Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Di dalam sejarah Islam, awalnya zakat muncul sebagai kritikan terhadap ketentuan pokok yang
di tetapkan oleh negara-negara lain, seperti kerajaan Romawi dan Persia. Namun setelah Islam
berkembang, Islam mulai memperkenalkan sistem pajak. Awalnya hanya diberlakukan pada
kafir zimmy atau kafir yang berada dibawah pengawasan pemerintah Islam. Kemudian pajak
juga diterapkan kepada muslim terhadap harta kekayaan yang berada di luar jenis-jenis harta
yang ditentukan untuk dikeluarkan zakatnya. Ironisnya, pajak sebagai sumber penerimaan negara
mengalami penguatan, sementara zakat mengalami kemunduran. Atas dasar itu perlu dilakukan
kajian yang berusaha melakukan pemahaman kembali atas hal yang mendasari perbedaan zakat
dan pajak.

Maka pada makalah ini, penulis akan menguraikan tentang pengertian zakat dan pajak, dalil,
persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak, asas teori wajib pajak dan zakat, pembayaran
zakat dan pajak, membayar pajak tanpa zakat.

BAB II
PEMBAHASAN
Zakat Dan Sistem Pajak
A. Pengertian

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan bentuk kata dasar (masdar) dari zaka yang
berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Dari segi istilah fiqh, zakat berarti sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah yang diserahkan kepada orang-orang yang berhak.[1]

Pajak menurut defenisi para ahli keuangan, ialah kewajiban yang ditetapkan terhadap wajib
pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, dan hasilnya digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum, serta merealisasikan sebagian tujuan
ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.[2]

B. Dalil

Di dalam Al-Quran banyak sekali disebutkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan zakat,
termasuk diantaranya ayat yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara
bersamaan. Salah satu diantaranya yang menyebutkan tentang kewajiban zakat adalah surat At-
Taubah ayat 103 yang berbunyi:

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

C. Persamaan Dan Perbedaan Antara Zakat Dan Pajak


1. Persamaan Zakat Dengan Pajak[3]

Bersifat wajib dan mengikat atas harta penduduk suatu negeri, apabila melalaikannya
akan terkena sanksi
Zakat dan pajak harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai efisiensi penarikan
keduanya dan alokasi penyalurannya
Dalam pemerintahan Islam, zakat dan pajak dikelola oleh negara
Tidak ada ketentuan memperoleh imbalan materi tertentu di dunia
Dari sisi tujuan ada kesamaan antara keduanya yaitu untuk menyelesaikan problem
ekonomi yang terdapat di masyarakat

2. Perbedaan Zakat Dengan Pajak [4]

Dengan adanya semua kesamaan di atas, bukan berarti pajak bisa disamakan begitu saja dengan
zakat. Karena di antara keduanya terdapat perbedaan mendasar dan essensial. Adapun perbedaan
antara zakat dan pajak akan dijelaskan dengan tabel di bawah ini:

Perbedaan Zakat Pajak


Arti nama Bersih, bertambah dan Utang, pajak, upeti
berkembang
Dasar hukum Al-Quran dan as Undang-undang suatu
Sunnah negara
Nishab dan tarif Ditentukan Allah dan Ditentukan oleh negara
bersifat mutlak dan yang bersifat relatif.
Nishab zakat memiliki
ukuran tetap sedangkan
pajak berubah-ubah sesuai
dengan neraca anggaran
negara
Sifat Kewajiban bersifat Kewajiban sesuai dengan
tetap dan terus kebutuhan dan dapat
menerus dihapuskan
Subyek Muslim Semua warga negara
Objek alokasi Asnaf 8 Untuk dana pembangunan
penerima dan anggaran rutin
Harta yang Harta produktif Semua harta
dikenakan
Syarat Ijab Kabul Disyaratkan Tidak disyaratkan
Imbalan Pahala dari Allah dan Tersedianya barang publik
pemerintah Islam
Sanksi Dari Allah dan Dari negara
pemerintahan Islam
Motivasi Keimanan dan Ada pembayaran pajak
pembayaran ketaqwaan kepada dimungkinkan adanya
Allah, ketaatan dan manipulasi besarnya
ketakutan pada negara jumlah harta wajib pajak
dan sanksinya dan hal ini terjadi pada
zakat
Perhitungan Dipercayakan kepada Selalu menggunakan jasa
Muzakki dan dapat akuntan publik
juga dengan bantuan
amil zakat

D. Asas Teori Wajib Pajak Dan Zakat

1. Asas Hukum Mengenai Wajib Pajak [5]

Para ahli berbeda pendapat mengenai asas hukum terhadap kewajiban masyarakat untuk
membayar pajak

a. Teori Perjanjian

Para filosof abad ke-19 berpendapat, bahwa pajak diwajibkan atas dasar hubungan timbal balik
negara dengan masyarakat. Menurut para pendukung teori timbal balik, perjanjian ilmiah yang
kokoh antara negara dengan pembayar pajak mengemukakan berbagai aliran .

Mirabau: pajak adalah pembayaran di muka yang dilakukan oleh seseorang terhadap
perlindungan sekelompok manusia . Adam Smith: perjanjian ini berbentuk pembayaran jasa
atas pekerjaan. Montesque dan Hobes: perjanjian ini berbentuk jaminan keamanan.

b. Teori Kedaulatan Negara


Teori ini mempunyai pandangan, bahwa negara melakukan fungsinya untuk melayani kebutuhan
masyarakat, tidak untuk kepentingan pribadi. Untuk melaksanakan fungsinya negara
memerlukan pembiayaan, oleh karena itu negara punya hak untuk mewajibkan penduduknya atas
dasar kedaulatan menanggung pembiayaan itu sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing
warganya.

2. Asas Wajib Zakat[6]

Adapun asas wajib zakat adalah sebagai berikut:

a) Teori beban umum

Teori ini didasarkan bahwa merupakan hak Allah sebagai pemberi nikmat untuk
membebankan kepada hamba-Nya apa yang dikehendakinya, baik kewajiban badani maupun
harta, untuk melaksanakan kewajibannya dan tanda syukur atas nikmatnya.

b) Teori Khilafah

Harta adalah amanah Allah. Dan manusia sebagai pemegang amanah atas harta itu. Harta
kekayaan adalah rizki dari Allah untuk manusia sebagai anugerah dan nikmat darinya. Dan
setelah memperoleh nikmat itu, ia harus mengeluarkan sebagian rizkinya itu dengan tujuan
meninggikan rahmat Allah, dan menolong saudara-saudaranya sesama hamba Allah, sebagai
tanda syukur atas segala nikmat yang diberikan kepadanya.

c) Teori pembelaan antara pribadi dan masyarakat

Islam mewajibkan setiap orang yang punya kekayaan banyak untuk menunaikan hak-hak tertentu
bagi kepentingan umum.

d) Teori persaudaraan

Masyarakat Islam ibarat satu bangunan yang kokoh dan kuat, yang satu menunjang yang lainnya,
saling tolong menolong dan saling menjaga satu sama lainnya.

E. Pembayaran Zakat Dan Pajak

Dengan memakai paradigma bahwa zakat tidak sama dengan pajak, para ulama kemudian
membolehkan umat Islam untuk membayarkan pajak di samping kewajiban untuk membayar
zakat.[7]

Ada 3 persoalan yang berkaitan dengan pembayaran zakat dan pajak yang harus di laksanakan
kaum muslim:[8]

Pertama, dalil-dalil yang membolehkan adanya kewajiban pajak di luar zakat.


Kedua , syarat yang harus di perhatikan dalam kewajiban pajak.
Ketiga , kritik terhadap tidak adanya ketentuan pajak di luar zakat.

Dalil-dalil yang Membolehkan Adanya Kewajiban Pajak di Samping Zakat

Ada 5 alasan yang membolehkan kewajiban pajak di samping pembayaran zakat yang harus di
laksanakan kaum muslim, yaitu:

1) Jaminan/ solidaritas sosial merupakan suatu kewajiban

Pajak merupakan sumber pembiayaan bagi kebutuhan social oleh karena itu, apabila dana zakat
tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan social tersebut, maka dibolehkan adanya
pungutan-pungutan di luar zakat seperti pajak.

2) Sasaran zakat itu terbatas, sedangkan pembiayaan banyak sekali

Zakat harus di gunakan pada sasaran yang di tentukan oleh syariah dan menempati fungsinya
yang utama dalam menegakkan solidaritas social . atas dasar itu ulama berpendapat bahwa zakat
tidak boleh di pergunakan untuk membangun jembatan , perbaikan jalan dan yang lainnya. Maka
untuk membiayai kepentingan umum dibolehkan adanya ketentuan pajak bagi kaum muslim.

3) Kaidah-kaidah hukum syara

Dengan menggunakan kaidah yang berlandaskan nash (yaitu Al-Quran dan Sunnah), pajak
bukan hanya dibolehkan, tetapi juga diwajibkan pemungutannya untuk merealisasikan
kepentingan umat dan negara, apabila sumber penerimaan lain tidak mencukupi.

4) Jihad atas harta dan tuntutannya yang besar

Islam mewajibkan kepada umatnya untuk berjihad di jalan Allah dengan harta jiwa. Salah bentuk
jihad dengan harta yang diperintahkan adalah kewajiban lain di luar zakat.

5) Kerugian dibalas dengan keuntungan

Dana yang diperoleh dari zakat dipergunakan untuk membiayai segala keperluan negara yang
manfaatnya kembali kepada seluruh rakyat.

Syarat-syarat Pajak

Sistem pajak yang di akui dalam sejarah Islam dibenarkan, harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:

1) Tidak ada sumber pendapatan lain.


2) Pembagian beban pajak yang adil
3) Di pergunakan untuk membiayai kepentingan umat bukan untuk maksiat.
4) Persetujuan para ahli dan cendekia

Kritik terhadap orang yang enggan membayar pajak

Keengganan sebagian masyarakat yang tidak mau membayar pajak karena menganggap zakat
lebih utama dari yang lain. Alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut:

1) Tidak ada kewajiban di luar zakat

Menurut pendapat kalangan ahli fiqh, bahwa tidak ada kewajiban lain atas harta selain zakat.
Zakat hanya satu-satunya kewajiban atas harta dan tidak boleh menentukan kewajiban lain selain
zakat.

2) Menghormati hak pribadi

Islam menghormati milik pribadi dan menjadikan tiap orang lebih berhak atas hartanya sendiri
dan mengharamkan harta orang lain. Alasan ini kurang dapat di terima karena penghormatan
Islam terhadap milik pribadi tidak memutuskan hubungan haknya terhadap harta orang-orang
miskin dan orang lemah dan mempunyai hak atas harta tersebut .

F. Membayar Pajak Tanpa Zakat[9]

Persoalan lain yang dihadapi umat Islam dalam dualisme pajak dan zakat adalah adanya
anggapan sebagian masyarakat bahwa pajak sama dengan zakat. Artinya, kewajiban pajak
meruntuhkan kewajiban membayar zakat.

Oleh karena itu, banyak di antara umat Islam yang membayar pajak dengan niat zakat dan
menganggap telah gugur kewajiban zakatnya. Yusuf Qardawi menolak pendapat ini dengan
mengemukakan beberapa alas an, yaitu :

1) Harus dalam jumlah tertentu yang di tetapkan oleh syariat, yaitu 1/10, 1/20 sampai 1/40. tariff
pajak tidak tetap, kadang- kadang lebih besar dari tariff zakat, kadang-kadang lebih kecil. Selain
itu, kadang harta yang memenuhi syarat wajib zakat tidak dikenai zakat karena tidak memenuhi
syarat wajib pajak, kadang pajak dipungut dari harta yang tidak menjadi objek zakat karena tidak
memenuhi syarat wajib zakat.

2) Harus menggunakan niat tertentu, yaitu berniat mendekatkan diri kepada Allah dan mengikuti
perintahnya dengan membayar zakat yang di perintahkan pada hamba-Nya. Kadang niat pajak
bertentangan dengan niat zakat, karena niat ibadat dalam pajak tidak murni, sedangkan zakat
adalah ibadah yang disyaratkan ikhlas dalam mengerjakannya.

3) Harus di berikan kepada sasaran tertentu, yaitu 8 asnaf, baik secara langsung maupun melalui
perantaraan amil zakat yang mewakili pemerintah.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang
diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Sedangkan adalah kewajiban yang ditetapkan
terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada negara sesuai dengan ketentuan, dan
hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum, serta merealisasikan
sebagian tujuan ekonomi, sosial, politik dan tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai oleh negara.
Dari persamaan dan perbedaan antara zakat dan pajak yang telah dijelaskan di atas, dapat
dipahami bahwa zakat dan pajak tidaklah sama. Pembayaran zakat tidak dapat dihapuskan
dengan adanya pajak. Namun, di sisi lain umat Islam dibolehkan untuk membayar pajak
disamping kewajiban zakat untuk memenuhi kebutuhan pembangunan masyarakat dan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Mhd. Ali, Nuruddin. 2006. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Qardawi, Yusuf. 2007. Hukum Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa.
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Pt
RajaGrafindo Persada, 2006)

______________________
[1] Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Pt RajaGrafindo Persada, 2006),
hal 6
[2] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2007), hal 999
[3] Zensudarno, Beda Pajak Dan Zakat, http://zensudarno.wordpress.com/2007/07/03/beda-pajak-dan-zakat/,
download tanggal 12 Juni 2009 jam 16.00
[4] Zensudarno, Loc.Cit
[5] Yusuf Qardawi, Op.Cit. hal 1008-1009
[6] Ibid., hal 1010-1025
[7] Nuruddin Mhd. Ali, Op.Cit, hal 42
[8] Ibid., hal 42-54
[9] Ibid., hal 54-56

Dilihat dari sudut etimologi, kata zakat merupakan mashdar dari zak yang berarti berkah,
tumbuh bersih dan baik.1 Pendapat lain mengatakan bahwa kata dasar zak, berarti bertambah
dan tumbuh, sedangkan setiap sesuatu yang bertambah disebut zakat artinya bertambah. Bila satu
tanaman tumbuh tanpa cacat, kata-kata zakat berarti bersih.2

Adapun zakat menurut terminology, banyak para ahli mendefinisikannya.Misalnya dari segi
istilah fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang

1
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Bogor: Pustaka Litera Nusa, 1987), hal. 34
2
Ibid, hal. 34
yang berhak, disamping berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri.3 Madzhab Maliki
mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula
yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada yang berhak
menerimanya (mustahiqq). Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl (setahun),
bukan barang tambang dan bukan pertanian. Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan
menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik yang khusus,
ditentukan oleh syariat karena Allah SWT. Madzhab Syafii mendefinisikan zakat dengan
ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan madzhab
Hanbali mendefinisikan zakat dengan hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk
kelompok yang khusus pula.

Secara bahasa pajak dalam bahasa arab disebut dengan Dharibah, yang berarti mewajibkan,
menetapkan, menentukan Para ulama memakai ungkapan dharibah untuk menyebut harta yang
dipungut sebagai kewajiban.4 Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Adh-
Dharibah, yang artinya adalah beban. Ia disebut beban karena merupakan kewajiban tambahan
atas harta setelah zakat, sehingga dalam pelaksanaannya akan dirasakan sebagai sebuah beban.
Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya memang mempunyai banyak arti,
namun para ulama memakai ungkapan dharibah untuk menyebut harta yang dipungut sebagai
kewajiban dan menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Sedangkan kharaj adalah berbeda
dengan dharibah, karena kharaj adalah pajak yang obyeknya adalah tanah (taklukan) dan
subyeknya adalah non-muslim. Sementara jizyah obyeknya adalah jiwa (an-nafs) dan subyeknya
adalah juga non-muslim.5

3
Ibid, hal. 34
4
Gusfahmi, 2007, Pajak Menurut Syariah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm.27
5
Ibid, hal. 27-30

Anda mungkin juga menyukai