Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Referat
Glomerulonefritis Akut

Pembimbing:
dr. Benita Deselina, Sp. A

Disusun Oleh:

Alfred Wema Lotama


112016342

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG JAKARTA BARAT
PERIODE 5 MARET – 12 MEI 2018
BAB I
Pendahuluan

Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan suatu istilah untuk menunjukkan gambaran klinis
akibat perubahan-perubahan struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus. Gambaran klinis
yang menonjol adalah kelainan dari urin (proteinuria, hematuria, silinder, eritrosit), penurunan
LFG disertai oligouri, bendungan sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Meskipun penyakit ini dapat
mengenai semua umur, tetapi GNA paling sering didapatkan pada anak berumur 5-15 tahun.
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadik.
Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2:1. Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan
proses imunologis lainnya, tetapi pada anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi
Streptococcus β haemolyticus, sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang
dimaksud adalah GNA pasca streptokokus atau GNAPS.1
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah
untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal.1

2
BAB II
Pembahasan

Anatomi Ginjal

Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vertebra torakal dua belas atau lumbal satu dan
lumbal empat. Panjang dan beratnya bervariasi yaitu ± 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup
bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram pada orang dewasa. Ginjal terdiri dari korteks dan
medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di
korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks
terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Pada janin permukaan ginjal tidak
rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.1,2
Tiap ginjal menerima kira-kira 25% isi sekuncup jantung. Suplai darah ginjal berasal dari
arteri renalis yang masuk ke hilus bersama-sama dengan ureter dan vena renalis, kemudian
bercabang-cabang membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobularis berasal dari
arteri arkuata dan bercabang menjadi arteriol afferen. Sel-sel otot khusus di dinding arteriol
afferen, dengan sel lacis serta bagian dari tubulus distal yang berdekatan dengan glomerulus
(makula densa) membentuk aparatus jukstaglomerular yang mengendalikan sekresi renin. Ujung
distal kapiler dari setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol efferen dan akan
memberikan pasokan darah ke tubulus dan medula.2,3

Gambar. 1 Glomerulus.
3
Tiap ginjal mengandung ± 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru tidak
dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur
yang sudah ada disertai maturasi fungsional.2
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse henle dan
tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut badan malphigi.
Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dala pembentukan urine
tidak kalah pentingnya.2

Gambar 2. Struktur Pembuluh Darah dan Nefron Ginjal.

Fungsi Ginjal
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorpsi dan sekresi tubulus.2
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi

4
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3ˉ
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat
dan kreatinin.

2. Fungsi non ekskresi

 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.


 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
 Metabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin.

Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting untuk
dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain
itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh
secara berlebihan.2,4
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh
adalah :

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan
direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma
dan kapiler peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak
diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi
dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi

5
urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi
dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.2,4

Sistem Glomerulus Normal


Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai
Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula (“juxtame-
dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari arteriola aferen,
membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi
menjadi arteriola eferen. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus kontortus prokimalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang
disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan
normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang
terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai
pedunculae atau “foot processes”, maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara
sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement
membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop
elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke
luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai Bowman di sebelah
dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai
Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik, sel
epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (”crescent”). Bulan sabit bisa
segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.5
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :

1. Glomerulus korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar
korteks.

6
2. Glomerulus jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian
dalam medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi berperan sangat penting.5

Gambar 3. Bagian-bagian Nefron.


Jalinan glomerulus merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring.
Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat tipis, yang
mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000 Å. Membran basal
glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel endotel dengan
mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.2,5
Membran tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah).
2. Lamina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel.
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel.2
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma
foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-tonjolan tersebut
adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 Å. Pori-pori tersebut ditutupi
oleh suatu membran disebut slit diaphragma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak
diantara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium
berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin berperan dalam pembuangan
makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler
maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.2,5

7
Gambar 4. Kapiler Glomerulus Normal.

Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus menyatakan
efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel endotel, membran basal
dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion
ini adalah hasil dari 2 muatan negatif : proteoglikan (heparan-sulfat) dan glikoprotein yang
mengandung asam sialat. Protein dalam darah relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan
membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler gromerulus yang
muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.1

Gambar 5. Glomerulus.

8
Fisiologi
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding
kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi
plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat
molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan
globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin.2,5
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron
glomerular filtration rate (SN GFR). Besarnya SN GFR ditentukan oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.2
SN GFR = Kf.(∆P-∆π)
= Kf. Puf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :

 tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)


 tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
 tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus (πg)
 tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak
mengandung protein.2

Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens
kreatinin atau memakai rumus berikut:
Harga “k” pada: BBLR < 1 tahun = 0,33
LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun = 0,45
Kretinin serum (mg/dl) 1 – 12 tahun = 0,55

9
Glomerulonefritis Akut

Definisi
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post streptokokus
(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomerulus, sebagai akibat
infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini
sering mengenai anak-anak.6
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu, yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptokokus. Glomerulonefritis
merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang
mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme
imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik
selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.4,6

Epidemiologi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-
15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada
anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua
kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.
Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak
berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada orang
yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.4,6,7

Etiologi
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup
A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedangkan tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit
8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman Streptokokus beta
hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar
10-15%.4,5,7

10
Streptokokus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.


2. Diisolasinya kuman Streptokokus beta hemolitikus golongan A.
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
GNA setelah infeksi dengan kuman streptokokus. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut,
tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab lain
diantaranya:
1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus viridans, Gonococcus,
Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll.
2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika.
3. Parasit : malaria dan toksoplasma. 5,7

Streptokokus
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar luas di alam. Beberapa
diantaranya merupakan anggota flora normal pada manusia. Bakteri ini menghasilkan berbagai zat
ekstraseluler dan enzim.7
Streptokokus pyogen adalah salah satu spesies dari streptokokus yang mengandung antigen
A dan bersifat  hemolitik. Bakteri ini merupakan bakteri patogen utama manusia yang berkaitan
dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan imunologik setelah infeksi streptokokus.
Streptokokus hemolitik memiliki struktur antigen sebagai berikut :

11
Gambar 6. Struktur Antigen Sel Streptokokus gol. A.(a) Simpai  asam hialuronat. (b) Antigen
protein M, T, dan R pada dinding sel. (c) Karbohidrat spesifik-golongan dari streptokokus golongan
A adalah ramnosa-N-asetilglukosamin.7

Antigen dinding sel spesifik-golongan : karbohidrat ini terdapat dalam dinding sel banyak
streptokokus dan merupakan dasar penggolongan serologik (Golongan A—U Lancefield ). Ekstrak
dari antigen spesifik-golongan untuk penggolongan streptokokus dapat dibuat dengan
mengekstraksi biakan yang disetrifugasi dengan asam hidroklorida panas, asam nitrat, atau
formamida; dengan lisis enzimatik sel-sel streptokokus (misalnya dengan pepsin atau tripsin); atau
dengan mengautoklafkan suspensi sel pada tekanan 15 lb selama 15 menit. Spesifisitas serologik
dari karbohidrat spesifik-golongan ditentukan oleh gula amino.
Protein M adalah faktor virulensi utama dari streptokokus. Protein M nampak sebagai
bentuk yang mirip rambut pada dinding sel streptokokus. Ketika protein M ditemukan, strepto-
kokus menjadi virulen, dan pada tidak adanya antibodi tipe M-spesifik, bakteri ini mampu menahan
fagositosis oleh leukosit polimorfonuklir. Protein M juga memudahkan perlekatan pada sel-sel
epitel inang. Streptokokus golongan A yang tidak memiliki protein M bukanlah suatu virulen.7
Zat T merupakan antigen yang tidak mempunyai hubungan dengan virulensi streptokokus.
Berbeda dengan protein M, zat T tidak tahan asam dan tidak tahan panas. Zat ini diperoleh dari
streptokokus melalui pencernaan proteolitik, yang cepat merusak protein M. Zat T memungkinkan
pembedaan tipe-tipe tertentu streptokokus oleh aglutinasi dengan antiserum spesifik, sedangkan
tipe lainnya mempunyai zat T yang sama. Antigen permukaan lainnya dinamakan protein R.

12
Nukleoprotein merupakan ekstraksi streptokokus dengan basa lemah menghasilkan
campuran protein dan zat-zat lain dengan spesifisitas serologik yang rendah, dan dinamakan zat P.
Zat ini mungkin merupakan sebagian besar badan sel streptokokus.

Ditemukan lebih dari 20 basil ekstraseluler yang bersifat antigen dihasilkan oleh
streptokokus golongan A, di antaranya adalah12:
(1) Streptokinase (fibrinolisin) dihasilkan oleh banyak strain streptokokus beta hemolitikus
golongan A. Zat ini mengubah plasminogen pada plasma manusia menjadi plasmin, suatu enzim
proteolitik aktif yang menghancurkan fibrin dan protein-protein lain. Proses penghancuran ini dapat
dihalangi oleh penghambat-penghambat serum nonspesifik dan oleh antibodi spesifik,
antistreptokinase. Streptokinase diberikan secara intravena untuk pengobatan emboli paru-paru dan
trombosis vena dan arteri koronaria.

(2) Streptodornase (deoksiribonuklease streptokokus) menyebabkan depolimerisasi DNA.


Aktivitas enzim dapat diukur dari penurunan viskositas larutan DNA yang diketahui. Pada eksudat
purulen, viskositasnya terutama karena deoksiribonukleoprotein. Campuran streptodornase dan
streptokinase digunakan pada "debridemen enzimatik". Zat-zat ini membantu mengencerkan eksudat
dan mempermudah pembuangan nanah dan jaringan nekrotik; dengan demikian obat-obat
antimikroba dapat lebih mudah masuk, dan permukaan yang terinfeksi lebih cepat sembuh. Suatu
antibodi terhadap DNase timbul setelah infeksi streptokokus (batas normal = 100 satuan), terutama
setelah infeksi kulit dengan pioderma.
(3) Hialuronidase memecah asam hialuronat, suatu komponen penting bahan dasar jaringan ikat.
Jadi, hialuronidase membantu menyebarkan mikroorganisme penyebab infeksi (faktor penyebar).
Hialuronidase bersifat antigen dan spesifik bagi setiap bakteri atau jaringan. Setelah infeksi akibat
organisme yang menghasilkan hialuronidase, ditemukan antibodi spesifik dalam serum.

(4) Eksotoksin A—C pirogenik (toksin eritrogenik) mudah larut dan mudah dirusak oleh pen-
didihan selama 1 jam. Toksin ini menyebabkan ruam yang terdapat pada demam skarlet. Hanya
strain-strain yang mengeluarkan toksin ini yang dapat menyebabkan demam skarlet. Toksin
eritrogenik hanya dikeluarkan oleh streptokokus lisogenik. Strain yang tidak mempunyai genom
faga temperate tidak menghasilkan toksin. Setelah perubahan lisogenik, streptokokus yang tidak
bersifat toksigenik akan menghasilkan eksotoksin pirogenik.

(5) Difosfopiridin nukleotidase adalah enzim yang dilepaskan ke lingkungan oleh beberapa

13
streptokokus. Enzim ini dihubungkan dengan kemampuan organisme untuk membunuh leukosit.
Proteinase dan amilase dihasilkan oleh beberapa strain.
(6) Hemolisin: Banyak streptokokus dapat menghemolisiskan sel-sel darah merah in vitro
dalam berbagai tingkatan. Perusakan total eritrosit digertai pelepasan hemoglobin dinamakan 3-
hemolisis. Lisis eritrosit yang tidak sempurna dengan pembentukan pigmen hijau dinamakan -
hemolisis.

Streptokokus pyogenes -hemoiitik golongan A mengeluarkan 2 hemolisin :7


1) Streptolisin O
Streptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan
tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Streptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan ke dalam biakan pada lempeng agar darah. Streptolisin O bergabung dengan
antistreptolisin O, suatu antibodi yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap streptokokus
yang menghasilkan streptolisin O. Antibodi ini menghambat hemolisis oleh streptolisin O.
Fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibodi. Titer serum antistreptolisin O (ASO)
yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi
streptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah
serangan infeksi pada orang yang hipersensitif.

2) Streptolisin S
Merupakan zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni streptokokus yang
tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Streptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat
dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan
tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan streptokokus.

14
Patogenesis
Jejas imunologi adalah penyebab yang paling lazim dan menyebabkan glomerulonefritis,
yang berarti peradangan pada kapiler-kapiler glomerulus. Beberapa peneliti mengajukan hipotesis
sebagai berikut :2,11
1. Terbentuk kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya dalam sirkulasi.
2. Proses autoimun streptokokus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun
yang merusak glomerulus.
3. Streptokokus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai komponen antigen
yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
Pada penyakit yang diperantarai kompleks imun, antibodi yang dihasilkan melawan dan
berkombinasi dengan antigen dalam sirkulasi yang biasanya tidak terkait dengan ginjal. Kompleks
imun berakumulasi di glomerulus dan mengaktifkan sistem komplemen, menyebabkan jejas imun.
Kompleks tersebut dapat terbentuk dalam sirkulasi dan mengendap di dalam ginjal. Produk
beracun utama dari aktivasi komplemen dihasilkan setelah aktivasi C3 dan meliputi anafilatoksin
(yang menstimulasi protein kontraktil dalam dinding pembuluh darah dan menaikkan
permeabilitas vaskuler) serta faktor-faktor kemotaksis (C5a) yang mengarahkan neutrofil dan
mungkin makrofag ke tempat aktivasi komplemen, dimana sel mengeluarkan substansi yang
merusak dinding pembuluh darah dan membrana basalis.2,8
Glomerulonefritis akut yang bermanifestasi terhadap kerusakan ginjal sebenarnya bukan
diakibatkan oleh kuman Streptococcus, tetapi akibat antibodi yang ditujukan terhadap antigen
khusus yang merupakan unsur membran plasma spesifik streptococcus. Akan terbentuk suatu
kompleks antigen-antibodi dalam darah yang berstimuli ke dalam glomerulus sehingga kompleks
antigen-antibodi tersebut secara mekanis akan terperangkap dalam membrana basalis. Selanjutnya
komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polomorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju lesi.8
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga akan merusak endotel dan membran basalis
glomerulus (MBG). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel
yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel yang mengakibatkan meningkatnya
kebocoran kapiler glomerulus. Peningkatan kebocoran kapiler glomerulus akan mengakibatkan sel

15
darah merah keluar ke saluran kemih yang dibentuk oleh ginjal, sehingga air kemih akan berwarna
merah atau biasa disebut hematuri.2,8
Edema yang terjadi pada pasien GNA pasca infeksi streptokokus sebagai akibat adanya
kelainan pada glomerulus sehingga mempengaruhi laju filtrasi glomerulus (LFG) atau glomerular
filtration rate (GFR). GFR yang menurun akibat perubahan luas area filtrasi. Hal ini akan
mengakibatkan retensi natrium dan air dalam ginjal dan meningkatnya pengeluaran aldosteron,
sehingga volume plasma akan meningkat dan terjadi edema.2
Mekanisme terjadinya hipertensi pada GNA sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti. Banyak faktor yang mempengaruhi dan saling berhubungan dalam terjadinya hipertensi.
Hipertensi GNA dapat terjadi akibat vasospasme atau ekspansi volume cairan ekstrasel.2,8

Reaksi antigen-antibodi

Aktivitas vasopresor Proliferasi dan


meningkat kerusakan glomerutus

GFR Kerusakan umum kapiler


menurun

Aldosteron meningkat
Retensi
Vasospasme na’
Retensi
H2O

ECF
Edema
meningkat
Hipertensi Albuminuria Hematuria

Gambar 7. Gangguan Utama pada Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus.

16
Gejala Klinis

1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)


2. Edema. Paling sering muncul di palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai, abdomen,
dan genitalia.
3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh/air
cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul
pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua kasus.
Dikatakan hematuri apabila jumlah eritrosit dalam urin >5 per lapangan pandang besar.
4. Hipertensi. Terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi pada anak apabila tekanan darah
>persentil 95 berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan pemeriksaan 3 kali berturut-
turut. Hipertensi yang terjadi pada anak dengan GNA post streptokokus merupakan derajat
ringan atau sedang yang pada umumnya tidak menimbulkan gejala. Walaupun demikian
hipertensi ada kalanya dapat menjadi berat dan menimbulkan ensefalopati hipertensif atau
gagal ginjal. Gejala yang bisa ditemukan pada anak dengan hipertensi berat adalah sakit
kepala, pusing, nyeri perut, muntah, anoreksia, gelisah, berat badan menurun, keringat
berlebihan, murmur, bruit, poliuri, proteinuri, hematuri, dan retardasi pertumbuhan.
Ensefalopati hipertensif ditandai dengan kejang baik fokal maupun umum, diikuti dengan
penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma.2
5. Oliguria atau anuria.
Ion natrium dan air diresorpsi kembali sehingga proses diuresis berkurang. Dikatakan
oligouri apabila jumlah urin <1 ml/kgbb/jam pada bayi dan <0,8 ml/kgbb/jam pada anak.1,4

17
Pemeriksaan Penunjang
• Darah.
- Kadar hemoglobin (Hb) menurun
- Laju endap darah meningkat
- Ureum dan kreatinin darah meningkat
- Albumin serum dan komplemen serum (globulin -1C) menurun
• Urin.
- Jumlah urin menurun
- Berat jenis urin meningkat
- Hematuri baik makroskopis maupun mikroskopis
- Proteinuri ringan
• Sediaan Apus Tenggorok dan Kulit
Bahan yang diambil berasal dari usap tenggorokan, kulit (nanah). Sediaan dari nanah lebih
menunjukkan kokus tunggal atau berpasangan dari bentuk rantai. Kokus kadang-kadang gram
negatif, sebab organisme tidak lagi hidup dan kehilangan kemampuan menahan zat warna biru
sehingga tidak menjadi gram positif. Bila sediaan nanah menunjukkan streptokokus, tetapi biakan
tidak tumbuh, harus diperkirakan adanya organisme anaerobik.
• Kultur Darah
Bahan yang diduga mengandung streptokokus dibiakkan pada lempang agar darah. Biakan
darah akan menumbuhkan streptokokus beta hemolitik golongan A dalam waktu beberapa jam
atau beberapa hari.
• Uji Serologis (ASTO, antistreptozim, anti hialuronidase, anti DNase)
Digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan titer antibodi terhadap antigen
streptokokus golongan A. Anti DNase dan anti hialuronidase lebih spesifik untuk infeksi kulit.
Antistreptolosin (ASTO) banyak digunakan untuk mendeteksi pada penyakit pernapasan. Titer
ASTO meningkat pada hanya 50% kasus GNA pasca streptokokus atau pasca impetigo, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Uji
ASTO merupakan tes kit mengandung partikel lateks polistiren yang diselubungi antigen
streptolisin O dan akan bereaksi secara imunologik dengan antibodi yang ada dalam serum
penderita. Nilai positif akan terlihat sebagai aglutinasi (>200 i.u/ml).

18
• Serum Komplemen (C3 dan C4)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara imunodifusi radial, yaitu dengan memasukkan serum
penderita dalam lubang-lubang kecil pada media agar yang telah mengandung antibodi terhadap
C3 atau C4. C3 atau C4 dalam serum penderita akan bereaksi secara imunologik membentuk
kompleks antigen antibodi yang terlihat sebagai warna putih yang melingkari lubang. Diameter
lingkaran diukur dan dicocokkan dengan tabel yang tersedia. Angka normal C3 adalah 55-120
mg/dl dan angka normal C4 adalah 20-50 mg/dl.
• Foto thorax
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya gagal jantung kongestif yang bisa
disebabkan oleh kuman streptokokus.
• Biopsi ginjal
Hasil biopsi ginjal bermanfaat untuk menegakkan diagnosis penyakit, mengevaluasi
beratnya penyakit, proses mendadaknya serta menetapkan reversibilitas ginjal. Indikasi yang
tersering adalah untuk membedakan glomerulopati primer atau sekunder.
• USG
Pemeriksaan dilakukan sebelum pemeriksaan biopsi ginjal yang bertujuan untuk
membedakan gagal ginjal akut dari yang kronik, dan juga untuk menyingkirkan kelainan
ekstrarenal atau kelainan urologik seperti obstruksi.

Gambaran Patologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut
glomerulonefritis difusa. Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula
infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan
humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen
streptokokus.

19
Gambar 8. Histopatologi Gelomerulonefritis dengan Mikroskop Cahaya Pembesaran 25×.

Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosilin dan eosin dengan
pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembesaran glomerular yang membuat pembesaran
ruang urinary dan hiperseluler. Hiperseluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan infiltasi
lekosit PMN.

Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

20
Gambar 10. Histopatologi Glomerulonefritis dengan Mikroskop Elektron

Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop elektron. Gambar menunjukan proliferasi dari
sel endotel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dengan deposit elektron di
subepitelia (lihat tanda panah).

Gambar 11. Histopatologi Glomerulonefritis dengan Immunofluoresensi

21
Keterangan gambar :
Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×.
Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan
mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”.

Diagnosis
Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokokus perlu dicurigai pada pasien dengan
gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah
infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi
streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk
menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut
pascastreptokokus pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak
dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi
saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokokus, tetapi hematuria makroskopik
pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara
pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah faringitis; sedangkan
hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.2,5
Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria
makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang
menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan
glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut pascastreptokok
sulit diketahui pada awal sakit.2,5
Pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus perjalanan penyakitnya cepat membaik
(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria masih lebih
jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokokus dibandingkan pada glomerulonefritis
kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang
penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan glomerulonefritis
kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada
glomerulonefritis akut pascastreptokokus sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih
lama. Kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.2,5

22
Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis
membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus tidak perlu dilakukan
biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan
terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.2,5

Diagnosis Banding
GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. Nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan
dengan infeksi saluran pernafasan atas.
2. Glomerulonefritis Membranoproliferatif (tipe I dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama seperti gambaran
nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. Lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria.
4. Glomerulonefritis kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

Penatalaksanaan
• Istirahat
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penelitian terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak
berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.2,13
• Kebutuhan diit
Penanganan diit yang terpenting pada penderita GNA diantaranya untuk membatasi
pemberian garam dapur, masukan protein dibatasi sesuai dengan keadaan penderita, dan
memberikan energi yang adekuat. Tujuannya agar tidak memberatkan kerja ginjal, membantu
menurunkan ureum dan kreatinin darah, menurunkan retensi natrium dan air dalam tubuh, dan
agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

23
Perubahan penting dari faal glomerulus yang terjadi adalah ketidak mampuan ginjal untuk
mensekresi tambahan natrium, klorida, dan air yang masuk ke dalam tubuh disebabkan oleh
kemunduran fungsi filtrasi, dan tidak dikompensasi dengan cara meningkatkan kemampuan
reabsorpsi tubulus.
Persyaratan diit dengan rendah protein dan rendah garam (RPRG) adalah sbb.2,13
1. Energi diberikan lebih tinggi dari kebutuhan normal, menjaga agar terjadi balans protein
positif. Untuk anak umur kurang dari 3 tahun diberikan 150 kkal/kgBB/hari, dan pada anak
umur di atas 3 tahun diberikan 100 kkal/kg BB/hari.
2. Protein diberikan sesuai dengan keadaan ginjal, tidak melebihi 1-2 gr/kgBB/hari. Bila terjadi
oliguri diit yang diberi: diit bebas protein.
3. Lemak lebih tinggi dari kebutuhan normal. terdiri dari asam lemak tidak jenuh ganda.
4. Garam dikurangi bila ada sembab: < 500 mg/hari; bila sembab tidak ada, dapat diberikan 1-
2 gr/hari.
5. Cairan disesuaikan dengan keadaan faal ginjal, umur, BB, cairan yang keluar tubuh dan
produksi air kemih. Pada keadaan anuria makanan peroral dihentikan dan berikan infus dex-
trose 10-20% 30 ml/kg BB/hari atau insensible water loss+produksi air kemih.
6. Mineral dan vitamin diberikan cukup kecuali natrium.
7. Bentuk makanan lunak diberikan bila suhu badan panas dan makanan biasa bila suhu badan
anak normal.
8. Bumbu penyedap, berikan yang tidak mengandung garam.

24
Tabel 1. Diit Rendah Protein dengan Rendah Garam/Tanpa garam13
DRPITG DRPIIRG
Indikasi: Gagal faal ginjal Perpindahan DRPITG/
berat gagal ginjal kronis
Hasil laboratorium:
1. CCT < 19 ml/menit 20-30 ml/menit
2 Kreatinin Serum 4-6 mg% 2-4 mg%
3. Kadar Ureum > 60 mg% 40-60 mg%
Masukan diit:
1. Protein 1 gr/KgBB/hari 1,5-2 gr/KgBB/hari
2. Natrium 200-400 mg/hari 600-800 mg/hari
Bentuk makanan: cair/saring/lunak lunak/biasa
Waktu pemberian: beberapa hari: sebelum lebih lama : sampai
dialisis/pencangkokan fungsi ginjal normal
Keterangan : DRPI TG + diit rendah protein I tanpa garam
DRPII RG + diit rendah protein II rendah garam

• Terapi medikamentosa

Pengobatan medikamentosa dapat diberikan sesuai indikasi. Untuk infeksi streptokokus


dapat diberikan antimikroba seperti penicillin ataupun eritromisin selama 10 hari. Pemberian
penisilin diberikan pada fase akut. Pemberian Penicillin pada anak usia <12 tahun dosisnya
40mg/kgbb/hari secara oral, sedangkan anak usia >12 tahun dosisnya sama dengan orang dewasa
yaitu 500mg/po. Eritromisin diberikan pada pasien GNA post streptokokus yang alergi terhadap
penicillin dengan dosis sebesar 250mg/hari secara oral. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
streptokokus yang kemungkinan masih ada.2,3,11
Bila terjadi oligouri dapat diberikan diuretik berupa furosemid 1-2 mg/kgbb/kali. Pengobatan
terhadap hipertensi dapat dilakukan dengan pembatasan cairan, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Untuk hipertensi ringan (130/80) tidak
dibutuhkan terapi. Pada hipertensi sedang (140/100) dapat diberikan hidralazin atau nifedipin
sublingual. Apabila hipertensi berat (180/120) dapat diberikan klonidin drip. Pada hipertensi dengan

25
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin
diberikan peroral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis. Diuretikum dulu tidak diberikan pada. glomerulonefritis
akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian furosemid secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10
menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.2,3

Tabel 2. Dosis obat anti hipertensi oral pada anak2


Dosis (oral)/hari Interval dosis
Klasifikasi/Nama obat
Awal Maksimal
Diuretika
Hidroklorotiazid 1 mg/kg 4 mg/kg tiap 12 jam
Klortalidon 1 mg/kg 2 mg/kg sekali sehari
Spironolakton 1 mg/kg 3 mg/kg tiap 12 jam
Furosemid 2 mg/kg 6 mg/kg tiap 6-8 jam
Penghambat adrenergik
Penghambat beta
Propranolol 0,5mg/kg 10 mg/kg tiap 8 jam
Penghambat alfa
Prazosin 0,05 mg/kg 0,4 mg tiap 8 jam
Penghambat alfa-beta
Labetalol 1-3mg/kg 3 mg/kg tiap 12 jam
Antiadrenergik sentral
Klonidin 0,002 mg/kg 0,06 mg tiap 8 jam
Metildopa 5 mg/kg 40 mg/kg tiap 6-8 jam
Bekerja pada ujung
saraf simpatetik
Reserpin 0,02-0,07 mg/kg 2,5 mg sekali sehari
Vasodilator langsung
Hidralazin 1-2 mg/kg 8 mg/kg tiap 8-12 jam
Minoksidil 0,1-0,2 mg/kg 1-2 tiap 12 jam
mg/kg

26
Ca Channel Blockers
Nifedipine 0,25 mg/kg 1 mg/kg tiap 6-8 jam
Diltiazem 2 mg/kg 3,5 tiap 12 jam
ACE Inhibitors mg/kg
Captopril
Nifedipine 0,5mg/kg
5 mg/kg tiap 8 jam
neonatus 0,05-0,5 mg/kg
Enalapril 0,08-0,1 mg/kg 1 mg/kg tiap 24 jam

Komplikasi
• Glomerulonefritis kronik
Timbul akibat eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam
waktu beberapa bulan atau beberapa tahun. Tampak adanya hematuri dan proteinuri yang menetap.
• Gagal ginjal
Tiap eksaserbasi akan menambah kerusakan pada ginjal sehingga terjadi kerusakan total
yang berakhir dengan gagal ginjal.
• Ensefalopati hipertensif
Merupakan gejala serebrum akibat hipertensi. Terdapat gangguan penglihatan, pusing,
muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.
• Oliguria sampai anuria
Dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan
hidremia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini
terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang diperlukan.
• Anemia
Terjadi oleh karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun
• Gangguan sirkulasi
Berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya
tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan
oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat
hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. 2,3,11

27
Prognosis
Sebagian besar diperkirakan 95% pasien akan sembuh sempurna dan 2% meninggal selama
fase akut, 2% menjadi glomeluronefritis kronik. Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari
ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah
menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi
normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu.2,5
Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus yang
terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat
baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang
persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokokus pada dewasa kurang
baik.2,5
Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)
pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak
berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut
pascastreptokokus baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis
penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih
dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik ekstra-
kapiler dan gagal ginjal kronik.2,5

28
BAB III
Kesimpulan

Glomerunefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut


paling lazim terjadi pada anak-anak 5-15 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat
juga terserang, perbandingan penyakit ini pada pria dan wanita 2:1. GNA ialah suatu reaksi
imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu, yang sering terjadi ialah akibat infeksi
streptokokus beta hemolitikus grup A. Tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi
glomerulonefritis, hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal,
terutama di traktus respiratorius dan kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A
tipe 12, 4, 16, 25 dan 49, dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen diabanding
yang lain. Alasan mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.
Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah rasa lelah, anoreksia
dan kadang demam, sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan adalah
hematuria, oliguria, edema, dan hipertensi. Tujuan utama dalam penatalaksanaan
glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan
metabolisme pada ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian penisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah baring selama stadium akut,
sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi
streptokokus. Prognosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang
dewasa tidak begitu baik.

29
Daftar Pustaka

1. Sudung O. Pardede, Partini P. Trihono, Taralan T. Gambaran klinis glomerulonefritis akut


pada anak di departemen ilmu kesehatan anak rumah sakit cipto mangunkusumo, Jakarta. Sari
Pediatri : 2010; 6(4): 140-144.
2. Noer Ms. Buku ajar nefrologi anak edisi ke-2. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI;
2002.h.324-9.
3. Geetha D. Glomerulonephritis poststreptococcal. Johns Hopkins University.bDiunduh dari
https://emedicine.medscape.com/article/240337-overview tanggal 25 Maret 2018.
4. Ilmu Kesehatan Nelson. vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut pasca
streptokokus. EGC : Jakarta; 2013.h.1813-14.
5. Price, Sylvia A. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4. EGC : Jakarta;
2009.h.24
6. DonnaJ. Lager D. Diunduh https://uihc.org/health-library pada tanggal 25 Maret 2018.
7. Jawetz, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-20. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2016.h.347-9.
8. Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-4. EGC : Jakarta;
2009.h.34-6.
9. Harianto, Agus, Harsono. Pedoman diagnosa dan terapi lab/upf ilmu kesehatan anak. UNAIR :
Surabaya; 2010.h.35-9.
10. Parmar SM. Acute glomerulonephritis. Departement of Internal Medicine : Ontario. November
2017. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/239278-overview pada tanggal 25
Maret 2018.
11. Travis L. Acute poststreptococcal glomeronephritis. University of Texas Medical Branch and
Children’s Hospital : Texas. Diunduh dari https://emedicine.medscape.com/article/980685-
overview pada tanggal 25 Maret 2018.
12. Komite Medik RSUP Dr.Sardjito. Standar pelayanan medis RSUP dr. Sardjito. Medika FK :
Yogyakarta; 2011.h.20-5.
13. Suandi IKG. Diit pada anak sakit. EGC : Jakarta;2010.h.24.

30

Anda mungkin juga menyukai