Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. ANALISIS SITUASI

Bayi memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit karena daya tahan

tubuh yang belum sempurna. Infeksi saluran pernapasan akut merupakan

penyebab utama kematian pada bayi dan anak balita di Indonesia. ASI yang

memiliki berbagai manfaat yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

juga dapat menurunkan risiko terjadinya penyakit akut dan kronik. Bayi yang

tidak diberi ASI secara eksklusif memiliki risiko mengidap pneumonia lebih besar

4,89 kali daripada bayi yang diberi ASI.1

Air Susu Ibu (ASI) eksklusif merupakan program yang direkomendasikan

oleh World Health Organization (WHO). ASI eksklusif yaitu bayi diberikan ASI

saja tanpa makanan pendamping dari sejak ia lahir hingga usia 6 bulan. ASI

eksklusif merupakan faktor yang penting bagi tumbuh kembangnya bayi. ASI

mengandung semua zat yang diperlukan bayi, seperti kolostrum, kandungan

makro dan mikronutrien dengan kadar yang cukup bagi si bayi.2

Mengacu pada data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, presentase bayi

yang mendapat ASI ekslusif hanya mencapai 29,5% dari seluruh provinsi di

Indonesia. Angka ini jauh menurun dibanding tahun 2015 yang mencapai 55,7%.

Mengacu pada target renstra pada tahun 2015 yang sebesar 39%, maka secara

nasional cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan

1
belum mencapai target. Provinsi Kalimantan Selatan sendiri pada tahun 2016

presentase bayi yang mendapat ASI ekslusif sebesar 30,9%.3,4

PP Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Eksklusif menegaskan bahwa dalam rangka melindungi, mendukung, dan

mempromosikan pemberian ASI eksklusif perlu dilakukan upaya untuk

meningkatkan dukungan dari pemerintah, pemerintah daerah, fasilitas pelayanan

kesehatan dan tenaga kesehatan, masyarakat serta keluarga agar ibu dapat

memberikan ASI eksklusif pada bayi.5

Rendahnya pemberian ASI ekslusif bisa disebabkan dari faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor internal ini dapat berasal dari ibu seperti, tingkat

pengetahuan, sikap, perilaku, usia ibu. Sedangkan faktor eksternal dapat

dipengaruhi oleh pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, dan dukungan dari suami

dan keluarga kepada ibu untuk memberikan ASI eksklusif. 6, 7

2
B. PERMASALAHAN

Pengetahuan Kesehatan Bayi

Pekerjaan Promosi Susu Formula

Sikap dan perilaku Dukungan Suami/Keluarga


Kondisi Payudara
Peran Nakes
Kesehatan Ibu

Faktor Faktor
Internal Ibu Eksternal

Gagalnya ASI
Ekslusif

Cakupan ASI Ekslusif


Rendah

Gambar 1.1 Problem Tree

Berdasarkan data laporan tahunan Puskesmas Kayu Tangi tahun 2016

menunjukkan bahwa dari total 664 bayi, hanya 393 (59,2%) bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi. Hasil

tersebut masih jauh dari target pencapaian puskesmas yaitu 80% .8

3
Telah dilakukan survei untuk mengetahui permasalahan utama yang

menyebabkan gagalnya ASI ekslusif pada masyrakat wilayah kerja Puskesmas

Kayu Tangi. Survei dilakukan terhadap 22 responden yang diambil secara acak

pada wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi. Pemilihan responden berdasarkan

pada kriteria inklusi yakni ibu yang memiliki anak usia >6 bulan - 2 tahun dan

tidak menjalankan ASI ekslusif. Mengenai hal-hal yang dibahas dalam survei dan

interpretasinya dapat dilihat dalam lampiran.

Hasil survei yang telah dilakukan pada tanggal 20-21 November 2017 di

wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi, diuraikan sebagai berikut:

A. Faktor Internal Ibu

I. Pengetahuan Ibu

Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI ekslusif dinilai menggunakan 10

pertanyaan dengan kriteria hasil :

Tinggi bila : 76-100 %

Rendah bila : 51-75 %

Pengetahuan Ibu Jumlah (orang) Persentase (%)

Tinggi 19 86,4%

Rendah 3 13.6%

Tabel 1.1 Hasil Survey Pengetahuan Ibu tentang ASI Ekslusif

Dari hasil di atas didapatkan bahwa 86.4% responden berpengetahuan tinggi

tentang ASI ekslusif.

4
II. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat pemberian

ASI Ekslusif. Dari 22 responden didapatkan 6 orang yang bekerja dan sisanya

sebagai ibu rumah tangga. Dari 6 orang yang bekerja terdapat 2 orang yang

mengakui bahwa pekerjaan mereka dirasa menghambat ibu untuk memberikan

ASI kepada bayi secara ekslusif. Hal tersebut menyebabkan ibu untuk memilih

memberi susu formula sebagai pengganti ASI karena dianggap mempermudah

kegiatan ibu.

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Bekerja 6 27.3%

Tidak Bekerja 16 72.7%

Tabel 1.2 Hasil Survey Pekerjaan Ibu

Pengaruh Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)


terhadap pemberian ASI

Menghambat 2 9%

Tidak menghambat 4 18%

Tabel 1.3 Hasil Survey Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemberian ASI

III. Sikap dan Perilaku

Sikap dan perilaku ibu terhadap ASI ekslusif dapat berupa pro atau kontra

terhadap pemberian ASI ekslusif.

5
Sikap dan Perilaku Jumlah (orang) Persentase (%)

Pro ASI ekslusif 21 95.5%

Kontra ASI ekslusif 1 4.5%

Tabel 1.4 Hasil Survey Sikap dan Perilaku terhadap ASI Ekslusif

IV. Kondisi Payudara

Kondisi payudara ibu mempengaruhi pemberian ASI ekslusif bisa

disebabkan karena 1) adanya kelainan payudara sehingga menghambat pemberian

ASI, 2) Produksi ASI kurang lancar, 3) Puting mengalami kelecetan dan

sebagainya. Dari 22 responden, 11 diantaranya mengalami permasalahan pada

payudaranya. Sembilan orang responden mengaku bahwa produksi ASI kurang

lancar sedangkan dua orang lainnya mengalami kelecetan pada puting sehingga

mereka memilih susu formula atau PASI sebagai penganti ASI.

Kondisi Payudara Jumlah (orang) Persentase (%)

Bermasalah 11 50%
Baik 11 50%

Masalah pada Payudara Jumlah (orang)

ASI tidak lancar 9


Puting lecet 2

Tabel 1.5 Hasil Survey Kondisi Payudara Ibu

6
V. Kesehatan Ibu

Dari 22 responden hanya 2 orang ibu yang pernah mengalami sakit sehingga

menyebabkan terhambatnya pemberian ASI ekslusif.

Kesehatan Ibu selama Jumlah (orang) Persentase (%)


Menyusui

Tidak Pernah Sakit 20 81%


Pernah Sakit 2 9%
Tabel 1.6 Hasil Survey Kondisi Payudara Ibu

B. Faktor Eksternal

I. Kesehatan Bayi

Bayi yang mengalami sakit selama periode ASI ekslusif yakni 0-6 bulan

dapat menyebabkan bayi tidak mendapatkan ASI ekslusif. Hasil survey

menunjukkan bahwa 7 responden (31.8%) pernah mengalami sakit sehingga tidak

mendapatkan ASI ekslusif.

Kesehatan Bayi Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak Pernah Sakit 15 68.2%


Pernah Sakit 7 31.8%
Tabel 1.7 Hasil Survey Kesehatan Bayi

II. Promosi Susu Formula

Ketertarikan ibu terhadap susu formula dinilai dengan kuesioner dan kriteria

sebagai berikut:

Tidak tertarik jika total skor jawaban 2

Tertarik jika total skor jawaban 6

7
Ketertarikan terhadap Jumlah (orang) Persentase (%)
susu formula

Tertarik 16 72.7%
Tidak Tertarik 6 27.3%
Tabel 1.8 Hasil Survey Ketertarikan Ibu terhadap Susu Formula

Dari hasil survey di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu

tertarik kepada susu formula. Promosi susu formula bisa dianggap berhasil

mempengaruhi pencapaian ASI ekslusif. Ibu memilih susu formula karena

berbagai alasan mulai dari mempermudah kegiatan ibu, pengganti ASI dan

lainnya.

III. Dukungan Suami/Keluarga

Dukungan suami/ Jumlah (orang) Persentase (%)


keluarga

Baik 21 72.7%
Kurang 1 27.3%
Tabel 1.9 Hasil Survey Dukungan Suami/Keluarga terhadap ASI Eklusif

Dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden memiliki dukungan yang

baik dari suami maupun keluarga terhadap pemberian ASI ekslusif.

IV. Peran Tenaga Kesehatan

Peran Nakes Jumlah (orang) Persentase (%)

Baik 21 72.7%
Kurang 1 27.3%
Tabel 1.10 Hasil Survey Peran Tenaga Kesehatan terhadap ASI Ekslusif

Dari hasil tersebut dapa disimpulkan bahwa ibu telah menerima informasi

yang cukup dari tenaga kesehatan tentang ASI ekslusif.

8
Berikut status pendidikdan dan sosioekonomi dari 22 responden :

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)


SD 2 9%
SMP 6 27%
SMA 8 37%
S1 sederajat 6 27%
Total 22
Tabel 1.11 Hasil Survey Tingkat Pendidikan Responden

Sosioekonomi Jumlah (orang) Persentase (%)


Rendah 2 9%
Menengah 14 64%
Tinggi 6 27%
Total 22
Tabel 1.12 Hasil Survey Status Sosioekonomi Responden

Sehingga, berdasarkan survei permasalahan seperti yang terdapat pada

uraian di atas maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang menyebabkan

rendahnya cakupan ASI Ekslusif diantaranya :

1. Produksi ASI kurang lancar

2. Ketertarikan ibu yang tinggi terhadap susu formula

3. Bayi mengalami sakit sehingga tidak mau menyusui dan diberi susu

formula/PASI.

C. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Dari masalah tersebut dapat dilakukan beberapa alternatif pemecahan

masalah berupa:

1. Melaksanakan pelatihan para kader mengenai masase payudara dan cara

menyusui yang tepat.

9
2. Melaksanakan kelas ibu hamil dan wanita usia subur mengenai masase

payudara dan cara menyusui yang tepat..

3. Melakukan penyuluhan tentang pentingnya ASI ekslusif.

D. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH

Penentuan prioritas masalah merupakan hal yang sangat penting, setelah

masalah-masalah kesehatan teridentifikasi. Metode yang dapat dilakukan dalam

penentuan prioritas masalah dibedakan atas 2, yaitu: secara scoring dan non-

scoring. Kedua metode tersebut pelaksanaanya berbeda-beda dan pemilihannya

berdasarkan data yang tersedia.Dalam kegiatan PBL ini, prioritas pemecahan

masalah menggunakan teknik scoring jenis metode CARL. Pemilihan prioritas

dilakukan dengan memberikan score untuk berbagai parameter tertentu yang telah

ditetapkan. Metode CARL merupakan metode terbaik yang dipilih karena pada

metode ini biaya (cost) tidak terlalu diperhitungkan dan data yang digunakan

bersifat kualitatif. Setelah didapatkan daftar masalah dan alternatifnya, maka

ditentukan prioritas untuk pemecahan permasalahan berdasarkan prioritas.

1. Metode CARL (Capability, Accesability, Readness, Leverage) dengan

menggunakan skor nilai 1 5.

Kriteria CARL tersebut mempunyai arti:

C: Ketersediaan sumber daya (dana dan sarana atau peralatan).

A: Kemudahan, masalah yang ada diatas atau ridak kemudahan dapat

didasarkan pada ketersediaan metode/cara/teknologi serta penunjang

pelaksanaan seperti peraturan.

10
R: Kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran seperti

keahlian/kemampuan dan motivasi.

L: Seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain dalam

pemecahan yang dibahas. Nilai total merupakan hasil perkalian C x A x R x

L, uraian ranking atau prioritas adalah nilai tertinggi samapai nilai terendah.

Untuk menentukan prioritas masalah tersebut di atas penulis memilih metode

CARL yang memperhitungkan mengenai :

a. Kemampuan (Capability)

Adalah ketersediaan sumber daya dana dan sarana/peralatan diberi skor 1

5 yaitu :

1. Sama sekali tidak tersedia

2. Tersedia dan terbatas

3. Tersedia namun kurang

4. Tersedia dan cukup

5. Tersedia dan melimpah

b. Kemudahan(Accessibility)

Adalah ukuran mudah atau tidaknya masalah diatasi didasarkan pada

ketersediaan metode/cara/teknologi serta penunjang pelaksanaan seperti

peraturan/juklak, diberi skor 1-5 yaitu:

1. Tidak mungkin diselesaikan

2. Mungkin tapi sangat sulit

3. Mungkin tapi sulit

4. Bisa diubah

11
5. Sangat mudah

c. Kesiapan (Readyness)

Adalah kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran

seperti keahlian/kemampuan dan motivasi. Diberi skor 1 5 yaitu :

1. Tidak siap dalam 10 tahun ke depan

2. Tidak siap dalam 5 tahun ke depan

3. Siap dalam 1 tahun ke depan

4. Siap dalam 1-3 bulan ke depan

5. Siap, hanya perlu dimotivasi

d. Daya Ungkit (Leverage)

Adalah seberapa besar pengaruh kriteria yang satu dengan yang lain

dalam pemecahan masalah. Diberi skor 1 5 yaitu :

1. Tidak bermakna dalam 1 tahun ke depan

2. Tidak bermakna dalam 6 bulan ke depan

3. Bermakna dalam 3 bulan ke depan

4. Bermakna bulan depan

5. Sangat bermakna dan merubah segalanya

Berdasarkan faktor-faktor di atas dapat ditentukan prioritas masalah

Metode CARL digunakkan apabila pelaksana program masih mempunyai

keterbatasan (belum siap) dalam menyelesaikan masalah.Penggunaan metode ini

menekankan pada kemampuan pelaksana program.

Kelebihan pengunaan metode CARL

12
Dengan masalah yang relatif banyak, bisa ditentukan peringkat atas masing-

masing masalah sehingga bisa diperoleh prioritas masalahnya.

Kekurangan penggunaan metode CARL

1. Penentuan skor sangat subyektif, sehingga sulit untuk distandarisasi.

2. Penilaian atas masing-masing kriteria terhadap masalah yang diskor perlu

kesepakatan agar diperoleh hasil yang maksimal dalam penentuan

peringkat (prioritas).

3. Objektifitas hasil peringkat masalah kurang bisa dipertanggungjawabkan

karena penentuan skor atas kriteria yang ada bersifat subyektif.

Dibawah ini adalah hasil penentuan prioritas masalah dengan

menggunakan metode scoring teknik CARL.

Tabel 1.2 Prioritas pemecahan permasalahan

NILA PRIORITA
NO PEMECAHAN MASALAH C A R L
I S

1 Melaksanakan pelatihan
para kader mengenai 4 4 5 5 400
masase payudara dan cara 2
menyusui yang tepat.

2 Melaksanakan kelas ibu


hamil dan wanita usia subur 1
4 5 5 5 500
mengenai masase payudara
dan cara menyusui yang
tepat.
Melakukan penyuluhan 1
4 5 5 5 500
tentang pentingnya ASI
3
ekslusif.

13

Anda mungkin juga menyukai