Mual dan muntah bisa jadi menunjukan beberapa kondisi, maka amat penting untuk
menentukan penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang tepat.
Mual dan muntah sering sekali dilontarkan pasien dengan latar belakang penyakit yang
berbeda.
Penyebab mual dan muntah bisa jadi sangat sederhana, seperti berputar terlalu cepat saat naik
mesin di taman hiburan. Tetapi, mual muntah bisa juga merupakan gejala suatu penyakit yang
lebih serius, atau karena efek pemberian obat-obatan tertentu. Jadi mual muntah bisa berdiri
sendiri sebagai hal yang independen, namun umumnya dibicarakan bersama-sama dengan
kondisi lain.
Mual dan muntah banyak dikaitkan dengan ganguan organik dan fungsional. Kondisi darurat di
rongga perut seperti apendikitis kut, kolesistitis, gangguan di saluran intestinal, atau peritonitis
juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Infeksi virus, bakteri, dan parasit lain di saluran
pencernaan secara tipikal menyebabkan mual dan mmuntah dengan derajat berat. Satu dari
begutu banyak penyebab muntah pada anak adalah gastroenteritis yang disebabkan rotavirus.
Tipe lain dari kondisi mual dan muntah adalah yang disebut mual dan muntah yang bisa
diantisipasi atau anticipatory nausea and vomiting. Mual dan muntah jenis ini disebabkan
karena pemberian obat-obat kemoterapi atau akibat kecemasan yang timbul karena tindakan
tersebut. Kebanyakan pasien menunjukkan dua-duanya, baik karena obatnya dan juga
kecemasan akibat efek kemoterapi. Data dari Support Care Cancer tahun 1998 me nun jukkan
mual atau Anticipatory nausea (AN) dialami oleh sekitar 29% pasien yang menjalani kemoterapi
atau 1:3. Sedangkan muntah (anticipatory vomitting/AV) terjadi pada 11% pasien atau 1:10.
Mual dan muntah juga bisa dikeluhkan pasien sesudah menjalani operasi. Data dari World
Federation of Societies of Anaesthesiologists 2003 menyebutkan Postoperative nausea and
vomiting (PONV) merupakan kejadian yang tidak diinginkan (adverse events0 yang paling sering
terjadi setelah tindakan pembedahan. Kasusnya mencapai 60-70% jika menggunakan agen
anastesi lama, dibandingkan 30% dengan penggunaan obat anastesi yang relatif baru.
Gejala yang sama juga banyak ditemukan pada ke hamilan. Bahkan ka susnya relatif tinggi. Rasa
mual menimpa 75-85% perempuan hamil, dan 50% diikuti muntah.
Karena cukup menganggu dan men u run kan aktivitas harian penderita, maka tu juan terapi
untuk mual dan muntah adalah mencegah atau menghilangkannya. Tetapi pendekatan terapi
sangat tergantung pada kondisi medis masing-masing pasien. Untuk mual dan muntah ringan,
bisa diatasi dengan obat-obat bebas atau bisa dilakukan pendekatan non farmakologi.
Tetapi karena gejala mual dan muntah bisa jadi merepresentasikan beberapa kondisi, maka
amat penting untuk menentukan penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang
tepat.
Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual
dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan
untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat,
memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.
Obat-obat yang tersedia bebas misalnya antasid, histamine 2 antagonis seperti simetidin, fa
motidin, dan ranitidine. Obat-obat kelompok antihistimine-antikolinergik seperti meclizine,
cyclizine, dimenhidrinat, dan difenhidramin, serta cairan fosforilat karbohidrat. Sedangkan obat
anti mual muntah yang bisa didapatkan dengan resep antara lain antihistamin-antikolinergik
dan fenotiazine. Kedua jenis obat ini umumnya efektif, meskipun dalam dosis dan frekuensi
pemberian yang kecil. Untuk kasus yang lebih rumit, disarankan mengkombinasikan obat.
Obat-obat anti muntah (antiemesis) untuk pasien kanker yang menerima obat kemoterapi
harus diberikan sebelum, selama dan sesudah kemoterapi. Obat-obat yang digunakan untuk
mengatasi efek samping kemoterapi, dalam hal ini mual dan muntah, adalah proklorperazine
saja atau dikombinasikan dengan lorazepam; granisetron, ondansetron, atau dolasetron yang
merupakan obat golongan 5-HT3 receptor antagonis. Obat ini bekerja de ngan menghambat
aksi serotonin, yang merupakan substansi alamiah penyebab mual dan muntah. Salah satu dari
obat golongan antagonis reseptor 5-HT3 tersebut juga bisa dikombinasikan dengan
deksametason atau metilprednisolon.
Mual dan muntah bisa jadi menunjukan beberapa kondisi, maka amat penting untuk
menentukan penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang tepat.
Mual dan muntah sering sekali dilontarkan pasien dengan latar belakang penyakit yang
berbeda.
Penyebab mual dan muntah bisa jadi sangat sederhana, seperti berputar terlalu cepat saat naik
mesin di taman hiburan. Tetapi, mual muntah bisa juga merupakan gejala suatu penyakit yang
lebih serius, atau karena efek pemberian obat-obatan tertentu. Jadi mual muntah bisa berdiri
sendiri sebagai hal yang independen, namun umumnya dibicarakan bersama-sama dengan
kondisi lain.
Mual dan muntah banyak dikaitkan dengan ganguan organik dan fungsional. Kondisi darurat di
rongga perut sepertiapendikitis kut, kolesistitis, gangguan di saluran intestinal,
atau peritonitis juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Infeksi virus, bakteri, dan parasit lain
di saluran pencernaan secara tipikal menyebabkan mual dan muntah dengan derajat berat.
Satu dari begutu banyak penyebab muntah pada anak adalah gastroenteritis yang disebabkan
rotavirus.
Tipe lain dari kondisi mual dan muntah adalah yang disebut mual dan muntah yang bisa
diantisipasi atau anticipatory nausea and vomiting. Mual dan muntah jenis ini disebabkan
karena pemberian obat-obat kemoterapi atau akibat kecemasan yang timbul karena tindakan
tersebut. Kebanyakan pasien menunjukkan dua-duanya, baik karena obatnya dan juga
kecemasan akibat efek kemoterapi. Data dari Support Care Cancer tahun 1998 me nun jukkan
mual atau Anticipatory nausea (AN) dialami oleh sekitar 29% pasien yang menjalani kemoterapi
atau 1:3. Sedangkan muntah (anticipatory vomitting/AV) terjadi pada 11% pasien atau 1:10.
Mual dan muntah juga bisa dikeluhkan pasien sesudah menjalani operasi. Data dari World
Federation of Societies of Anaesthesiologists 2003 menyebutkan Postoperative nausea and
vomiting (PONV) merupakan kejadian yang tidak diinginkan (adverse events0 yang paling sering
terjadi setelah tindakan pembedahan. Kasusnya mencapai 60-70% jika menggunakan agen
anastesi lama, dibandingkan 30% dengan penggunaan obat anastesi yang relatif baru.
Gejala yang sama juga banyak ditemukan pada ke hamilan. Bahkan ka susnya relatif tinggi. Rasa
mual menimpa 75-85% perempuan hamil, dan 50% diikuti muntah.
Karena cukup menganggu dan men u run kan aktivitas harian penderita, maka tu juan terapi
untuk mual dan muntah adalah mencegah atau menghilangkannya. Tetapi pendekatan terapi
sangat tergantung pada kondisi medis masing-masing pasien. Untuk mual dan muntah ringan,
bisa diatasi dengan obat-obat bebas atau bisa dilakukan pendekatan non farmakologi.
Tetapi karena gejala mual dan muntah bisa jadi merepresentasikan beberapa kondisi, maka
amat penting untuk menentukan penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang
tepat.
Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan
mual dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi
antiemetik diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari
muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.
Obat Obat Dalam Kehamilan
Pengantar
Penggunaan obat pada ibu hamil tidak hanya menuntut dokter mengetahui dengan benar
indikasi, khasiat dan efek sampingnya, tetapi juga dokter harus mengetahui dengan pasti efek
samping yang mungkin terjadi pada janin yang sedang tumbuh. Efek samping yang paling
ditakuti adalah timbulnya cacat bawaan, baik mayor maupun minor, makroskopis maupun
mikroskopik. Obat ataupun agen lain yang dapat mengakibatkan cacat bawaan lazim disebut
sebagai agen teratogen atau mereka dikatakan teratogenik.
Sifat teratogenik suatu obat ditentukan oleh berbagai hal, antara lain adalah cara kerja,
kemampuan obat dalam menembusbarrier plasenta, periode kritis perkembangan janin dan
kepekaan spesiesnya. Tahap paling kritis dalam perkembangan janin adalah minggu ke-2
sampai ke-8 pasca konsepsi, yang disebut periode organogenesis. Pengaruh buruk suatu obat
pada periode ini menghasilkan cacat bawaan yang berat.
Berdasarkan sifat teratogeniknya obat dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu :
1. Talidomid (alfa-ftalimido-glutaramid)
Obat ini termasuk hipnotika yang tidak toksik dan juga bersifat anti-nausea. Dalam tahun
1856-1961, obat ini pernah terkenal dan digunakan secara luas sebagai obat anti-emesis
pada wanita hamil di Jerman Barat, Inggris dan Australia. Segera setelah itu, muncullah
ledakan cacat bawaan berupa Amelia (anggota badan tidak tumbuh), fokomelia (tangan dan
kaki menempel langsung pada badan) dan meromelia (pemendekan ukuran anggota
badan).
Hormon tertentu
Valproat
(antikonvulsan)
Tembakau
Alkohol
Litium (antipsikotik)
Salisilat
Antasida
Barbiturat
Sulfonamida
Nikotinamida
Obat psikotropik
Klorokuin
Antidiabetika oral
Kotrimoksazol
2. Obat antitumor
Semua obat anti tumor bersifat teratogenik, karena jaringan emrional dalam beberapa hal
menyerupai jaringan tumor. Aminopterin adalah anti tumor pertama yang diketahui bersifat
teratogenik. Selanjutnya obat-obat lain, baik dari golongan zat alkilasi (klorambusil,
siklofosfamid, busulfan dan lain lain), antimetabolit (aminopterin, methotrexate dan lain
lain), alkaloid (vinkristin, vinblastin) dan antibiotika (aktinomisin D) terbukti pula bersifat
teratogenik. Kelainan bawaan yang dapat terjadi akibat pemakaian obat anti-tumor adalah
cacat anggota, cacat pada sistem syaraf pusat, celah langit langit atau celah muka, kelainan
organ dalam dan lain lain.
3. Hormon
Kortison dapat mengakibatkan celah langit langit bila diberikan dalam dosis besar pada
trimester pertama, oleh karena itu pemakaiannya pada wanita hamil harus dihindari. Diduga
kortison menyebabkan pengurangan air ketuban, sehingga kepala selalu dalam sikap fleksi yang
berlebihan. Akibatnya lidah akan jatuh kea rah palatum, sehingga mengganggu fusi kedua
tonjolan palatum kanan dan kiri.
Hormon androgen dan progestin dapat mengakibatkan virilisasi janin perempuan. Hormon
tersebut antara lain adalah etisteron dan nerotisteron yang biasanya digunakan untuk
mempertahankan kehamilan pada abortus imminent. Dengan demikian pengobatan abortus
imminent dengan preparat progestogen dalam waktu yang lama tidak lagi dapat dibenarkan.
4. Sodium valproate
Obat ini dikenal sebagai antikonvulsan baru yang sekarang digunakan pada pengobatan
epilepsi. Ternyata risiko timbulnya spina bifida naik menjadi 1-2%, kira kira menjadi 10 kali
insidensi spina bifida pada populasi normal.
5. Isotretionin
Obat ini banyak digunakan dalam pengobatan cystic acne di Amerika Serikat. Pada wanita hamil
pemaparan terhadap obat ini biasanya mengakibatkan abortus, sedangkang pada bayi yang
berhasil dilahirkan ditemukan adanya kelainan bawaan yang konsisten yang berupa kelainan
telinga, hidrosefalus dan cacat jantung.
1. Antikonvulsan
Wanita hamil yang mendapat pengobatan antikonvulsan mempunyai risiko melahirkan bayi
cacat sebesar 2-3 kali dibandingkan dengan waita normal. Kelainan ini berupa celah bibir, celah
langit, retardasi mental, dan cacat rangka. Jenis antikonvulsan yang dicurigai bersifat
teratotogenik adalah fenitoin, trimetadion.
Insidensi abortus dan partus prematurus meningkat pada wanita perokok dibanding. Kelainan
bawaan yang sering terjadi adalah kelainan jantung congenital, seperti tetralogi Fallot
dan patent ductus arteriosus. Diduga merokok menyebabkan timbulnya kelainan pada
pembuluh darah, menurunkan nafsu makan dan meninggikan saturasi HbCO dalam darah.
3. Alkohol
Alkoholisme kronik dapat mengakibatkan kelainan janin seperti kelainan kepala (mikrosefali,
celah langit), kelainan kardiovaskular, janin tumbuh lambat dan retardasi mental. Diduga
alkoholisme bisa menyebabkan defisiensi nutrient pada ibu atau memang berefek toksik
langsung pada jaringan embrio.
4. Litium
Obat ini digunakan pada penyakit manik-depresif. Beberapa ahli masih mempertentangkan
masalah ini, karena bukti manusia masih kontroversi. Kelainan yang mungkin terjadi adalah kaki
bengkok, spina bifida, meningokel dan lain lain.
5. Warfarin
Bila diberikan dalam trimester pertama kehamilan, warfarin bisa menyebabkan kelainan
rangka, muka dan retardasi mental. Heparin adalah anti koagulan yang aman, karena obat ini
tidak menembus barrier plasenta.
1. Barbiturat
Pemberian barbiturat pada penderita epilepsi (tanpa obat lain) dalam trimester pertama
kehamilan menunjukkan adanya kenaikan insiden kelainan congenital yang berat, tetapi obat
ini jauh lebih aman dibandingkan golongan fenitoin. Penelitian pada ibu ibu hamil yang
mendapatkan barbiturat sebagai premedikasi dan juga ibu ibu yang mencoba bunuh diri
dengannya menunjukkan bahwa obat ini aman dipakai ibu ibu hamil. Barbiturat dapat dipakai
sebagai sedative pada pengobatan abortus imminent atau pada penderita
preeklamsia/eklamsia, dengan dosis 30-60 mg 3 kali sehari per oral.
Efek samping yang terjadi biasanya berupa defek koagulasi yang mirip dengan defisiensi vitamin
K.
2. Sulfonamida
Obat ini menyebabkan bilirubin terdesak dari ikatannya dalam protein. Bila pada akhir
kehamilan, ia dapat menyebabkan ikterus yang hebat (kern icterus), yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada system syaraf pusat. Kotrimoksazol berisi sulfonamide da anti asam-asam-folat,
trimetoprim, sehingga obat ini bersifat teratogenik. Penggunaan dalam kehamilan harus
dihindari.
3. Antimalaria
Kinine dapat mengakibatkan abortus Karena bersifat oksitosika (memacu kontraksi uterus) atau
karena sifat toksik langsung terhadap embrio. Disamping itu ia juga dapat menyebabkan
kerusakan syaraf kedelapan.
Klorokuin dapat mengganggu histogenesis system syaraf pusat (retina dan syaraf kedelapan)
sehingga dapat menyebabkan kelainan mata atau tuli congenital, terutama bila diberikan dalam
trimester pertama. Untuk menanggulangi serangan mendadak, obat ini masih bisa dipakai,
denga dosis 300 mg suntikan intramuscular, yang dapat diulang dalam 12 jam. Selanjutnya obat
ini diberikan per oral dengan dosis 500 mg sehari selama 2 hari.
4. Antidiabetika oral
Meskipun pengaruhnya pada janin belum jelas, tetapi pemakaiannya ibu hamil sebaiknya
dihindari. Insulin tetap merupakan obat pilihan untuk diabetes dalam kehamilan
5. LSD (Lysergic Acid)
LSD dapat menyebabkan kelainan bawaan 5 sampai 6 kali lebih besar disbanding dengan angka
kelainan bawaan pada populasi umum. Titik tangkapnya adalah kerusakan kromosom, dan
terutama terjadi pada pemakaian LSD gelap.
6. Anestetika
Eter adalah anestetika umum yang paling banyak digunakan. Halotan juga sering digunakan
pada anesthesia umum dan dikatakan tidak bersifat teratogenik.
7. Antibiotika
a. Tetrasiklin
Tetrasiklin adalah zat kelasi yang mempunyai afinitas dengan logam berat seperti
kalsium. Pemberian pada trimester pertama dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang, mikromelia dan sindaktili. Pemberian tetrasiklin pada
trimester kedua bisa menyebabkan perubahan warna kekuningan pada gigi susu da
bila terus diberikan sampai trimester ketiga, dapat mengakibatkan warna kuning
yang permanen dan hipoplasia organ enamel. Meskipun gigi berwarna kekuningan,
ternyata gigi tersebut lebih tahan terhadap karies dibandingkan dengan gigi yang
normal.
b. Aminoglikosida
Golongan obat ini terdiri dari streptomisin, kanamisin, gentamisin dan vankomisin.
Pemberian obat tersebut hanya diperbolehkan dalam keadaan infeksi berat dimana
obat lain tidak tersedia.
c. Rifampisin
Pada binatang percobaan, ia menyebabkan spina bifida dan celah langit langit bila
diberikan dalam dosis 150 mg/kg berat badan. Bukti teratogenik pada manusia
belum didapat.
d. Kloramfenikol
Obat ini tidak bersifat teratogenik, tetapi bila diberikan menjelang persalinan dapat
menyebabkan kolaps sirkulasi pada bayi yang baru lahir. Pemberian obat ini
mengganggu sintesis protein di tingkat ribosom, sehingga efek teratogenik belum
dapat dikesampingkan.
e. Metronidazol
f. Penisilin
Penisilin dan derivatnya merupakan antibiotika yang paling aman untuk wanita
hamil.
g. Vaksin
1. Narkotika
Morfin dan heroin dengan mudah menembus plasenta. Bayi yang keracunan morfin
menunjukkan pupil yang kecil dan depresi pernafasan.
Petidin adalah derivate morfin yang lebih banyak digunaka sebagai penghilang nyeri
dan penenang dalam persalinan karena sifatnya yang lebih aman dibandingkan
dengan morfin.
2. Obat Penenang
Fenotiazin pada bayi prematur ia menaikkan insidensi ikterus dan gangguan pusat
pengatur temperature serta depresi pada bayi yang baru lahir.
TRAMADOL
Deskripsi:
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara
stereospesifik pada reseptor di sistem syaraf pusat sehingga memblok sensasi rasa nyeri dan
respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari
syaraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls nyeri terhambat.
Komposisi:
Tiap kapsul mengandung 50 mg tramadol hydrochloride.
Indikasi:
Efektif untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, termasuk nyeri pasca pembedahan,
nyeri akibat tindakan diagnostik.
Dosis:
Terapi oral
Dewasa dan anak di atas 14 tahun.
Dosis umum:
dosis tunggal 50 mg. Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri, apabila masih
terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang waktu 30 60 menit.
Dosis maksimum:
400 mg sehari.
Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita.
Penderita gangguan hati dan ginjal dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit:
50 100 mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
Terapi parenteral
Dosis yang diberikan sebaiknya disesuaikan dengan intensitas rasa nyeri. Bila tidak ada petunjuk
lain dari dokter, dosis yang diberikan adalah sebagai berikut :
Dewasa atau anak di atas 14 tahun :
i.v.: 100 mg (1 ampul), diinjeksikan secara lambat atau dilarutkan dalam larutan infus, kemudian
diinfuskan.
i.m.: 100 mg (1 ampul)
subkutan: 100 mg (1 ampul)
Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan nyeri. Bila masih terasa nyeri, dapat
ditambahkan 1 kapsul tramadol 50 mg atau 50 mg tramadol injeksi (1 ml) setelah selang waktu
30 60 menit. Pada penderita gangguan fungsi hati atau ginjal, perlu dilakukan penyesuaian
dosis. Dosis maksimum 400 mg/sehari.
UTEROTONIK
GOLONGAN GENERIK
1. Metilergometrin maleat.
INDIKASI
Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan atau kekuatan
otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim
sesudah persalinan hampir seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di
dalam rongga rahim).
KONTRA INDIKASI
Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah memasuki stadium
pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh
darah, sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan
bakteri, atau kedua-duanya), hipersensitifitas.
Gangguan fungsi hati atau ginjal.
PERHATIAN
Jangan diberikan dalam presentasi abnormal, sebelum proses kelahiran sempurna & pada
kehamilan multipel/ganda sebelum anak terakhir dilahirkan, penanganan aktif stadium ke-3
persalinan yang membutuhkan pengawasan dokter kebidanan, suntikan intravena harus
diberikan secara perlahan, lebih dari 60 detik.
Hipertensi, gangguan fungsi hati atau ginjal, menyusui.
Interaksi obat :
EFEK SAMPING
Nyeri perut, gangguan saluran pencernaan, berkeringat, pusing, sakit kepala, erupsi kulit.
Jarang : hipertensi, bradikardia atau takhikardia, nyeri dada, reaksi vasospastik perifer.
Sangat jarang : reaksi anafilaktik.
KEMASAN
DOSIS
# Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran : 0,1-0,2 mg secara intravena lambat.
# Atonia/perdarahan rahim : 0,2 mg secara intramuskular atau 0,1-0,2 mg secara
intravena. Dapat diulangi dengan jarak waktu 2 jam atau lebih.
# Perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi, lokiometra : 0,1-0,2 mg secara subkutan
atau intramuskular, sampai dengan 3 kali sehari, pada wanita menyusui : selama 3 hari
atau kurang.
PENYAJIAN
Duvadilan [tab]
komposisi
Isoxsuprine HCl
Indikasi
Gangguan sirkulasi perifer akibat kejang, dingin, kaku, kejang, iskemia, diabetes ulkus.
Dosis
Tab 1 tab 3-4 kali setiap hari. 1 amp amp 3 kali sehari.
Administrasi
Harus diambil dengan makanan (Ambil setelah makan untuk mengurangi ketidaknyamanan GI.).
Kontraindikasi
Kategori C: Entah studi pada hewan telah menunjukkan efek buruk pada janin (teratogenic
atau embryocidal atau lainnya) dan tidak ada studi terkontrol pada wanita atau studi pada
wanita dan hewan tidak tersedia. Obat harus diberikan hanya jika manfaat potensial
membenarkan potensi risiko terhadap janin.
Packing
Duvadilan tablet
Duvadilan 20 mg x 50's
METHERGIN
komposisi
INDIKASI
Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan atau kekuatan
otot)/perdarahan
rahim, perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah
persalinan hampir seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam rongga
rahim).
KONTRA INDIKASI
Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah memasuki stadium
pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh
darah, sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan
bakteri, atau kedua-duanya), hipersensitifitas.
Gangguan fungsi hati atau ginjal.
PERHATIAN
Jangan diberikan dalam presentasi abnormal, sebelum proses kelahiran sempurna & pada
kehamilan multipel/ganda sebelum anak terakhir dilahirkan, penanganan aktif stadium ke-3
persalinan yang membutuhkan pengawasan dokter kebidanan, suntikan intravena harus
diberikan secara perlahan, lebih dari 60 detik.
Hipertensi, gangguan fungsi hati atau ginjal, menyusui.
Interaksi obat
EFEK SAMPING
Nyeri perut, gangguan saluran pencernaan, berkeringat, pusing, sakit kepala, erupsi kulit.
Jarang : hipertensi, bradikardia atau takhikardia, nyeri dada, reaksi vasospastik perifer.
Sangat jarang : reaksi anafilaktik.
KEMASAN
DOSIS
OXYTOCINS
GOLONGAN
GENERIK
Oxytocin / Oksitosin sintetik (bebas Vasopressin).
INDIKASI
Pada persalinan normal & pada pasien dimana peningkatan tekanan darah selanjutnya harus
dihindari.
KONTRA INDIKASI
PERHATIAN
# Kontraksi uterus yang kuat menyebabkan rahim robek & laserasi luas pada jaringan
lunak.
# Hipertensi berat, perdarahan, hipofibrinogenemia fatal.
# Intoksikasi air (pada dosis besar atau pemakaian jangka panjang).
# Reaksi anafilaktik, hematoma panggul, gangguan saluran pencernaan.
# Aritmia janin, sekit kuning, perdarahan retina.
KEMASAN
POSPARGIN
GOLONGAN
GENERIK
Metilergometrin maleat.
INDIKASI
Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya tegangan atau kekuatan
otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim
sesudah persalinan hampir seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di
dalam rongga rahim).
KONTRA INDIKASI
Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah memasuki stadium
pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif, penyakit sumbatan pembuluh
darah, sepsis (reaksi umum disertai demam karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan
bakteri, atau kedua-duanya), hipersensitifitas.
Gangguan fungsi hati atau ginjal.
PERHATIAN
Jangan diberikan dalam presentasi abnormal, sebelum proses kelahiran sempurna & pada
kehamilan multipel/ganda sebelum anak terakhir dilahirkan, penanganan aktif stadium ke-3
persalinan yang membutuhkan pengawasan dokter kebidanan, suntikan intravena harus
diberikan secara perlahan, lebih dari 60 detik.
Hipertensi, gangguan fungsi hati atau ginjal, menyusui.
Interaksi obat : mempertinggi efek vasokonstriktor simpatomimetik atau Ergotamin.
EFEK SAMPING
Nyeri perut, gangguan saluran pencernaan, berkeringat, pusing, sakit kepala, erupsi kulit.
Jarang : hipertensi, bradikardia atau takhikardia, nyeri dada, reaksi vasospastik perifer.
Sangat jarang : reaksi anafilaktik.
KEMASAN
DOSIS
# Penanganan aktif stadium ke-3 proses kelahiran : 0,1-0,2 mg secara intravena lambat.
# Atonia/perdarahan rahim : 0,2 mg secara intramuskular atau 0,1-0,2 mg secara intravena.
# Perdarahan dalam masa nifas, subinvolusi, lokiometra : 0,1-0,2 mg secara subkutan atau
intramuskular, sampai dengan 3 kali sehari, pada wanita menyusui : selama 3 hari atau kurang.
MUAL, MUNTAH
Mual dan muntah bisa jadi menunjukan beberapa kondisi, maka amat penting untuk
menentukan penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang tepat.
Mual dan muntah sering sekali dilontarkan pasien dengan latar belakang penyakit yang
berbeda.
Penyebab mual dan muntah bisa jadi sangat sederhana, seperti berputar terlalu cepat saat naik
mesin di taman hiburan. Tetapi, mual muntah bisa juga merupakan gejala suatu penyakit yang
lebih serius, atau karena efek pemberian obat-obatan tertentu. Jadi mual muntah bisa berdiri
sendiri sebagai hal yang independen, namun umumnya dibicarakan bersama-sama dengan
kondisi lain.
Mual dan muntah banyak dikaitkan dengan ganguan organik dan fungsional. Kondisi darurat di
rongga perut seperti apendikitis kut, kolesistitis, gangguan di saluran intestinal, atau peritonitis
juga bisa menyebabkan mual dan muntah. Infeksi virus, bakteri, dan parasit lain di saluran
pencernaan secara tipikal menyebabkan mual dan mmuntah dengan derajat berat. Satu dari
begutu banyak penyebab muntah pada anak adalah gastroenteritis yang disebabkan rotavirus.
Tipe lain dari kondisi mual dan muntah adalah yang disebut mual dan muntah yang bisa
diantisipasi atau anticipatory nausea and vomiting. Mual dan muntah jenis ini disebabkan
karena pemberian obat-obat kemoterapi atau akibat kecemasan yang timbul karena tindakan
tersebut. Kebanyakan pasien menunjukkan dua-duanya, baik karena obatnya dan juga
kecemasan akibat efek kemoterapi. Data dari Support Care Cancer tahun 1998 me nunjukkan
mual atau Anticipatory nausea (AN) dialami oleh sekitar 29% pasien yang menjalani kemoterapi
atau 1:3. Sedangkan muntah (anticipatory vomitting/AV) terjadi pada 11% pasien atau 1:10.
Mual dan muntah juga bisa dikeluhkan pasien sesudah menjalani operasi. Data dari World
Federation of Societies of Anaesthesiologists 2003 menyebutkan Postoperative nausea and
vomiting (PONV) merupakan kejadian yang tidak diinginkan (adverse events0 yang paling sering
terjadi setelah tindakan pembedahan. Kasusnya mencapai 60-70% jika menggunakan agen
anastesi lama, dibandingkan 30% dengan penggunaan obat anastesi yang relatif baru.
Gejala yang sama juga banyak ditemukan pada ke hamilan. Bahkan ka susnya relatif tinggi. Rasa
mual menimpa 75-85% perempuan hamil, dan 50% diikuti muntah.
Karena cukup menganggu dan men u run kan aktivitas harian penderita, maka tu juan terapi
untuk mual dan muntah adalah mencegah atau menghilangkannya. Tetapi pendekatan terapi
sangat tergantung pada kondisi medis masing-masing pasien. Untuk mual dan muntah ringan,
bisa diatasi dengan obat-obat bebas atau bisa dilakukan pendekatan non farmakologi.
Tetapi karena gejala mual dan muntah bisa jadi merepresentasikan beberapa kondisi, maka
amat penting untuk menentukan penyebab sebelum memutuskan penggunaan obat yang
tepat.
Tujuan keseluruhan dari terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual
dan muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi antiemetik diindikasikan
untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder dari muntah, anoreksia berat,
memburuknya status gizi atau kehilangan berat badan.
Obat-obat yang tersedia bebas misalnya antasid, histamine 2 antagonis seperti simetidin, fa
motidin, dan ranitidine. Obat-obat kelompok antihistimine-antikolinergik seperti meclizine,
cyclizine, dimenhidrinat, dan difenhidramin, serta cairan fosforilat karbohidrat. Sedangkan obat
anti mual muntah yang bisa didapatkan dengan resep antara lain antihistamin-antikolinergik
dan fenotiazine. Kedua jenis obat ini umumnya efektif, meskipun dalam dosis dan frekuensi
pemberian yang kecil. Untuk kasus yang lebih rumit, disarankan mengkombinasikan obat.
Obat-obat anti muntah (antiemesis) untuk pasien kanker yang menerima obat kemoterapi
harus diberikan sebelum, selama dan sesudah kemoterapi. Obat-obat yang digunakan untuk
mengatasi efek samping kemoterapi, dalam hal ini mual dan muntah, adalah proklorperazine
saja atau dikombinasikan dengan lorazepam; granisetron, ondansetron, atau dolasetron yang
merupakan obat golongan 5-HT3 receptor antagonis. Obat ini bekerja de ngan menghambat
aksi serotonin, yang merupakan substansi alamiah penyebab mual dan muntah. Salah satu dari
obat golongan antagonis reseptor 5-HT3 tersebut juga bisa dikombinasikan dengan
deksametason atau metilprednisolon.
Mual Muntah saat Hamil
OLEH INFORMASITIPS.COM ON JANUARY 7, 2012 IN KEHAMILAN - NO COMMENTS
Hormon yang hanya dikeluarkan saat hamil yaitu hCG (Chorionic Gonadotropin Hormone),
mempengaruhi pencernaan, indra perasa dan penciuman menjadi sensitif terhadap rasa
dan bau tertentu.
Pada pagi hari, gula darah cenderung rendah, ini pun bisa bikin mual.
Jika Anda kurang vitamin B dan Zinc/seng, ini juga memicu morning sickness.
Ibu yang mengandung bayi kembar, mengalami keluhan lebih berat.
Tablet besi juga mencetuskan rasa mual
Jika Anda menderita morning sickness, tidak harus meminum obat. Namun jika sangat
menggangu, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter tentang obat mual-muntah yang cocok.
Anda juga bisa mencoba cara alami yang lebih menarik daripada meminum obat, misalnya:
Teh herbal dengan jahe atau peppermint dapat meredakan gejala.
Banyak beristirahat, dan menyandarkan kaki ke tempat yang lebih tinggi, dapat
mengurangi stress yang berhubungan dengan mual.
Makan sedikit biskuit kering, sebelum bangun dari tempat tidur pada pagi hari, atau
diantara waktu makan dapat menyeimbangkan kadar gula darah.
Banyak minum untuk menggantikan cairan karena muntah.
Makanan rendah lemak dengan porsi kecil yang dibagi rata sepanjang hari. Ini dapat
menghindari fluktuasi kadar gula darah.
Hindari makanan pedas.
Yoga, pijat refleksi dan akupresur dapat meringankan gejala mual dan muntah.
Aromaterapi dapat membuat suasana diri tenang. Namun beberapa aroma malah memicu
mual. Untuk itu, pilih dulu aroma yang sesuai untuk Anda sendiri.
Hiperemesis gravidarum/muntah yang berlebihan saat hamil
Normalnya mual muntah akan menghilang pada minggu ke-16 kehamilan. Namun bila
bertambah berat, atau muncul gejala dehidrasi misalnya merasa berkunang-kunang, bibir dan
mulut kering, ini saatnya Anda ke dokter. Karena masalah ini akan mempengaruhi kesehatan
ibu dan janin. Hiperemesis dikaitkan dengan beberapa penyakit, seperti:
Pada penderita migrain, hipertiroid, diabetes, berat badan kurang dan penyakit maag
kronis, kemungkinan menderita hiperemesis saat hamil akan meningkat.
Adanya hiperemesis dikaitkan dengan kehamilan anggur/ hamil mola, adanya kelainan
kromosom janin (misalnya sindrom down) dan hidrops fetalis (penumpukan cairan di
seluruh tubuh bayi)
Kehamilan bukan satu-satunya penyebab muntah berlebihan. Penyakit lain, misalnya ulkus
peptic/luka lambung, hepatitis/darang hati, pankreatitis/radang pankreas, bisa juga
menyebabkan muntah yang berlebihan. Maka dokter Anda juga memeriksakan kemungkinan-
kemungkinan ini supaya kehamilan Anda tetap aman.
Pada awal kunjungan Anda ke rumah sakit, dokter akan memeriksa keadaan umum Anda,
apakah Anda dehidrasi atau tidak. Kemudian terapi awal adalah mengganti cairan tubuh yang
hilang karena muntah dengan cairan infus yang mengandung gula dan elektrolit. Anda juga
akan diberikan vitamin B1, B6, dan magnesium. Selain itu tentunya juga diberikan obat
antiemesis. Setelah dehidrasinya teratasi, barulah dicari apakah ada kemungkinan penyakit lain
yang menyebabkan hiperemesis pada pasien. Komplikasi hiperemesis misalnya, bayi lahir
prematur, kerusakan ginjal, kelemahan otot, gangguan jantung dan kerusakan otak jarang
terjadi.