0,4 mEq/kgBB/ menit yang saat ini menjadi standar tatalaksana syok sepsis, sangat
efektif dalam menaikkan tekanan darah arteri dan dapat dititrasi untuk mencapai mean arterial
pressure (MAP) yang diinginkan. Sayangnya norepinefrin dapat menginduksi vasokonstriksi
melalui stimulasi -adrenergik, sehingga dapat mengurangi aliran darah ke organ vital apabila
vaskularisasi regional mengalami konstriksi berlebih. Dalam keadaan syok sepsis terjadi
respons bifasik dari kadar vasopresin dalam tubuh. Pada awal syok, sekresi vasopresin
meningkat sebagai respons hipotensi, sehingga terjadi peningkatan kadar vasopresin plasma.
Seiring dengan progresi syok, kadar vasopresin menurun dan terjadi defisiensi vasopresin
relatif. Diduga defisiensi tersebut terjadi karena peningkatan sekresi vasopressin pada awal
syok sehingga mengurangi simpanan vasopresin neurohipofiseal. Dengan demikian pemberian
infus kontinu vasopresin pada syok dianggap sebagai salah satu alternatif obat vasoaktif.5
Gambar 4: Vassopressor Therapy for Septic Shock

Central Venous Pressure

Keberhasilan suatu resusitasi dapan dinilai menggunakan CVP ( Central Venosus


Pressure). CVP adalah suatu hasil pengukuran tekanan vena sentral dengan jalan memasang
suatu alat Central Venous Catheter (CVC). CVC tersebut dapat dipasang di beberapa lokasi
yaitu di vena jugularis interna, vena subklavia, dan vena femoralis. Kerugian dan keuntungan
pemasangan dalam hal tingkat kesulitan pemasangan, resiko pemasangan, kenyamanan pasien,
perawatan CVC juga ketersediaan CVC yang sesuai dengan lokasi pemasangan CVC tersebut.
CVC merupakan suatu teknik bersifat invasif. Sehingga resikoresiko tindakan invasif secara
umum, juga menjadi pertimbangan kita dalam melakukan pemasangan ataupun insersi CVC.
Nilai normal CVP adalah 2-8 mmHg. CVP digunakan untuk memonitor fungsi jantung,
mengambarkan banyaknya darah yang kembali ke jantung, dan kemampuan jantung memompa
darah ke dalam arterial, mengetahui banyaknya jumlah cairan dalam tubuh, tempat
pengambilan darah juga bisa sebagai tempat masuk pemberian obat-obatan. Peningkatan CVP
terjadi apabila volume di jantung overload, gagal jantung, dan pada kasus cardiac tamponade,
sedangkan menurunnya nilai CVP menandakan menurunnya sirkulasi darah.6

ScVO2 (Central Venous Oxygen Saturation) dan SvO2 (Mixed Venous Oxygen
Saturation)

Penghantaran oksigen yang tidak adekuat berakibat pada meningkatnya pengambilan


oksigen oleh jaringan dan berakibat pada rendahnya saturasi campuran oksigen vena (SvO2)
pada arteri pulmonalis. Saturasi oksigen vena sentral yang diukur pada vena cava superior
berhubungan dengan penghantaran oksigen. Kadar ScVO2 yang ditargetkan adalah > 70 %.
SvO2 normal 60-80 %. Angka 70% ini berasal dari jumlah oksigen yang kembali ke paru,
karena sejumlah 30% telah diekstraksi oleh jaringan. Meningkatnya pengambilan oksigen, atau
menurunnya saturasi vena sentral (ScVO2) merupakan salah satu parameter yang menunjukkan
bahwa telah terjadi suatu mekanisme kompensasi untuk mengatasi ketidakseimbangan antara
penghantaran oksigen dengan kebutuhan oksigen jaringan. ScVO2 memiliki nilai yang lebih
tinggi dibanding SvO2 karena tidak bercampur dengan darah vena yang berasal dari sinus
coronarius. Peningkatan ScVO2 kebutuhan oksigen menurun pada hipotermia, peningkatan
cardiac output, peningkatan kadar hb. Sedangkan penurunan ScVO2 dan kebutuhan oksigen
meningkat pada kardiogenik syok, penurunan cardiac output, penurunan kadar hb, menurunnya
saturasi oksigen, syok septik dan kejang.6

Saturasi Oksigen (SO2)

Presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen
normal adalah antara 95 100 %. Penilaian SO2 untuk mengukur persentase oksigen yang
diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pengukuran saturasi oksigen dengan
mengunakan oksimetri. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen yaitu :
menurunya cardiac output akibat syok atau gagal jantung, menurunnya kemampuan hb
mengikat oksigen akibat terpapar karbonmonoxida, nitrat, anemia berat (inadekuat hb), sepsis,
dan toksisitas terhadap sianida.6
Prokalsitonin

Prokalsitonin adalah suatu prohormon kalsitonin yang terdapat dalam tubuh manusia.
Pada sepsis, peningkatan kadar prokalsitonin dalam darah memiliki nilai yang bermakna yang
dapat digunakan sebagai biomarker sepsis. Dibandingkan dengan biomarker sepsis lainnya,
misalnya CRP (C-Reactive Protein), prokalsitonin lebih sensitif dan kadarnya yang paling
cepat naik setelah terjadi paparan infeksi. Pada penelitian yang telah dilakukan pada bayi
prematur, umur dan jenis kelamin tidak memiliki kaitan yang signifikan pada kenaikan kadar
prokalsitonin pada sepsis. PCT dapat digunakan untuk membedakan suatu infeksi yang
diakibatkan oleh bakteri dengan infeksi yang tidak diakibatkan oleh bakteri. PCT terutama
diinduksi dengan jumlah yang banyak saat terjadi infeksi bakterial, akan tetapi konsentrasi PCT
di dalam tubuh rendah pada inflamasi tipe lain, seperti infeksi virus, penyakit autoimun,
penolakan tubuh terhadap transplantasi organ. Pada keadaan normal kadar PCT dalam darah,
jika terjadi inflamasi oleh bakteri kadar PCT selalu >2 ng/ml sedangkan pada infeksi virus
kadar PCT < 0,5 ng/ml.6
Daftar Pustaka
1. Kaukonem KM, Bailey M, Su
2. Mouncey PR, Osborn TM, Power S, et al. Trial of early, goal-directed resuscitation for
septic shock. April 2 N ENG J MED 372;14 2015
3. Singer M, Deutschman CS,Seymour CW, et al. The third international consensus
definition for sepsis and septik syok (Sepsis-3). JAMA Febuari 23 Vol 315 (8) 2016
4. Surviving Sepsis Campaign: 3 hours bundle,2012
5. Gunardi H. Efektivitas vasopressin dan norepinefrin dalam memperbaiki fungsi ginjal
pada pasien syok sepsis yang disertai akut kidney injury. Program Studi Pendidikan
Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Vol 1 (3) Desember 2013
6. Sarawati PFD. Faktor yang berhubungan dengan hasil tes prokalsitonin pada sepsis.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2012

Anda mungkin juga menyukai