Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

SISTEM MUSKULOSKELETAL

ASUHAN KEPERAWATAN ARTRITIS

Di Buat Oleh:
Kelompok VIII

VIDIA AMANDA INDAH SARI


ELIZA KURNIASIH
ANGGA DAMURI

PRODI S1 - KEPERAWATAN SEMESTER IV


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena atas berkat, rahmat dan
limpahan karunia-Nyalah kami kelompok III dapat menyelesaikan makalah SISTEM
MUSKULOSKELETAL tentang Asuhan Keperawatan Artritis. Semoga apa yang kami tulis
dan paparkan dalam makalah ini bermanfaat bagi kita semua, dan khususnya mahasiswa/i STIK
MUHAMMADIYAH PONTIANAK.

Penyusun

Kelompok VIII
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan,
pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi. Rheumatoid
arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki
cenderung paling sering terlibat. Pada rheumatoid arthritis kekakuan paling sering
terburuk di pagi hari. Hal ini dapat berlangsung satu sampai dua jam atau bahkan
sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu yang lama di pagi hari tersebut merupakan
petunjuk bahwa seseorang mungkin memiliki rheumatoid arthritis, karena sedikit
penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya, osteoarthritis paling sering
tidak menyebabkan kekakuan pagi yang berkepanjangan (American College of
Rheumatology, 2012).
Penyakit arthritis bukan penyakit yang mendapat sorotan seperti penyakit
hipertensi, diabetes atau AIDS, namun penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang
cukup mengganggu dan terjadi dimana-mana. Rheumatoid arthritis adalah bentuk paling
umum dari arthritis autoimun, yang mempengaruhi lebih dari 1,3 juta orang Amerika.
Dari jumlah tersebut, sekitar 75% adalah perempuan. Bahkan, 1-3% wanita mungkin
mengalami rheumatoid arthritis dalam hidupnya. Penyakit ini paling sering dimulai
antara dekade keempat dan keenam dari kehidupan. Namun, rheumatoid arthritis dapat
mulai pada usia berapa pun (American College of Rheumatology, 2012).
Di Indonesia sendiri kejadian penyakit ini lebih rendah dibandingkan dengan
negara maju seperti Amerika. Prevalensi kasus rheumatoid arthritis di Indonesia berkisar
0,1% sampai dengan 0,3% sementara di Amerika mencapai 3% (Nainggolan, 2009).
Angka kejadian rheumatoid arthritis di Indonesia pada penduduk dewasa (di atas 18
tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%. Pada anak dan remaja prevalensinya satu per 100.000
orang. Diperkirakan jumlah penderita rheumatoid arthritis di Indonesia 360.000 orang
lebih (Tunggal, 2012).
Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien.
Kebanyakan penyakit rheumatoid arthritis berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh
kembali secara berulang-ulang sehingga menyebabkan kerusakan sendi secara menetap.
Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa pasien atau hanya menimbulkan gangguan
kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit rheumatoid arthritis tidak hanya
berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan aktivitas hidup sehari-hari
tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan kegagalan organ.
Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan mudah
lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur. Dengan demikian hal yang paling buruk
pada penderita rheumatoid arthritis adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas hidup.
Bahkan kasus rheumatoid arthritis yang tidak begitu parah pun dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan seseorang untuk produktif dan melakukan kegiatan
fungsional sepenuhnya. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan tidak mampu
melakukan aktivitas sehari-hari seutuhnya (Gordon et al., 2002).
Penderita penyakit kronik seperti rheumatoid arthritis mengalami berbagai macam
gejala yang berdampak negatif terhadap kualitas hidup mereka. Banyak usaha yang
dilakukan agar pasien dengan rheumatoid arthritis dapat merasa lebih baik dan dapat
memperbaiki kualitas hidup mereka. Pengobatan saat ini tidak hanya bertujuan mencegah
atau berusaha menyembuhkan rheumatoid arthritis, tujuan utama pengobatan juga untuk
mengurangi akibat penyakit dalam hidup pasien dengan meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi kecacatan (Pollard et al., 2005).
Pemberian terapi rheumatoid arthritis dilakukan untuk mengurangi nyeri sendi
dan bengkak, meringankan kekakuan serta mencegah kerusakan sendi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pengobatan rheumatoid arthritis yang dilakukan
hanya akan mengurangi dampak penyakit, tidak dapat memulihkan sepenuhnya. Rencana
pengobatan sering mencakup kombinasi dari istirahat, aktivitas fisik, perlindungan sendi,
penggunaan panas atau dingin untuk mengurangi rasa sakit dan terapi fisik atau
pekerjaan. Obat-obatan memainkan peran yang sangat penting dalam pengobatan
rheumatoid arthritis. Tidak ada pengobatan tunggal bekerja untuk semua pasien. Banyak
orang dengan rheumatoid arthritis harus mengubah pengobatan setidaknya sekali dalam
seumur hidup. Pasien dengan diagnosis rheumatoid arthritis memulai pengobatan dengan
DMARD (Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin
dan leflunomid. Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperlambat
kemajuan penyakit. Seringkali dokter meresepkan DMARD bersama dengan obat anti-
inflamasi atau NSAID dan/atau kortikosteroid dosis rendah, untuk mengurangi
pembengkakan, nyeri dan demam (Arthritis Foundation, 2008). Pengobatan rheumatoid
arthritis merupakan pengobatan jangka panjang sehingga pola pengobatan yang tepat dan
terkontrol sangat dibutuhkan. Dengan pengukuran kualitas hidup dapat diketahui pola
pengobatan yang efektif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien (Chenetal., 2005).
Secara umum kualitas hidup menggambarkan kemampuan individu untuk
berperan dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang dilakukannya.
Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan menggambarkan pandangan individu
terhadap kebahagiaan dan kepuasan terhadap kehidupan yang mempengaruhi kesehatan
mereka (American Thoracic Society, 2007). Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain karakteristik pasien, karakteristik penyakit dan tingkat nyeri
yang dialami pasien (Asadi-Lari et al., 2004). Selain itu, pengobatan atau terapi, seperti
jenis obat atau terapi juga ikut berperan dalam kualitas hidup pasien (Chenetal., 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi arthritis ?
2. Apa saja etiologi arthritis ?
3. Apa saja klasifikasi arthritis ?
4. Apa saja asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien yang menderita
arthritis ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa definisi arthritis
2. Mengetauhi apa saja etiologi arthritis
3. Mengetahui apa saja klasifikasi arthritis
4. Mengetahui apa saja asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada klien yang
menderita artriris
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Artritis merupakan peradangan pada sendi dan mencakup lebih dari 100 tipe
penyakit yang berbeda.
Arthritis rheumatoid penyakit inflamasi non bacterial yang bersifat sistemik,
progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
sistematik (Chairuddin,2003)
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerusakn kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering
terkena OA (Sudoyo Aru,dkk 2009)
Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang
ditandai dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut berulang-ulang
Penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan
wanita pasca menopause ()

B. Etiologi
Etiologi arthritis rheumatoid masih belum di ketahui, kemungkinan arthritis
rheumatoid merupakan manifestasi respon terhadap suatu agen infeksiosa pada pejamu
yang secara genetis rentan telah diperkirakan. Karena distribusi arthritis rheumatoid yang
telah mendunia, organism tersangka yang telah di hepotesiskan terdapat dimana mana.
Sejumlah agen penyebab telah di perkirakan, yaitu Mycoplasma, virus Eipstein Barr,
sitomegalovirus, parvovirus dan virus rubella, tetapi bukti yang menyakinkan apakah
agen tersebut atau agen infeksiosa lain menyebabkan arthritis rheumatoid belum ada.

C. Klasifikasi
Artritis rheumatoid (AR), Osteoartritis (OA), dan Gout adalah bentuk yang lebih
umum terjadi. Terdapat banyak penyakit jaringan penyambung yang dicirikan oleh
arthritis, seperti sistemik lupuseritematosus, dermatomiositis, kleroderma, demam
reumatik, dan spondilitis ankilosis.
Artritis rheumatoid adalah penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis di
karakteristikan oleh inflamasi dari membrane synovial dari sendi diartroidial.
Artritis rheumatoid jevunilis merupakan arthritis kronik pada anak yang
menyerang satu sendi atau lebih. Penyakit ini berbeda dengan arthritis rheumatoid
dewasa karena jarang merupakan awal dari arthritis rheumatoid dewasa dan faktor
rheumatoid biasanya negative.
Terdapat tiga tipe berdasarkan gambaran klinisnya.
Tipe pertama adalah arthritis juvenili tipe pausiartikular. Biasanya mengenai sendi
lutut atau pergelangan kaki, kadang mengenai sendi panggul atau siku. Keadaan umum
biasanya baik. Komplikasi yang dapat timbul adalah iridosiklitis
Tipe kedua adalah tipe poliartikular, mengenai lima sendi atau lebih dan disertai
dengan tanda yang lebih berat. Paling sering ditemukan pada sendi lutut, pergelangan
kaki, telapak kaki, pergelangan tangan dan leher. Prognosis buruk bila timbul berulang
komplikasi berupa hambatan umum pertumbuhan skelet. Keadan ini di perberat dengan
pemberian dengan kortikosteroid jangka panjang.
Tipe ketiga adalah arthritis juvenili sistematik juga di sebut penyakit still. Tipe ini
jarang di temukan tetapi dengan prognosis yang lebih buruk. Biasanya menyerang anak
di bawah umur lima tahun. Pada keadaan akut, dapat menyerang beberapa sendi di sertai
tanda sistemik berupa panas tinggi, bercak eritema, anemia. Limfadenopati,
hepatosplenomegali, dan perikarditis. Dari tipe ini, 70% akan mengalami remisi di bawah
umur 10 tahun. Umumnya di dapat deormitas karena destruksi sendi dan gangguan
pertumbuhan.
D. Manifestasi Klinis
Nyeri, pembengkakan, dan nyeri tekan mula-mula mungkin terasa di sekitar sendi
dengan lokasi tidak jelas. Nyeri di sendi yang terkena di perparah oleh gerakan,
merupakan manifestasi tersering arthritis rheumatoid. Secara klinis, peradangan sinovium
menyebabkan nyeri tekan, pembengkakan, dan keterbatasan gerakan. Pada pemeriksaan
sendi, terutama sendi besar misalnya lutut, teraba hangat tetapi jarang terjadi eritema.
Nyeri terutama berasal dari kapsul sendi yang banyak di persarafi oleh serat nyeri dan
sangat peka terhadap rengangan atau distensi.

1. Osteoarthritis (juga disebut penyakit sendi degeneratif) adalah gangguan non


inflamasi yang dicirikan oleh perubahan degenerative pada kartilago artikular
dan pertumbuhan berlebih pada tulang (osteofit) pada tepi sendi, ini
mempengaruhi sendi pada tubuh, khususnya sendi beban berat seperti
kolumna vertebralis, panggul, dan lutut. Tidak seperti AR, tidak terdapat
keterlibatan sistemik pada osteoarthritis.

2. Gout di sebut juga Penyakit Pirai (Artritis Urika) adalah gangguan yang
menyebabkan kesalahan pada metabolism purin menimbulkan hiperurisemia
(kadar asam urat serum lebih dari 7,0 mg/100ml). ini dapat mempengaruhi
sendi tetapi lebih umum mempengaruhi kaki. Secara khas, sendi
metatarsofalangeal pertama dari ibu jari kaki besar adalah sisi primer yang
terlibat, sendi lain yang terlibat dapat meliputi lutut dan pergelangan kaki.
Gout adalah bentuk arthritis yang di karakteristikan oleh periode remisi dan
eksaserbasi. Selama resmi pasien asimtomatik. Eksasrbasi (kadang-kadang di
sebut serangan gout) terjadi bila Kristal urat terakumulasi dalam jaringan
synovial menyebabkan inflamasi berat dalam beberapa jam. Pada akhirnya
gout dapat menimbulkan deformitas kronis dari osteoarthritis sekunder yang
terjadi sebagai serangan ber-ulang yang akhirnya merusak kartilago artikular.
Komplikasi lain yang dapat terjadi dalam batu ginjal.
Gambaran klinis arthritis urika (gout) berupa monoartikular yang ditandai
nyeri sendi hebat karena arthritis akut. Biasanya terdapat pembengkakan,
kemerahan, nyeri tekan lokal, dan sendi tidak dapat digerakkan.
Pembengkakan dan kemerahan paling menonjol. Nyeri hebat sekali
sehinggapenderita tidak tahan pakai kaos kaki.

3. Ada beberapa klasifikasi arthritis lainnya yaitu:

a. Arthritis hemofilik
Perdarahan sendi berulang akibat penyakit hemofilia lambat laun
mengarah pada kerusakan sendi yang berat. Penyakit ini biasanya
terdiagnosis secara tidak sengaja. Penderita sering mengeluh nyeri pada
persendian akibat hematrosis.

b. Artritis pada penyakit kolagen


Poliartritis kronis dapat berkembang sebagai satu variasi dari penyakit
jaringan lunak difus yang mengenai kolagen. Dalam golongan ini
termasuk lupus eritematosus sisemik, poliartritis nodosa. Sklerosis
sistemik progresif, polimiositis, dermatomiositis, dan purpura trombotik
trombositopenia.

c. Arthritis enteropati
Arthritis terjadi pada sekitar 20% dari penderita colitis ulseratif dan
penyakit crohn. Arthritis ini mirip dengan spondiloartropati pada
persendian perifer. Aktivitas arthritis ini mencerminkan aktivitas dari
penyakit peradangan usus. Pengobatan efektif untuk penyakit usus
biasanya juga akan menyembuhkan arthritis ini.

d. Arthritis tuberkulosis
Tuberculosis sendi merupakan tuberculosis sekunder yang dapat
menghinggapi semua seni. Urutan frekuensi kejadian adalah sendi
panggul, lutut, kaki, siku, pergelangan tangan, dan bahu. Arthritis
tuberculosis dapat di temukan pada segala usia, tetapi frekuensinya lebih
tinggi ada pada usia muda. Basil tuberculosis sampai di synovial secara
hematogen dan berkembang biak.

e. Arthritis septik akut


Arthritis septik akut dapat berakibat ankilosis (gangguan pada sendi
menyebabkan sendi tidak dapat di gerakkan) bila pengeluaran nanah tidak
dilakukan pada tahap dini. Arthritis septic akut menyerang anak yang
sedang tumbuh. Seperti osteomielitis hematogen akut. Bahkan penyakit ini
sering menyertai osteomielitis akut sebagai komplikasi atau penjalaran
langsung. Kuman penyebab yabg paling sering adalah staphylokokkus
aureus. Steptokokkus, pneumokokkus, dan meskipun lebih jarang
haemopillus influena dan salmonella juga dapat menyerang sendi.
Infeksi sendi piogenik ini merusak kartilago sendi karena enzim lisozom
yang berasal dari leukosit maupun bacteria. Destruksi kartilago juga
merupakan akibat dari peradangan synovial yang berupa pannus yang
menghambat nutrisi kartilago yang masuk melalui proses difusi dari cairan
sendi.

Tanda pertama arthritis septic akut adalah demam dan hambatan gerak
sendi karena nyeri.

Faktor risiko arthritis septic purulen akut :

Keadaan gizi dan keadaan umum buruk


Tua atau bayi
Penyakit sistemik yang menekankan system imun:
o Diabetes mellitus
o Gangguan faal ginjal
o Penyakit hati
o Keganasan
o Pecandu obat intravena atau alcohol
o Obat imunosupresan atau AIDS

Kelainan sendi lama


o Nyeri sekitar sendi
o Hambatan gerak
o Tanda sistemik
Demam
Menggigil
malaise
o Sendi
Bengkak
Hidrops
Panas
Nyeri tekan
o Aspirasi
Cairan keruh
Nanah dengan bacteria

f. Arthritis infektif (bakterial)


Infeksi pada sendi dapat disebabkan oleh bakteri piogenik atau basil
tuberculosis. Arthritis piogenik pada umumnya sebagai akibat penyebaran
kuman secara hematogen dari infeksi primer di tempat lain.
g. Penyakit lyme (arthritis lyme)
Penyakit lyme di sebabkan oleh spirochaeta yang baru di identifikasi,
disebut borrellia burg dorferi, yang ditularkan oleh kutu ixodes dammini

E. Asuhan Keperawatan
1. Arthritis rheumatoid servikal
Arthritis rheumatoid servikal adalah suatu peradangan non bakterial pada sendi
tulang servikal. Kondisi ini merupakan sekelompok penyakit jaringan penyambung
difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya.
a. Patofisiologi
Menurut apley pada 30% klien, arthritis rheumatoid dapat terjadi pada
tulang servikal. Tiga jenis lesi yang sering ditemukan:
1. Erosi sendi atlantoaksial dan ligamenn transversal, yang mengakibatkan
ketidakstabilan
2. Erosi artikulasi atlanto-oksipital, yang memungkinkan pasak odontoid
menumpang pada foramen magnum (amblasnya kranium)
3. Erosi permukaan sendi servikal-tengah dan menyebabkan sublukasi
Kondisi destruksi dan erosi pada sendi servikal menyebabkan kompresi dan
spasme otot leher dengan keluhan nyeri, kekakuan leher, dan kelemahan tungkai
atas yang menyebabkan hambatan mobilitas. Erosi artikulasi atlanto oksipital
menimbulkan manifestasi kritis amblasnya cranium yang menimbulkan risiko
tinggi trauma kompresi batang otak dan korda yang dapat menyebabkan henti
jantung paru dan kematian
Proses peradangan pada Destruksi sendi servikal
vertebra servikalis

Erosi sendi atlanto- Erosi permukaan Erosi artikulasi


aksial dan ligament sendi di daerah atlanto-oksipital
transversal servikal

Amblasnya kranium
Ketidakstabilan Sublukasi servikal
tulang sevikal tengah

Risiko tinggi trauma


Kompresi saraf spasme
otot

Kompresi tulang otak


Nyeri Kekakuan leher Parestesia, dan korda
kelemahan pada
tungkai atas
Henti jantung paru

Hambatan
mobilitas
kematian

b. Pengkajian
Seperti pada arthritis rheumatoid, umumnya klien yang mengalami
arthritis rheumatoid servikal adalah wanita pascamenopause. Pada anamnesis
didapatkan keluhan nyeri leher dan gerakan yang terbatas. Keluhan parestesia dan
kelemahan terjadi pada satu atau kedua ekstremitas bagian atas.
Pengkajian Fokus

Look
Klien terlihat melakukan pergerakan leher secara terbatas.

Feel
Adanya nyeri tekan pada otot leher. Pada ekstremitas atas sering didapatkan
adanya parestesia

Move
Leher mengalami hambatan mobilitas. Kelemahan pada ekstremitas atas sering
ditemukan sesuai distribusi radiks saraf yang mengalami kompresi.

c. Pemeriksaan diagnostik
Pada pemeriksaan ronsen servikal didapatkan adanya arthritis erosive,
ketidakstabilan atlantoaksial tampak pada foto lateral saat fleksi dan ekstensi;
dalam fleksi arkus anterior, atlas bergulir ke depan, menciptakan celah sebesar 5
milimeter atau lebih antara belakang arkus anterior dan prosedur odontoid; saat
ekstensi, sublukasi direduksi. Erosi atlanto-oksipital lebih sulit untuk dilihat,
tetapitomografi lateral menunjukkan hubungan antara odontoid dengan foramen
magnum. Foto fleksi jug dapat menunjukkan sublukasi anterior di daerah servikal
tengah

d. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien arthritis
reumathoid meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf leher, spasme otot leher.
2. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan amblasnya cranium
sekunder akibat erosi artikulasi atlanto-oksipital
3. Hambatan mobilitas yang berhubungan dengan nyeri otot leher
kekakuan leher, ketidakmampuan mobilitas leher, kelemahan pada
ekstremitas atas sekunder akibat kompresi radiks saraf servikal
e. Intervensi keperawatan

Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf leher, spasme otot leher
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam, nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, skala nyeri 0-1 (0-4), dapat mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri nonfarmakologi relaksasi dan nonfarmakologis lainnya
dan noninvasif telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
1. Istirahatkan nyeri Posisi fisiologis akan mengurangi
nonfarmakologis dan kompresi saraf leher. Pemasangan
noninvansif fiksasi kolar servikal dapat menjaga
kestabilan dalam mobilitas leher. Pada
saat pemasangan collar cervical (ban
leher) penting bagi perawat untuk
menjaga kesejajaran tulang belakang
agar tidak terjadi kompresi radiks saraf
2. Lakukan masase pada otot leher Masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan membantu suplai darah
dan oksigen ke area nyeri leher akibat
spasme otot.
3. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga
pernapasan dalam ketika nyeri akan menurunkan nyeri sekunder akibat
muncul. iskemia
4. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan
lingkungan tenang, kurang stimulus nyeri eksternal atau
cahaya, dan batasi pengunjung. sensitivitas terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat
dan pembatasan pengunjung akan
membantu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada di
ruangan
5. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi dapat menurunkan stimulus
saat nyeri internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorphin dan
enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri agar tidak dikirimkan ke korteks
selebri sehingga menurunkan persepsi
nyeri
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan tentang yang akan
penyebab nyeri, dan menghubungan disarankan membantu mengurangi
berapa lama nyeri akan berlangsung nyeri dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik

Hambatan mobilitas yang berhubungan dengan nyeri otot leher, kekakuan


leher, ketidakmampuan mobilitas leher, kelemahan pada ekstremitas atas
sekunder akibat kompresi radiks saraf servikal
Tujuan: dalam waktu 7 x 24 jam, hambatan mobilitas leher bekurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria hasil: klien terlihat mampu melakukan mobilisasi leher secara bertahap
klien dapat mengenai cara melakukan mobilisasi dan secara kooperatif mau
melaksanakan teknik mobilisasi leher secara bertahap
INTERVENSI Rasional
Kaji kemampuan mobilisasi leher Klien dengan arthritis reumaoid
servikal mengalami penurunan
kemampuan dalam mobilisasi leher
akibat kekakuan dan spasme otot-otot
leher.
Kaji kemamouan ekstremitas atas untuk Kelemahan pada ekstremitas atas sering
menilai adanya defisit neurologis ditemukan. Lengan dioeriksa untuk
mengetahui adanya defisit neurologis
Radiks C6 mempersarafi refleks biseps,
otot biseps, dan dorsi-biseps
pergelangan tangan serta sensai lengan
bawah lateral, ibu jari, dan telunjuk; C7
mempersarafi refleks triseps dan radial,
otot triseps, fleksor pergelangan tangan,
dan ektensor jasi serta sensasi jari
tengan
Lakukan latihan ROM pada ekstermitas Latihan ROM yang optimal dapat
atas yang mengalami kelemahan menurunkan atrofi otot, memperbaiki
sirkulasi perifer, dan mencegah
kontraktur pada ekstremitas atas yang
mengalami kelemahan sehingga apabila
masalah kompresi radiks saraf servikal
teratasi, klien tidak mengalami atrofi
otot dan kontraktur pada ekstremitas
atas.
Pantau keluhan nyeri dan adanya tanda- Peran perawat dalam melakukan
tanda defisit neurologis pemantauan dapat mencegah terjadinya
hal yang lebih parah, seperti henti
jantung-paru akibat kompresi batang
otak dan korda
Kolaborasi dengan tim bedah untuk Indikasi untuk stabilitas operasi tulang
dilakukan operasi pada klien dengan servikal adalah (1) nyeri yang hebat dan
keluhan nyeri hebat dan adanya tanda- tidak berkurang dan (2) tanda tanda
tanda defisit neurologis akibat defisit neurologis akibat kompresi
kompresi batang otak dan korda. radiks atau korda.
Antrodesis dilakukan dengan
pencangkokan tulang yang diikuti oleh
bebat seluruh tubuh, atau dengan
fiksasi internal dan pengcangkokan
tulang pasca-operasi, suatu penyangga
servikal dikenakan selama 3 bulan;
akan tetapi, jika terjadi klien dengan
ketidakstabilan dan fiksasi operasi tidak
aman. Pada klien dengan penyakit yang
sangat parah dan perubahan erosive
yang hebat, morbidilitas pasca operasi
dan mortalitasnya tinggi. Ini adalah
suatu alasan untuk mengoperasi dalam
stadium yang lebih dini jika terdapat
defisit neurologis yang mengancam,
seperti didiagnosis dari tanda-tanda
sinar-X yang menunjukkan sublukasi
atlanto aksial yang berat, migrasi
odontoid ke atas atau sublukasi vertebra
subaksial bersma-sama dengan CT,
mielografis, atau pencitraan MRI pada
kompresi korda atau batang otak

2. Artritis rheumatoid pinggul


Arthritis rheumatoid pinggul adalah suatu peradangan nonbacterial pada sendi
pinggul, penyakit ini merupakan salah satu dan sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya.
a. Patofisiologi
Seperti sendi sendi besar, sendi pinggul sering terkena arthritis
rheumatoid. Kondisi peradangan ini biasanya menetap selama beberapa tahun,
kemudian sisi sendi pinggul lainnya juga terkena.
Seperti sinovitis yang menetap pada sendi yang menahan beban dengan
cepat mengakibatkan destruksi kartilago dan tulang; asetabulum mengalami
erosi dan akhirnya kaput femoris dapat menembusnya. Tabda penyakit
tersebut adalah kerusakan tulang progresigf pada kedua sisi sendi tanpa
pembentukan osteofit reaktif apapun.
Perubahan destruktif dan erosi pada kartilago dan tulang asetabulum dan
kepala femur menyebabkan respons inflamasi lokal dan cedera saraf skiatika
yang menimbulkan keluhan nyeri pada klien, adanya deformitas pinggul,
ketidakmampuan melakukan pergerakan pinggul, dan intervensi artrodesis
atau artroplasti menimbulkan manifestasi pasca-bedah masalah risiko tinggi
trauma dan hambatan mobilitas fisik. Intervensi medis berupa bedah
perbaikan memberikan implikasi pada nteri pasca-bedah dan risiko tinggi
infeksi luka pasca bedah serta respons ansietas.
Proses peradangan pada sendi
Destruksi sendi pinggul
pinggul

Arthritis rheumatoid
pada sendi pinggul

Respons psikologis Respons inflamasi lokal Destruktif kartilago dan tulang kepala
femur dan asetabulum

Prognosis penyakit Cedera saraf skiatika Masuknya kepala femur kedalam


asetabulum yang mengalami destruksi

ansietas nyeri Kerusakan dan perubahan


struktur pinggul

Artrodesis Risiko tinggi trauma Hambatan mobilitas


Artroplastis

Pasca operatif Kerusakan jaringann nyeri


lunak

Port de entree Risiko tinggi infeksi

b. Pengkajian
Pada kondisi klinik biasanya klien memiliki riwayat menderita penyakit
rheumatoid yang menyerang banyak sendi. Keluahan nyeri pada lipatan paha
muncul secara pelan-pelan, pimcang, meskipun lazim, dapat disebabkan oleh
arthritis sebelumnya pada kaki atau lutut. Pda pengajian klien yang kondisinya
lebih parah, ada keluhan untuk duduk atau beranjak dari kursi, bahkan
gerakan diatas tempat tidur dapat menyebabkan nyeri atau kadang klien
terlihat memiliki deformitas yang jelas akibat destruksi pada banyak sendi.
Kadang-kadang perkembangan gejala lambat diselingi dengan penjangkitan
akut dan nyeri hebat pada pinggul.

Pengkajian focus
Look
Terlihat adanya deformitas pada panggul disertai pengecilan bokong dan
paha. Deformitas fleksi kontraktur pada sendi pinggu. Perubahan gaya
berjalan disertai adanya kaki bentuk X yang disebabkan oleh kerusakan
pada banyak sendi.

Feel
Didapatkan adanya nyeri tekan pada panggul

Move
Anggota tubuh biasa bertahan pada rotasi eksternal dan fleksi tetap.
Semua gerakan terbatas dan nyeri

c. Pemeriksaan diagnostic
Menurut Apley, pada stadium dini terjadi osteoporosis dan penyempitan
ruang sendi; kemudian, asetabulum dan kaput femoralis mengalami erosi.
Protrusi asetabulum sering ditemukan. Pada kasus terburuk (dan terutama
pada penderita yang diobati dengan kortikosteroid) terjadi kerusakan besar
pada tulang dan dasar asetabulum dapat mengalami perforasi

d. Penatalaksanaan medis
Menurut Apley, jika penyakit dapat ditahan denga terapi umum,
kemunduran pinggul dapat diperlambat. Akan tetapi, setelah kartilago dan
tulangg mengalami erosi, tidak ada terapi yang akan memengaruhi
perkembangan kerusakan sendi. Penggantian sendi total kemudian
memengaruhi jawaban terbaik. Cara ini menyembuhkan nyerii dan
memulihkan rentang pergerakan yang berguna. Hal ini dianjurkan sekalipun
klien lebih muda karena poliartritis sangat membatasi aktifitas sehingga
implant tidak terlalu mendapat tekanan. Operasi harus dilakukan denga hati-
hati untuk mencegah fraktur atau perforasi tulang yang osteoporotic. Anak
anak dengan arthritis juvenili kronik dapat membutuhkan prostetis khusunya
untuk tulang mereka yang kecil dan lunak. Infeks pasca operasi
menimbulkan risiko yang lebih besar pada klien rheumatoid daripada klien
lainnya, khususnya jika klien tersebut menerima teraoi kortokosteroid

e. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien arthritis
rheumatoid pinggul, meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi loka, cedera saraf
skiatika, kerusakan jaringan luka pasca bedah
2. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan menggerakkan pinggul, pasca artrodesis/artroplastis
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan cedera
musculoskeletal
4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan port de entre luka pasca
bedah, pemasangan fiksasi interna
5. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasiona, ancaman
terhadap konsep diri, perubahan status kesehata/ status ekonomi/
fungsi peran

f. Intervensi keperawatan

Nyeri berhubungan dengan cedera saraf skiatika, kerusakan jaringan


luka pasca bedah.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam, nyeri berkurang/hilang atau teradaptasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, skala nyeri 0-1 (0-4) , dapat mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tisak gelisan
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan menggunakan
tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologis
nonfarmakologis dan non-invansif lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam menggurangi nyeri
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
1. Istirahatkan klin Istirahatkan secara fisiologis akan
mengurangi kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal.
2. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga
pernapasan dalam ketika neri akan menurunkan nyeri sejunder
muncul akibat iskemia spina
3. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi dapat menurunkan stimulus
nyeri internal
Kolaborasi dengan dokter: pemberian Analgesic memblok lintasan nyeri
analgesik sehingga nyeri akan berkurang
Kolaborasi untuk pemasangan traksi Penarikan dari lateral leher femur
lateral dapat menurunkan kompresi saraf
sehingga dapat menurunkan respons
nyeri.
Kolaborasi untuk dilakukan Reduksi terbuka fiksasi interna dapat
pemasangan fiksasi interna menstabilisasi pergerakan fragmen
tulang sehingga dapat menurunkan
respons nyeri

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan cedera


neuromuscular
Tujuan: dalam waktu 5 x 24 jam, hambatan mobilitas berkurang/hilang atau
teradaptasi
Kriteria hasil: klien terlihat mampu melakukan mobilisasi ekstremitas bawah
secara bertahap, klien dapat mengenal cara melakukan mobilisasi dan secara
kooperatif mampu melaksanakan teknik mobilisasi secara bertahap
Kaji kemampuan mobilisasi Membantu dalam mengantisipasi dan
ekstremitas bawah merencanakan pertemuan kebutuhan
individual
Kaji kemampuan ekstremitas bawah Kelemahan pada ekstremitas bawah
untuk menilai adanya defisit diperiksa untuk mengetahui adanya
neurologis pada kondisi motorik defisit neurologis
Ajarkan untuk melakukan mobilisasi Mobilisasi yang optimal dapat
pada ekstremitas yang sehat menurunkan risiko kontraktur sendi
sehingga apabila fragmen tulang
asetabulum teratasi, klien tidak
mengalami masalah pada ekstremitas
yang sehat
Dekatkan alat-alat yang diperlukan Meningkatkan kemauan klien untuk
klien melakukan mobilisasi sesuai batas
toleransi untuk memenuhi aktivitas
sehari-hari

Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan kemampuan


mengerakkan pinggul, pasca artrodesis/artroplasti
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, risiko trauma tidk terjadi
Kriteri hasil: klien mau berpartisipasi dalam pencegahan trauma
Pertahankan tirah baring dan Meminimalkan rangsangan nyeri
imobilisasi sesuai indikasi akibat gesekan antara fragmen tulang
dengan jaringan lunak di sekitarnya
Gunakan pagar tempat tidur Mencegah klien jatuh
Pertahankan kontraksi Pengaturan posisi tempat tidur akan
meningkatkan efek tarikan dari
pengaruh gravitasi
Lakukan perawatan luka pada pasca Perawatan luka steril dengan
bedah artrodesis desinfektan iodine providum dapat
menghapushamakan area sekitar
kawat dan dapat mengurangi infeksi
Atur telapak kaki dalam posisi Menghindari risiko footdrop akibat
menghadap ke atas kontraktur sendi yang selalu
melakukan ekstensi
Kolaborasi pemberian obat antibiotic Antibiotic bersifat
pasca bedah bakteriosida/bakteriostaltik untuk
membunuh/menghambat
perkembangan kuman.
Evaluasi tanda/gejala perluasan Menilai perkembangan masalah klien
cedera jaringan

Risiko infeksi yang berhubungan dengan port de entre luka pasca bedah
Tujuan: dalam waktu 12 x 24 jam, tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-tanda
infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas
normal, TV normal
Kaji jenis bedahan, hari pembedahan, Mengidentifiksi kemajuan atau
dan apakah ada order khusus dari tim penyimpangan dari tujuan yang
bedah dalam melakukan perawatan diharapkan
luka
Tingkatkan asupan nutrisi tinggi Nutrisi sangat diperlukan dalam
kalori tinggi protein proses perbaikan jaringan
Lakukan perawatanluka pasca bedah,
artrodesis atau kawat traksi skeletal:
1. Lakukan perawatan luka steril Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
pada hari ke2 operasi dan hari untuk mengurangi kontak
diulang setiap hari tindakan dengan luka yang steril
sehingga mencegah kontaminasi ke
luka bedah
2. Bersihkan luka dengan cairan Pembersihan debris dan kuman
antiseptic jenis iodine sekitar luka dengan mengoptimalkan
providum dengan cara kelebihan dari iodin providum
swabbing dari arah dalam sebagai antiseptic dengan cara
keluar pada luka pembedahan swabbing dari arah dalam keluarga
dapat mencegah kontaminasi ke
jaringan luka
3. Bersihkan sisa iodin providum Antiseptik iodine providum
dengan alcohol 70% atau salin mempunyai kelemahan dalam
normal dengan cara swabbing menurunkan proses epitelisasi
dari arah dalam keluar jaringan sehingga memperlambat
pertumbuhan luka, maka harus
dibersihkan dengan alcohol atau salin
normal
4. Tutup luka dengan kasa steril Penutupan secara menyeluruh dapat
dan tutup dengan plester menghindari kontaminasi dari benda
adhesive yang menyeluruh atau udara yang bersentuhan dengan
menutupi kasa pada pasca luka bedah.
bedah

3. Osteoartritis pinggul
Osteoartritis pinggul adalah gangguan sendi pinggul yang yang bersifat kronis
disertai kerusakan tulang dan sendi lutut, berupa disintegrasi dan pelunakan progresif
yang diikuti pertambahan pertumbuhan tepi tulang dan tulang rawan sendi lutut dan
fibrosis pada kapsul sendi lutut. OA merupakan penyakit gangguan homeostatis
metabolism kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui.
Ada beberapa faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya osteoarthritis,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, faktor keturunan, faktor metabolic/endokrin, faktor
mekanisme dan kelainan geometri sendi, trauma dan faktor okupasi, cuaca, iklim dan
diet.
a. Patofisiologi
Seperti sendi-sendi besar, sendi pinggul sering terkena osteoarthritis.
Secara fisiologis, sendi pinggul mendapat beban pada saat melakukan
mobilisasi.
Pada beberapa keadaan, klien dengan cedera permukaan sendi, robekan
meniscus, ketidakstabilan ligament atau deformitas pinggul, mengalami
peningkatan risiko gangguan homeostatis metabolism kartilago dengan
kerusakan struktur proteoglikan kartilago
Erosi kartilago kepala femur dan perubahan degenerative asetabulum
terjadi akibat pembebanan yang berlebihan. Oleh sebab itu, jika varus telah
berlangsung lama, perubahan sangat nyata pada kompartemen medial. Tanda
fibrasi kartilago yang khas, sklerosis tulang subkondral, dan pembentukan
osteofit perifer, biasanya timbul; pada kasus yang parah, permukaan sendi
dapat kehilangan kartilago sama sekali dan tulang yang mendasari akhirnya
dapat remuk.
Perubahan destruksi dan erosi pada kartilago dan tulang asetabulum dan
kepala femur menyebabkan respons inflamasi lokal dan cedera saraf skiatika
yang menimbulkan keluhan nyeri pada klien, adanya deformitas pinggul,
ketidakmampuan melakukan pergerakan pinggul dan intervensi artrodesisatau
artroplasti menimbulkan manifestasi pasca bedah masalah risiko tinggi trauma
dan hambatan mobilitas fisik. Intervensi medis berupa bedah perbaikan
memberikan implikasi pasca bedah serta respons ansietas.
Multifaktor yang menyebabkan terjadinya gangguan
homeostatis metabolism kartilago pada sendi pinggul

Kerusakan struktur Perubahan membrane Peningkatan vaskularasasi


proteoglikan kartilago synovial pada sendi pinggul sendi pinggul
sendi pinggul

Osteoarthritis pinggul

Pelunakan dan iregularitas Kontraktur dan instabilitas Pembentukan osteofit


sendi pinggul sendi pinggul pada sendi lutut

Kekakuan sendi panggul Kontraktur dan instabilitas Peningkatan tekanan


sendi pinggul artikular sendi pinggul

Deformitas sendi pinggul Kompresi saraf sendi


pinggul

Nyeri

Peningkatan beban sendi Tindakan pembedahan


pinggul artrodesis/artroplastis

Respons psikologis Port de entre

Ansietas Risiko tinggi infeksi

b. Pengkajian
jika ada penyebab dasar osteoarthritis, pada pengkajian sering ditemukan
pada klien berusia 30-an atau 40-an, wanita biasanya lebih sering terkena
daripada pria; pinggul dapat menjadi satu-satunya sendi yang terkena dan
sering dijumpai sublukasi lateral. Jika tidak ada penyebab dasar yang jelas,
klien lebih sering berusia 60 atau 70-an tahun, kebanyakan wanita, dan daerah
yang lain juga terkena.

Pengkajian focus

Look
Nyeri lipatan paha. Nyeri terasa pada lipatan paha, tetapi dapat menjalar
ke lutut. Secara khas nyeri ini terjadi etelah melakukan aktivitas, tetapi
kemudian lebih menetap dan mengganggu tidur. Kekakuan pada mulanya
diketahui terutama setelah istirahat, kemudian semakin lama semakin
semakin progresif hingga sulit untuk memakai kaus kaki dan sepatu.
Pembesaran sendi pinggul. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur
sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, perubahan gaya berdiri, dan
perubahan pada tulang dan permukaan sendi

Feel
Tanda peradangan pada sendi pinggul mungkin dijumpai pada OA karena
adanya sinovitis

Move
Hambatan gerak sendi pinggul. Gangguan ini biasanya semakin bertambah
berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
Gerakan akan terbatas meskipun sering tidak terasa nyeri dalam rentang
yang terbatas; rotasi internal, abduksi, dan ekstensi biasanya terkena lebih
dahulu dan paling parah.

c. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan laboratorium laju endap darah biasanya normal,
kolesterol serum sedikit meninggi, dan pemeriksaan faktor rheumatoid
negatif
2. Pemeriksaan sinar-X, dapat dilakukan setiap saat untuk memantau
aktivitas dan progresivitas penyakit. Foto ronsen yang diambil setiap
saat dapat memperlihatkan hilangnya kartilago dan menyempitnya
rongga sendi pinggul. Pemeriksaan sinar-X dapat pula menunjukkan
abnormalitas kartilago, erosi sendi, pertumbuhan tulang yang
abnormal dan osteopenia. Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan
foto polos. Gambaran yang khas pada foto polos:
a. Penyempitan ruang sendi karena hilangnya tulang rawan sendi
b. Sklerosis tulang subkondral
c. Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral
d. Osteofif pada tepi sendi

d. Penatalaksaan medis
1. Konservatif
a. Obat analgesic dan obat antiradang dapat bermanfaat, dan
penghangatan terasa nyaman
b. Klien dianjurkn menggunakan tongkat dan mencoba
mempertahankan kemampuan gerak dan stabilitas dengan latihan
tanpa beban.
c. Pada kasus dini, fisioterapi (termasuk manipulasi) dapat
membebaskan nyeri untuk waktu lama. Aktivitas diatur supaya
dapat mengurangi tekanan pada pinggul stabil
2. Apley, indikasi untuk operasi
a. Semakin meningkatnya nyeri
b. Restriksi aktivitas yang progresif
c. Deformitas yang jelas
d. Semakin hilangnya gerakan (terutama abduksi).
e. Tanda-tanda destruksi sendi pada sinar-X

Pada kasus biasa, yaitu klien berusia lebih ddari 60 tahun dengan riwayat
nyeri yang lama dan ketidakmampuan yang semakin meningkat, operasi yang
dianjurkan adalah pengantian sendi total. Pada klien yang berusia antara 40
dan 60 tahun, operasi ini masih dapat menjadi operasi yangterbaik jika
kerusakan sendi parah.

Pada klien yang lebih muda, terutama kartilago artikularnya masih tersisa,
osteotomi penyusun ulang intertrokanterik dapat dipertimbangkan. Jika
dilakukan secara dini, cara ini dapat menahan atau menunda destruksi
kartilago lebih lanjut, dan jika terencana dengan baik, operasi ini tidak
menghalangi artroplasti penggantian yang dilakukan belakangan.

e. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien osteoarthritis
pinggul, meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi sendi pinggul,
kompresi saraf, kerusakan neuromuscular pasca bedah
2. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan ketidakmampuan
mengerakkan sendi pinggul, penurunan kekuatan otot, pasca artroplasti
atau artrodesis, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menggerakkan sendi pinggul sekunder akibat kerusakan kartilago
sendi lutut.
4. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entre luka
pasca-bedah
5. Ansietas yang berhubungan dengan rencanna pembedahan, kondisi
sakit, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.

f. Intervensi keperawatan

Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi lokal, kompresi saraf,


penarikan ligament, dan kontraksi otot.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jan nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respons sebjektif
yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas
tingkat cedera
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
1. Atur posisi imobilisasi dan Imobilisasi yang adekuat dapat
pembebatan sendi lutut mengurangi penarikan dan kontraksi
dengan perban elastin otot yang menjadi unsure utama
penyebab nyeri pada lutut.
2. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga
pernapasan dalam ketika nyeri akan menurunkan nyeri sekunder
muncul akibat iskemia.
3. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi dapat menurunkan stimulus
saat nyeri internal dengan mekanisme
peningkatan produksi endorfin dan
enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri agar tidak dikirim ke
korteks serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
Kolaborasi: pemberian analgesic, Analgesic memblok lintasan nyeri
anti-inflamasi, dan sinar inframerah sehingga nyeri akan berkurang. Anti
inflamasi menurunkan respons
peradangan. Penghangatan dapat
meningkatkan vasodilatasi sehingga
dapat menurunkan respons nyeri
Pembedahan artroplasti atai artrodesis Fusi pinggul dijamin dapat
membebaskan nyeri dan memberikan
stabilitas pada sendi pinggul.
Penggantian pinggul total dapat
menghilangkan respons kompresi
saraf skiatika sehingga dapat
menurunkan respons nyeri

Risiko tinggi trauma yang berhbungan dengan cedera neuromuscular


pasca bedah artrodesis, artroplasti, ketidaktahuan cara mobilisasi yang
optimal
Tujuan: dengan waktu 3 x 24 jam, risiko trauma tidak terjadi
Kriteria hasil: klien mau berpartisipasi delam pencegahan trauma
Pertahankan tirah baring dan Meminimalkan rangsangan nyeri
imobilisasi sesuai indikasi akibat gesekan antara fragmen tulang
dengan jaringan lunak disekitarnya
Gunakan pagar tempat tidur Mencegah klien jatuh
Ajarkan mobilisasi dini Mobilisasi dini dilakukan pada hari
kedua pasca bedah. Klien dibantu
untuk melakukan duduk dan melatih
otot dan rentang pergelangan sendi
pada ekstremitas bawah. Pada hari
ketiga, klien dibantu untuk berdiri
dan berjalan dengan menggunakan
alat bantu tongkat. Pada ondisi ini,
perawat sebelumnya mempraktikkan
teknik berjalan tongkat dan tidak
menggunakan ekstremitas pada sisi
yang sakit. Apabila klien sudah lelah
atau mengalami nyeri ringan,
dilakukan periode istirahat
Lakukan perawatan luka pada pasca Menghindari risiko footdrop akibata
bedah artrodesis artroplasti kontraktur sendi yang selalu
melakukan ekstensi
Kolaborasi pemberian obat antibiotic Antibiotic bersifat
pasca bedah bakteriosida/bakteriostatik untuk
membunuh/menghambat
perkembangan kuman
Evaluasi tanda/gejala perluasan Menilai perkembangan masalah klien
cedera jaringan

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan kartilago


sendi pinggul
Tujuan: dalam waktu 3x 24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik
sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil: klien dapat ikut sera dalam program latihan, tidak terjadi
kontraktur sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan mobilitas
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkatkemampuan klien
peningkatan kerusakan. Kaji secara dalam melakukan aktivitas
teratus fungsi motorik
Atur posisi imobilisasi pada lutut Imobiisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakkan fragmen
tulang yang menjadi unsure utama
penyebab nyeri pada lutut.
Beri alat bantu tongkat Alat bantu tongkat dapat membantu
klien dalam melakukan mobilisasi
Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi
perawatandiri sesuai toleransi sesuai kemampuan
Kolaborasi
Anti-inflamasi Penurunan respons inflamasidapat
meringankan mobilisasi sendi pinggul
Sinar inframerah Penghangatan dengan sinar
inframerah dapat menurunkan
respons inflamasi dengan
meningkatnya vaskularisasi pada
sendi pinggul
Bedah osteotomi Osteotomi penyetelan kembali sering
berhasil dalam menyembuhkan gejala
dan menghindari perlunya operasi
tahap akhir. Indikasi idealnya adalah
klien muda dengan osteoarthritis yang
terbatas
Bedah artrodesis Fusi pinggul dijamin dpat
memberikan stabilitas pada sendi
pinggul sehingga dapat meningkatkan
mobilisasi sendi pinggul
Bedah artroplasti Antroplasti penggantian diindikasi
pada klien yang lebih tua dengan
kerusakan sendri progresif.
Penggantian pinggul total dapat
menghilangkan respons kompresi
saraf skiatika sehingga dapat
menurunkan respons nyeri

4. Klien arthritis tuberkulosa sendi lutut


Arthritis tuberkulosa sendi lutut adalah infeksi dan inlamasi pada sendi synovial
lutut yang disebabkan oleh invasi basil tuberculosis secara hematogen.
a. Patofisiologi
Secara umum penyebaran basil tuberkulosis secara ekstensi langsung dari area
osteomielitis tuberkulosa di bagian lesi epifisis. Membran sendi sinovial lutut
berespons terhadap infeksi tuberkulosis dengan menimbulkan manifestasi peradangan
di permukaan ninovial yyang pada proses selanjutnya membentuk tuberkulosis panus
di sendi permukaan dan menyebabkan terjadinya proses nekrosis tulang rawan.
Jaringan lokal lutut terutama patela mengalami granulasi sehingga terjadi
pembentukan sekuestrum dan kolaps tulang. Kombinasi nekrosis tulang rawan dan
destruksi kolaps tulang menimbulkan dampak pada kerusakan menetap di sendi lutut.
Manifestasi respons inflamasi pada lutut berupa kompresi saraf sehingga ada
keluhan nyeri. Pembengkakan dan kerusakan kartilago sendi lutut menghambat
mobilisai klien dan menurunkan kemampuan pergerakan lutut sehingga menimbulkan
risiko trauma. Intervensi bedah perbaikan ataua atrodesis dengan fiksasi eksterna
menimbulkan dampak krusakan neoromuskular, port de entre, risiko tinggi infeksi,
dan risiko trauma. Kondisi penyakit dan rencana pembedahan menimbulkan ansietas
pada klien.

Invasi kuman tuberculosis secara hematogen ke sendi lutut

Arthritis tuberkulosa sendi lutut

Nekrosis tulang rawan dan destruksi kolaps tulang

Kerusakan menetap di sendi lutut

Respons Respons infflamasi sendi lutut : kompresi Pembengkakan,


psikologis serabut sensorik pada lutut kerusakan kartilago
sendi lutut

Nyeri
Prognosis
penyakit Hambatan
mobilitas
Ketidakmampuan menggerakkan tungkai
ansietas bawah, penurunan kekuatan otot

Tindakan bedah perbaikan Risiko tinggi


Artrodesis sendi lutut trauma

Risiko tinggi infeksi


b. Pengkajian
Keluhan utama yang paling sering muncul berhubungan dengan iritasi kronis pada
sendi lutut dengan manifestasi keluhan nyeri, pembengkakan, dan keterbatasan
pergerakan sendi lutut. Karena mengalami nyeri dan keterbatasan gerak, semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu
oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji aadalah bentuk aktivitas klien, terutama
pekerjaan klien.

c. Pemeriksaan diagnostik
1. Tes tuberkulin. Skin test pada tuberkulin menunjukan hasil positif.
2. Laju endap darah. Didapatkan adanya peningkatan.
3. Radiografi. Didapatkan adanya perubahan struktur sendi lutut.

d. Penatalaksanaan medis
1. Obat anti-tuberkulosis
2. Obat analgesic
3. Bedah perbaikan surgical fusion (artrodesis) pada sendi lutut.

e. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan pada klien arthritis tuberkulosis sendi lutut, meliputi :

1. Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi sendi lutut, kompresi saraf.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan kartilago sendi
lutut.
3. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan
tungkai bawah, penurunan kekuatan otot, pasca-artrodesis dengan fiksasi
eksterna, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
4. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entre luka pasca-bedah,
fiksai eksterna pasca-artrodesis.
5. Ansietas yang berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi sakit,
perubahab peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.
f. Intervensi keperawatan

Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi sendi lutut, kompresi


saraf pada lutut.
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam, nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respons subjektif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya
di atas tingkat cedera.
Lakukan menejemen nyeri
keperawatan:
1. Atur posisi imobilisasi pada Imobilisasi yang adekuat dapat
lutut mengurangi nyeri pada lutut.
2. Ajarkan teknik relaksasi dan Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
teknik distraksi pada saat menurunkan stimulus internal dengan
nyeri. mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri agar tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.
3. Lakukan manajemen sentuhan Managemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Kolaborasi: Analgesik memblok lintasan nyeri
Pemberian analgesik. sehingga nyeri akan berkurang.
5. Klien arthritis rheumatoid sendi lutut
Arthritis rheumatoid sendi lutut adalah penyakit inflasi non-bakterial yang bersifat
progresif kronis mengenai sendi lutut dan tidak diketahui penyebvabnya. Pada saat ini,
arthritis rheumatoid lutut di duga disebabkan oleh factor autoimun dan infeksi.

a. Patofisiologi
Kelainan sendi lutut akibat arthritis rheumatoid dimulai dengan peraddangan
sinovia dengan manifestasi nyeri, hyperemia, dan pembengkakan pada sel-sel, yang
meliputi sinovia disertai infiltrasi limfosit dan sel-sel plasma.
Pada tahap selanjutnya, kondisi nyari dan ketidakstabilan sendi lutut
menyebabkan mobilitas klien untuk melakukan aktivitas menurun sehingga terjadi
atrofi atot paha dan tungkai disertai ketidakmampuan dalam melakukan fleksi dan
ekstensi sendi lutut. Kerusakan berupa erosi kartilago, tilang, dan sendi lutut
menyebabkan nyeri, deformitas, dan ketidakmampuan kronis dalam pergerakan lutut.

Predisposisi dari reaksi autoimun dan infeksi pada sendi lutut

Arthritis rheumatoid sendi lutut

Respons Kerusakan Respons inflamasi


psikologis kartilago, tulang, pada sendi lutut
dan sendi lutut

Prognosis
penyakit Ketidakstabilan sendi Nyeri
Ketidakmampuan
menggerakkan sendi lutut menyebabkan
Ansietas lutut terjadinya atrofi otot

Hambatan mobilitas Risiko tinggi


Tindakan pembedahan trauma
Osteotomi/artroplasti

Risiko tinggi infeksi

risik
b. Pengkajian
Keluhan utama yang paling sering muncul adalah nyeri dan hambatan mobilitas
fisik. Karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak, semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak di bantu oleh orang lain.

c. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan sinar-X pada fase awal arthritis rheumatoid sendi lutut sering
menunjukan adanya penurunan rongga sendi dan erosi kartilago, sedangkan pada fase
lanjut akan memperlihatkan kerusakan tulang yang khas.

d. Penatalaksanaan medis
Menurut Apley (1995), penatalaksanaan medis yang dilakukan pada arthritis
rheumatoid sendi lutut, meliputi :
1. Konservatif, imobilisasi dengan pembebatan local dan injeksi metilprednisolon
dan nitrogen mustard biasanya mengurangi sinovitis. Mayoritas klien dapat
ditangani dengan upaya konservatif.
2. Pembedahan : sinovektomi, osteotomi suprakondilus, dan artroplasti.

e. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan padda klien arthritis rheumatoid sendi lutut, meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi sendi lutut, kompresi saraf.
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketidakmampuan
menggerakkan sendi lutut sekunder akibat kerusakan kartilago sendi lutut.
3. Risisko tingi trauma yang berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan
tungkai bawah, penururnan kekuatan otot, pasca-artroplasti, dan ketidaktahuan
cara mobilisasi yang adekuat.
4. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entre luka pasca-bedah.
5. Ansietas yang berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi sakit,
perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.

f. Intervensi keperawatan
Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi lokal, kompresi saraf,
penarikan ligament, dan kontraksi otot.
Tujuan: dalam wakti 1 x 24 jam nyeri berkurau atau teradaptasi
Kriteria hasil: secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi

INTERVENSI RASIONAL

Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respons subjektif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cedera.
Lakukan managemen nyeri keperawatan :
1. Atur posisi imobilisasi dan Imobilisasi yang adekuat dapat
pembebatan sendi lutut dengan mengurangi penarikan dan kontraksi otot
perban elastic. yang menjadi unsure utama penyebab
nyeri pada lutut.
2. Beri kompres dingin. Respons vasokontriksi akan menyebabkan
penururnan raeaksi inflamasi edema local
sehingga menurunkan kompresi saraf.
3. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan oksigen sehingga
pernapassan dalam ketika nyeri akan menururnkan nyeri sekunder akibat
muncul. askemia.
4. Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
nyeri menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme penignkatan produsi andorfin
dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri agar tidak dikirimkan ke
korteks serebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
6. Klien gout pada kaki.
Gout pada kaki adalah penyakit akibat gangguan metabolime purin yang ditandai
dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang pada sendi kaki.
Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan Kristal urat monohidratmonosodium dan
pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi

a. Patofisiologi
Kelainan pada sendi metatarsofalangeal terjadi akibat ditemukannya
penimbunan Kristal pada membrane synovial dan tulang rawan artikular. Pada
fase lanjut, akan terjadi erosi tulang rawan, proliferasi sinovia, dan pembentukan
panus, erosi kistik tulang serta perubahan gout sekunder. Selanjutnya, terjadinya
tofus dan fibrosis serta ankilosis pada tulang kaki.
Adanya gout pada sendi kaki menimbulkan respons lokal, sistemik, dan
psikologis. Respons inflamasi lokal menyebabkan kompresi saraf sehingga
menimbulkan respons nyeri. Degenerasi kartilago sendi dan respons
menyebabkan hambatan mobilitas fisisk. Peningkatan metabolisme
menyebabakan pemakaian energy berlebih sehingga klien cenderung mengalami
malaise, anoreksia, dan status nutrisi klien tidak seimbang. Pembentukan panus
pada pergelangan kaki menyebabkan masalah citra tubuh, dan prognosis penyakit
menimbulkan respons ansietas.
Multifaktor yang menyebabkan terjadinya penimbunan Kristal
urat monohidrat

Arthritis gout pada kaki

Respons psikologis Respons sistemik


Respons lokal

ansietas Peningkatan metabolism


Penimbunan Kristal pada umum
sinovial dan tulang

Malaise, mual, anoreksia


Erosi tulang rawan,
proliferasi synovial,
pembentukan panus
Respons inflamasi lokal Ketidakseimbangan
nutrisi

Degenerasi kartilago
Kompresi saraf kaki
Pembentukan tofus pada
Hambatan mobilitas kaki

nyeri
Perubahan bentuk kaki

Gangguan konsep diri,


citra tubuh

b. Pengkajian
Pada umumnya keluhan utama pada kasus gout adalah nyeri pada sendi
metatarsofalangeal jari kaki, kemudian serangan bersifat poliartikular.

c. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan laboratorium:
a. laju endap darah biasanya normal.
b. Peningkatan kadar asam urat.
2. Periksaan sinar-X dapat dilakukan setiap saat untuk memantau aktifitas dan
progresivitas penyakit.

d. Penatalaksanaan medis
1. Analgesik diberikan untuk menghilangkan nyeri.
2. Antiinflamasi untuk menurunkan respons inflamasi
3. Alopurinol.

e. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang sering muncil pada klien gout pada laki-laki sebelum
dan setelah intervensi medis, meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan peradangan sendi, penimbunan Kristal pada
membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, proliferasi sinovia.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubugnan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat.
3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan denganm penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, nyeri pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki.

f. Intervensi keperawatan
Secara umum, tujuan rencana intervensi keperawatan, meliputi :
1. Penurunan respons nyeri dan mengadaptasikan kondisi nyeri.
2. Peningkatan asupan nutrisi.
3. Peningkatan usaha mobilisasi sesuai dengan kemampuan.
4. Adaptasi konsep diri adaptif.
5. Penurunan respons ansietas.
Nyeri yang berhubungan dengan peradangan sendi, penimbunan Kristal pada
membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, proliterasi sinovia,
dan pembentukan panus
Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi
Kriteria hasil: klien melaporkan penurunan nyeri, menunjukkan perilaku yang lebih
relaks, memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji lokasi, intensitas, dan tipe nyeri; Nyeri merupakan respons subjektif yang
observasi kemajuan nyeri ke daerah yang dapat dikaji dengan menggunakan skala
baru. Kaji nyeri dengan skala 0-4 nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cedera.
Bantu klien dalam identifikasi factor Nyeri dipengaruhi oleh ansietas dan
pencetus peradangan pada sendi.
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan
pereda nyeri nonfarmakologis dan non- relaksasi dan nonfarmakologis lainnya
invasif. telah menunjukan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
Ajarkan relaksasi: Akan melancarkan peredaran darah
Teknik untuk menurunkan ketegangan otot sehingga kebutuhan oksigen jaringan
rangka, yang dapat menurunkan intensitas terpenuhi dan mengurangi nyeri.
nyeri.
Kolaborasi: Alopurinpl menghambat biosintsis asam
Pemberian alopurinol urat sehingga menurunkan kadar asam
urat serum.

7. Klien artiritis reumatoid sendi bahu


Artiritis reumatoid sendi bahu adalah penyakit inflamasi non- bakteriial yang
bersifat progresif kronis mengenal sendi bhu dan tidak di ketahaui penyebabnya. Pada
saat ini, artiritis reumatoid sendi bahu di duga di sebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi
a. Patofisiologi
Seperti sendi besarnya lainnya, kelainan sendi bahu akibat arrtiritis reumatoid di
mulai dengan peradangan sinova di sertai infiltrasi limfositdan sel sel plasma.
Sendi akromioklavikular mengalami artiritis esofit yang dapat berlanjut menjadi
gangguan dan ketidak stabilan kapsul. Sendi glenohumerus, dengan kapsul yang
longgar dan lipatan sinovium, menunjukan radang jaringan lunak yang nyata. Sering
terdapatt suatu pengumpulan cairan dan partikel fibroid yang dapat memecahkann
kapsul dan menyebar ke dalam planus otot kerusakan tulang rawan dan erosi tulang
sering kali hebat.
Bursa subakrominal dan sarung sinovia pada kaput longus biseps mengalami
peradangan dan menebal hal ini sering mengakibatkan pecahnnya rotator chuff dan
tendon bisep.

Predisposisi dari reaksi autoimun dan infeksi pada sendi bahu

Arthritis rheumatoid sendi bahu

Respons psikologis Respons inflamasi pada


Kerusakan kartilago, sendi bahu
tulang, dan sendi bahu

Prognosis penyakit Ketidakstabilan sendi Nyeri


Ketidakmampuan bahu menyebabkan
menggerakkan sendi terjadinya atrofi otot
bahu
Ansietas
Risiko tingi
Hambatan mobilitas trauma
Tindakan sinovektomi
artrodesis sendi bahu

Port de entre Resiko tinggi infeksi Kerusakan neuromuskular


b. Pengkajian
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri dan pembengkakan sendi bahu.
Karena timbulnya nyeri dan keterbatasan gerak , semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klieen perlu banyak di bantu oleh orang lain

c. Pemeriksaan diagnostik
Menurut apley, erosi akromioklavikular yang kadang-kadang ditemukan pada
sinar-X dada merupakan petunjuk pertama untuk diagnosis. Perubahan sinar-x adalah
khas untuk arthritis rheumatoid, selain itu, mungkin mendapat sublukasi yang lebih
besar pada kaput humerus akibat gangguan lengkap pada cuff

d. Penatalaksanaan medis
Jika upaya umum tidak berhasil mengendalikan sinovitis, campuran
metilprednisolon dan nitrogen mustrad dapat di simpulkan ke dalam sendi, bursa
subbakrominal, dan sarung tendon bisivital hal ini tidak boleh di ulangi lebih dari
dua atau tiga kali.
Dalam kasus yang parah nyeri dan ke kakuan dapat menyebabkan ke lumpuhan.
Asalkan rotator cuff tidak hancur sama sekali dan masih ada tulang yang memadai,
dapat di lakukakan penggantian sendi. Jika rotator cuff hancur atau erosi tulang
sangat parah, lebih baik di lakukann antrodesis meskipun keterbatsannya jelas,
antrodesis dapat meningkt kan fungsi karena gerakan skapulotoraks biasanya tidak
terganggu

e. Diagnosa keperawatan
Diganosa keperawatan yang sering mencul pada klien atritis reumatoid sendi di
bahu sebelum dan setelah intervensi medis, meliputi :
1. Nyeri yang berhubungan dengan respon inflamasi sendi bahu, kompresi saraf.
2. Hambatan mobilitas fisi yang berhubungan dengan penurunan kemampuan
menggerakan sendi bahu
3. Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, pasca
artodesis, dan ketidaktahuan cara mobilitas yang adekuat.
4. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entree luka pasca-bedah.
5. Ansietas yang berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi sakit,
perubahan peran keluarg, kondisi status sosioekonomi.

Intervensi keperawatan

Nyeri yang berhubungan dengan respon inflamasi lokal, kompresi saraf, penarikan ligamen,
dan kontraksi otot.

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang atau teradapsi.

Kriteria hasil: Secara subjektif kklien melaporkan nyeri berkurang dapat mengidentifikasikan
aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau
teradapsi

INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri dengan skala 0-4 Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat di
kaji dengan menggunakan skala nyeri . Klien
melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera
Lakukan menejemen nyeri keperawatan Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
1. Atur posisi immobilisasi dan penarikan dan kontraksi otot yang yang menjadi
pembebatan bahu dengan perban unsur utama penyebab nyeri pada bahu
elastin
2. Beri kompes dingin Respon vasokontraksi akan menyebab kan
penurunan reaksi inflamasi sehingga menurunkan
kompresi saraf
3. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan oksigen sehingga akan
pernapasan menurukan nyeri sekunder akibat iskema
Dalam ketika nyeri muncul
4. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi dapat menuurunkan stimulus internal
saat nyeri dengan mekanisme peningkatan produksi
endofrin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri agar tidak di krimkan ke
korteksslebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
5. Lakukan manajemen sentuh Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologiis dapat membantu
menurunkan nyeri . masase ringan dapat
meningkat aliran darah dan membantu suplai
darah dan oksigen ke area nyeri
Kolaborasi
Pemberian analgesik Analgesik membelok lintasi nyeri sehengga akan
brkurang
Pemberian antiinlamasi Anti inflamsi jenis metilprednisolon bertujuan
menurunkan respon inflamasi dan meredakan
nyeri
Pembedahan sinovektomi Bedah perbaikan sinovektomi dapat memperbaiki
robekkan cuff dan pemotongan ujung lateral
klavikula dapat menyembuhkan nyeri
akromiokalavikular

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan kartilago sendi bahu

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam klien mampu melksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuan nya
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi, bertambahnya kekuatan otot klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas

Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam
peningkatan kerusakan . Kaji secara melakukan aktifitas
teratur fungsi motorik
Atur posisi imobilisasi pada bahu Imobilisasi yang adekuat dengan perban
elastis dapat meningkat kan mobilitas bahu
Ajarkan klien melakukan latihan gerak Gerak kan aktif memberi massa, tonus, dan
pada ekstrimitas yang tidak sakit kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
Bantu klien melakukan latihan ROM, Umtuk memelihara fleksibiltas sendi sesuai
perawatan diri sesuai toleransi kemampuan
Kolaborasi :
Pembedahan artrodesi Jika rotator cuff hancur atau erosi tulsng
sanag parah lebih baik di lakukan artrodesis
dapat meningkatkan fungsi karena gerakan
skapulotoraks biasanya tidak terganggu

Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan ketidaktahuan cara mobilisasi pasca
reduksi bahu
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam, informasi terpenuhi
Kritasi Hasil : Klien mengungkapkan keinginan keinginan untuk melakukan mobilisasi
yang optimal, ingin melakukan program rehabilitasi

INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat tingkat pengetahuan klien Menjadi data dasar sesuai tingkat
tentang cara mobilisasi, program pengetahuan yang klien miliki
rehabilitasi
Berikan informasi yang adekuat dan Membantu klien mencapai penerimaan
rasional tentang pentingnya mobilisasi terhadap kondisinya melalui teknik
rasionallisis
Ajarkan latihan gerak sendi ROM pasca Latihan rentang gerak aktif meliputi latihan
reduksi sejak dini sendi-sendi jari tangan dan telapak tangan
yang bertujuan mencegah kontraktur pada
lengan bawah
Ajarkan pasien dan keluarga tentang Mitela selalu di pasang pada saat kliien
teknik pemasangan mitela melakukan mobilisasi. Mitela Akan di
pasang selama 2 minggu
Anjurkan untuk menggerakan bahu Pergerakan bahu dapat di lakukan setelah
minimal setelah 3 minggu imobiilisasi telah optimal, minimal setelah 3
minggu pasca- reduksi . aktifitas kombinasi
abduksi dan rotasi lateral mulai di lakukan
secara perlahan lahan sesuai dengan tingkat
kemampuan klien terhadap respon nyeri

8. Proses keperawatan klien osteoartritis bahu


Osteoatritis bahu adalah gangguan semdi bahu yang bersifat kronis di sertai
kerusakan tulang dan sendi bahu, berupa disintergrasi dengan pellunakan progresif yang
di ikuti pertambahan pertumbuhan tepi tulang dan tulang rawan sendi bahu (ostefit) dan
fibrosis pada kapsul sendi bahu yang penyyebabnya blum jelas di ketahui.

a. Patofiologi
Osteoartritis bahu biasanya terjadi akibat cedera lokal atau lesi rotator cuff yang
lama. Sering terdapat kondokkalsionis, tetapi tidak di ketaahui apakah hal ini
mempengaruhi osteoartritis atau muncul akibat degeneriasi sendi. Pada kondisi lanjut
akan terjadi kelainan sendi . sendi mungkin akan menyempit atau akan
memperlihatkan pengapuran yang akan menimbulkan berbagai keluhan pada klien.
Kerusakan pada struktur kartilago menyebabkan kompresi saraf di sekitar bahu
dengan respon nyeri, penurunan fungsi bahu dalam melakukan mobilisasi fisik dan
adanya intervensi medis menibulkan dampak psikologis
Multifaktor yang menyebabkan terjadinya gangguan homeostatis
metabolisme kartilago pada sendi bahu

Kerusakan struktur Perubahan membrane sinovial pada Peningkatan vaskularisasi


proteoglikan kartilago sendi bahu sendi bahu
sendi bahu

Osteoarthritis bahu

Pelunakan dan Kontraktur dan Pembentukan osteofit


iregularitas sendi bahu instabilitas sendi bahu pada sendi bahu

Kekakuan sendi bahu Hambatan mobilitas Peningkatan tekanan


artikular sendi bahu

Deformitas sendi bahu Kompresi saraf sendi


bahu

Peningkatan beban Tindakan pembedahan nyeri


sendi bahu osteotomi/artroplasti

Ansietas Risiko tinggi infeksi

b. Pengkajian
Kondisi osteoartritis bahu sanagt jarang dan klien biasanya berusia 50-6- tahun
dan mungkin memiliki riwayat cidera atau sindrom arkus nyeri sebelumnya.

c. Pemeriksaan diagnostic
Sinar x memperlihatkan kelainan send, seklerosis tulang dan pembentukan
osteofit ruang sendi mungkin menyempit atau memperlihatkan pengapuran
d. Penatalaksanaan medis
1. Konservatif
a. Obat analgesik dan obat anti- radang mengurangi nyeri dan latihan olahraga
dapat memperbaiki mobilitas
b. Sebagian klien dapat hidup dengan keterbatasan dengan akibat kekakuan,
asalkan nyeri tidak hebat
2. Pembedahan
a. Atroplasti. Pada kasus yang parah, jika nyeri tidak dapat di tahan boleh di
lakukan antroplasti bahu. Antroplasti tidak banyak memperbaiki mobilitas,
tetapi menyembuhkan nyeri.
b. Alternatif lain adalah artodesis

e. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan yang sering muncul pada klien osteartritis bahu
sebelumnya dan setelah intervensi medis, meliputi :
1. Nyeri yang berhubungan dengan respon inflamasi sendi bahu, kompresi saraf .
2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan ketidak mampuan
menggerakan sendi bahu sekunder akibat kerusaan kartilago sendi bahu.
3. Resiko tinggi yang berhubungan dengan port de entree luka pasca- bedah

f. Intervensi keperawatan
Secara umum tujuan rencana intervensi keperawatan pada klien osteoartritis bahu
meliputi ;
1. Penurunan respon nyeri dan mengadaptasikan kondisi nyeri
2. Penurunan resiko tinggi infeksi
3. Peningkatan usaha mobilitas sesuai dengan kemampuan
4. Penurunan respon ansietas

Nyeri yang berhubungan dengan respon inflamasi lokal, kompresi saraf penarikan
ligamen, dan kontraksi otot
Tujuan : dalam waktu 1x24 jam nyeri berkurang atau teradapsi
Kriteria Hasil : Secara subjektif klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di
adaptasi, dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah , skala nyeri 0-1 atau teradapsi
INTERVENI RASIONAL
Kaji nyeri skala 0-4 Nyeri merupakan respon subjektif yang
dapat di kaji dengan menggunkan
Skala nyeri klien melaporkan nyeri
biasanya di atas tingkat cidera
Lakukan manajemen nyeri ke perawatan ; Imobilisasi yang ade kuat dapat
1. Atur posisi imobilisasi dan mengurangi penarikan dan kontraksi otot
pembedahan sendi bahu dengan yang menjadi unsur utama penyebab
perban elastis nyeri pada bahu
2. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan oksigen sehingga
pernapasan dalam ketika nyeri akan menurunkan nyeri sekunder akibat
muncul iskema
3. Ajarkan teknik distraksi pada saat Distraksi ( pengalihan perhatian ) dapat
nyeri menurunkan stimulus internal dengan
mkanisme peningkatan produksi endofrin
enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri agar tidak dikrimkan ke korteks
serebsi sehingga menurunkan persepsi
nyeri
Kolaborasi ; Analgesil memblok lintasan nyeri
Pemberian analgesik sehingga nyeri nyeri akan berkurang
Pemberian antiiflamasi Antiinflamasi akan mengurangi respon
peradangan pada sendi bahu sehingga
akan mengurangi reaksi peradangan dan
nyeri dapat berkurang

Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan kartilago sandi bahu
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam klien mampu melakukan fisik sesuai kemampuannya
Kriteria Hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi, bertambahnya kekuatan otot klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas
INTERVENSI RASIONAL
Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemapuan klien
peningkatan kerusakan. Kaji secara dalam melakukan aktifitas
teratur fungsi motorik
Atur posisi imobilisasi pada bahu Imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen tulang
yang menjadi unsur utama penyebab
nyeri pada bahu
Pasang mitela Pemasangan mitela dapat
mengistirahatkan sendi bahu yang
mengalami peradangan dan dapat
meningkatkan mobilisasi pada sendi
lainya
Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi
perawatan diri sesuai toleransi sesuai kemampuan
Kolaborasi Pada kasus yang parah, jika nyeri tidak
Bedah antroplasti dapat di tahan boleh lakukan artopllasti
bahu artroplasti tidak banyak
memperbaiki mobilitas tetapi
menyembuhkan nyeri
BAB III
Penututup

Kesimpulan

Artritis merupakan peradangan pada sendi dan mencakup lebih dari 100 tipe
penyakit yang berbeda.
Etiologi arthritis rheumatoid masih belum di ketahui, kemungkinan arthritis
rheumatoid merupakan manifestasi respon terhadap suatu agen infeksiosa pada
pejamu yang secara genetis rentan telah diperkirakan.
Artritis rheumatoid (AR), Osteoartritis (OA), dan Gout adalah bentuk yang
lebih umum terjadi. Terdapat banyak penyakit jaringan penyambung yang dicirikan
oleh arthritis, seperti sistemik lupuseritematosus, dermatomiositis, kleroderma,
demam reumatik, dan spondilitis ankilosis.
DAFTAR PUSTAKA

Charlene,Reeves.Gayle,roux & Lockhart,Robin.2001.Keperawatan Medikal


Bedah.Jakarta:Salemba Medika

Kholidi,Rosyidi.2013.Muskuloskeletas.Jakatra:TIM

Muttaqin,Arif.2011.Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal aplikasi pada praktik klinik


keperawatan.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai