Anda di halaman 1dari 2

*Antara jodoh, jomblo dan pacaran.

Adik-adik sekalian, baik putra maupun putri, apalagi kalian yg polos lemah lembut dan baik hati.
Ketahuilah, pacaran itu bukan tempat untuk boking jodoh. Sekali lagi bukan. Sudah banyak contohnya.
Bukan berarti sy berada di pihak yg mengelu-elukan para jomblo dengan mengatakan bahwa jodoh
mereka pasti cepat datang, jodoh mereka pasti yg terbaik. Oh, tidak. Tidak demikian. Dalam hal ini kita
sama. Sama2 dalam penantian. Jodoh adalah misteri itu milik semua orang, sekalipun beda prinsip
hidupnya, beda proses mencarinya, juga tdk peduli apapun agamanya. Ada pacaran memang yg pada
akhirnya menjadi suami-istri, tp tidak sedikit yg dilalui setelah jatuh cinta-nya berulangkali. Nah, kalian
justru bisa belajar banyak hikmah kalau menemukan kasus seperti ini. Pastinya dia tau bahwa pacaran
itu bukan jaminan untuk memboking anaknya orang.

Lantas apa yg menjadi landasan utama berpacaran? Sederhana, jawabannya; Untuk ber-
senang2. Mulai dari chattingan, telpon2an, jalan berduaan sampai berani pegang2 tangan, (kalau ada yg
lebih jauh, itulah sdh yg intoleran). Pahamilah perbedaan yg mendasar ini. Kalau kalian sudah bisa
membedakan, maka nasehat ini tidak berlaku lagi bagi mereka yg tujuannya memang mencari
kesenangan. Tidak perlu dilanjutkan membacanya, tulisan ini jelas bukan untuk kalian. Stop baca dari
sekarang.

Adapun adik2ku yg tujuannya ingin mencari jodoh, kalau dalam hal ini kalian sudah tau bahwa
tidak ada bedanya antara yg jomblo atau yg pacaran. Maka jauh lebih baiklah jika kalian memilih untuk
tidak pacaran. Kalau kalian sempat baca catatan2 yg sdh berlalu, tujuannya sy jelas ingin mengajak
kalian untuk menggunakan logika atau akal sehat dalam menyeimbangkan dominannya seseorang
menggunakan perasaan. Sudah banyak teman sy (kakak2 kalian) yg curhat karena putus cinta, minta
nasehat yg bisa membuat hatinya tenang. Saya katakan kepada mereka bahwa tidak ada pilihan yg baik
selain meninggalkan kebiasaannya pacaran. Karena ternyata ada adik2 sekalian, yg ketika dia patah hati
justru melampiaskan dengan mencari pacar lain, patah hati lagi, cari lain lagi. Begitu seterusnya. Itulah
yg dinamakan patah hati berulang. Teruss seperti itu untuk kemudian jatuh di lubang yg sama. Memang
nikmat awalnya. Tapi begitulah nikmat yg melenakan.

Oh,ya, untuk yg putri. Belum lama ini ada teman kalian yg inbox bertanya, cukup banyak dan
panjang: kalau kita sudah menjaga diri, menjaga kehormatan, trus kapan waktu yg tepat untuk
memulai? Bagaimana cara memulainya? Kita sebagai manusia kan harus ber-IKHTIAR mencarinya dan
bukan hanya berdoa? Kemudian juga bertanya: Dan kalau semua sudah siap, siapakah yg harus
memulai duluan? Terlebih seorang gadis apakah hanya menunggu sj sampe datang sendiri?

Adik2ku, demi pertanyaan yg bertubi-tubi itu, butuh waktu beberapa saat untuk merenungkan
jawaban serta analogi yg tepat. Intinya sy suruh dia untuk melihat teman2 pria di sekitarnya, di antara
banyaknya lelaki yg sudah dia kenal sampai hari ini (di luar cowo baru yg bakal dia kenal nanti). Saya
suruh dia liat, apakah ada laki2 yg memberikan tanda2 kalau dia ada rasa, dan pastikan kamu jg ada
rasa. Haha. Kemudian sy tanya: sudah siap menikah belum?

Adik2 sekalian, kalau jawabannya belum, berarti itu tidak bisa dikatakan ikhtiar. Okey?.
Ibaratnya gini, sy sebagai suami itu harus memberikan nafkah kepada istri dan anak. Hukumnya itu
wajib, apapun caranya sy harus berusaha (IKHTIAR). Betul bukan? Yap. Masalahnya sekarang, mau
ikhtiar gimana kalau istrinya sj belum ada? :D Sama: apanya yg mau diikhitiarkan kalau kita sendiri
belum siap berumah tangga? Itu namanya: berusaha nyari jodoh tapi bukan berusaha nyari jodoh.
*aduh, kalimatnya bikin mumet, pusing pala sehun.*

Oke. Sampai di sini sudah jelas kan? Kalau kalian tetap memilih pacaran dengan alasan untuk
mengetahui kepribadian calon jodoh, untuk mengetahui prinsip hidupnya, hei, bukankah laki2 atau
perempuan di sekitarmu yg jomblo itu justru sudah menunjukkan prinsip hidupnya? Kalau kau mau
tanya kepribadiannya, tanyakanlah ke teman dekatnya, akan kau dapat informasi yg valid. Cespleng.

Kemudian pertanyaan terakhir; apakah memang harus lelaki yg duluan? Jawabannya TIDAK.
Banyak kisah di mana perempuan bisa memulai duluan tanpa merendahkan kehormatannya. Tidak usah
jauh2, lihat saja istri Rasulullah satu2nya ketika beliau belum menjadi nabi, ibunda kita Siti Khadijah.
Yang karena Nabi begitu sungkan kepada majikannya maka tidak ada jalan lain majikannya-lah yg
terlebih dahulu menyapa, dgn perantara sepupunya. Apakah ini merendahkan kehormatannya? Sama
sekali tidak. Justru semakin memuliakan posisinya.

Sebenarnya masih banyak yg ingin sy tulis tp cukuplah dulu sampai di sini. Kalau kebanyakan
ntar malah bikin mual. Sudah dulu ya..

Anda mungkin juga menyukai